Anda di halaman 1dari 9

√ Pengertian Stigma, Bentuk, Jenis dan Proses Terjadinya

Oleh Parta IbengDiposting pada April 20, 2020

Pendidikan.Co.Id – Kali ini kita akan membahas mengenai Stigma, penjelasan kali ini juga meliputi
bentuk Jenis dan proses terjadinya stigma ini, penjelasan selengkapnya dibawah ini :

Pengertian Stigma, Bentuk, Jenis dan Proses Terjadinya

Daftar Isi Artikel Ini :

Pengertian Stigma

Stigma ini juga dipergunakan didalam istilah “stigma sosial” ialah pikiran, pandangan dan juga
kepercayaan negatif yang didapatkan seseorang dari masyarakat atau juga lingkungannya berupa
labeling, stereotip, separation serta juga mengalami diskriminasi sehingga hal tersebut mempengaruhi
diri individu secara keseluruhan.

Stigma ini diciptakan masyarakat saat melihat sesuatu yang dianggap menyimpang atau juga aneh
disebabkan karena tidak seperti yang lainnya. Stigma ini diberikan pada sesuatu hal yang memalukan
serta tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut, sehingga hal tersebut menyebabkan penurunan percaya
diri, kehilangan motivasi, penarikan diri dari kehidupan sosial, menghindari pekerjaan, interaksi didalam
kesehatan serta juga kehilangan perencanaan masa depan. Contohnya seperti seseorang dianggap
ternoda serta karenanya memiliki watak yang tercela, contohnya seorang bekas narapidana yang
dianggap itu tidak layak dipercayai serta dihormati.

Pengertian Stigma Menurut Para Ahli

Supaya lebih memahami mengenai pengertian stigma ini, maka akan dipaparkan juga pengertian stigma
yang dikemukakan oleh beberapa para ahli

Menurut Goffman(1959)

Pengertian Stigma ini ialah segala macam bentuk atribut fisik dan juga sosial yang mengurangi identitas
sosialseseorang, mendiskualifikasikan orang tersebut dari penerimaan seseorang.

Mansyur (1997)

Menurut Mansyur, Stigma ini ialah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang disebabkan
karena pengaruh lingkungannya.

Research (2009)

Menurut Research, Stigma ini ialah suatu usaha untuk label tertentu ialah sebagai sekelompok orang
yang kurang patut untuk dihormati daripada yang lain.

Scheid & Brown (2010)


Menurut Scheid & Brown, Stigma ini ialah sebuah fenomena yang terjadi pada saat seseorang diberikan
labeling, stereotip, separation, serta mengalami diskriminasi.

Bentuk Stigma

Mengacu pada pengertian Menurut Rahman (2013), bentuk dari stigma ini dikelompokan kedalam
beberapa bentuk didalam masyarakat diantaranya diantaranya:

Labeling

Labeling ini ialah pembedaan serta juga memberikan label atau juga penamaan itu dengan berdasarkan
perbedaan yang dipunyai anggota masyarakat tersebut. Sebagian besar perbedaan individu itu tidak
dianggap relevan dengan secara sosial, namun beberapa perbedaan yang diberikan itu dapat menonjol
secara sosial.

Stereotip

Pengertian stereotip ialah kerangka berpikir atau juga aspek kognitif yang terdiri dari pengetahuan serta
juga keyakinan mengenai kelompok sosial serta juga traits tertentu. Stereotip ini merupakan keyakinan
mengenai karakteristik yang merupakan keyakinan tentang atribut personal yang dipunyai orang-orang
didalam suatu kelompok atau juga kategori sosial tertentu.

Separation

Pengertian separation ini ialah pemisahan “kita” (sebagai pihak yang tidak mempunyai stigma atau
pemberi stigma) dengan “mereka” (kelompok yang mendapatkan stigma itu). Hubungan label dengan
atribut negatif tersebut akan menjadi suatu pembenaran disaaat individu yang di label percaya bahwa
dirinya itu memang berbeda sehingga hal itu dapat dikatakan bahwa proses pemberian stereotip
berhasil.

Diskriminasi

Pengertian diskriminasi ini ialah perilaku merendahkan orang lain disebabkan keanggotaannya didalam
kelompok. Diskriminasi ini merupakan komponen behavioral yang merupakan perilaku negatif terhadap
individu disbabkan karena individu itu adalah anggota dari kelompok tertentu.

Macam Jenis Stigma

Menurut Heatherton (2003), terdapat beberapa jenis stigma diantaranya diantaranya :

Penyembunyian yang meliputi keluasaan karakteristik stigmatisasi sebisa mungkin bisa dilihat, seperti
cacat wajah vs homoseksualitas.

Rangkaian penandaan berhubungan dengan apakah tanda itu sangat mencolok mata atau juga makin
melemah dari waktu ke waktu , seperti multiple sclerosis vs kebutaan.
Kekacauan yang mengacu pada tingkat stigmatisasi didalam mengganggu interaksi interpersonal, seperti
misalnya gagap dalam berbicara.

Estetika yang berhubungan dengan reaksi subjektif yang dapat memunculkan stigma disebabkan karena
suatu hal yang kurang menarik.

Asal usul tanda stigmatisas, seperti misalnya cacat bawaan, kecelakaan atau juga kesengajaan.

Risiko yang mencakup perasaan berbahaya dari stigmatisasi dari orang lain, seperti mempunyai penyakit
yang mematikan atau juga membahayakan vs kelebihan berat badan.

Penyebab Terjadinya Stigma

Menurut Goffman (1959), Terdapat beberapa penyebab terjadinya stigma diantaranya ialah :

Ketakutan

Ketakutan ini merupakan penyebab umum terjadinya stigma. Kemunculan takut ini merupakan
konsekuensi yang didapatkan apabila tertular, bahkan penderita itu cenderung takut terhadap
konsekuensi sosial dari pengungkapan kondisi sebenarnya.

Tidak menarik

Beberapa kondisi tersebut dapat menyebabkan orang dianggap tidak menarik, terutama didalam budaya
yang mana keindahan lahiriah sangat dihargai. Dalam hal tersebut, gangguan pada anggota tubuh akan
ditolak masyarakat disebabkan karena terlihat berbeda.

Kegelisahan

Kecacatan itu membuat penderita tidak nyaman, mereka mungkin tidak tahu bagaimana berperilaku di
hadapan orang dengan kondisi yang dialaminya sehingga lebih cenderung menghindar.

Asosiasi

Stigma oleh asosiasi ini dikenal juga ialah sebagai stigma simbolik, hal tersebut terjadi pada saat kondisi
kesehatan dikaitkan dengan kondisi yang tidak menyenangkan seperti misalnya pekerja seks komersial,
pengguna narkoba, orientasi seksual tertentu, kemiskinan atau juga kehilangan pekerjaan. Nilai serta
keyakinan dapat memainkan peran yang kuat didalam menciptakan atau juga mempertahankan stigma.

Kebijakan atau Undang-undang

Hal ini biasa terlihat pada saat penderita dirawat di tempat yang terpisah serta memerlukan waktu yang
khusus dari rumah sakit, seperti klinik sakit jiwa, klinik penyakit seksual menular atau juga klinik
rehabilitasi ketergantungan obat.

Kurangnya kerahasiaan
Pengungkapan yang tidak diinginkan dari kondisi seseorang dapat disebabkan cara penanganan hasil tes
yang sengaja dilakukan tenaga kesehatan, ini mungkin benar-benar tidak diinginkan seperti misalnya
pengiriman dari pengingat surat atau juga kunjungan pekerja kesehatan di kendaraan ditandai dengan
pro logo gram.

Proses Terjadinya Stigma

Menurut Scheid & Brown (2010), proses terjadinya stigma ini diantaranya:

Individu membedakan serta memberikan label atas perbedaan yang dimiliki individu tersebut.

Munculnya keyakinan dari budaya yang dipunyai individu terhadap karakteristik individu atau juga
kelompok lain serta menimbulkan stereotip.

Menempatkan individu atau juga kelompok yang sudah diberikan label pada individu atau juga
kelompok dalam kategori yang berbeda sehingga terjadi separation.

Individu yang sudah diberikan label mengalami diskriminasi.

Menurut Hermawati (2005), proses pemberian stigma yang dilakukan oleh masyarakat itu terjadi
melalui tiga (3) tahap yaitu:

Proses interpretasi.

Pelanggaran norma yang terjadi didalam masyarakat tidak semuanya mendapatkan stigma dari
masyarakat, namun hanya pelanggaran norma yang diinterpretasikan oleh masyarakat ialah sebagai
suatu penyimpangan perilaku yang dapat menimbulkan stigma.

Proses pendefinisian.

Setelah pada tahap pertama itu sudah dilakukan yang didalam itu terjadinya interpretasi terhadap
perilaku yang menyimpang, selanjutnya ialah proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku
menyimpang oleh masyarakat.

Perilaku diskriminasi.

Setelah proses pertama dan kedua itu dilakukan, maka masyarakat akan memberikan perlakuan yang
sifatnya itu membedakan atau diskriminatif.

Nah itulah penjelasan mengenai Pengertian Stigma, Bentuk, Jenis dan Proses Terjadinya, semoga apa
yang dipaparkan diatas dapat bermanfaat untuk anda. Terima kasih.
Yuk, Pahami Lebih Jelas Arti Pandemi pada COVID-19

by Allianz Indonesia | terakhir dibaca 04 Mei 2020 20:53:28

UNDUH BACA NANTI

Pada 11 Maret 2020 lalu, World Health Organization (WHO) sudah mengumumkan status pandemi
global untuk penyakit virus corona 2019 atau yang juga disebut corona virus disease 2019 (COVID-19).
Apa artinya? Yuk, pahami lebih jelas arti pandemi pada COVID-19.

Dalam istilah kesehatan, pandemi berarti terjadinya wabah suatu penyakit yang menyerang banyak
korban, serempak di berbagai negara. Sementara dalam kasus COVID-19, badan kesehatan dunia WHO
menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi
penyakit COVID-19.

Dengan ditetapkannya status global pandemic tersebut, WHO sekaligus mengonfirmasi bahwa COVID-19
merupakan darurat internasional. Artinya, setiap rumah sakit dan klinik di seluruh dunia disarankan
untuk dapat mempersiapkan diri menangani pasien penyakit tersebut meskipun belum ada pasien yang
terdeteksi.

Status pandemi ini meningkat dari status PHEIC

Dalam kasus penyebaran COVID-19, WHO juga tak serta merta menempelkan label pandemi pada
penyakit tersebut. Jika melihat ke belakang, WHO pertama kali mendapat laporan tentang COVID-19 di
China pada 31 Desember 2019.

Berselang satu bulan sejak laporan tersebut, atau tepatnya 30 Januari 2020, Emergency Committee
WHO menetapkan penyebaran wabah virus corona baru sebagai Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC).Pada saat status tersebut diumumkan, WHO sudah mencatat ada 83
kasus COVID-19 di 18 negara selain China. Dari seluruh pasien itu, hanya tujuh yang tidak pernah
melakukan perjalanan ke China.
Sementara di China, ada 7.711 kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di saat status PHEIC dibuat. Dari total
kasus yang terkonfirmasi, 1.370 termasuk kasus berat yang mengakibatkan 170 orang meninggal.

Dengan mendeklrasikan status PHEIC itu, WHO merekomendasikan seluruh negara untuk mengantisipasi
COVID-19, seperti melakukan pengawasan dan deteksi dini secara aktif. Pemerintah di tiap negara juga
diharapkan melakukan kebijakan pemutusan penyebaran virus corona, seperti memberlakukan contact
tracing.

Sejarah mencatat, pemberlakuan status PHEIC tak serta merta mengerem penyebaran virus corona
baru. Alih-alih berkurang, kasus COVID-19 justru melonjak di Eropa, terutama di Italia. Peningkatan
kasus COVID-19 juga terjadi di Amerika Serikat.

Setiap pandemi yang terjadi diberbagai belahan dunia dan periode waktu tertentu selalu menimbulkan
korban jiwa yang besar. Oleh karena itu kita harus ekstra waspada dan tidak boleh menganggap remeh.

Pandangan terhadap Penanganan Pemerintah Indonesia terhadap COVID-19 yang Terjadi di Indonesia

Berbicara tentang kasus COVID-19 atau yang biasa kita sebut Virus Corona yang memang sedang
menghebohkan dunia, Virus ini adalah virus yang baru saja terjadi di wuhan, Tiongkok pada akhir tahun
2019 dan sekarang virus ini telah menyebar ke hampir seluruh wilayah di belahan dunia dan telah
menjadi perhatian dunia. 

Tidak terlepas pula Indonesia juga telah terkena dampak dari virus ini, terhitung hingga 19 Maret 2019,
angka kematian di Indonesia akibat virus corona telah mencapai  25 orang , dan yang telah menjalani
pemeriksaan dan dinyatakan positif COVID-19 adalah 209 orang.

Melihat dari bagaimana ke efektifan Khususnya dari Pemerintah Pusat, Daerah dan Luar negri , Menurut
saya belum terlalu efektif dalam menangani kasus ini, buktinya saja Indonesia masih terhitung terlambat
dalam mendeteksi adanya warga nya yang teridentifikasi COVID-19 ini , dan juga pemerintah pusat
menurut saya agak sedikit lalai dalam penanggulangan kasus COVID-19 ini, terlihat dalam penanganan
kedatangan wisatawan dari luar ataupun WNI yang baru berpulangan dari luar masih terbilang
pengawasan ataupun pengecekan yang begitu santai. Negara-negara lain yang sudah mulai melakukan
langkah-langkah jauh dalam penanganan kasus COVID-19 sedangkan Indonesia pada saat bersamaan
Indonesia baru menyadari bahwa ada warga Negara nya yang teridentifikasi positif COVID-19.

Langkah Social distancing yamg diambil oleh pemerintah merupakan kebijakan yang bagus, akan tetapi
banyak kontradiksi dan blunder yang dilakukan oleh pemerintah, Ingin menerapkan social distancing
tapi malah menurunkan harga maskapai dan sebgainya. Harusnya pemerintah benar-benar konsisten
dalam mengeluarkan kebijakan, belum lagi terkait Lockdown tetapi masih saja beredar di media
bahwasanya ada warga Negara Tiongkok yang berhasil dating ke Indonesia dengan jumlah yang banyak.

Pertama saya akan memandang Indonesia dan Negara lain yang terlebih dahulu menangani kasus
COVID-19 seharusnya Indonesia dapat belajar dari Negara-negara yang sudah lebih dahulu menangani
kasus ini, contoh nya seperti China me Lockdown Wuhan terhitung dari beberapa hari Virus corona
mulai menyebar, sedangkan Indonesia sendiri masih begitu lamban dalam mengambil keputusan dan
penangan terhadap kasus yang sangat berbahaya ini. Dan Harusnya juga Indonesia membatasi dan akan
lebih baik lagi menutup untuk sementara waktu setiap penerbangan yang berasal dari luar negri
khususnya yang sudah dinyatakan ada kasus COVID-19 di Negara tersebut.

Selanjutnya yaitu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah. Ini yang dari beberapa hari ini saya
ikuti menurut saya agak sedikit janggal Khusus nya anata Pemerintah pusat dan Pemda DKI Jakarta ,
banyak sekali ketidakcocokan data, beberapa kali data yang dikeluarkan dari pemerintah pusat berbeda
dengan apa yang dikeluarkan oleh Pemda DKI Jakarta. 

Jadi menurut saya disini sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah masih belum terlalu baik,
beberapa kali penanggulangan yang dilakukan oleh Pemda di berbagai daerah juga terkadang harus
mendahului instruksi dari pemerintah pusat , artinya disini pemerintah pusat masih terlalu lamban
dalam penanganan kasus ini. Jujur saja saya sebagai seorang masyarakat memandang memang
pemerintah pusat belum becus menjalankan tugas nya dalam penanganan kasus COVID-19 ini. Terlebih
lagi kurang nya Komunikasi intensif yang harus nya dilakukan terus menerus ke Pemerintah daerah yang
lebih dekat dengan masyarakat nya.

Intinya menurut saya Penanganan yang dilakukan oleh Indonesia baik itu melalui Pemerintah pusat,
daerah dan lain nya masih BELUM EFEKTIF sama sekali, karena dapat dilihat persentasi angka kematian
di Indonesia adlah yang tertinggi di Asia tenggara dan penanganan yang lamban, serta pengambilan
keputusan yang kadang kurang tepat. 

Walaupun harus diketahui juga yang membuat pemerintah sulit adalah kondisi geografis Indonesia yang
merupakan Negara kepulauan, tapi terlepas dari itu semua harus nya pemerintah dapat lebih bijak lagi
dalam melakukan penanganan kasus COVID-19 ini.

Mencegah dan Menangani Stigma Sosial Seputar COVID-19


Pandemi COVID-19 muncul bersamaan dengan stigma sosial di tengah masyarakat. Namun, hal ini dapat
dicegah dan ditangani bersama oleh individu maupun pihak-pihak terkait.

Di tengah wabah COVID-19, muncul satu fenomena sosial yang berpotensi memperparah situasi, yakni
stigma sosial atau asosiasi negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang yang mengalami gejala
atau menyandang penyakit tertentu. Mereka diberikan label, stereotip, didiskriminasi, diperlakukan
berbeda, dan/atau mengalami pelecehan status karena terasosiasi dengan sebuah penyakit.

Sebagai penyakit baru, banyak yang belum diketahui tentang pandemi COVID19. Terlebih manusia
cenderung takut pada sesuatu yang belum diketahui dan lebih mudah menghubungkan rasa takut pada
“kelompok yang berbeda/lain”. Inilah yang menyebabkan munculnya stigma sosial dan diskriminasi
terhadap etnis tertentu dan juga orang yang dianggap mempunyai hubungan dengan virus ini.

Perasaan bingung, cemas, dan takut yang kita rasakan dapat dipahami, tapi bukan berarti kita boleh
berprasangka buruk pada penderita, perawat, keluarga, ataupun mereka yang tidak sakit tapi memiliki
gejala yang mirip dengan COVID-19. Jika terus terpelihara di masyarakat, stigma sosial dapat membuat
orang-orang menyembunyikan sakitnya supaya tidak didiskriminasi, mencegah mereka mencari bantuan
kesehatan dengan segera, dan membuat mereka tidak menjalankan perilaku hidup yang sehat.

Daripada menunjukkan stigma sosial, alangkah lebih bijak jika kita berkontribusi secara sosial, yaitu
dengan: 1) membangun rasa percaya pada layanan dan saran kesehatan yang bisa diandalkan; 2)
menunjukkan empati terhadap mereka yang terdampak; 3) memahami wabah itu sendiri; dan, 4)
melakukan upaya yang praktis dan efektif sehingga orang bisa menjaga keselamatan diri dan orang yang
mereka cintai.

Pemerintah, warga negara, media, influencer, dan komunitas memiliki peran penting dalam mencegah
dan menghentikan stigma di sekitar kita, khususnya yang diasosiasikan dengan orang-orang dari
Tiongkok dan Asia pada umumnya. Kita semua harus berhati-hati dan bijaksana ketika berkomunikasi di
media sosial dan wadah komunikasi lainnya.

Misalnya, para influencer, pemimpin agama, pejabat publik, selebriti, dan tokoh masyarakat dapat
memperkuat pesan yang mengurangi stigma, mengundang khalayak untuk merenung dan berempati
pada orang-orang yang terstigma, dan mengumpulkan gagasan untuk mendukung mereka.

Rumah sakit, lembaga penelitian, universitas, dan institusi lainnya dapat meluruskan hoaks dengan
fakta-fakta. Stigma sosial bisa terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang COVID-19 (bagaimana
penyakit ditularkan dan diobati, dan cara mencegah infeksi). Yang paling penting untuk dilakukan adalah
penyebaran informasi yang akurat dan sesuai dengan komunitas tentang daerah yang terkena,
kerentanan individu dan kelompok terhadap COVID-19, opsi perawatan, dan di mana masyarakat dapat
mengakses perawatan dan informasi kesehatan. Gunakan bahasa sederhana dan hindari istilah klinis.

Para jurnalis hendaknya menerapkan jurnalisme beretika. Pelaporan jurnalistik yang terlalu fokus pada
tanggung jawab pasien karena mengidap dan “menyebarkan COVID-19” dapat memperburuk stigma.
Sebagai gantinya, media massa bisa mempromosikan konten seputar praktik pencegahan infeksi dasar,
gejala COVID-19, dan kapan harus mencari perawatan kesehatan. Hal ini penting untuk meningkatkan
kewaspadaan dan bukannya menebar kepanikan yang tidak perlu. Selain itu, untuk meredam
kegelisahan sosial, jurnalis juga dapat meliput orang-orang yang telah pulih dari COVID-19 serta para
“pahlawan” untuk menghormati tenaga kesehatan dan komunitas relawan yang berperan baik.

Sebagai seorang individu yang bermasyarakat, berikut hal-hal yang dapat kita lakukan:

Mencegah dan menghentikan stigma di sekitar kita tidak sulit bila semua pihak bersatu padu dalam
berkomitmen untuk tidak menyebarkan prasangka dan kebencian pada kelompok tertentu yang terkait
dengan COVID-19. Mari saling jaga.

Disarikan dari: https://www.unicef.org/media/65931/file/Social%20stigma%20associated%20with


%20the%20coronavirus%20disease%202019%20(COVID-19).pdf

Anda mungkin juga menyukai