Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuannya di lapangan. Kegiatan


pembelajaran baik di ruang kelas maupun di laboratorium tidaklah cukup, karena kedaan di
lapangan dan di dalam teori tidaklah selalu sama. Mahasiswa harus dapat mengerti dan
terbiasa dengan kondisi di lapangan. Pentingnya kegiatan lapangan ini adalah untuk
melatih mahasiswa dalam mengaplikasikan keseluruhan ilmu – ilmu yang telah
didapatkannya. Kegiatan lapangan juga memberi peranan penting bagi mahasiswa dalam
membangun kreativitas, kesigapan, ketelitian, ketepatan dan keahlian sehingga dapat
belajar untuk memiliki mental sebagai seorang. Sehingga, kegiatan Praktek lapang yang
merupakan bagian dari kuliah lapangan ini dianggap perlu untuk dilaksanakan.

Informasi mengenai kondisi geologi daerah Dalaka sangat dibutuhkan oleh masyarakat
agar dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal. Mempelajari kondisi geologi daerah Dalaka
sangat bermanfaat agar dapat mengetahui bentang alam dan struktur geologi yang sangat
menarik untuk diteliti. Bukan hanya daerah Dalaka para ahli geologi dan geofisika sudah
melakukan berbagai penelitian agar melengkapi data geologi disetiap daerah. Namun,
masih banyak detail dari data geologi tersebut yang harus dilengkapi seperti geomorfologi,
fisiografi, struktur geologi, stratigrafi, dan vegetasi dari berbagai daerah. Untuk
mengetahui data geologi, maka harus juga diketahui bagaimana cara mengambil data-data
yang baik dan benar.

Berdasarkan uraian diatas, hal yang melatarbelakangi pengamatan Kuliah Lapang Geologi
Dasar yaitu untuk memahami Stratigrafi, morfologi, fisiografi, vegetasi dan struktur
geologi, untuk memahami serta menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan
Dalaka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah pada pengamatan Kuliah Lapang Geologi
Dasar ini, yaitu :
1. Bagaimana konsep stratigrafi, morfologi, vegetasi, struktur geologi dan jenis tanah?
2. Bagaimana kondisi topografi dan vegetasi kawasan Dalaka?
3. Bagaimana output hasil penelitian dalam bentuk peta?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada pengamatan Kuliah Lapang Geologi Dasar ini yaitu :
1. Untuk memahami konsep topografi, stratigrafi, morfologi, vegetasi, struktur geologi
dan jenis tanah.
2. Untuk menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan desa Dalaka dan
sekitarnya.
3. Untuk mengetahui output hasil penelitian dalam bentuk peta.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pengamatan Kuliah Lapang Geologi Dasar ini yaitu :
1. Dapat memahami konsep topografi, stratigrafi, morfologi, vegetasi, struktur geologi
dan jenis tanah.
2. Dapat menguraikan kondisi topografi dan vegetasi kawasan desa Dalaka dan
sekitarnya.
3. Dapat memahami output hasil penelitian dalam bentuk peta.

1.5 Metode
1.5.1 Metode Penelitian
Metode penelitan untuk kuliah lapang geologi dasar ini meliputi kegiatan orientasi
lapangan dan pengambilan data lapangan pada lintasan – lintasan yang dilalui
dalam bentuk segiempat. Adapun lintasan yang dilalui berupa irigasi, jalan dan
perbukitan.
1.5.2 Tahapan Penelitian
Kegiatan ini dilakukan dengan empat tahapan penelitian, yaitu tahap persiapan,
penelitian lapangan, analisis data lapangan dan penyusunan laporan.

1.5.2.1 Tahap Persiapan


Dilakukan sebelum melakukan kuliah lapang geologi dasar dengan
memperlancar pelaksanaannya, meliputi studi pustaka (topografi, ,
stratigrafi, struktur geologi, morfologi, fisiografi dan vegetasi). Dalam
studi pustaka ini juga dilakukan pembelajaran tentang persiapan
perlengkapan dan peralatan yang digunakan selama kuliah lapang geologi
dasar.

1.5.2.2 Tahap Penelitian Lapangan


Pada tahap penelitian lapangan pemetaan detail meliputi pengambilan data
selengkap mungkin dengan melintasi daerah – daerah yang ada pada peta
kerja. Daerah yang dilewati berupa irigasi lereng–lereng, bukit, jalan–jalan
setapak dan kebun warga. Pada setiap titik lokasi pengamatan, dilakukan
pengumpulan data, pencatatan dan pengukuran pada gejala–gejala geologi.
Hal–hal yang diamati berupa stratigrafi, struktur geologi, morfologi,
fisiografi dan vegetasi pada daerah tersebut. Pengamatan stratigrafi berupa
pengamatan pelapisan batuan yang terlihat. Pengamatan struktur geologi
berupa pengukuran unsur – unsur struktur geologi seperti kedudukan
pelapisan batuan, kekar, lipatan dan rekahan pada lokasi peta kerja agar
diketahui pola strukur yang berkembang di lokasi pengamatan.
Pengamatan morfologi berupa pengukuran ketinggian daerah dan bentang
alam. Pengamatan fisiografi berupa pengamatan kondisi fisik daerah kerja.
Pengamatan vegetasi berupa pengamatan keragaman hayati yang ada.
Setelah dilakukan pencatatan dan pengambilan sampel kemudian
dilakukan dokumentasi berupa foto.
1.5.2.3 Tahap Analisis Data Lapangan
Data–data yang didapatkan di lapangan kemudian dianalisis dan
interpretasi lebih lanjut mencangkup aspek geomorfologi, aspek fisiografi,
aspek struktur geologi, dan aspek stratigrafi. Proses pengerjaan analisa
data lapangan tersebut meliputi :
a. Analisa geomorfologi dengan mengidentifikasi geomorfologi daerah
pengamatan yang didasarkan pada analisis beda ketinggian.
b. Analisa fisografi dengan mengidentifikasi ciri – ciri fisik dari lokasi
pengamatan dan dilakukan pencatatan.
c. Analisa struktur geologi dengan mengidentifikasi struktur geologi
yang nampak, melakukan pencatatan, pengukuran dan perekaman data.
d. Analisa stratigrafi dengan mengidentifikasi mengidentifikasi pelapisan
batuan dan menentukan jenis dari pelapisan batuan tersebut.

1.5.2.4 Tahap Penyusunan


Pengolahan data akhir dengan data dianalisa secara detail dan keseluruhan,
diinterpretasi serta dilakukan penarikan kesimpulan mengenai kondisi
geologi lokasi pengamatan. Pada tahap ini, dilakukan pembuatan peta
topografi, peta geomorfologi, peta geologi dan peta vegetasi. Tahapan ini
merupakan akhir dari penelitian yang dapat memberikan informasi dan
penjelasan mengenai geologi daerah lokasi pengamatan. Penyajian data
dan hasil laporan berupa laporan lengkap kuliah lapang geologi dasar.

1.6 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada kuliah lapang ini:
1. Kertas berfungsi sebagai tempat mencatat data pengamatan.
2. Pulpen berfungsi sebagai alat untuk menulis.
3. Aplikasi GPS TEST berfungsi untuk menentukan lintang, bujur dan deviasi.
4. Kompas berfungsi untuk menentukan dan mengetahui arah.
5. Aplikasi MAP CAM berfungsi sebagai alat pengambil foto titik penelitian.
6. Peta RBI berfungsi sebagai bahan pembuatan peta.
1.7 Peta Umum
Kegiatan Kuliah Lapang Geologi Dasar (KLGD) ini dilakukan di kawasan Desa Dalaka,
Kecamatan Sindue, Kabupaten Donggala. Di Desa Dalaka ini memiliki banyak jenis
tumbuhan seperti jagung, tomat, cokelat, cabai, bambu, belukar, pisang dan lain
sebagainya. Tetapi yang paling banyak di jumpai adalah pohon kapuk, pohon kelapa dan
ladang jagung. Penghuni desa ini kebanyakan merupakan suku asli Sulawesi Tengah
yaitu Kaili.
BAB II

GEOMORFOLOGI

2.1 Pengertian Geomorfologi

Geomorfologi adalah deskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka bumi. Definisinya
ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan tentang bantangan, sebab termasuk
pembahasan tentang kejadian bumi secarat umum, seperti pembentukan cekungan lautan
(ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta bentuk-bentuk struktur
yang lebuh kecil dari yang disebut sebelumnya, seperti plan, plateau, mountain dan
sebagainya (Walter dan Robert, 1976).

Proses geomorfologi dapat diketahui dan dipahami dengan plihan dari beberapa metode,
yaitu tidak langsung, langsung, dan gabungan/kombinasi dari kedua-duanya. Metode
tidak langsung berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap proses geomorfologi di
suatu lokasi melalui media tertentu. Sebagai media dapat memanfaatkan peta tematik
(proses geomorfologi) kalau sudah ada publikasinya. Selain itu dapat menginterpretasi
dan menganalisis dari seri multi waktu (multi temporal) terhadap peta topografi, peta RBI
(Rupa bumi Digital Indonesia), potret udara, atau citra pengindraan jarak jauh lainnya.
Metode paling klasik yaitu secara langsung pada lokasi dimana proses tersebut sedang
berlangsung atau identifikasi terhadap jejak proses geomorfologi. Proses oleh alam lebih
sering tanpa disertai tanda- tanda awal (early warning), rentang waktu kejadian relatif
singkat, dan kadang- kadang intensitasnya kuat. Apabila fasilitas terpenuhi lengkap,
maka metode kombinasi menjadi pilihan utama. Hal ini didasarkan pada argumen, dari
hasil cara tidak langsung sudah diperoleh gambaran awal spasial proses geomorfologi
yang dimaksud. Kemudian tindak lanjut yang dilakukan adalah cara langsung identifikasi
di lapangan untuk mengumpulkan data baik secara kualitatif maupun kuantitatif proses
tersebut. Sering karena terbatasnya dana, sebagian pengkajian   bentang-alam
menggunakan peta topografi sebagai dasar penelaahan. Dengan mempelajari pola kontur,
dapat diketahui jenis-jenis bentang-alam.  Kelemahan menggunakan peta tersebut, karena
cukup tua (edisi jaman penjajah Belanda), sering dijumpai keadaan di lapangan yang
sekarang tidak sesuai dengan yang tertera di peta. Sedangkan kalau dana yang tersedia
secukupnya, dengan potret udara/citra penginderaan jauh, orang akan lebih senang dan
merasa mantap dalam mengkaji bentang-alam. Berdasarkan teknologi tersebut dapat
diketahui keadaan sebenarnya pada saat ini (Noor, 2014).

2.2 Geomorfologi Regional Sulawesi

Pulau Sulawesi mempunyai bentuk yang berbeda dengan pulau lainnya. Apabila melihat
busur-busur disekelilingnya. Benua Asia, maka bagian convaknya mengarah ke Asia
tetapi Pulau Sulawesi memiliki bentuk yang justru convaknya yang menghadap ke Asia
dan terbuka ke arah Pasifik, oleh karena itu Pola Sulawesi sering disebut berpola terbalik
atau inverted arc. Pulau Sulawesi terletak pada zone peralihan antara dangkalan Sunda
dan dangkalan Sahul dan dikelilingi oleh laut yang dalam. Dibagian utara dibatasi oleh
Basin Sulawesi (5000–5500m). Di bagian Timur dan Tenggara di batasi oleh laut Banda
utara dan Laut Banda Selatan dengan kedalaman mencapai 4500–5000m. Sedangkan
untuk bagian Barat dibatasi oleh Palung Makasar (2000-2500m). Sebagian besar
daerahnya terdiri dari pegunungan dan dataran rendah yang terdapat secara sporadik,
terutama terdapat disepanjang pantai. Dataran rendah yang relatif lebar dan padat
penduduknya adalah dibagian lengan Selatan.

2.3 Geomorfologi Daerah Penelitian

Menurut (Van Zuidam, 1985), secara prinsip dasar klasifikasi yang digunakan dalam
penentuan satuan geomorfologi pada lokasi pengamatan adalah :
1. Morfografi ; Berdasarkan aspek deskriptif geomorfologi suatu daerah seperti
dataran, perbukitan, pegunungan dan plato.
2. Morfogenesis ; Berdasarkan asal dan perkembangan bentuk lahan, proses yang
membentuknya dan yang bekerja padanya.
3. Morfometri ; Berdasarkan aspek kuantitatif suatu daerah seperti kemiringan lereng,
beda tinggi dan luas satuan
Tabel 2.1 Hubungan Ketinggian absolut dengan morfografi

Ketinggian Absolut Unsur Morfografi


< 50 meter Dataran Rendah
50 meter – 100 meter Dataran Rendah Pedalaman
100 meter – 200 meter Perbukitan Rendah
200 meter - 500 meter Perbukitan
500 meter – 1.500 meter Perbukitan Tinggi
3.500 meter – 3.000 meter Pegunungan
> 3.000 meter Pegunungan Tinggi
Sumber : Van Zuidam (1985)

Dari hasil analisis geomorfologi dengan didasarkan pada aspek – aspek yang disebutkan
di atas, maka satuan geomorfologi daerah lokasi pengamatan dibagi menjadi tiga satuan
yaitu :
1. Satuan geomorfologi dataran rendah
2. Satuan geomorfologi dataran rendah pedalaman
3. Satuan geomorfologi perbukitan rendah
BAB III

STRATIGRAFI

3.1 Pengertian Stratigrafi

Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari pemerian perlapisan batuan pada kulit bumi.
Secara luas berarti salah satu cabang ilmu geologi yang membahas tentang urut-urutan,
hubungan dan kejadian batuan di alam (sejarahnya) dalam ruang dan waktu geologi.
Secara umum stratigrafi diartikan sebagai suatu kesatuan ciri batuan yang berbeda
dengan di atas dan di bawahnya. Stratum dibatasi dari stratum lainnya oleh bidang
perlapisan atau ciri-ciri lain yang membedakannya dari yang berbatasan. Di permukaan
bumi, yang paling banyak dijumpai adalah batuan endapan. Batuan endapan terbentuk
dari batuan lain yang telah ada, mengalami pelapukan dan ditransport ketempat lain
yangtelah ada, mengalami pelapukan dan ditrasport ketempat lain yang lebih rendah lalu
diendapkan, lama-kelamaan akan mengeras (proses pemadatan). Sehingga dapat dikata-
kan bahwa batuan endapan yang terletak dibawah mempunyai umur lebih tua dari pada
batuan endapan yang diatasnya (hukum superposisi) (Noor, 2014).

Menurut suharyono (2005), dalam hubungan ini stratigrafi mempunyai beberapa aspek
tujuan yaitu : 
1. Stratigrafi fisik, yaitu dalam arti sifat-sifat fisiknya. Bagaimana besaran-besaran dari
satuan stratigrafi, bagaimana proses terjadinya satuan, kemudian analisa serta
interpretasinya. 
2. Stratigrafi biologis, Membahas aspek biologis dalam aspek kulit bumi dalam arti
bagaimana kandungan fosil perkembangannya, pengelompokannya dalam satu
stratigrafi.
3.2 Prinsip-Prinsip Stratigrafi

Menurut (Noor, 2014) Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penentuan urut-urutan


kejadian geologi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Superposisi
Prinsip ini sangat sederhana, yaitu pada kerak bumi tempat diendapkannya sedimen,
lapisan yang paling tua akan diendapkan paling bawah, kecuali pada lapisan-lapisan
yang telah mengalami pembalikan. 

Gambar 3.1 Umur Relatif Batuan pada Prinsip Superposisi(Noor,2014)

2. Hukum Datar Asal (Original Horizontality)


Prinsip ini menyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi akan
membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini adalah
lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses pengendapan.
a. Azas Pemotongan (Cross Cutting)
Prinsip ini menyatakan bahwa sesar atau tubuh intrusi haruslah berusia lebih
muda dari batuan yang diterobosnya.
b. Prinsip Kesinambungan Lateral (Continuity)
Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas
cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang
kesamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam
keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral
dengan tiba-tiba, kecuali oleh beberapa sebab yang menyebabkan terhentinya
kesinambungan lateral, yaitu :
Gambar 3.2 Prinsip Kesinambungan Lateral (Noor,2014)

3.3 Stratigrafi Regional Sulawesi

Menurut Simandjuntak (1986), berdasarkan himpunan batuan, struktur dan umur batuan,
terdapat 3 kelompok batuan pada daerah penelitian yaitu :
1. Batuan Malihan Kompleks Mekongga Batuan malihan berderajat rendah (low grade
metamorphic) ini merupakan batuan alas di lengan tenggara Sulawesi. Batuan
malihan kompleks Mekongga ini diperkirakan berumur Permo-Karbon. Dan termasuk
kepada batuan metamorf fasies epidot-amfibolit. Batuan malihan ini terjadi karena
adanya proses burial metamorphism. Batuan penyusunnya berupa sekis mika, sekis
kuarsa, sekis klorit, sekis mika-amfibol, sekis grafit dan genes.
2. Kelompok Batuan Sedimen Mesozoikum Di atas batuan malihan itu secara tak selaras
menindih batuan sedimen klastika, yaitu Formasi Meluhu dan sedimen karbonat
Formasi Laonti. Keduanya diperkirakan berumur Trias Akhir hingga Jura Awal.
Formasi Meluhu tersusun dari batusabak, filit dan kuarsit, setempat sisipan
batugamping hablur. Formasi Laonti terdiri atas batugamping hablur bersisipan filit di
bagian bawahnya dan setempat sisipan kalsilutit rijangan.
3. Kelompok Mollasa Sulawesi Pada Neogen tak selaras di atas kedua mendala yang
saling bersentuhan itu, diendapkan Kelompok Molasa Sulawesi. Batuan jenis Molasa
yang tertua di daerah penelitian adalah Formasi Langkowala yang diperkirakan
berumur akhir Miosen Tengah. Formasi ini terdiri dari batupasir konglomerat.
Formasi Langkowala mempunyai Anggota Konglomerat yang keduanya berhubungan
menjemari. Di atasnya menindih secara selaras batuan berumur Miosen Akhir hingga
Pliosen yang terdiri dari Formasi Eemoiko dan Formasi Boepinang. Formasi Eemoiko
dibentuk oleh batugamping koral, kalkarenit, batupasir gampingan dan napal. Formasi
Boepinang terdiri atas batu lempung pasiran, napal pasiran, dan batupasir. Secara tak
selaras kedua formasi ini tertindih oleh Formasi Alangga dan Formasi Buara yang
saling menjemari. Formasi Alangga berumur Pliosen, terbentuk oleh konglomerat dan
batupasir yang belum padat. Formasi Buara dibangun oleh terumbu koral, setempat
terdapat lensa konglomerat dan batupasir yang belum padat. Formasi ini masih
memperlihatkan hubungan yang menerus dengan pertumbuhan terumbu pada pantai
yang berumur Resen. Satuan batuan termuda yaitu endapan sungai, rawa, dan
kolovium.

3.4 Stratigrafi Regional Daerah Penelitian


BAB IV

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Pengertian Struktur Geologi

Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk
(arsitektur) batuan sebagai hasil dari proses deformasi. Adapun deformasi batuan adalah
perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya yang bekerja di dalam
bumi. Secara umum pengertian geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang
bentuk arsitektur batuan sebagai bagian dari kerak bumi serta menjelaskan proses
pembentukannya. Beberapa kalangan berpendapat bahwa geologi struktur lebih
ditekankan pada studi mengenai unsur-unsur struktur geologi, seperti perlipatan (fold),
rekahan (fracture), patahan (fault), dan sebagainya yang merupakan bagian dari satuan
tektonik (tectonic unit), sedangkan tektonik dan geotektonik dianggap sebagai suatu studi
dengan skala yang lebih besar, yang mempelajari obyek-obyek geologi seperti cekungan
sedimentasi, rangkaian pegunungan, lantai samudera, dan sebagainya (Noor, 2014).

Struktur geologi berbeda dengan struktur bentangan. Beberapa istilah struktur geologi
struktur horizontal, struktur dome, struktur patahan, struktur lipatan, struktur gunungapi.
Beberapa istilah struktur bentang alam : dataran, bukit kubah, pegunungan patahan,
pegunungan lipatan, pegunungan komplek. Karena struktur bentang alam ditentukan oleh
struktur geologinya, dimana struktur geologi terjadi oleh gaya endogen, maka struktur
bentang alam dapat diartikan sebagai bentuk bentang alam yang terjadi akibat tendaga
endogen (Lobeck, 1939).
4.2 Unsur-unsur Struktur Geologi

1. Perlipatan (fold)

Lipatan adalah deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan

sehingga batuan bergerak dari kedudukan semula membentuk lengkungan.

Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu, lipatan sinklin

adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas, sedangkan lipatan antiklin adalah

lipatan yang cembung ke arah atas. Berdasarkan kedudukan garis sumbu dan

bentuknya, lipatan dapat dikelompokkan menjadi :

 Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang tetap.


 Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan sejajar dengan sumbu utama.
 Lipatan Harmonik atau Disharmonik adalah lipatan berdasarkan menerus atau
tidaknya sumbu utama.
 Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya.
 Lipatan Chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang planar
 Lipatan Isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar
 Lipatan Klin Bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi oleh permukaan
planar.

2. Rekahan (fracture)

Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan akibat suatu gaya yang
bekerja pada batuan tersebut dan belum mengalami pergeseran. Secara umum
dicirikan oleh:
 Pemotongan bidang perlapisan batuan
 Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa dsb
 kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan berdasarkan sifat
dan karakter retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja pada batuan tersebut.
3. Patahan/sesar (fault)

Patahan/sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami pergeseran. Umumnya


disertai oleh struktur lain seperti lipatan, rekahan dan sebagainya. Adapun dilapangan
indikasi suatu sesar/patahan dapat dikenal melalui :
 Gawir sesar atau bidang sesar
 Breksiasi, gouge, milonit
 Deretan mata air
 Sumber air panas
 Penyimpangan/pergeseran kedudukan lapisan
 Gejala-gejala struktur minor seperti cermin sesar, gores garis, lipatan dan
sebagainya.

4.3 Struktur Geologi Regional Sulawesi

Struktur geologi yang berkembang di daerah ini terdiri atas sesar naik, sesar mendatar,
sesar normal dan lipatan yang pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional
Sulawesi dan sekitarnya, Hasil pengukuran gaya berat di daerah Kendari, Sulawesi
Tenggara, yang sebagian besar daerahnya ditutupi oleh batuan ofiolit, menunjukan
perkembangan tektonik dan geologi daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan
daerah Lengan Timur Sulawesi dengan ditemukannya endapan hidrokarbon di daerah
Batui (Sholicin, 2018)

Struktur lipatan hasil analisis data gaya berat daerah ini menunjukkan potensi sumber
daya geologi yang sangat besar, berupa: panas bumi dan endapan hidrokarbon. Panas
bumi berada di sekitar daerah Tinobu, Kecamatan Lasolo, sepanjang sesar Lasolo.
Cebakan hidrokarbon di sekitar pantai dan lepas pantai timur daerah ini, seperti: daerah
Kepulauan Limbele, Teluk Matapare (Kepulauan Nuha Labengke) Wawalinda Telewata
Singgere pantai Labengke), Wawalinda, Telewata, Singgere, utara Kendari, dan lain
sebagainya. Kepulauan paling timur Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua
yang berpindah ke arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea (Sholicin, 2018).
4.4 Struktur Geologi Daerah Penelitian

Struktur geologi yang didapatkan didaerah penelitian yaitu terdapat rekahan dengan arah
utara selatan di beberapa titik plot.
BAB V

PEMETAAN DASAR

5.1 Peta

Peta merupakan alat utama dalam ilmu geografoi, selain foto udara dan citra satelit.
Menurut International Cartographic Association (ICA), peta adalah suatu gambaran
unsur – unsur kenampakan abstrak dari permukaan bumi yang digambarkan pada suatu
bidang datar dan diperkecil atau diskalakan. Peta mengandung arti komunikasi, artinya
merupakan peta dijadikan saluran antara pembuat peta dan pengguna peta mengenai
sebuah fenomena alam (Hartono, 2007).

Menurut (Hartono, 2007) Secara umum fungsi peta adalah sebagai berikut :
a. Menunjukkan posisi atau lokasi relatif (letak suatu tempat dalam hubungannya
dengan tempat lain di permukaan bumi).
b. Memperlihatkan ukuran (dari peta dapat diukur luar daerah dan jarak – jarak di atas
permukaan bumi).
c. Memperlihatkan bentuk (Misalnya bentuk benua, negara, gunung, dan bentuk –
bentuk yang lain) sehingga dimensinya dapat terlihat dalam peta.
d. Menumpulkan dan menyeleksi data – data dari suatu daerah dan menyajikannya di
atas peta.

Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu
daerah/wilayah/kawasan dengan tingkat kualitas yang bergantung pada skala peta yang
digunakan. Peta geologi ini menggambarkan informasi sebaran dan jenis serta sifat
batuan, umur, stratigrafi,struktur, tektonika, fisiografi serta potensi sumber daya mineral
dan energi yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak, atau
gabungan dari ketiganya. Peta geologi harus dilengkapi dengan simbol peta, istilah,
keterangan peta, penyajian peta, penerbitan, spesifikasi dan ukuran lembar peta yang
sesuai dengan hasil pembakuan Standar Nasional Indonesia. Pemetaan geologi adalah
pekerjaan atau kegiatan pengumpulan data geologi, baik di darat maupun di laut, dengan
berbagai metode (Arif, 2016).

Menurut (Arif, 2016) peta geologi dapat dibedakan atas peta geologi sistematik dan peta
geologi tematik :
a. Peta geologi sistematik adalah peta yang menyajikan data geologi pada peta dasar
topografi atau batimetri dengan nama dan nomor lembar peta yang mengacu pada
Surat Keputusan Ketus Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (SK Ketua
Bakosurtanal).
b. Peta geologi tematik adalah peta yang menyajikan informasi geologi dan/atau potensi
sumber daya mineral dan /atau energy untuk tujuan tertentu.

Pemetaan geologi adalah suatu proses ilmiah yang bersifat interpretasi dan dapat
menghasilkan berbagai jenis peta untuk berbagai macam tujuan, termasuk misalnya untuk
penilaian kualitas air bawah tanah dan resiko pencemaran, memprediksi bencana longsor,
gempabumi, erupsi gunungapi, karakteristik sumber daya mineral dan energy,
manajemen lahan dan perencanaan tataguna lahan dan lain sebagainya (Noor, 2014).

5.2 Kontur

Garis kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik – titik di permukaan bumi
dengan ketinggian yang sama, diukur dari permukaan laut rata – rata. Garis kontur yang
rapat menunjukkan daerah yang curam dan terjal sedangkan daerah yang landai
digambarkan dengan kontur yang jarang. Peta topografi sering digunakan sebagai peta
dasar (base map). Garis kontur membantu membentuk kedalaman gambar suatu objek.
Garis kontur tidak akan pernah memotong garis kontur lainnya. Ketika garis kontur
memotong, maka dapat diasumsikan bahwa lokasi tersebut memiliki dua nilai ketinggian.
Suatu lokasi tidak mungkin memiliki dua nilai ketinggian yang berbeda. Garis kontur
akan selalu menutup dengan garis yang memiliki nilai ketinggian sama. Ketika
memotong suatu sungai, garis kontur akan cenderung berbentuk V terbalik ke arah hulu
sungai. Hal ini terjadi karena garis kontur merepresentasikan lokasi dengan ketinggian
yang sama. Suatu sungai yang mengalir ke hilir tidak memiliki ketinggian yang sama
dengan lokasi sekitarnya. Hal ini terjadi karena sungai memiliki kedalaman, sehingga
dasar sungai yang berketinggian sama dengan lokasi sekitarnya ada pada daerah yang
lebih ke hulu (Widyatmanti, 2006).

5.3 Jenis-Jenis Tanah

Menurut Setiani (2012), jenis-jenis tanah yang dapat ditemukan dilapisan luar atau
pedosfer di Indonesia adalah sebagai berikut :
4.5 Tanah Alluvial
Tanah alluvial merupakan tanah yang berasal dari sedimen lumpur yang dibawa oleh
air sungai. Tanah ini merupakan hasil erosi yang kemudian diendapkan bersama
dengan lumpur sungai. Ciri khas dari tanah alluvial adalah memiliki warna yang
kelabu dan sifatnya subur. Umumnya, tanah alluvial ditemukan di wilayah dataran
rendah. Di Indonesia, tanah alluvial banyak ditemukan di wilayah timur Sumatera,
Bagian utara Jawa, Kalimantan bagian selatan dan tengah, bagian utara dan selatan
Papua.

4.6 Tanah Vulkanis


Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari abu gunung api atau vulkanis atau
material letusan gunung api yang sudah mengalami pelapukan. Tanah vulkanis
mengandung banyak unsur hara sehingga sifatnya sangat subur.Karena subur, tanah
ini baik dan sering digunakan sebagai ladang pertanian. Tanah vulkanis banyak
ditemukan di wilayah Jawa terutama Bandung dan Garut, Bali, dan Sumatera di
sekitaran Danau Toba.

Tanah vulaknis dapat dibedakan dalam dua kelompok, yakni tanah regosol dan
latosol. Ciri tanah regosol adalah tanah vulkanis yang mempunyai butir kasar,
berwarna kelabu sampai kuning serta mengandung bahan organik yang sedikit.Tanah
regosol cocok untuk ditanami tanaman tembakau, palawija serta buah -buahan.
Daerah yang banyak terdapat tanah regosol adalah di wilayah Sumatera, Jawa dan
Nusa Tenggara. Sedangkan tanah latosol adalah tanah vulkanis yang memiliki ciri
khas dari warnanya yang merah hingga kuning dan mengandung bahan organik
sedang dengan sifat yang asam. Tanah latosol cocok untuk ditanami tanaman padi,
karet, kopi, kelapa dan palawija. Tanah latosol banyak terdapat di wilayah Sumatera
Barat, Sumatera Utara, Bali, Minahasa, Jawa dan Papua.

4.7 Tanah Humus


Tanah humus adalah jenis tanah yang muncul akibat tumbuh-tumbuhan yang
membusuk. Berbagai tumbuhan yang membusuk ini membuat tanah humus
mengandung unsur hara yang tinggi. Artinya, tanah ini pun bersifat sangat subur.
Tanah humus juga sering digolongkan dalam kategori tanah organosol atau yang
berasal dari bahan organik. Hanya saja, pembusukan dari bahan organik ini terjadi
secara sempurna sehingga sifatnya menjadi sangat subur. Tanah humus banyak
terdapat di Pulau Sulawesi, Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan dan Papua. Tanah
jenis ini sangat cocok untuk ditanami tanaman padi, nanas dan kelapa.

5 Tanah Organosol
Tanah organosol juga sering dikenal dengan sebutan tanah gambut. Tanah ini terbentuk
dari proses pelapukan bahan -bahan organik, seperti dari sisa pembusukan
tanaman rawa. Pembusukan bahan organik yang terjadi pada tanaman ini terjadi kurang
sempurna karena selalu tergenang air. Karena pembusukan yang terjadi kurang
sempurna, tanah gambut cenderung bersifat asam hingga sangat asam. Karena selalu
tergenang air, jenis tanah gambut ini kurang baik untuk pertanian. Tanah gambut
banyak terdapat di daerah pasang surut, seperti di Papua bagian barat, Kalimantan
Barat, Sumatra bagian timur, Jawa, pantai barat Sumatra, dan pantai Kalimantan
Timur.

6 Tanah Podzolik Merah Kuning


Tanah podzolik merupakan tanah yang proses pembentukannya dipengaruhi oleh curah
hujan yang tinggi serta suhu yang rendah. Ciri khas tanah podzolik adalah kandungan
unsur haranya yang sedikit, bersifat basa jika terkena air, mengandung kuarsa, bersifat
tidak subur serta memiliki warna merah sampai kuning. Tanah podzolik cocok
ditanami dengan tanaman kopi, karet dan teh. Daerah persebaran tanah ini kebanyakan
ada di daerah pegunungan tinggi Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat, Maluku, Kalimantan,
dan Papua.

7 Tanah Kapur
Tanah kapur merupakan jenis tanah di Indonesia yang berasal dari batuan kapur. Tanah
kapur bersifat tidak subur. Meski demikian, tanah ini masih bisa ditanami tanaman
seperti pohon jati. Tanah kapur banyak terdapat di daerah Blora, Pegunungan Kendeng,
serta Pegunungan Seribu Yogyakarta.

Tanah kapur juga bisa dibagi dalam dua kelompok, yakni tanah renzina dan tanah
mediteran. Tanah Renzina merupakan jenis tanah kapur yang berasal dari hasil
proses pelapukan batuan kapur yang terjadi di daerah dengan curah hujan tinggi.
Karenanya, tanah ini memiliki ciri khas warna hitam dan miskin zat hara. Sebagian
besar tanah renzina ditemukan di daerah berkapur seperti Gunungkidul Yogyakarta.

Sedangkan tanah mediteran merupakan jenis tanah kapur yang terjadi dari hasil proses
pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah mediteran kemerahan
sampai coklat dan memiliki sifat kurang subur. Meski kurang subur, tanah kapur
meditaran masih cocok untuk ditanami tanaman jati, palawija, jambu mete dan
tembakau.

8 Tanah Pasir
Tanah pasar merupakan tanah yang hanya memiliki kadar air sangat sedikit dan sangat
miskin unsur hara. Tanah pasit berasal dari batuan pasir yang telah melapuk. Tanah ini
banyak ditemukan di wilayah -wilayah pantai yang disebut sand dune atau bukit pasir.
Contoh tanah pasir yang ada di Indonesia ada di Pantai Parangkusumo, Yogyakarta.
9 Tanah Laterit
Tanah laterit merupakan jenis tanah yang sifatnya tidak subur, atau bahkan dapat
dikatakan sudah hilang kesuburannya. Ini karena dalam tanah laterit, banyak
terkandung zat besi dan alumunium. Kandungan unsur hara dalam tanah ini sudah
hilang karena terlarut oleh curah hujan yang tinggi. Tanah laterit juga bersifat kering
dan tandus. Warna tanah ini kekuningan sampai merah sehingga tanah laterit juga
sering disebut sebagai tanah merah. Tanah ini banyak ditemukan di wilayah Jawa
Barat, Sulawesi Tenggara hingga Kalimantan Barat.

10 Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah yang terbentuk dari proses pelapukan batuan beku
dan sedimen. Tanah litosol memiliki ciri khas butiran kasar berupa kerikil. Tanah ini
sangat miskin unsur hara sehingga tidak subur dan kurang baik untuk pertanian. Karena
sifat tanahnya yang kurang subur, tanah ini hanya cocok untuk ditanami tanaman-
tanaman besar di hutan. Tanah litosol banyak ditemukan di daerah Pulau Sumatera,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara, Maluku Selatan dan Papua.

Anda mungkin juga menyukai