Anda di halaman 1dari 12

SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan dalam Gugus Tugas


Percepatan Penanganan Covid-19 Ditinjau dari Sudut Pandang
Hukum Administrasi Negara
Aris Prio Agus Santoso, Anita Dwi Septiarini, Safitri Nur Rohmah, Ary Rachman Haryadi
arisprio_santoso@udb.ac.id
Universitas Duta Bangsa Surakarta
Jl. Pinang Raya No.47, Kel. Cemani, Kec. Grogol, Kab. Sukoharjo

ABSTRAK
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum, kemudian Pasal 57 huruf a UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan juga
menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh
pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional, namun dalam pelaksanaaanya,
perlindungan hukum belum terlihat dijalankan oleh para pemangku jabatan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan hukum tenaga
kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dan apa kendala tenaga
kesehatan dalam memperoleh jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dalam gugus tugas
percepatan penanganan Covid-19 ditinjau dari hukum administrasi negara.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, dengan pengumpulan
data dari studi lapangan dan studi pustaka, untuk mengetahui perlindungan hukum tenaga
kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 ditinjau dari hukum
administrasi negara. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tenaga kesehatan mendapatkan
perlindungan hukum dalam bentuk pengawasan dan pembinaan, namun upaya perlindungan
hukum yang diberikan masih terdapat kelemahan karena sebagian hak tenaga kesehatan belum
terpenuhi. Sehubungan dengan pemberian jaminan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap
tenaga kesehatan juga masih dijumpai beberapa kendala, di antaranya; disebabkan oleh
birokrasi Pemerintah Daerah yang sangat rumit, dan pendistribusian APD (Alat Pelindung
Diri) yang tidak merata. Pemerintah dalam hal ini, belum mampu secara maksimal memberikan
perlindungan hukum dan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja terhadap tenaga kesehatan.

Kata Kunci: perlindungan hukum, tenaga kesehatan, hukum administrasi negara.

ABSTRACT
Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution states that every person has the right to
recognition, guarantee, protection and legal certainty that is just and equal treatment before the
law, then Article 57 letter a of Law No. 36 of 2014 concerning Health Personnel also states that
health workers in carrying out practices are entitled to obtain legal protection as long as
carrying out their duties in accordance with Professional Standards, Professional Service
Standards, and Operational Procedure Standards, but in their implementation, legal protection
has not been seen to be carried out by office holders.
The problem in this study is how the legal protection of health workers in the task force for
acceleration of Covid-19 handling and what are the constraints of health workers in obtaining
guarantees of occupational safety and health in the task force for acceleration of Covid-19
handling reviewed on administrative law.

275
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

This research method uses a sociological juridical approach, by collecting data from field
studies and literature studies, to find out the legal protection of health workers in the task force
for handling Covid-19 acceleration reviewed on administrative law. The data obtained were
analyzed qualitatively.
Based on the results of the study it was found that health workers get legal protection in the
form of supervision and guidance, but the legal protection efforts provided there are still
weaknesses because some of the rights of health workers have not been fulfilled. In connection
with the provision of occupational safety and health guarantees to health workers there are still
several obstacles, including; due to the complicated bureaucracy of the Regional Government,
and the uneven distribution of PPE (Personal Protective Equipment). The government, in this
case, has not been able to provide maximum legal protection and work health and safety
insurance for health workers.
Keywords: legal protection, health workers, administrative law.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang
sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Ini merupakan bentuk
Pembangunan Nasional. Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
nasional yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif.
Prinsip fundamental dari suatu keadilan adalah adanya pengakuan bahwa semua manusia itu
memiliki martabat yang sama. Di samping itu, semua manusia memiliki hak-hak yang
diperolehnya, selain kewajiban-kewajiban yang mesti dilaksanakan sebagai sebuah konsekuensi
kehidupan. Hak-hak yang paling fundamental itu adalah aspek-aspek kodrat manusia atau
kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan setiap manusia merupakan amanat dan ide luhur dari
Tuhan yang menginginkan setiap manusia dapat tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya
untuk menuju dan mencapai kesempurnaannya sebagai manusia. Oleh karena itu, setiap
manusia harus dilindungi harkat dan martabatnya di muka hukum untuk memperoleh kesetaraan.
Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari
perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati
martabatnya sebagai manusia. Demikian pula halnya dengan tenaga kesehatan dalam gugus
tugas percepatan penangan Covid-19. Tenaga kesehatan yang merupakan salah satu unsur dari
sumber daya kesehatan juga mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas pelayanannya
secara profesional. Mengingat tenaga kesehatan ini adalah subyek hukum, maka pada intinya
hubungan yang terjadi antara tenaga kesehatan, pasien dan sarana kesehatan merupakan
hubungan hukum. Hubungan hukum selalu menimbulkan hak dan kewajiban yang timbal balik,
hak dari pihak yang satu menjadi kewajiban pihak yang lain dan sebaliknya. Sebagai subyek
hukum yang telah menjalankan tugas pelayanannya dalam koridor hukum yang benar, pada
hakikatnya tenaga kesehatan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari kaidah‐kaidah
hukum positif yang berlaku.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum. Pasal 57 huruf a UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan juga menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak memperoleh pelindungan hukum

276
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional, namun dalam pelaksanaanya, perlindungan hukum belum terlihat
dijalankan oleh para pemangku jabatan.
Berikut adalah contoh akibat dari kelalaian para pemangku jabatan dalam memberikan
perlindungan terhadap tenaga kesehatan:
1.Dikutip dari berita di Matamata Politik tanggal 26 Maret 2020, akibat Pemerintah tidak serius
dalam mengatasi pandemi COVID-19 banyak petugas kesehatan telah terinfeksi dan gugur
karena kurangnya alat pelindung diri.
2.Dikutip dari berita di BBC News Indonesia tanggal 30 Maret 2020, karena keterlambatan
Pemerintah dalam mengetahui masuknya Covid-19 di Indonesia, dan karena kurangnya
informasi dari Rumah Sakit, akhirnya Perawat RSCM bernama Ninuk terpapar Covid-19 dan
pada akhirnya meninggal.
3.Dikutip dari berita DetikNews tanggal 11 April 2020, jenazah perawat RSUP Kariadi
Semarang, ditolak Ketua RT 6 Dusun Sewakul, Bandarjo, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang
saat hendak dimakamkan.
Contoh di atas adalah sebagian permasalahan yang telah dihadapi tenaga kesehatan dalam
menjalankan tugas layanan kesehatan, dan mungkin masih banyak lagi permasalahan di
lapangan yang dihadapi oleh tenaga kesehatan yang belum terpublikasikan.
Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat dengan memberikan
pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau, dan berkualitas. Memenuhi
ketersediaanya kebutuhan APD (Alat pelindung Diri) merupakan salah satu bentuk
perlindungan terhadap tenaga kesehatan dalam menjalankan tugas, namun hal tersebut
nampaknya juga belum dapat dilaksanakan. Tanpa memenuhi hak atas kesehatan, maka welfare
state tidak akan terwujud. Oleh karena itu, sebagai pengemban amanat untuk menyejahterakan
masyarakat maka negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak
asasi kesehatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai pemberi layanan
kesehatan.
Dari uraian tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dan mengambil judul
“Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan dalam Gugus Tugas Percepatan Penaganan Covid-19”.
PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.Bagaimana perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan
Covid-19?
2.Apa kendala tenaga kesehatan dalam memperoleh jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19?
METODE PENELITIAN
1.Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis,
yaitu suatu penelitian hukum yang mengkaji dan menganalisis tentang perilaku hukum dan
sumber data yang digunakanya berasal dari data primer.
2.Desain Penelitian
Tipe desain penelitian yang digunakan adalah Descriptive Design yaitu penelitian yang
dilakukan untuk menjawab atas pertanyaan-pertanyaan tentang siapa, apa, kapan, di mana dan
bagaimana keterkaitan dengan penelitian tertentu. Penelitian deskriptif digunakan untuk
memperoleh informasi mengenai status fenomena variabel atau kondisi situasi.
3.Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan yaitu teknik
pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi itu. Populasinya adalah tenaga kesehatan yang bertugas

277
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

menjadi tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia dengan target jumlah
populasi adalah di atas 30 orang.
Variabel penelitian
Unsur dari penelitian ini yang merupakan variabel bebas (Independent). Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam gugus tugas
percepatan penanganan Covid-19.
4.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka dan
studi lapangan. Studi lapangan dalam penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan
penyebaran kuesioner.
5.Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kulitatif, yaitu metode
yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah
dari pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Adapun analisis kualitatif
dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab permasalahan bagaimana perlindugan
hokum tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19.

PEMBAHASAN DAN ANALISIS


1.Perlindungan Hukum Tenaga Kesehatan dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Covid-19
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum. Hal ini serupa dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang HAM yang juga
menyebutkan bahwa setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat
kemanusiaannya di depan hukum.
Pasal 27 ayat (1) UU No. 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa tenaga
kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya. Diperkuat dengan Pasal 57 huruf a UU No. 36/2014 tentang
Tenaga Kesehatan yang juga menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik berhak memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
Peraturan di atas, memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menjalankan
perintah hukum dalam memberikan jaminan atas perlindungan hukum kepada tenaga
kesehatan. Sehubungan dengan gugus tugas penanganan percepatan Covid-19, maka
Pemerintah memiliki kewajiban memberikan pengayoman dan mejamin hak-hak tenaga
kesehatan dalam melakukan pelayanan termasuk di dalamnya adalah imbalan dan jaminan
atas keselamatan dan kesehatan selama bertugas.
Satjipto Raharjo menyatakan bahwa, perlindungan hukum adalah memberi pengayoman
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh
hukum.
Menurut Steven J. Heyman, perlindungan hukum memiliki tiga elemen pokok:
1.Perlindungan hukum terkait dengan kedudukan/keadaan individu, yang berarti
kedudukan individu sebagai orang bebas dan warga negara.
2.Perlindungan hukum terkait dengan hak-hak substantif, yang berarti hukum mengakui
dan menjamin hak individu atas untuk hidup, kebebasan, dan kepemilikan.
3.Pengertian paling dasar dari perlindungan hukum adalah terkait penegakkan hak (the
enforcement of right), yaitu cara khusus di mana pemerintah mencegah tindakan

278
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

pelanggaran terhadap hak-hak substantif, memperbaiki, dan memberikan hukuman atas


pelanggaran tersebut.
Menurut Soedikno Mertokusumo, perlindungan hukum adalah jaminan hak dan kewajiban
manusia dalam rangka memenuhi kepentingan sendiri maupun di dalam hubungan manusia.
Menurut Sukendar dan Aris, sarana perlindungan hukum dibagi menjadi 2 (dua) macam,
yaitu:
a.Perlindungan hukum preventif adalah langkah atau cara yang dilakukan untuk
mencegah suatu kejadian yang berakibat hukum.
b.Perlindungan hukum represif adalah langkah atau cara yang dilakukan apabila suatu
kejadian yang berakibat hukum itu telah terjadi.
Secara Preventif untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat, Pemerintah memang
telah mengeluarkan kebijakan terkait Penanganan Covid-19, di antaranya; Keppres No. 2/2020
tentang Gugus Tugas Percepatan Penganganan Covid-19, dan Permenkes No. 9/2020 tentang
pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Secara Represif untuk menjamin hak tenaga kesehatan, Pemerintah menerbitkan kebijakan,
di antaranya; Kepmenkes No. HK. 01.07/MENKES/278/2020 tentang Pemberian Insentif dan
Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19, dan Kepmenkes No.
HK. 01.07/MENKES/215/2020 tentang Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan
untuk Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Tahun Anggaran 2020.
Perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintahan pada prinsipnya memiliki
tujuan sebagai berikut:
1.Perlindungan hukum dalam rangka menjamin terpenuhinya hak-hak warga negara.
2.Perlindungan hukum dalam rangka mencegah terjadinya tindakan yang merugikan hak-
hak warga negara.
3.Perlindungan hukum menyediakan akses bagi warga negara untuk menghentikan
tindakan pelanggaran, mendapatkan ganti kerugian atau tindakan pemulihn atas
pelanggaran haknya.
4.Perlindungan hukum dalam menjamin trsedianya ganti kerugian atautindakan pemulihan
terhadap hak warga negara yang telah dirugikan.
Terkait pelaksanaan tersebut di atas, fakta yang terjadi di lapangan dalam hal perlindungan
hukum tenaga kesehatan, masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian dengan yang diamanahkan
oleh Peraturan Perundang-undangan. Hasil survey melalui kuesioner terhadap 35 (tiga puluh
lima) responden yang diteliti, diperoleh data sebagai berikut:
Diagram 1.1
Pemenuhan Kebutuhan Dasar Primer bagi Tenaga Kesehatan dalam Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19

Diagram 1.2

279
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19

Diagram di atas menunjukkan bahwa masih terdapatnya kelemahan Pemerintah Daerah


dalam memberikan pengayoman terhadap hak tenaga kesehatan. Sebagai bentuk perlindungan
hukum seharusnya hak tenaga kesehatan tersebut dipenuhi. Fakta yang ada, sebanyak 63 %
tenaga kesehatan selama bertugas tidak diberikan apapun, dan sebanyak 90 % tenaga kesehatan
belum mendapatkan insentif sama sekali sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pemerintah.
Itu artinya, bahwa Pemeritah belum mampu memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga
kesehatan.
Dari uraian tersebut di atas yang telah dianalisis, peneliti menyimpulkan bahwa tenaga
kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 dilindungi oleh Pemerintah
melalui regulasi yang ada meskipun secara langsung wujud perlindungan tersebut tidak
ditegaskan dalam peraturan. Perlindungan tersebut dapat dilihat melalui pegayoman terhadap
hak tenaga kesehatan selama menjalankan tugas sebagai gugus tugas percepatan penanganan
Covid-19. Antara Pemerintah dan tenaga kesehatan, keduanya harus saling melengkapi untuk
menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban melalui upaya preventif dan represif, akan
tetapi upaya perlindungan hukum yang diberikan masih terdapat kelemahan. Artinya bahwa,
bahwa Pemeritah belum mampu memberikan perlindungan hukum tersebut terhadap tenaga
kesehatan yang bertugas dalam gugus tugas percepatan penaganan Covid-19.

2.Kendala Tenaga Kesehatan dalam Memperoleh Jaminan Keselamatan dan Kesehatan


Kerja dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjelaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini diperkuat oleh Pasal 4 UU No.36/2009
tentang Kesehatan yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Dilanjutkan
dengan Pasal 19 yang menyebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (3) UU No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja,
menyebutkan bahwa Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja berkewajiban melakukan
pengawasan dan pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap tenaga kerja.
Sebagaimana yang tertuang juga dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a UU No. 13/2003 tentang
Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Dilanjutkan dengan ayat (2)
yang menjelaskan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Pasal 6 huruf a UU No. 24/2017 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Pemerintah bertaggugjawab terhadap
perlindungan masyarakat dari dampak bencana. Pandemi Covid-19 adalah merupakan salah satu
280
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

bencana global yang dihadapi seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga sebagai orang yang
diberikan tugas mengatasi pandemi ini, tenaga kesehatan layak untuk diberikan jaminan
kesehatan dan keselamatan guna mencapai pembangunan kesehatan. Jika dikaitkan dengan
Pasal 82 ayat (1) UU No.36/2009 tentang Kesehatan yang berbunyi bahwa Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas,
dan pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana,
maka dalam pandemi ini Pemerintah juga harus menjamin tersedianya alat-alat yang menunjang
keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kesehatan.
Pasal 1 PP No. 50/2002 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, yang disebut keselamatan dan kesehatan kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena
dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Armanda, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat makmur dan sejahtera, sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. Terpaparnya tenaga kerja (tenaga medis, paramedis, dan non-medis) di
sarana kesehatan pada lingkungan tercemar bibit penyakit yang berasal dari penderita yang
berobat atau dirawat, adanya transisi epidemiologi penyakit dan gangguan kesehatan. Hal
tersebut diikuti dengan masuknya IPTEK canggih yang menuntut tenaga kerja ahli dan terampil
sehingga tidak selalu dapat dipenuhi dengan adanya risiko terjadinya kecelakaan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hak setiap tenaga kerja. Di dalam kebijakan
yang diatur oleh Pemerintah tersebut di atas, Pemerintah telah menjamin adanya keselamatan
dan kesehatan kerja bagi tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19,
akan tetapi fakta yang terjadi di lapangan hal tersebut masih dijumpai beberapa kendala. Hasil
survey melalui kuesioner terhadap 35 (tiga puluh lima) responden yang diteliti, diperoleh data
sebagai berikut:
Diagram 2.1
Kendala pada Pemenuhan Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Tenaga
Kesehatan dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Diagram 2.2

281
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang Diberikan Pemerintah Daerah Kepada Tenaga
Kesehatan Kerja dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Diagram 2.3
Daerah Tugas Responden dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19

Diagram di atas menunjukkan bahwa masih terdapatnya kendala dalam pemenuhan jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan
penanganan Covid-19. Kendala yang banyak terjadi adalah akibat birokrasi Pemerintah Daerah
yang sangat rumit. Selain itu, tenaga kesehatan yang bekerja dalam gugus tugas percepatan
penanganan Covid-19 belum memperoleh jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, hanya
APD (Alat Pelindung Diri), Vitamin, makanan dan Home Stay yang diberikan selama bertugas,
bahkan BPJSpun dibiayai oleh instansi mereka dan bukan dari Pemerintah Daerah.
Dari uraian tersebut di atas yang telah dianalisis, peneliti menyimpulkan bahwa tenaga
kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 memang memperoleh jaminan
dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja selama bertugas dari Pemerintah Daerah
sebagaimana yang telah diperintahkan dalam Peraturan Perundang-undangan, namun jaminan
dan perlindungan tersebut masih mengalami kendala, diantaranya disebabkan oleh birokrasi
Pemerintah Daerah itu sendiri yang sangat rumit, dan pendistribusian APD yang tidak merata
bagi tenaga kesehatan yang bertugas. Sebagai tenaga kerja yang diberikan wewenang dalam
gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, dalam implementasinya tenaga kesehatan
tersebut sama sekali belum mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Hanya

282
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

sebagian saja yang memperoleh jaminan berupa APD, Vitamin, makanan dan Home Stay,
itupun tidak semuanya mendapatkan padahal ini merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah
untuk melaksanakan perintah atribusi dari Peraturan Perundang-undangan.

PENUTUP
Simpulan
Setelah meneliti mengenai perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam gugus tugas
percepatan penanganan Covid-19, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain sebagai
berikut:
1.Perlindungan hukum tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan penanganan
Covid-19, tampak dalam fakta bahwa tenaga kesehatan tersebut telah mendapatkan
perlindungan hukum dalam bentuk pengawasan dan pembinaan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Daerah dan Instansi Kerja mereka dalam penanganan Covid-19.
Implementasi perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan secara tidak langsung
tergambar dalam hak yang diberikan kepada Pemerintah, di antaranya; memperoleh
makanan, vitamin, dan APD selama bertugas meskipun insentif dan santunan kematian
belum didapatkan oleh mereka. Antara Pemerintah dan tenaga kesehatan, keduanya
harus saling melengkapi untuk menciptakan keseimbangan hak dan kewajiban melalui
upaya preventif dan represif, namun upaya perlindungan hukum yang diberikan masih
terdapat kelemahan karena sebagian hak tenaga kesehatan belum terpenuhi. Ini adalah
bentuk ketidakseimbangan dalam pelaksanaan tanggungjawab Pemerintah, padahal
Peraturan Perundang-undangan telah memberikan kewenangan atribusinya. Artinya
bahwa, Pemerintah dalam hal ini belum mampu secara maksimal memberikan
perlindungan hukum tersebut terhadap tenaga kesehatan yang bertugas dalam gugus
tugas percepatan penaganan Covid-19.
2.Kendala tenaga kesehatan dalam memperoleh jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, tampak dalam fakta bahwa hal ini
disebabkan oleh birokrasi Pemerintah Daerah itu sendiri yang sangat rumit, dan
pendistribusian APD yang tidak merata bagi tenaga kesehatan yang bertugas. Sebagai
tenaga kerja yang diberikan wewenang dalam gugus tugas percepatan penanganan
Covid-19, dalam implementasinya tenaga kesehatan tersebut sama sekali belum
mendapatkan jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Hanya sebagian saja yang
memperoleh jaminan berupa APD, Vitamin, makanan dan Home Stay, itupun tidak
semuanya mendapatkannya. Tanggungjawab Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
perintah atribusi tersebut belum dijalankan secara keseluruhan.

Saran
Adapun saran-saran dari peneliti mengenai pokok permasalah yang timbul dalam penelitian
ini, yaitu sebagai berikut:
1.Pemerintah Pusat perlu mengevaluasi jalanya pendistribusian insentif dan santunan kematian
bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19.
2.Menteri Kesehatan perlu menerbitkan Peraturan khusus tentang perlindungan hukum bagi
tenaga kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
3.Pemerintah Daerah perlu meninjau ulang jalanya pendistribusian APBD (Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah) dalam memberikan bantuan terhadap tenaga kesehatan dan
masyarakat.
4.Dinas Ketenagakerjaan perlu turut serta dalam pemantuan jaminan keselamatan dan
kesehatan tenaga kesehatan yang bekerja sebagai gugus tugas percepatan penaganan Covid-
19.

283
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

5.Rumah Sakit perlu memberikan jaminan yang tidak hanya berupa BPJS melainkan juga
Reward bagi tenaga kesehatan yang ditugaskan dalam menangani Covid-19, melihat
besarnya risiko dan beban kerjanya.
6.Tenaga kesehatan yang bertugas dalam gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 perlu
menyerukan haknya kepada Pemerintah Daerah.
7.Masyarakat perlu mendukung kinerja tenaga kesehatan dalam gugus tugas percepatan
penanganan Covid-19 tanpa adanya diskriminasi sosial.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU
A’an Efendi, dan Freddy Purnomo, 2017, Hukum Administrasi, Jakarta: Sinar Grafika.
Burhan Ashsofah, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Salim dan Erlies, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta:
Rajawali Pers.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum, Surakarta: Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Soedikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:
Liberty.
Sukendar, dan Aris Prio Agus Santoso, 2019, Tindak Pidana dalam Praktik
Keperawatan Mandiri (Perlindungan Hukum bagi Perawat dan Pasien),
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiyono, 2001, Metode Penelitian, Bandung: CV Alfa Beta.
JURNAL
Ahmad Mukri Aji, "Hak dan Kewajiban Asasi Manusia Dalam Perspektif Islam", Jurnal Sosial
dan Budaya Syar-i, Vol, 2, No. 2, 2015.
Bryan, Tjakra, Langi, dan Walangitan, “Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) pada Proyek Pembangunan Ruko Orlens Fashion Manado”, Jurnal Sipil Statik, Vol.
1, No. 4, 2013.
Bunga Agustina, “Kewenangan Pemerintah dalam Perlindungan Hukum Pelayanan Kesehatan
Tradisional Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan”,
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 32, No. 1, 2015.
Hamzah Hasyim, “Manajemen Hiperkes dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (Tinjauan
Kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Institusi Sarana Kesehatan)”, Jurnal
JMPK, Vol. 8, No. 2, 2005.
Imelda Katrina Kowaas, “Kajian Yuridis Terhadap Status dan Perlindungan Hukum Perawat
dalam Memberikan Pelayanan Terhadap Pasien” Jurnal Lex Et Societatis, Vol. 7, No. 2,
2019.
Irma Haida Yuliana, Endang Wahyati, dan Djoko Widyarto “Perlindungan Hukum bagi
Perawat Gigi dalam Melakukan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi di Praktik
Mandiri”, SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, Vol. 3. No.1, 2017.
Mailinda Eka Yuniza, “Pengaturan Pelayanan Kesehatan Di Kota Yogyakarta Setelah
Penerapan Otonomi Luas”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 25, No. 3, 2013.
Radhitya Widyasworo, “Analisis Pengaruh Pendidikan, Kesehatan, Dan Angkatan
Kerja Wanita Terhadap Kemiskinan Di Kabupaten Gresik (Studi Kasus Tahun
2008 – 2012)”, Jurnal Ilmiah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Brawijaya, Malang, Vol. 22, No.1, 2014.

284
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

Robby, Mandagi, Rantung, dan Malingkas “Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Pelaksanaan Proyek Kontruksi (Studi Kasus: Proyrk PT. Takindo Utama”, Jrnal
Sipil Statik, Vul. 1, No. 6, 2013.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
RI, Undang-Undang Dasar 1945.
RI, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
RI, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
RI, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
RI, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
RI, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
RI, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Bencana.
RI, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2002 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
RI, Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan
Penganganan Covid-19.
RI, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01.07/MENKES/215/2020 tentang
Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan untuk Pencegahan dan
Penanganan Covid-19 Tahun Anggaran 2020.
RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK. 01.07/MENKES/278/2020 tentang
Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang
Menangani Covid-19.
INTERNET
Callistasia Wijaya, 2020, Virus Corona: Perawat yang Meninggal Akibat Covid-19,
Diakses pada: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52074437 (Tanggal 1
Mei 2020).
Matamata Politik, 2020, Corona Indonesia: Cerita Tenaga Medis Menyambung Nyawa
Demi Pasien, Diakses pada: https://www.matamatapolitik.com/corona-indonesia-
cerita-tenaga-medis-menyabung-nyawa-demi-pasien/ (Tanggal 1 Mei 2020).
Tim DetikCom, 2020, Kisah Pilu Penolakan Jenazah Perawat Corona di Semarang,
Diakses pada: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4973112/kisah-pilu-
penolakan-jenazah-perawat-corona-di-semarang/2 (Tanggal 1 Mei 2020).

285
SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPER

HUBISINTEK 2020

286

Anda mungkin juga menyukai