Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. A.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)

DI RUANGAN ICCU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

PEMBIMBING

Clinical Teacher : Jon W Tangka, M.Kep,Ns,Sp.KMB


Clinical Instruktur : Ns. Veibe Undap, S.Kep

Disusun Oleh :

Septiarani Marthinu

711440119029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

PRODI DIII KEPERAWATAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Infark Miokard

Infark Miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi
secara tiba – tiba. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang diikuti dengan proses
pembentukan trombus oleh trombosit (Hastuti dkk, 2013).

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi
oleh banyak faktor yang ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi
pada pemeriksaan EKG (Doengos, 2003).

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, infark
miokard merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7,25 juta (12,8%)
kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Menurut data statistik National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) 2007 – 2010, prevalensi infark miokard lebih banyak
diderita laki – laki dibandingkan perempuan. Kejadian ini mulai meningkat pada laki – laki saat
berusia ≥ 45 tahun dan perempuan ≥55 tahun(Hastuti dkk, 2013).

Penyakit infark miokard juga merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia.
Laporan Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa penyakit infarkmiokard termasuk 10
penyebab kematian terbanyak dengan proporsi kematian sebesar 5,1%. Menurut data Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, penyakit infark miokard menduduki peringkat 10
besar Penyakit Tidak Menular (PTM) yangmenyebabkan rawat jalan (1.88%) dan rawat
inap(2,29%) rumah sakit di Indonesia(Hastuti dkk, 2013).

Penatalaksanaan Infark Miokard Akut Elevasi ST dimulai sejak kontak medis pertama,
baik untuk diagnosis dan perawatan. Diagnosis kerja infark miokard harus dibuat berdasarkan
riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, yang tidak membaik dengan
pemberian nitrogliserin. Adanya riwayat penyakit jantung dan penjalaran nyeri ke leher, rahang
bawah, atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG perlu dilakukan pada setiap
pasien dengan dugaan STEMI. Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui
perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit saat pasien tiba
untuk mendukung keberhasilan tata laksana (PERKI,2018).

Penanganan STEMI farmakologi pada prinsipnya ditujukan untuk mengatasi nyeri


angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya iskemia serta terjadinya infark miokard
akut atau kematian mendadak. Pasien diberikan terapi antiiskemik seperti nitrat, penyekat,
antagonis kalsium, morfin, terapi antitrombotik, aspirin/asam asetil salisilat (ASA), terapi
antikoagulan seperti heparin. Adapun penanganan STEMI non-farmakologi yaitu dengan
tindakan revaskularisasi, rehabilitasi medik, modifikasi faktor risiko.

Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat berkurangnya
pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik absolut ataupun relatif. Penyebap paling sering ialah
trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan dalam, plak ateromatosa dalam asteri koronaria
epikardial (Suddarth, 2014).

Infark miokard (IM) akut disebabkan oleh penyumbatan yang tiba – tiba pada salah satu
cabang dari arteria koronaria. Penyumbatan ini dapat meluas dan mengganggu fungsi jantung
atau mengakibatkan nekrosis miokardium. Nekrosis akan meningalkan parut atau fibrosis pada
miokardium. Penyumbatan arteri koronaria dapat disebapkan oleh trombosis koronaria
( terbentuknya embolus dalam arteria koronaria), atau terjadi proses aterosklorosis pada arteria
koronaria (Baradero, 2000).

Infark tidak langsung terjadi total, trauma iskemik langsung berupa jam, kemudian baru
terjadi infark atau timbul nekrosis. Pada saat proses iskemia berlangsung, lapisan
subendokardium (karena sangat peka pada kekurang oksigen) mengalami hipoksia, kemudian
baru seluruh lapisan miokardium. Iskemia mengganggu permeabilitas sel – sel miokardium
terhadap elektrolit – elektrolit yang menyebapkan menurunnya kontraktilitas miokardium. Proses
iskemi yang berlangsung lebih dari 35 – 45 menit akan menimbulkan kerusakn sel – sel yang
irevelsible dan nekrosis miokardium. Fungsi kontraktilitas pada bagian dengan nekrosis berhenti
total dan permanen (Baradero, 2000).

1.2 Etiologi

Penyakit jantung disebabkan oleh adanya penimbunan abnormal lipid atau bahan
lemak dan jaringan fibrosa di dinding pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan
struktur dan fungsi arteri dan penurunan aliran darah ke jantung (Suddarth, 2014).

1.3 Faktor Resiko

Faktor resiko penyakit arteri koroner antar lain (Suddarth, 2014) :

1. Merokok Seseorang dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner dianjurkan untuk
berhenti merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan kebiasaan merokok dapat
menurunkan risiko penyakit jantung koroner sampai 50% pada tahun pertama. Resiko
akan terus menurun selama orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan terhadap rokok
secara pasif sebaiknya dihindari karena tetap dapat meqmperberat penyakit jantung
paru yang sudah ada.
2. Tekanan Darah Tinggi Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko yang paling
membahayakan karna biasanya tidak menunjukan gejala sampai telah menjadi lanjut.
Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya gradien tekanan yang harus dilawan oleh
ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan
suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.

3. Kolesterol Darah Tinggi Lemak yang tidak larut dalam air, terikat dengan lipoprotein
yang terikat dalam air, yang memungkinkannya dapat di angkut dalam system peredaran
darah. Tiga elemen metabolism lemak-kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (LDL
= low density lipoprotein), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL = high density
lipoprotein) dianggap sebagai faktor primer yang mempengaruhi perkembangan
penyakit jantung koroner. Pengontrolan kadar serum kolesterol total, LDL dan HDL
dalam batas terapeutik adalah tujuan yang harus dicapai dalam penatalaksanaan diet
penyakit jantung koroner. LDL menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan
mempercepat proses aterosklerosis. Sebaliknya, HDL membantu penggunaan kolesterol
total dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian
diekskresi. Tujuan yang diinginkan adalah menurunkan kadar LDL (< 130 mg/dl),
meningkatkan kadar HDL (>50 mg/dl) dan menurunkan kadar kolesterol total < 200
mg/dl. Kadar normal tersebut dianjurkan pada pasien tanpa penyakit jantung koroner
atau faktor risiko lain yang bermakna.

4. Hiperglikemia Hiperglikemia menyebabkan peningkatan trimbosit, yang dapat


menyebabkan pembentukan thrombus. Kontrol hiperglikemia tanpa modifikasi faktor
risiko lainnya tidak akan menurunkan risiko penyakit jantung koroner. Bila ada faktor
risiko lain seperti obesitas, faktor tersebut juga harus dikontrol.

5. Pola Perilaku

Stres dan perilaku tertentu diyakini mempengaruhi patogenesis penyakit jantung


koroner. Penelitian psikobiologis dan epidemiologis menunjukkan perilaku seseorang
yang rentan terhadap penyakit jantung koroner: ambisius kompetitif, selalu tergesa,
agresifdan kejam. Orang yang menunjukkan kepribadian ini diklasifikasikan sebagai
rentan koroner tipe A. nampaknya selain menurunkan faktor risiko lain (merokok,
lemak), orang seperti ini harus berusaha merubah gaya hidup dan kebiasaan dalam
jangka panjang. Pola perilaku tipe A telah banyak diterima secara luas sebagai faktor
risiko penyakit jantung koroner. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pola perilaku ini
sebenarnya tidak seperti yang sebelumnya diperkirakan, namun belum ada bukti yang
membuktikan peran sebenarnya.
1.4 Patofisiologi

Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai
darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karna aterosklerosis atau
penyumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner juga
bisa disebabkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus infark miokardium selalu
terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung (Suddarth, 2014).

Penyumbatan koroner, serangan jantung dan infark miokardium mempunyai arti yang
sama namun istilah yang paling disukai adalah infark miokardium. Aterosklerosis dimulai
ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan
ateroma atau plak yang akan mengganggu absorbs nutrient oleh sel-sel endotel yang
menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karna
timbunan lemak menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi
semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding
kasar, akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menyebabkan terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi
tersering aterosklerosis (Suddarth, 2014).

Aterosklerosis koroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai akibat


penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke jantung. Sumbatan aliran darah
berlangsung progresif, dan suplai darah yang tidak adekuat (iskemia) yang akan membuat
sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup (Suddarth, 2014).

Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat. Manifestasi utama
iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina pectoris adalah nyeri dada yang hilang
timbul, tidak disertai kerusakan ireversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat,
disertai kerusakan sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan
ireversibel akan mengalami degenarasi dan kemudian diganti dengan jaringan parut. Bila
kerusakan jantung sangat luas, jantung akan mengalami kegagalan, artinya ia tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung yang
adekuat. Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dpat berupa perubahan pola EKG,
anerusima ventrikel, disritmia dan akhirnya akan mengalami kematian mendadak
(Suddarth, 2014).

1.5 Manifestasi klinis

Banyak penelitian menunjukan pasien dengan infark miokardium biasanya pria, diatas
40 tahun, dan mengalami aterosklerosis pada pembulu koronernya, sering disertai
hipertensi arterial. Sarangan juga terjadi pada wanita dan pria diawal 30-an atau bahkan 20-
an. Wanita yang memakai kontrasepsi pil dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi.
Namun secara keseluruhan angka kejadian infark miokardium pada pria lebi tinggi
dibandingkan wanita disemua usia.

Nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, terletak dibagain bawah
sternum dan perut atas, adalah gejalah utama yang biasanya muncul. Nyeri akan terasa
semakin berat sampai tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tajam dan berat bisa menyebar ke
bahu dan lengan, bianyanya lengan kiri. Tidak seperti nyeri angina, nyeri ini muncul secara
spontan (bukan setelah kerja berat atau gangguan emosi) dan menetap selama bebarapa jam
sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin. Pada
beberapa kasus nyeri bisa menjalar ke dagu dan leher, nyeri sering disertai dengan napas
pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan, dan mual serta muntah.

Pasien dengan diabetes melitus mungkin tidak merasa nyeri berat bila menderita infark
miokardium, karena nuoropati yang menyertai diabetes mempengaruhi neuoreseptor,
sehingga menumpulkan nyeri yang dialaminya.

Meskipun pasien biasanya pria dan berusia diatas 40 tahun, namun wanita yang
mengalami gejala dan tanda – tanda seperti yang telah disebutkan harus di tangani serius,
khususnya bila ia merokok dan juga memakai pil kontrasepsi. (Suddarth 2014)

1.6 Pemeriksaan penunjang

Uji diagnostik. Uji diagnostk untuk gangguan ini meliputi penetapan indikator non –
spesifik, elektrokardiogram, dan pemeriksaan enzim serum

1. Reaksi non – spesifik.

Reaksi non – spesifik terhadap nekrosis miokrdial adalah leukosit yang miningkat
dalam beberapa jam setelah serangan IM akut. Leukosit dapat mencapai 12.00 – 15.00 /
mm dan berlangsung selama 3 -7 hari. Laju endap darah juga meningkat.

2. Elektrokardiogram.

Pada infark miokard transmural ketika nekrosis dialami oleh semua lapisan dinding
miokardium, EKG dapat menunjukan kelainan, seperti gelombang Q mencapai secmen
ST meningkat, dan gelombang T abnormal.apabila nekrosis dapat mengenai semua
lapisan miokardium, disebut infark subendokrdium dan perubahan hanya terdapat pada
segmen ST. Perlu diketahui bahwa EKG tidak selalu memberikan informasi yang psti
tentang iskemia.
3. Enzim serum

Apabila sel – sel jantung mati (nekrosis), ada enzim – enzim tertentu yang di
keluarkan kedalam darah. Enzim tersebut adalah kreatin kinase (CK), serum aspartate
amino transferase (AST) dulu adalah SGOT (serum glutamic – oxalocetic transaminase),
lactic acid dehydrogenase (LDH). Pada peningkatan enzim – enzim ini setelah serangan
infark miokard akut dapat membantu dalam menentukan diagnosis. Akan tetapi,
peningkatan enzim – emzin ini tidak terbatas pada kerusankan sel – sel miokardium,
tetapi dapat juga meningkat apabila terjadi kerusan pada sel – sel hati, ginjal, otak, paru,
vasika urunaria, atau usus. Agar pemeriksaan enzim – enzim ini dapat spesifik, untuk sel
– sel miokardium, enzim dipecahkan atau dijadikan isoenzim. Misalnya enzim CK1
terapat pada otak, paru, vesika urunaria, atau usus. CK2 hanya terdapat pada sel –sel
miokardium, CK3 akan terdapat pada serum pasien dalam 48 jam setelah serangan IM
akut transmural.LDH juga dapat dipecahkan agar menjadi spesifik. Sel – sel miokardium
kaya dengan LDH1 sehingga kerusakan pada sel – sel miokardium akan membuat LDH1
meningkat. (Mery Baradero 2008)

4. Kimia darah

a. Profil lemak. Kolesterol tetap, trigliserida dan lopoprotein diukur untuk mengevaluasi
resiko sterosklerotik, khususnya bila ada riwayat keluarga yang positif, atau untuk
mendiagnosa abnormalitas lipoprotein tertentu. Kolesterum total yang meningkat
diatas 200 mg/ml merupakan prediktor peningkatan resiko penyakit jantung koroner
(CAD). Lipoprotein yang mengangkut kolesterol dalam darah, dapat dianalisa
melalui elektroforesis. Lipoprotein densitas tinggi (HDL), yang membawa kolestrol
dari sel perifer dan mengangkatnya ke hepar, bersifat protektif, sebaliknya,
lipoprotein densitas rendah (LDL) mengangkat kolesterol ke sel perifer. Penurunan
lipoprotein densitas tinggi dan peningakatan lipoprotein densitas rendah akan
meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria aterosklerotik.

b. Elektrolit serum. Elektrolit serum dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan


infark miokard akut atau setiap kondisi jantung. Natrium serum mencerminkan
keseimbangan cairan relatif. Secara umum, hiponatremia menunjukan kelebihan
cairan dan hipernatremia menunjukan kekurangan cairan. Kelsium sangat penting
koagulasi darah dan aktifitas neuromuskular. Hipokalsemia dan hiperkalsemia dapat
menyebapkan perubahan EKG dan disretmia.

c. Kalsium serum. Di pengaruhi oleh fungsi ginjal da dapat menurunkan akibat bahan
diuretika yang sering digunakan untuk marawat gagal jantung kongestif. Penurunan
kadar kalium mengakibatkan iritabilitas jantung dan membuat pasien yang
mendapatkan preparat digitalis cenderung mengalami toksisitas digitalis dan
peningkatan kadar kalium mengakibatkan depresi miokardium dan iritabilitas
ventrikel. Hipokelemia dan hiperkalemia dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel dan
henti jantung.

d. Nitrogen urea darah. (BUN) adalah produk akhir metabolisme protein dan diekresikan
oleh ginjal. Pada psien jantung, peningkatan BUN dapat mencerminkan penurunan
perfusi ginjal (akibat penurunan curah jantung) atau kekurangan volume cairan
intravaskuler (akibat terapi diuretika).

e. Glukosa. Glukosa serum harus dipantau karena kebanyakan pasien jantung juga
menderita diabetes militus, glukosa serum sedikit meningkat pada keadaan stres
akibat mobilisasi epinefrin endogen yang menyebapkan konversi glikogen hepar
menjadi glukosa.

1.7 Penatalaksanaan

a. Syok Kardiogenik
Penatalaksana syok kardiogenik :
 Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
norepinefrin.
 Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamine dosis
5-15 ug,kgBB/menit.
 Jika tekanan darah <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin
dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
 Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada
pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam
IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali
jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
 Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak
ideal dengan terapi invasif dan tidak mempunyai kontraindikasi trombolisis.
 Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dengan terapi farmakologis, bila sarana
tersedia.
b. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang
berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi.
Penatalaksanaan Infark ventrikel kanan:
 Pertahankan preload ventrikel kanan
 Loading volume ( Infus NaCL 0,9 % ) 1-2 liter cai bran selanjutnya 200ml/jam
(target atrium kanan >10 mmHg ( 13,6 cmH20 ).
 Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
 Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon
dengan atropin.
 Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
 Kurangis afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
 Pompa balon intra-aortik.
 Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
 Penghambat ACE
 Reporfusi
 Obat trombolitik
 Percutaneous coronary intervention (PCI) primer
 Coronary arteri bypass graft (CABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit
multivesel).
c. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventricular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya.
Penatalaksanaan Takikardia Ventrikel:
 Takikardia ventrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau
menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronized menggunakan energi awal 200j jika gagal harus diberikan shock
kedua 200-300 J, dan jika perlu shock ketiga 360J.
 Takikardia ventrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah <90 mmHg) harus diterapi dengan
shock synchoronized energy awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal
gagal.
 Takikardia ventrikel (VT) monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru
dan hipotensi (tekanan darah <90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
 Lidokain: bolus 1-1mh/kg. Bolus tambahan 0,5-0,7mg/kg tiap 5-10 menit
sampai dosis loding total maksimal 5 mg/kg. kemudian loading selanjutnya
dengan infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/lg/menit).
 Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
 Amiodaron: 150 mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,
dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit.
 Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J (anastesi sebelumnya).
d. Penatalaksanaan fibrilasi ventrikel
 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock
unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock
kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J (klas I).
 Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock
elektrik diberikan terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan
pengulangan shock unsynchoronized. (klas lia)

Obat yang biasa digunakan dalam tatanan perawatan kritis untuk mengobati penyakit
kardiovaskuler:

1. Terapi Fibrinolitik, diindikasikan untuk pasien dengan infark miokardium elevasi


segmen ST akut. Tujuan terapi fibrinolitik adalah melarutkan thrombus, menetapkan
kembali aliran darah koroner, meminimalkan ukuran infark, mempertahankan fungsi
ventrikel kiri, serta mengurangi morbiditas dan motilitas. obat fibrinolitik yang sering
dipakai yaitu Streptokinase, tenekteplase, reteplase, alteplase.

2. Terapi Antikoagulan, seperti heparin unfractionated, inhibitor thrombin langsung, dan


wafarin membatasi pembentukan fibrin lebih lanjut dan membantu mencegah
tromboembolisme.

3. Terapi Inhibitor Trombosit, aspirin merupakan inhibitor trombosit yang paling luas
digunakan, menghambat tromboksan A2, suatuagonis trombosit, dan mencegah
pembentukan thrombus dan vasokontriksi arteri. Aspirin digunakan untuk mengurangi
mortalitas pada pasien yang mengalami infark miokard, mengurangi insiden infark
miokard non fatal dan mortalitas pada pasien yang mengalami angina stabil, angina tidak
stabil, atau infark miokardium sebelumnya. Aspirin juga diindikasikan untuk
mengurangi risiko stroke nonfatal dan kematian pada pasien yang memiliki riwayat
stroke iskemik atau iskemia sementara akibat embolus trombosit.

1.8 Komplikasi

Komplikasi Interval Waktu Mekanisme


Mati mendadak Biasanya dalam beberapa jam Sering fibrilasi ventrikel
Aritmia Beberapa hari pertama
Nyeri menetap 12 jam-beberapa hari Nekrosis miokard progresif
(perluasan infark)
Angina Segera atau ditunda (minggu) Iskemia otot jantung yang
tidak infark
Gagal Jantung Bermacam-macam Disfungsi ventrikel mengikuti
nekrosis otot aritmia
Ketidakmampuan mitral Beberapa hari pertama Disfungsi otot perifer,
nekrosis atau ruptur
Perikarditis 2-4 hari Infark transmural dengan
radang pericardium
Ruptur jantung (dinding 3-5 hari Lemahnya dinding mengikuti
ventrikel, septum atau otot nekrosis otot dan radang akut
perifer)
Trombosis mural Satu minggu atau lebih Kelainan permukaan endotel
mengikuti infark
Aneurisma ventrikel Empat minggu atau lebih Pengerutan jaringan parut
kolagen yang baru
Sindroma dressier (nyeri dada, Minggu – beberapa bulan Autoimun
demam, efusi)
Emboli pulmo Satu minggu atau lebih Trombosis vena dalam tungkai
bawah
ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A.M
Umur : 67 tahun
Tempat Tanggal Lahir : 24 September 1953
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan Swasta
Alamat : Kampung Jawa Lingk V Tondano
No.RM : 00555504
Diagnosa Medis : STEMI (ST Elevation Miokard Infark)
Tanggal MRS : 26 April 2021
Tanggal Pengkajian : 27 April 2021

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. A.S
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kampung Jawa Lingk V Tondano
Hubungan dengan klien : Istri

3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri Dada
P : nyeri dada disebabkan karena suplai oksigen ke miokardium menurun
Q : nyeri seperti diremas dan ditekan beban berat
R : dada bagian kiri dan menyebar/menjalar ke punggung belakang
S : skala nyeri 5
T : nyeri terus menerus dan secara tiba-tiba
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada dialami penderita sejak 12 jam sejak masuk rumah sakit. Nyeri terberat
dirasakan sejak 9 jam sejak masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti diremas atau
ditekan beban berat menjalar ke punggung belakang durasi lebih dari 1 jam. Nyeri
dirasakan tiba-tiba disertai rasa mual, sesak nafas, bias tidur dengan 1 bantal. Pasien
mudah lelah bila aktivitas berat
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit
karena kelainan jantung pada tahun 2018 dan pada tahun 2019 masuk rumah sakit
karena BAB hitam.
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

e. Genogram

Keterangan :

Laki-Laki :

Perempuan :

Meninggal :

Pasien :

a. Riwayat Kebutuhan Dasar Manusia


 Pola Persepsi Mananjemen Kesehatan : Jika ada anggota yang sakit keluarga dan klien
akan segera pergi ke rumah sakit atau diperiksa ke dokter

 Pola Nutrisi Metabolik : makan 3x sehari porsi sedang, minum 800-1000 cc/hari

 Pola Eliminasi : Pasien terpasang kateter, jumlah urin 200 cc/jam warna kuning keruh,
BAB 1 x/hari tekstur lunak berwarna kuning

 Pola Kognitif Perseptual : pasien berharap ia dapat sembuh dan pulih kembali dan dapat
berkumpul dengan keluarga.
 Pola Aktivitas dan Latihan : Pasien mengatakan tubuhnya merasa lemah, aktivitas
dibantu orang lain (keluarga)

Aktivitas Skor
0 1 2 3
Makan 

Berjalan 

Toileting 

Berpakaian 

Berpindah tempat 

Ket :
0 : Mandiri
1 : Dibantu orang lain
2 : Dibantu alat
3 : Dibantu total

 Pola Istirahat dan Tidur : Pasien mengatakan sulit untuk tidur dan sering terjaga

 Pola Konsep Diri : klien mampu mengenali dirinya dan pasien merasakan sulit
beraktivitas karena sering merasa lemah.

 Pola Peran Hubungan : Pasien merasa aman dan nyaman karena selalu didampingi
istrinya

 Pola Intoleransi Stress : pasien berpikiran positif pasien mengatakan akan segera pulih
dan sembuh
 Pola Nilai dan Keyakinan : Pasien taat dalam menjalankan ibadah dan rajin sholat di
mesjid pada waktu sehat, pasien dan keluarga selalu berdoa untuk meminta
kesembuhan.

b. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Composmentis
 Keadaan Umum : Lemah
 TTV

TD :98/64 mmHg

N : 96 x/m

R : 24x/m

SB : 36℃

c. Pemeriksaan Antropometri

BB : 68 Kg

TB : 170 cm

e. Pemeriksaan Head to Toe


 Pemeriksaan Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normal, tidak ada benjolan dan lesi, bentuk wajah
simetris.

Palpasi : tidak ada tanda-tanda edema

 Pemeriksaan mata
Inspeksi : mata simetris, normal
 Pemeriksaan Hidung

Inspeksi : Hidung simetris, fungsi penciuman baik

 Pemeriksaan Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir kering, nafsu makan menurun, gusi tidak berdarah.
 Leher
Inspeksi : Tidak ada benjolan pada leher, tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Pemeriksaan Kepala dan Leher
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening
Inspeksi : bentuk wajah simetris, mukosa mulut kering

 Pemeriksaan Dada
Inspeksi : kembang kempis dada simetris antara kiri dan kanan
Auskultasi : tidak terdengar bunyi tambahan
Palpasi : tidak ada benjolan

 Pemeriksaan Perut
Inspeksi : Perut simetris
Perkusi : tidak dikaji
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan

 Pemeriksaan Dermatologis
Inspeksi : kulit tampak kering, turgor kulit jelek, elastisitas kulit menurun, dan
tampak sedikit kemerahan

 Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Terpasang infus pada tangan kanan
Palpasi : Turgor kulit menurun dan elastis , akral hangat
 Genitalia
Inspeksi : produksi urin kurang lebih 200cc/jam
Palpasi : tidak ada nyeri pada kandung kemih

f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
.
1. Leukosit 4.8 4.0-10.0
2. Eritrosit 4.40 4.70-6.10
3. Hemoglobin (HB) 14.6 13.0-16.5
4. Hematocrit 43.3 39.0-51.0
5. Trombosit 40 150-450
6. MCH 33.2 27.0-35.0
7. MCHC 33.7 30.0-40.0
8. MCV 98.5 80.0-100.0
9. SGOT 114 <33
10. SGPT 28 <43
11. Ureum darah 43 10-40
12 Creatinin darah 1.6 0.5-1.5
13. Gula darah sewaktu 127 70-140
14. CK Total 1030 26-190
15. CKMB 87 0-24
16. Chlorida darah 101.9 98.0-109.0
17. Kalium darah 4.08 3.50-5.30
18. Natrium darah 133 135-153
19. Troponim T 1153 <50

II. ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Klien mengatakan nyeri di Agen Pencedera Fisiologis (D.0077) Nyeri Akut
bagian dada seperti diremas atau (Inflamasi)
ditekan beban berat

DO: Klien tampak meringis, skala


nyeri 5
- P : nyeri dada disebabkan
karena suplai oksigen ke
miokardium menurun
- Q : nyeri seperti diremas dan
ditekan beban berat
- R : dada bagian kiri dan
menyebar/menjalar ke
punggung belakang
- S : skala nyeri 5
- T : nyeri terus menerus dan
secara tiba-tiba

2. DS: Pasien mengatakan sesak Hambatan upaya napas (D.0005) Pola Napas Tidak
napas, karena merasakan nyeri (nyeri saat bernapas, Efektif
dibagian dada kelemahan otot pernapasan)

DO: pasien tampak memakai


oksigen
3. DS: Klien mengatakan tubuhnya Kelemahan (D.0056) Intoleransi Aktivitas
terasa lemah dan susah untuk
beraktivitas

DO: aktivitas klien tampak dibantu


oleh keluarga
4. DS: Pasien mengatakan sulit untuk Hambatan Lingkungan (D.0055) Gangguan Pola Tidur
tidur dan sering terjaga (kebisingan)

DO: pasien tampak kurang tidur,


dan gelisah

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. (D.0077) Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis (Inflamasi) d.d Klien tampak
meringis, skala nyeri 5
2. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan upaya napas (nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan) d.d Pola Napas Abnormal (takipnea)
3. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan d.d merasa lemah
4. (D.0055) Gangguan Pola Tidur b.d Hambatan Lingkungan (kebisingan) d.d mengeluh
sulit tidur dan sering terjaga
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. (D.0077) Nyeri Akut b.d Agen (L.08066) Tingkat Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
Pencedera Fisiologis (Inflamasi) d.d Setelah dilakukan intervensi Observasi
Klien tampak meringis, skala nyeri 6 keperawatan selama 3x8 jam  Identidikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat nyeri menurun, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
dengan kriteria hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri 4 cukup
menurun Terapeutik
 Meringis 4 cukup menurun  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Pola napas 4 cukup membaik mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. (D.0005) Pola Napas Tidak Efektif b.d (L. 01004) Pola Napas (I.01011) Manajemen Jalan Napas
Hambatan upaya napas (nyeri saat Setelah dilakukan intervensi Observasi
bernapas, kelemahan otot pernapasan) keperawatan selama 3x8 jam  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
d.d Pola Napas Abnormal (takipnea) diharapkan pola napas membaik, usaha napas)
dengan kriteria hasil :
 Frekuensi napas 4 cukup membaik Terapeutik
 Kedalaman napas 4 cukup  Posisikan semi fowler atau fowler
membaik
3. (D.0056) Intoleransi Aktivitas b.d (L. 05047) Toleransi Aktivitas (I. 05178) Manajemen Energi
kelemahan d.d merasa lemah Setelah dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selam 3x8 jam  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
diharapkan toleransi aktivitas mengakibatkan kelelahan
meningkat, dengan kriteria hasil :  Monitor pola dan jam tidur
 Kemudahan dalam melakukan  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
aktvitas sehari-hari 4 cukup selama melakukan aktivitas
meningkat
 Perasaan lemah 4 cukup menurun Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara, kunjungan)

Edukasi
 Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap

4. (D.0055) Gangguan Pola Tidur b.d (L. 05045) Gangguan Pola Tidur (I. 05174) Dukungan Tidur
Hambatan Lingkungan (kebisingan) d.d Setelah dilakukan intervensi Observasi
mengeluh sulit tidur dan sering terjaga keperawatan selama 3x8 jam  Identifikasi faktor penganggu tidur
diharapkan pola tidur membaik,
dengan kriteria hasil : Terapeutik
 Keluhan sulit tidur 4 cukup  Modifikasi lingkungan (kebisingan dan
menurun tempat tidur)
 Keluhan sering terjaga 4 cukup  Lakukan prosedur untuk meningkatkan
menurun kenyamanan (pengaturan posisi)
V. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi


(D.0077) Nyeri Akut b.d Selasa - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan skala S : pasien mengatakan nyeri
Agen Pencedera Fisiologis 27 April 2021 nyeri. dibagian dada
(Inflamasi) d.d Klien P : nyeri dada disebabkan karena suplai O :
tampak meringis, skala oksigen ke miokardium menurun - P : nyeri dada disebabkan
nyeri 5 Q : nyeri seperti tertekan beban berat karena suplai oksigen ke
R : dada bagian kiri miokardium menurun
S : skala nyeri 5 - Q : nyeri seperti diremas dan
T : nyeri terus menerus dan secara tiba-tiba ditekan beban berat
- Mengidentifikasi skala nyeri - R : dada bagian kiri dan
Hasil : skala nyeri 5 menyebar/menjalar ke
- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk punggung belakang
mengurangi rasa nyeri - S : skala nyeri 5
Hasil : memberikan pasien posisi yang nyaman - T : nyeri terus menerus dan
dan membatasi aktivitas pasien secara tiba-tiba
- Mengontrol lingkungan yang memperberat A : masalah belum teratasi
rasa nyeri P : lanjutkan intervensi
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising
- Melakukan kolaborasi pemberian analgetik
(D.0005) Pola Napas Selasa - Memonitor pola napas S : pasien mengatakan sesak
Tidak Efektif b.d 27 April 2021 Hasil : memonitor dan memeriksa pernapasan napas
Hambatan upaya napas pasien O : KU : lemah, kesadaran :
(nyeri saat bernapas, - Mengatur posisi pasien semi fowler compos mentis
kelemahan otot Hasil : pasien merasa nyaman dengan posisi A : masalah belum teratasi
pernapasan) d.d Pola setengah duduk atau semi fowler P : lanjutkan intervensi
Napas Abnormal
(takipnea)
(D.0056) Intoleransi Selasa - Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang S : pasien mengatakan badan
mengakibatkan kelelahan
Aktivitas b.d kelemahan 27 April 2021 terasa lemah
Hasil : merasa lelah dan lemah karena tidur
d.d merasa lemah tidak cukup atau kesulitan tidur O : KU : lemah, kesadaran :
compos mentis, ADL dibantu
- Memonitor pola dan jam tidur
Hasil : pasien sulit tidur dan sering terjaga A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Hasil : tidak nyaman dalam beraktivitas karena
terpasang alat monitor

- Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah


stimulus
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
Hasil : pasien mengerti dengan penjelasan atau
anjuran yang diberikan
(D.0055) Gangguan Pola Selasa - Mengidentifikasi factor penganggu tidur S : pasien mengatakan susah
27 April 2021
Tidur b.d Hambatan Hasil : karena ruangan yang dan lingkungan untuk tidur
Lingkungan (kebisingan) sekitar yang menjadi factor pengganggu tidur O : pasien tampak gelisah
d.d mengeluh sulit tidur A : masalah belum teratasi
dan sering terjaga - Menciptakan lingkungan yang nyaman P : lanjutkan intervensi
Hasil : Lingkungan sekitar pasien selalu
dibersihkan

- Mengatur posisi tidur yang nyaman

Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi


(D.0077) Nyeri Akut b.d Rabu - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan skala S : pasien mengatakan nyeri
Agen Pencedera Fisiologis 28 April 2021 nyeri. dada berkurang
(Inflamasi) d.d Klien P : nyeri dada disebabkan karena suplai O :
tampak meringis, skala oksigen ke miokardium menurun - P : nyeri dada disebabkan
nyeri 4 Q : nyeri seperti tertekan beban berat karena suplai oksigen ke
R : dada bagian kiri miokardium menurun
S : skala nyeri 4 - Q : nyeri seperti diremas dan
T : nyeri terus menerus dan secara tiba-tiba ditekan beban berat
- Mengidentifikasi skala nyeri - R : dada bagian kiri dan
Hasil : skala nyeri 4 menyebar/menjalar ke
- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk punggung belakang
mengurangi rasa nyeri - S : skala nyeri 4
Hasil : memberikan pasien posisi yang nyaman - T : nyeri terus menerus dan
dan membatasi aktivitas pasien secara tiba-tiba
- Mengontrol lingkungan yang memperberat A : masalah belum teratasi
rasa nyeri P : lanjutkan intervensi
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising
- Melakukan kolaborasi pemberian analgetik

(D.0005) Pola Napas Rabu - Memonitor pola napas S : pasien mengatakan masih
Tidak Efektif b.d 28 April 2021 Hasil : memonitor dan memeriksa pernapasan sesak napas
Hambatan upaya napas pasien O : KU : sedang, kesadaran :
(nyeri saat bernapas, - Mengatur posisi pasien semi fowler compos mentis
kelemahan otot - Hasil : pasien merasa nyaman dengan posisi A : masalah belum teratasi
pernapasan) d.d Pola setengah duduk atau semi fowler P : lanjutkan intervensi
Napas Abnormal
(takipnea)
(D.0056) Intoleransi Rabu - Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang S : pasien mengatakan badan
mengakibatkan kelelahan
Aktivitas b.d kelemahan 28 April 2021 masih terasa lemah
Hasil : merasa lelah dan lemah karena tidur
d.d merasa lemah tidak cukup atau kesulitan tidur O : KU : sedang, kesadaran :
compos mentis, ADL dibantu
- Memonitor pola dan jam tidur
Hasil : pasien sulit tidur dan sering terjaga A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Hasil : tidak nyaman dalam beraktivitas karena
terpasang alat monitor
- Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising
- Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
- Hasil : pasien mengerti dengan penjelasan atau
anjuran yang diberikan
(D.0055) Gangguan Pola Rabu - Mengidentifikasi factor penganggu tidur S : pasien mengatakan masih
28 April 2021
Tidur b.d Hambatan Hasil : karena ruangan yang dan lingkungan sering terbangun
Lingkungan (kebisingan) sekitar yang menjadi factor pengganggu tidur O : pasien tampak gelisah
d.d mengeluh sulit tidur - Menciptakan lingkungan yang nyaman A : masalah belum teratasi
dan sering terjaga Hasil : Lingkungan sekitar pasien selalu P : lanjutkan intervensi
dibersihkan
- Mengatur posisi tidur yang nyaman

Diagnosa Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi


(D.0077) Nyeri Akut b.d Kamis - Mengidentifikasi lokasi, karakteristik dan skala S : pasien mengatakan nyeri
Agen Pencedera Fisiologis 29 April 2021 nyeri. dibagian dada berkurang
(Inflamasi) d.d Klien P : nyeri dada disebabkan karena suplai O :
tampak meringis, skala oksigen ke miokardium menurun - P : nyeri dada disebabkan
nyeri 2 Q : nyeri seperti tertekan beban berat karena suplai oksigen ke
R : dada bagian kiri miokardium menurun
S : skala nyeri 2 - Q : nyeri seperti diremas dan
T : nyeri terus menerus dan secara tiba-tiba ditekan beban berat
- Mengidentifikasi skala nyeri - R : dada bagian kiri dan
Hasil : skala nyeri 2 menyebar/menjalar ke
- Memberikan teknik nonfarmakologis untuk punggung belakang
mengurangi rasa nyeri - S : skala nyeri 2
Hasil : memberikan pasien posisi yang nyaman - T : nyeri Hilang timbul
dan membatasi aktivitas pasien A : masalah teratasi
- Mengontrol lingkungan yang memperberat P : intervensi dihentikan
rasa nyeri
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising
- Melakukan kolaborasi pemberian analgetik
(D.0005) Pola Napas Kamis - Memonitor pola napas S : pasien mengatakan sesak
Tidak Efektif b.d 29 April 2021 Hasil : memonitor dan memeriksa pernapasan napas berkurang
Hambatan upaya napas pasien O : KU : cukup, kesadaran :
(nyeri saat bernapas, - Mengatur posisi pasien semi fowler compos mentis
kelemahan otot - Hasil : pasien merasa nyaman dengan posisi A : masalah teratasi
pernapasan) d.d Pola setengah duduk atau semi fowler P : intervensi dihentikan
Napas Abnormal
(takipnea)
(D.0056) Intoleransi Kamis - Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang S : pasien mengatakan badan
mengakibatkan kelelahan
Aktivitas b.d kelemahan 29 April 2021 sudah tidak terasa lemah
Hasil : merasa lelah dan lemah karena tidur
d.d merasa lemah tidak cukup atau kesulitan tidur O : KU : cukup, kesadaran :
compos mentis, alat monitor
- Memonitor pola dan jam tidur
Hasil : pasien sulit tidur dan sering terjaga jantung dilepas.
A : masalah teratasi
- Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas P : intervensi dihentikan
Hasil : tidak nyaman dalam beraktivitas karena
terpasang alat monitor

- Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah


stimulus
Hasil : pengunjung dibatasi dan ruangan tidak
bising

- Menganjurkan melakukan aktivitas secara


bertahap
- Hasil : pasien mengerti dengan penjelasan atau
anjuran yang diberikan
(D.0055) Gangguan Pola Kamis - Mengidentifikasi factor penganggu tidur S : pasien mengatakan sudah
29 April 2021
Tidur b.d Hambatan Hasil : karena ruangan yang dan lingkungan bisa tidur dengan baik
Lingkungan (kebisingan) sekitar yang menjadi factor pengganggu tidur O : pasien tampak baik
d.d mengeluh sulit tidur - Menciptakan lingkungan yang nyaman A : masalah teratasi
dan sering terjaga Hasil : Lingkungan sekitar pasien selalu P : intervensi dihentikan
dibersihkan
- Mengatur posisi tidur yang nyaman

Anda mungkin juga menyukai