Anda di halaman 1dari 9

NAMA : NUR REZKY AMALIA ANWAR

NIM : PO 713241151036

Gangguan Muskuloskeletal akibat kerja .

DE QUERVAIN TENDINOSIS/TENOSYNOVITIS

Definisi De Quervain Tendinosis/Tenosynovitis

De Quervain tendinosis/tenosynovitis adalah peradangan atau pembengkakan tendon ibu


jari dan selubungnya, yang terletak di sisi pergelangan tangan di pangkal ibu jari tangan.
Kelainan ini sering juga dikenal sebagai gamer’s thumb, Blackberry thumb.

Tendon adalah ujung-ujung otot yang berbentuk pita dan terdiri dari serat kolagen, yang
melekatkan otot ke tulang. Tendon menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot ke
tulang. Tendon tidak memiliki kemampuan berkontraksi seperti otot, tetapi dapat memanjang
(meregang). Aktivitas berulang yang memicu timbulnya peregangan berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan atau masalah pada tendon dan selubungnya.

Pada gamer’s thumb, tendon yang terlibat adalah tendon dari otot ekstensor policis brevis
(EPB) dan otot abduktor policis longus (APL) yang berfungsi untuk menggerakkan ibu jari
menjauhi dan mendekati telapak tangan. 
Kedua tendon berjalan berdampingan pada sisi pergelangan tangan di pangkal ibu jari
tangan melewati suatu terowongan yang berfungsi sebagai  pemegang. Tendon ditutupi oleh
lapisan jaringan lunak licin tipis, disebut sinovium. Lapisan ini memungkinkan tendon untuk
meluncur dengan mudah melalui terowongan yang juga dilapisi dengan lapisan licin yang
disebut tenosynovium. Peradangan tendon dan pembengkakan tendon dan selubung
tenosynovium, disebut sebagai tenosynovitis.

Penyebab De Quervain Tendinosis/Tenosynovitis

Penyebab pasti dari De Quervain tendinosis/tenosynovitis atau gamer’s thumb tidak


diketahui. Namun setiap kegiatan yang mengandalkan gerakan tangan berulang atau gerakan
pergelangan tangan, seperti bekerja di kebun, bermain golf atau mengangkat raket atau
menggendong bayi, barang bawaan, dll, akan menyebabkan tendon bergerak keluar masuk
melewati terowongan (selubung tenosynovium) berulangkali. Peningkatan gesekan ini mungkin
mengiritasi dan memicu terjadinya peradangan tendon dan pembengkakan tendon maupun
lapisan tenosynovium.

Penyebab De Quervain tendinosis/tenosynovitis yang lain, meliputi:

 Cedera langsung yang mengenai pergelangan tangan atau tendon, dapat memicu
terjadinya jaringan parut dan akhirnya dapat membatasi pergerakan tendon.  
 Penyakit arthritis inflamasi, seperti rheumatoid arthritis, dapat menyebabkan terjadinya
tenosynovitis di area tersebut.
 Orang yang berusia 30 hingga 50 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena De Quervain
tenosynovitis dibanding kelompok usia lainnya. 
 Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dengan perbandingan ±
8:1 dan mungkin berhubungan dengan kehamilan. Pekerjaan rumah tangga yang
melibatkan penggunaan ibu jari dan pergelangan tangan, seperti saat mengangkat anak,
mencuci pakaian, dll, juga dapat dikaitkan dengan kondisi tersebut.
 Pekerjaan atau hobi yang melibatkan pergerakan tangan dan pergelangan tangan
berulang-ulang juga dapat berkontribusi terhadap terjadinya De Quervain tenosynovitis
atau gamer's thumb
Gejala De Quervain Tendinosis/Tenosynovitis

 Nyeri pangkal ibu jari. Merupakan gejala yang sering timbul di awal kelainan.
 Bengkak disertai kemerahan di pangkal ibu jari dan timbul gangguan gerak ibu jari.
 Kesulitan menggerakkan ibu jari dan pergelangan tangan ketika sedang melakukan
kegiatan yang melibatkan memegang atau mencubit.
 Terkadang terdengar bunyi ”krepitus” yang terjadi di saat kedua tendon yang meradang
saling bergesekan dalam terowongan, ketika penderita melakukan gerakan yang
menggunakan ibu jari dan pergelangan tangan.
 Jika kondisi berlangsung terlalu lama tanpa pengobatan, rasa sakit dapat menyebar jauh
ke ibu jari, dan ke arah lengan atau keduanya dan bersifat progresif dengan keterbatasan
dalam menggerakkan tangan yang terkena. Gerakan-gerakan mencubit, menggenggam
dan gerakan lain dari ibu jari dan pergelangan tangan dapat memperburuk keluhan.

Diagnosis De Quervain Tendinosis/Tenosynovitis

Dokter biasanya mendiagnosis De Quervain tendinosis/tenosynovitis melalui


pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran khas dari kelainan, lokasi nyeri dan gerakan-gerakan
pergelangan dan ibu jari yang memicu nyeri. Tidak ada tes khusus yang diperlukan. Masalah lain
yang dapat memberikan keluhan serupa adalah sindrom persimpangan (intersection syndrome),
yang merupakan kondisi yang sangat mirip.

The Finklestein tes adalah salah satu cara terbaik untuk membuat diagnosis De Quervain
tendinosis/tenosynovitisTes ini dilakukan dengan cara meletakkan ibu jari ke dalam telapak
tangan dan jari-jari lainnya menutupinya, seperti pada posisi mengepalkan tangan. Kemudian
lakukan gerakan pergelangan tangan menjauhi ibu jari, atau ditekuk keluar (seperti gambar) yang
akan memicu gerakan tendon yang membengkak ditarik melalui ruang yang ketat dan
membentang. Bila timbul nyeri saat melakukan gerakan ini, maka kemungkinan telah terjadi De
Quervain tendinosis/tenosynovitis.
Penanganan De Quervain Tendinosis/Tenosynovitis

Penanganan De Quervain tendinosis/tenosynovitis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara


konservatif (non operasi) dan operasi. Penanganan De Quervain tendinosis/tenosynovitis secara
konservatif umumnya dilakukan di awal keluhan. Beberapa cara yang dilakukan pada
pengobatan De Quervain tendinosis/tenosynovitis secara konservatif yaitu:

1.  Penggunaan penyangga (brace atau tapping) yang berguna untuk mengistirahatkan


pergelangan tangan dan ibu jari dari gerakan-gerakan yang dapat memperburuk iritasi
dan peradangan. Alat ini dapat digunakan selama  4 hingga 6 minggu. 
Penggunaan brace atau alat penyangga Penggunaan tape
2. Kompres es dapat dilakukan pada kondisi akut dengan nyeri yang hebat. Lakukan
kompres kurang dari 20 menit setiap kalinya dan dapat dilakukan 3-4 kali dalam sehari
selama 3 hari.
3. Obat-obat pereda nyeri sederhana dapat digunakan. Namun bila keluhan semakin
berlanjut, biasanya dokter akan memberikan obat pereda nyeri dan obat anti inflamasi
generasi lanjut seperti ibuprofen, naproxen atau obat lainnya.
4. Jika langkah-langkah sederhana gagal untuk mengontrol gejala, dokter mungkin
menyarankan suntikan kortison ke dalam terowongan tendon. Kortison dapat
mengurangi pembengkakan tenosynovium dan dapat meredakan gejala sementara.
Suntikan kortison biasanya akan mengontrol peradangan pada tahap awal dari masalah
dan harus dilakukan oleh dokter yang berpengalaman melakukannya.
5. Terapi Fisik (Fisioterapi) dan latihan fisik. Terapi ini memadukan antara latihan fisik
dan terapi dengan menggunakan beberapa alat yang menggunakan metode fisika seperti
alat ultrasound (menggunakan gelombang suara), laser, terapi cahaya infrared (panas)
dan alat-alat lain dengan tujuan untuk mengurangi peradangan, rasa sakit dan
meningkatkan penyembuhan.

\
 

Gangguan Kardiorespirasi akibat kerja .

BRONCHITIS KRONIK

Definisi
 
Bronkitis kronik timbul sebagai akibat dari adanya pajanan terhadap agentinfeksi maupun
non-infeksi (terutama rokok tembakau). Agen non-infeksi masuk ke dalamtubuh melalui jalur
inhalasi. Agen non-infeksi seperti polusi udara terinhalasi ketika pekerjasedang beraktifitas di
lingkungan kerjanya.Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkanvasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti
emfisema,Bronkitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada
alveolinya.Aliran udara dapat atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Pekerja
denganBronkitis kronis akan mengalami (Saffira, 2009).
Penyebab Penyakit
produksi mukus takeobronkial yang berlebihan sehingga cukup untuk menimbulkanbatuk
dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun untuk lebih dari 2 tahunsecara berturut-
turut.Gambar 3. Bronkitis KronisTemuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi
kelenjar mukosabronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan
edemamukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas
yaitubatuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus
tampaknyamempengaruhi bronkiolus yang kecil sedemikian rupa sehingga bronkiolus tersebut
rusakdan dindingnya melebar (Price, 1992).Menurut Barry S. Levy dalam bukunyaPreventing
Occupational Disease and Injury  tahun 2005, bronkitis kronik merupakan penyakit yang
diakibatkan oleh multifaktor.Penyebab lingkungan merupakan penyebab yang mencolok dengan
kehadiran semuafaktor-faktor lingkungan yang berbahaya. Tak hanya itu, penelitian
membuktikan genetik juga mempengaruhi munculnya penyakit ini dengan interaksi gene-
environment . Infeksi viralyang akut dan kronik pada saluran pernapasan juka memegang peran
penting dalam asal-usul dan persistensi bronkitis kronik.Faktor penyebab Bronkitis kronik terdiri
dari agen infeksi dan agen non-infeksi. Ageninfeksi yaitu virus dan bakteri seperti stafilokokus,
sterptokokus, pneumokokus, dan haemophilus influenzae. Agen non-infeksi yaitu merokok,
polusi udara, dan pajanan iritanyang biasanya terdapat pada daerah industri. Pajanan iritan
dikelompokkan menjadi tigakategori yaitu bahan kimia yang spesifik seperti sulfur dioksida
(SO2), hidrogen sulfida (H2S),bromin (Br), amonia (NH3), asam kuat, beberapa organic solvent 
, dan klorin (Cl); debu danaerosol yang ditemukan di pembangunan rumah atau gedung, pabrik
semen, penambanganbatubara dan penambangan lainnya, pengecoran logam, pabrik karet,
pengelasan, dantempat penghacuran batu, ; dan debu-debu pertanian seperti debu kapas, rami,
potasium,dan fosfat (Levy, 2005). Polusi udara yang terus menerus juga merupakan
predisposisiinfeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis,
sehinggatimbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah(Saffira, 2009).Bronkitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang
mengenaibeberapa alat tubuh (Saffira, 2009), yaitu :a.Penyakit Jantung Menahun, baik pada
katup maupun myocardium. Kongestimenahun pada dinding bronchus melemahkan daya
tahannya sehingga infeksibakteri mudah terjadi.b.Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut,
merupakan sumber bakteri yang dapatmenyerang dinding bronchus.c.Dilatasi Bronchus
(Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsidinding bronchus sehingga infeksi
bakteri mudah terjadi.
Pekerja Berisiko
Berikut ini pekerja yang berisiko bronkitis kronis berdasarkan iritan penyebabnya dilingkungan
kerja :
1. Amonia (NH3) Pekerja di pabrik pupuk urea, elektroplating,pemadam
kebakaran,semiconductor manufacturing, pembakaran polimer sintetik, dan lain
sebagainya
2. Arsenic (As) Petani yang menyemprotkan insektisida,pekerja produksi baterai,
electroplating, dan produksi semi conductor.
3. Klorin (Cl) Pembersih kolam renang; pekerja yang bekerja di industri kertas,industri
tekstil, industri cat, industry plastik.
4. Sulfur dioksida(SO2)Pekerja yang berhubungan dengan: produksi alumunium,
baterai,semen, pertanian (pestisida), kulit, pengecoran logam, minyakbumi, tekstil, pulp
and paper, keramik, perhiasan, dan lain-lain.
5. Hidrogen sulfida(H2S)Pekerja pada pertanian (debu, asfiksian, dll),
pertambangan,produksi baja, dan lain-lain.
6. Bromin (Br) Pekerja padaphotographic processing. pada industri tekstilberupa proses
printing, dyeing, dan finishing, pada pekerjadengan penggunaan desinfektan, dan lain-
lain.
7. Ozone (O3) Pekerja yang terpajan ozon diantaranya adalah pekerja padapembuatan
keramik, pengelasan, pulp and paper, dan lain-lain.
8. Nitrogendioksida (NO2)Pekerja yang berhubungan dengan pembakarancelluloid,
natural  polymer, synthetic polymer, dan lain-lain.
9. Debu Pekerja pada penambangan batu bara, pembangunan rumahatau gedung, pabrik
semen, penambangan lainnya, pengecoranlogam, pabrik karet, pengelasan, dan tempat
penghacuran batu,pabrik kapas, dan petani yang terpajan debu pertanian
sepertirami,gandum, dan postasium.
Gangguan Neuromuskular akibat kerja.

SPINAL CORD INJURY

Cidera spinal cord adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang seringkali disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas. Efek dari spinal cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat dari
cedera. Akibat yang ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah bisa sampai
mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan
berkemih.
Cedera spinal cord injury dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu cedera lengkap dan tidak
lengkap. Cedera lengkap berarti tidak ada fungsi di bawah tingkat yang cedera, tidak ada sensasi
dan tidak ada gerakan atau bisa dikatakan pasien sudah mengalami kelumpuhan. Cedera tidak
lengkap berarti ada beberapa fungsi di bawah tingkat dasar dari cedera. Ini berarti bahwa pasien
tidak mengalami kelumpuhan total dan masih mampu menggerakkan sebagian anggota tubuh.
Kelumpuhan hanya terjadi pada area cedera.
Penyebab
Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %), tindak kekerasan (24
%), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke atas), luka karena senjata api (9%), kecelakaan
olahraga (rata-rata pada usia 29 tahun) misal menyelam (8 %), dan penyebab lain
misalnya infeksi atau penyakit, seperti tumor, kista di tulang belakang, multiple sclerosis, atau
cervical spondylosis (degenerasi dari disk dan tulang belakang di leher) (2 %). Kecelakaan  jalan 
raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda
ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida,
Iwan Buchori, 2007). Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang,  jatuh dari ketinggian,
kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga (Arifin, 1997). Spinal cord injury paling banyak
disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kekerasan, dan kecelakaan olahraga
(AACN, Marianne Chulay, 2005 : 487). Penyebab kerusakan pada saraf tulang belakang, adalah
trauma (mobil / sepeda motor kecelakaan, tembakan, jatuh, cedera olahraga, dll), atau penyakit
(seperti: Transverse Myelitis, Polio, spina bifida, Friedreich's ataxia, dll).
Patogenesis
Cedera spinal cord terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal
cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompresi atau rotasi pada tulang belakang. Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah
tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan pada cedera spinal
cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan
peredaran darah, dan perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk
melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga mengakibatkan respon nyeri
hebat dan akut anestesi. Iskemia dan hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta
kandung kemih. Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan potensial
komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi. Temuan fisik pada spinal cord injury
sangat bergantung pada lokasi yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan
mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau sistem muskular total; jika
cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan terjaditetraplegia dengan kerusakan, menurunnya
kapasitas paru, ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera pada C-6
dan C-7 pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa gerakan lengan atau tangan yang
memungkinkan untuk melakukan sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada
spinal C-7 sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan menggunakan
jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2 sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan
fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi
cedera pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan kehilangan fungsi motorik
dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

Anda mungkin juga menyukai