Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

Disusun Oleh:
HERON SAPU BAYU
( 2019611017)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

THALASEMIA

A. DEFINISI

Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan


dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk
eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).

Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat


berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Menurut Setianingsih (2008), Talasemia merupakan penyakit genetik yang


menyebabkan gangguan sintesis rantai globin, komponen utama molekul hemoglobin (Hb).

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (NUCLEUS PRECISE,
2010)

Thalasemia adalah kelainan herediter berupa defisiensi salah satu rantai globin pada
hemoglobin sehingga dapat menyebabkan eristrosit imatur (cepat lisis) dan menimbulkan
anemia (Fatimah, 2009)

B. KLASIFIKASI

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi
gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap
kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap
kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α
dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari
kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang
seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit
tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen,
sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang
menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).

1. Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek,


yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi
dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).
a. Thalassemia A
Oleh karena terjadi duplikasi gen α (HBA1 dan HBA2) pada kromosom 16, maka
akan terdapat total empat gen α (αα/αα). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia
α maka terminologi untuk Thalassemia α tergantung terhadap delesi yang terjadi,
apakah pada satu gen atau dua gen. Apabila terjadi pada dua gen, kemudian dilihat
lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda
(trans). Delesi pada satu gen α dilabel α+ sedangkan pada dua gen dilabel αo
(Sachdeva, 2006).

b. Thalasemia B
Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11
(Rodak, 2007). Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point
mutation dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan
secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di
daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).

2. Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu : (NUCLEUS PRECISE, 2010)
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan
penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat
lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu,
juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk
ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras
untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak
memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor
harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan
yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8
bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula
si penderita harus menjalani transfusi darah.

b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun


individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor
juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia
mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor
dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan
sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan
tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di
sepanjang hidupnya

3. Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004)


1. Talasemia a (gangguan pembentukan rantai a)
2. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b)
3. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen-nya diduga
berdekatan).
4. Talasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
C. ETIOLOGI

Menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak


dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia
dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,


maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia
atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan
mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%)
kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita
Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah
sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada
yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,


maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor
D. PATOFISIOLOGI
E. GEJALA KLINIS

Kelainan genotip Talasemia memberikan fenotip yang khusus, bervariasi, dan tidak
jarang tidak sesuai dengan yang diperkirakan (Atmakusuma, 2009).

Semua Talasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi, tergantung
jenis rantai asam amino yang hilang dan jumlah kehilangannya (mayor atau minor).
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan, khususnya anemia hemolitik
(Tamam, 2009)

Pada bentuk yang lebih berat, khususnya pada Talasemia-β mayor, penderita dapat
mengalami anemia karena kegagalan pembentukan sel darah, pembesaran limpa dan hati
akibat anemia yang lama dan berat, perut membuncit karena pembesaran kedua organ
tersebut, sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus/borok), batu empedu, pucat,
lesu, sesak napas karena jantung bekerja terlalu berat, yang akan mengakibatkan gagal
jantung dan pembengkakan tungkai bawah. Sumsum tulang yang terlalu aktif dalam
usahanya membentuk darah yang cukup, bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran
tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah
patah. Anak-anak yang menderita talasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa
pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi
meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihanzat besi bisa terkumpul dan
mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung
(Tamam, 2009).

Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awalnya tidak jelas,
biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat
terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan
lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama
biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali, ikterus ringan
mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan tulang panjang,
tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Kadang-kadang ditemukan epistaksis,
pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Tanda dan gejala lain dari thalasemia yaitu :

1. Thalasemia Mayor:
 Pucat
 Lemah
 Anoreksia
 Sesak napas
 Peka rangsang
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran hati dan limpa / hepatosplenomegali
 Menipisnya tulang kartilago, nyeri tulang
 Disritmia
 Epistaksis
 Sel darah merah mikrositik dan hipokromik
 Kadar Hb kurang dari 5gram/100 ml
 Kadar besi serum tinggi
 Ikterik
 Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar dan
datar.

2. Thalasemia Minor
 Pucat
 Hitung sel darah merah normal
 Kadar konsentrasi hemoglobin menurun 2 sampai 3 gram/ 100ml di bawah kadar
normal Sel darah merah mikrositik dan hipokromik sedang

F. KOMPLIKASI

Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang
besar mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda
hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan
oleh infeksi dan gagal jantung (Hassan dan Alatas, 2002)

Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa
terlebih dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes
melitus dan jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena
peningkatan deposisi melanin (Herdata, 2008)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive


test.

1. Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan


Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin
dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk
skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya


resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis
(Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah
dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah
91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative
rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

c. Indeks eritrosit

Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat
mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka
metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit, 2007).

d. Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter


jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi
kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan
Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh


sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke
Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit
meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula
MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut
(Yazdani, 2011).

2. Definitive test
a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah.
Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%,
Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa
mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia
seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb
H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal
membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J
(Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.


Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC)
pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb
C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa
mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan
tepat terutama Hb F dan Hb A2 (Wiwanitkit, 2007).

c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia.


Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas,


2002; Herdata, 2008)

1. Medikamentosa
 Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin
serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar
10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari
subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5
hari berturut setiap selesai transfusi darah.
 Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
 Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
 Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur
sel darah merah 
2. Bedah

Splenektomi, dengan indikasi:

 limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan


peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
 hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
 Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita
thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil
tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan
hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15
tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara
kandungnya di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini.
3. Suportif
 Tranfusi Darah

Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi
besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dl.
I. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan/kewarganegaraan
2. Umur
3. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.

4. Pertumbuhan dan perkembangan


5. Pola makan

Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.

6. Pola aktivitas

Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah

7. Riwayat kesehatan keluarga


8. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
9. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
a. Keadaan umum
b. Kepala dan bentuk muka
c. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
e. Dada
f. Perut

Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).

g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan
rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen
seluler yang menghantarkan oksigen/nutrisi
2. Intoleransi aktifitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan dan suplai oksigen
3. PK: Perdarahan
4. Ketidakseimbangan nitrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5. Kelelahan b.d  malnutrisi, kondisi sakit
6. Nyeri b.d penyakit kronis
7. Kecemasan (orang tua) b.d kurang pengetahuan
K. RENCANA KEPERAWATAN

No DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN

TUJUAN INTERVENSI HASIL

1. Ketidakefektifan SDKI SIKI


perfusi jaringan
b.d berkurangnya ·   Perfusi 1. Monitor Tanda Vital 1. Mengumpulkan dan
komponen Jaringan : Perifer Aktifitas: menganalisis system
seluler yang  Monitor tekanan darah , kardiovaskuler,
·   Status sirkulasi nadi, suhu dan RR tiap 6 pernafasan dan suhu untuk
menghantarkan
oksigen/nutrisi jam atau sesuai indikasi menentukan  dan
 Monitor frekuensi dan mencegah komplikasi.
Kriteria Hasil: irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan
·   Klien abnormal
menunjukkan  Monitor suhu, warna dan
perfusi jaringan kelembaban kulit
yang adekuat yang  Monitor sianosis perifer
ditunjukkan dengan
terabanya nadi 2. Monitor status neurologi
perifer, kulit kering Aktifitas:
dan hangat,  Monitor ukuran, bentuk,
keluaran urin simetrifitas, dan
adekuat, dan tidak reaktifitas pupil 2. Mengumpulkan dan
ada distres  Monitor tingkat kesadaran menganalisis data pasien
pernafasan. klien untuk meminimalkan dan
 Monitor tingkat orientasi mencegah komplikasi
 Monitor GCS neurologi
 Monitor respon pasien
terhadap pengobatan
 Informasikan pada dokter
tentang perubahan kondisi
pasien

3. Manajemen cairan
Aktifitas:
 Mencatat intake dan
output cairan
 Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi (turgor kulit
jelek, mata cekung, dll)
 Monitor status nutrisi
 Persiapkan pemberian
transfusi ( seperti
mengecek darah dengan 3. Mempertahankan
identitas pasien, keseimbangan cairan dan
menyiapkan terpasangnya mencegah komplikasi
alat transfusi) akibat kadar cairan yang
 Awasi pemberian abnormal.
komponen darah/transfusi
 Awasi respon klien
selama pemberian
komponen  darah
 Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum, angka
trombosit)

2. Intoleransi NOC NIC


aktifitas b.d
tidak ·         Konservasi 1. Manajemen energy 1. Mengatur penggunaan
seimbangnya Energi Aktifitas: energi untuk mencegah
kebutuhan dan  Tentukan keterbatasan kelelahan dan
·         Perawatan aktifitas fisik pasien
suplai oksigen mengoptimalkan fungsi
Diri: ADL  Kaji persepsi pasien
tentang penyebab kelelahan
Kriteria Hasil:
yang dialaminya
·         Klien dapat  Dorong pengungkapan
melakukan aktifitas peraaan klien tentang
yang dianjurkan adanya kelemahan fisik
dengan tetap  Monitor intake nutrisi
mempertahankan untuk meyakinkan sumber
tekanan darah, energi yang cukup
nadi, dan frekuensi  Konsultasi dengan ahli gizi
pernafasan dalam tentang cara peningkatan
rentang normal energi melalui makanan
 Monitor respon
kardiopulmonari terhadap
aktifitas (seperti takikardi,
dispnea, disritmia,
diaporesis, frekuensi
pernafasan, warna kulit,
tekanan darah)
 Monitor pola dan kuantitas
tidur
 Bantu pasien
menjadwalkan istirahat dan
aktifitas
 Monitor respon oksigenasi
pasien selama aktifitas
 Ajari pasien untuk
mengenali  tanda dan
gejala kelelahan sehingga
dapat mengurangi
aktifitasnya.
2. Terapi Oksigen
Aktifitas:
 Bersihkan mulut, hidung,
trakea bila ada secret
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
 Monitor aliran oksigen
sesuai program
 Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan alat

2. Mengelola pemberian
oksigen dan memonitor
keefektifannya

3. Ketidakseimban NOC NIC


gan nitrisi
kurang dari ·         Status 1. Manajemen Nutrisi 1. Membantu dan atau
kebutuhan Nutrisi Aktifitas: menyediakan asupan
tubuh b.d  Tanyakan pada pasien makanan dan cairan yang
·         Status
anoreksia tentang alergi terhadap seimbang
Nutrisi: Energi
makanan
·         Kontrol  Tanyakan makanan
Berat Badan kesukaan pasien
 Kolaborasi dengan ahli
Kriteria Hasil : gizi tentang jumlah
Klien menunjukkan kalori dan tipe nutrisi
yang dibutuhkan (TKTP)
·         Pencapaian  Anjurkan masukan kalori
berat badan normal yang tepat yang sesuai
yang diharapkan dengan kebutuhan energi
·         Berat badan  Sajikan diit dalam
sesuai dengan keadaan hangat
umur dan tinggi
badan
·         Bebas dari 2.  Monitor  Nutrisi
tanda malnutrisi Aktifitas:
 Monitor adanya
penurunan BB
 Ciptakan  lingkungan
nyaman selama klien
makan.
 Jadwalkan pengobatan 2. Mengumpulkan dan
dan tindakan, tidak menganalisis data pasien
selama jam makan. untuk mencegah atau
 Monitor kulit (kering) meminimalkan malnutrisi
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor mual dan
muntah
 Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, kadar
hematokrit
 Monitor kadar limfosit
dan elektrolit
 Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.

4. Kelelahan b.d  NOC NIC 1. Mengatur penggunaan


malnutrisi, energi untuk mencegah
kondisi sakit ·         Konservasi 1. Manajemen energy kelelahan dan
Energi Aktifitas: mengoptimalkan fungsi
 Tentukan keterbatasan
Kriteria Hasil: aktifitas fisik klien
Klien menunjukkan  Kaji persepsi pasien
tentang penyebab
·         Istirahat dan
kelelahan
aktivitas seimbang
 Dorong pengungkapan 
·         Mengetahui perasaan tentang
keterbatasanan kelemahan fisik
energinya  Monitor intake nutrisi
untuk meyakinkan sumber
·         Mengubah energi yang cukup
gaya hidup sesuai  Konsultasi dengan ahli
tingkat energi gizi tentang cara
peningkatan energi
·         Memelihara
melalui makanan
nutrisi yang
 Monitor respon
adekuat
kardiopumonari terhadap
·         Energi yang aktifitas (seperti takikardi,
cukup untuk dispnea, disritmia,
beraktifitas diaporesis, frekuensi
pernafasan, wwarna kulit,
tekanan darah)
 Monitor pola dan
kuantitas tidur
 Bantu klien 
menjadwalkan istirahat
dan aktifitas

2. Terapi Oksigen

Aktifitas:

 Bersihkan mulut, hidung,


trakea bila ada secret
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Atur alat oksigenasi
termasuk humidifier
 Monitor aliran oksigen
sesuai program
 Secara periodik, monitor
ketepatan pemasangan
alat

3.  Manajemen cairan

Aktifitas:
2. Mengelola pemberian
 Persiapkan pemberian oksigen dan memonitor
transfusi (seperti keefektifannya
mengecek darah dengan
identitas pasien,
menyiapkan terpasangnya
alat transfusi)
 Awasi pemberian
komponen  darah/transfusi
 Awasi respon klien
selama pemberian
komponen  darah
 Monitor hasil
laboratorium (kadar Hb,
Besi serum)
3. Mempertahankan
keseimbangan cairan dan
mencegah komplikasi
akibat kadar cairan yang
abnormal.

5. PK: Perdarahan Mencegah/ Aktifitas


meminimalkan 
terjadinya 1.    Monitor tanda-tanda
perdarahan perdarahan dan perubahan
tanda vital

2.    Monitor hasil
laboratoium, seperti Hb,
angka trombosit,
hematokrit, angka eritrosit,
dll

3. Gunakan alat-alat yang


aman untuk mencegah
perdarahan   (sikat  gigi
yang lembut, dll)

    (

6. Nyeri b.d NOC NIC


penyakit kronis
·         Mengontrol 1.    Manajemen nyeri 1. Mengurangi nyeri dan
Nyeri menurunkan tingkat nyeri
Aktfitas: yang dirasakan pasien.
·         Menunjukka
n tingkat nyeri  Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
Kriteria Hasil: termasuk tingkat nyeri
Klien dapat ( dengan “face scale”),
lokasi, karakteristik,
·         Mengenali durasi, frekuensi, dan
faktor penyebab faktor presipitasi
 Observasi reaksi
·         Mengenali
nonverbal
lamanya (onset )
dari        ketidaknyamanan
sakit
pasien (misalnya
·         Menggunaka menangis, meringis,
n cara non memegangi bagian tubuh
analgetik untuk yang nyeri, dll)
mengurangi nyeri  Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
·         Menggunaka untuk mengetahui
n analgetik sesuai pengalaman nyeri pasien
kebutuhan  Jelaskan pada pasien
tentang nyeri yang
dialaminya, seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri mungkin akan
dirasakan, metode
sederhana untuk
mengalihkan rasa nyeri,
dll.
 Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang pengalaman nyeri
dan ketidakefektifan
kontrol nyeri pada masa
lampau
 Atur lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor pencetus
nyeri pada pasien

2. Pemberian analgetik

Aktifitas:

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi pada
pasien
 Kolaborasi pemilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Kolaborasi pemberian
analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Monitor respon klien
terhadap penggunaan
analgetik

2. Penggunaan agen
farmakologi untuk
menghentikan atau
mengurangi nyeri.

7. Kecemasan NOC : NIC


(orang tua) b.d
kurang ·         Kontrol 1.    Menurunkan cemas 1. Meminimalkan rasa takut,
pengetahuan Kecemasan cemas, merasa dalam
 Aktifitas:
bahaya atau
Kriteria Hasil :  Gunakan pendekatan ketidaknyamanan
dengan konsep atraumatik
·         Klien terhadap sumber yang
care
mampu tidak diketahui.
 Jangan memberikan
mengidentifikasi
jaminan tentang prognosis
dan
penyakit
mengungkapkan
 Jelaskan semua prosedur
gejala cemas
dan dengarkan keluhan
·         Mengidentifi klien
kasi,  Pahami harapan pasien
mengungkapkan, dalam situasi stres
dan menunjukkan  Temani pasien untuk
teknik untuk memberikan keamanan
mengontrol cemas dan mengurangi takut
 Bersama tim kesehatan,
·         Vital sign berikan informasi 
(TD, nadi, mengenai diagnosis,
respirasi) dalam tindakan prognosis
batas normal  Anjurkan keluarga untuk
menemani anak dalam
·         Postur tubuh,
pelaksanaan tindakan
ekspresi wajah,
keperawatan
bahasa tubuh, dan
 Lakukan massage pada
tingkat aktivitas
leher dan punggung, bila
menunjukkan
perlu
berkurangnya
 Bantu pasien mengenal
kecemasan.
penyebab kecemasan
·         Menunjukka  Dorong pasien/keluarga 
n peningkatan untuk mengungkapkan
konsentrasi dan perasaan, ketakutan,
akurasi dalam persepsi tentang penyakit
berpikir  Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi (sepert tarik
napas dalam, distraksi,
dll)
 Kolaborasi pemberian
obat untuk mengurangi
kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Ganie, A, 2004. Kajian DNA thalasemia alpha di medan. USU Press, Medan

Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

Hoffband, A, dkk, 2005. Kapita selekta Hematologi. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Mansjoer, arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran  E d i s i k e - 3 J i l i d 2 . Media


Aesculapius Fkul.

Hartoyo, Edi, dkk. 2006. ”Standar Pelayanan Medis. Fakultas Kedokteraan Unlam /
RSUD Ulin Banjarmasin.

Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I. PT Fajar
Interpratama : Jakarta.

McCloskey, J.C., 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). 2nd Edition. Mosby Year


Book: USA

North American Nursing Diagnosis Association., 2001. Nursing Diagnoses : Definition &


Classification 2001-2002. Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC,
Jakarta 

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification


(NIC),  Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.


Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-


2002,   NANDA.

info.services@nucleus-precise.com

Anda mungkin juga menyukai