Anda di halaman 1dari 2

Rangkuman Filsafat Bab 4

Nama : Fikri Firmansyah (12517348)


Kelas : 2PA05

MANUSIA SEBAGAI RATIONAL ANIMAL


A. Pendahuluan
Perhatian kepada manusia di Yunani klasik dimulai sejak munculnya para filsuf sofis.
Kata – kata terkenal protagoras man is the measure of all things menegaskan orientasi
pemikiran kepada manusia dan kemampuan – kemampuannya. Para filsuf sofis bertanya
misalnya tentang kemampuan manusia akan pengetahuan.
Dari segi fisik sebagai organisme hidup manusia, hewan, dan tumbuhan mengikuti
hukum biologi yang berlaku untuk sel – sel hidup. Manusia terdiri dari sel – sel hidup yang
sangat kompleks. Sebagai organisme hidup manusia, hewan, dan tumbuhan terdapat proses
metabolisme. Akan tetapi meski terbuat dari atom – atom sehingga manusia secara erat
terkait dengan materi yang membentuk seluruh jagad raya, namun atom – atom yang
membentuk smanusia sangat menakjubkan karena tersusun dalam pola kompleks yang
menjadikan manusia itu melebihi organisme lain (inilah cara pandang komologi baru dari
Copernicus)

B. Nama Rational Animal


Sering diperdebatkan tentang siapa yang pertama kali menggunakan istilah “hewan
berakal budi” (rational animal). Banyak orang mengatakan bahwa definisi rational animal
muncul pertama kali dalam metafisika Aristoteles. Dalam Nicomachean Ethics I.13
Aristoteles hanya mengatakan bahwa manusia (human being) memiliki prinsip rasional.
Berikut dijelaskan secara singkat pandangan tentang Rational Animal menurut Socrates,
Plato, Aristoteles, dan Rene Descrates.

C. Pandangan Socrates
Kodrat manusia, kata socrates, tidak bisa dijelaskan dengan cara yang sama seperti
menjelaskan alam fisik. Benda fisik dapat dijelaskan berdasarkan sifat – sifat objektifnya,
tapi manusia hanya dapat dijelaskan berdasarkan kesadarannya. Kodrat manusia hanya dapat
dikenal dengan cara berfikir dialogis dan dialektis.
Menurut socrates, manusia pada dasarnya tidak memiliki kodrat, karena manusia
adalah makhluk yang tanpa henti mencari dirinya. Manusia harus setiap saat menguji dan
mengkaji secara cermat kondisi – kondisi eksistensinya. Dalam pencarian kritis itulah
terletak nilai sejati kehidupan manusia. Menurut socrates, manusia adalah makhluk yang bila
disodori pertanyaan rasional, akan menjawab secara rasional pula.

D. Pandangan Plato
Pandangan Manusia menurut Plato bersifat dualistik, mengacu pada metafisiknya
yang juga dualistik. Dia mengajarkan tentang dua dunia, yakni dunia Idea dan dunia Materi.
Dunia Idea adalah dunia sejati yang sebenarnya, sedangkan dunia materi adalah bayang –
bayang dunia Idea.
Menurut Plato, manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Tubuh manusia hanyalah
penampakan dari realistis yang sebenarnya yakni jiwa. Identitas manusia tidak berasal dari
tubuh tapi dari karakter jiwanya yang bersifat immaterial (dan nonseksual), yang dapat
terinkarnasi dalam tubuh orang lain. Jadi pada manusia ada pemisahan antara aspek
rasional/spiritual daria spek materi.

E. Pandangan Aristoteles
Aristoteles menolak dualisme Plato, menurut Aristoteles manusia bersifat
hylemorfistik, mengacu pada ajaran Hylemorfisme (hyhle = materi; morphe = bentuk).
Menurutnya manusia adalah kemanunggalan “jiwa-tubuh”. Persatuan jiwa-tubuh itu bersifat
mutlak, artinya yang satu tidak bisa ada tanpa yang lain. Jiwa tidak ada lebih dulu seperti
diajakarn Plato. Oleh sebab itu pada saat kematian ketika tubuh hancur, jiwa juga lenyap,
kata Aristoteles. Jiwa tidak kekal. Ia muncul dari potensi materi. Jadi, kalau materi yang
ditumpanginya hancur, jiwa juga lenyap tenggelam.
F. Pandangan Rene Descrates
Descrates pada dasarnya menolak definisi rational animal. Tetapi ada baiknya kalau
dibahas pendapat descrates dalam kaitan dengan definisi ini. Descrates memang
mengajarkan bahwa manusia terdiri dari dua substansi berbeda, yakni jiwa dan tubuh. Jiwa
adalah pemikiran, tubuh adalah keluasaan (ekstensi). Kedua substansi itu berbeda satu sama
lain. Tapi dia menganggap jiwa lebih unggul dari tubuh sehingga mendefinisikan manusia
sebagai sesuatu yang berpikir, yaitu jiwa (a thinking thing, a mind). Manusia adalah sesuatu
yang meragukan, mengerti, meynagkal, yang menghendaki, yang tidak menghendaki, dan
juga mampu membayangkan, dan memiliki persepsi indra (a thing that doubts, understands,
affirms, denies, is willing, is unwilling, and also imagines and has sense perceptions).

Anda mungkin juga menyukai