Anda di halaman 1dari 2

WHO: Stigma Lebih Berbahaya dari

Virus Corona itu Sendiri


Farah Nabilla 03/03/2020
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus
https://www.msn.com/id-id/berita/dunia/who-stigma-lebih-berbahaya-dari-virus-corona-itu-
sendiri/ar-BB10Fiev

Suara.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar masyarakat tidak

memberikan stigma terkait COVID-19. WHO meminta agar masyarakat menghindari

penggunaan istilah tertentu yang memiliki arti negatif.

Dalam konferensi yang dibagikan melalui akun sosial medianya, WHO menyayangkan

stigma yang telah beredar di masyarakat. "Sangat menyakitkan melihat stigma yang beredar,"

kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO. "Dan sejujurnya, stigma

lebih berbahaya dari virus itu sendiri. Stigma adalah musuh yang paling berbahaya,"

tegasnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar masyarakat berhati-hati terhadap

setiap istilah yang beredar. Seperti istilah "Virus Wuhan", "Virus Cina", "Virus Asia," atau

istilah lain yang menunjukkan identitas tertentu. Istilah-istilah tersebut bisa menimbulkan arti

dan stigma negatif terhadap orang-orang tertentu.

Selain itu, menurut penjelasan WHO, stigma bisa menimbulkan stereotip dan asumsi.

Stereotip ini bisa memperluas ketakutan dan merendahkan seseorang yang telah terpapar

virus corona. Pada tingkat yang lebih parah, stigma bisa membuat seseorang menghindari

pertolongan, pemeriksaan, pengujian, ataupun karantina.

Menurut analisis WHO, masyarakat bisa memberikan stigma terkait dengan COVID-19

sebab corona adalah penyakit baru yang masih belum diketahui. Sementara, masyarakat acap
kali takut akan sesuatu yang belum diketahui. Masyarakat juga mudah mengasosiasikan

ketakutan tersebut dengan hal lain.

Agar kita tidak mudah memberi stigma

1. Gunakan fakta. Stigma bisa menyebar karena pengetahuan yang rendah mengenai

corona. Sebarkan fakta mengenai cara penularan, cara mencegah dan cara mengatasi

corona. Termasuk opsi perawatan dan informasi kesehatan yang bisa diakses dengan

mudah oleh masyarakat, seperti melalui sosial media.

2. Dengarkan tokoh masyarakat yang bisa mengarahkan. Seperti memberi dukungan

atau memberi pesan untuk tidak melakukan pembiaran stigma sesuai dengan keadaan

geografis dan budaya setempat.

3. Perkuat suara dan cerita mengenai orang-orang yang telah sembuh dari corona.

Tindakan ini juga turut mengapresiasi para petugas kesehatan yang telah berjuang.

4. Pastikan bahwa gambaran tentang corona berbeda dengan etnis tertentu. Dengan kata

lain, format penggambaran harus netral dan tidak menunjuk etnis tertentu.

5. Perhatikan etika jurnalisme. Laporan berita yang hanya fokus pada perilaku seseorang

yang telalh terdeteksi virus malah akan menambah stigma. Beberapa media juga

pernah berspekulasi tentang sumber COVID-19 untuk menelusuri pasien pertama di

sebuah negara.

6. Bentuk kelompok atau aliansi untuk membuat gerakan melawan stigma. Lingkungan

yang positif menunjukkan kepedulian dan empati untuk seluruh kalangan.

Anda mungkin juga menyukai