Anda di halaman 1dari 8

TUJUH PAKET KEBIJAKAN EKONOMI DAN

KEUANGAN SYARIAH MENGATASI DAMPAK


KRISIS COVID-19

2020
TUJUH PAKET KEBIJAKAN EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH
MENGATASI DAMPAK KRISIS COVID-19
Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mendeklarasikan pandemi yang
diakibatkan virus corona (Covid-19) pada tanggal 11 Maret 2020, lebih dari dua bulan setelah kasus
pertama yang dilaporkan di Wuhan, Cina pada 31 Desember 2019. Dari sisi ekonomi, pandemi ini sangat
besar dampaknya secara global karena berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan, lebih dari 180
negara/kawasan telah melaporkan kasus infeksi Covid-19 (John Hopkins University, 2020; Baldwin &
Mauro, 2020).
Efek negatif pandemi ini dengan cepat juga menyebar ke seluruh dunia, tidak hanya karena secara natural
medis Covid-19 bersifat menular tetapi juga karena mobilitas penduduk dunia dan global value chains
mempunyai tingkat konektivitas yang sangat tinggi. Sekitar 55% pasokan dan permintaan dunia bersumber
dari Cina, Korea, Italia, Jepang, AS dan Jerman yang memiliki kasus Covid-19 yang paling banyak
dilaporkan (Baldwin & Tomiura, 2020).
Di Cina, di mana wabah dimulai, dampak virus Covid-19 pada ekonomi berakibat pertumbuhan melambat
dari 6,1% tahun lalu menjadi hanya sekitar 3,8% tahun ini, dengan catatan pandemi tidak bertambah buruk.
Jika keadaan memburuk pertumbuhan bisa hanya 0,1% tahun ini. JP Morgan memprediksi ekonomi dunia
minus 1,1% di 2020, EIU memprediksi ekonomi dunia minus 2,2% di 2020, Fitch memprediksi ekonomi
dunia minus 1,9% di 2020, IMF memprediksi ekonomi dunia minus 3% di 2020. Bank Dunia
memperkirakan pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sedang berkembang akan melambat
menjadi 2,1% dari skenario dasarnya. Ini lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan ekspansi 5,8% untuk
2019. Menurut Menteri Keuangan, Indonesia sendiri dalam skenario terburuk diperkirakan akan
mengalami pertumbuhan ekonomi minus 0,4%.
Dampak keuangan dari virus Covid-19 juga akan menghentikan usaha hampir 24 juta orang di Asia Timur
dan Pasifik (World Bank, 2020). Di bawah skenario terburuknya, World Bank juga memperkirakan bahwa
hampir 35 juta orang akan tetap dalam kemiskinan, termasuk 25 juta di Cina. Melalui sejumlah skenario,
dengan mempertimbangkan berbagai garis kemiskinan Bank Dunia – berdasarkan definisi kemiskinan
ekstrem, hidup dengan $1,90 sehari atau kurang, hingga garis kemiskinan yang lebih tinggi hidup dengan
kurang dari $5,50 sehari. Dengan kontraksi 20% dalam pendapatan - jumlah orang yang hidup dalam
kemiskinan ekstrem akan meningkat 434 juta orang menjadi 922 juta di seluruh dunia. Skenario yang sama
akan melihat jumlah orang yang hidup di bawah ambang batas $5,50 per hari naik 548 juta orang menjadi
hampir 4 miliar secara global.

Covid-19 dan Physical Distancing: Penurunan aktivitas ekonomi dan dampaknya


Menurut Surico dan Galeotti (2020) dari London Business School, dengan physical distancing ataupun
pengetatan dan pembatasan aktivitas masyarakat lainnya maka terjadi penurunan suplai agregat (AS) dalam
perekonomian sehingga kurva AS bergeser ke kiri dari AS0 ke AS1 yang berakibat terjadi penurunan
produksi dari Q ke Q’.

1
Sumber: London Business School (2020)
Kemudian dengan suasana diam di rumah tersebut, konsumen hanya akan melakukan pembelian barang
yang pokok dengan catatan bisa dilakukan segera sehingga menyebabkan adanya penurunan permintaan
secara agregat (AD) dan menyebabkan pergeseran kurva AD 0 ke AD1 dan produksi turun dari Q’ ke Q”.
Berdasarkan hukum supply dan demand, penurunan permintaan akibat program tetap di rumah (stay at
home) pada gilirannya akaan memicu penurunan jumlah produksi dengan bergesernya AS1 ke AS2 dan dari
Q” menjadi Q”’. Dan seterusnya terjadi reaksi penurunan permintaan sehingga kurva AD1 bergeser ke AD2
dan produksi berkurang kembali ke Q””.

Sumber: London Business School (2020)


Proses penurunan perekonomian yang berantai ini menunjukkan bahwa bencana yang ditimbulkan virus
Covid-19 ini terhadap perekonomian bukan 'hanya' menimbukan guncangan penurunan (besar) pada
fundamental ekonomi riil, namun juga merusak kelancaran mekanisme pasar dan membentuk semacam
‘tembok penghalang’ antara permintaan dan penawaran. Lebih lanjut hal tersebut menimbulkan reaksi
berantai menuju penurunan pada ekonomi riil. Kontraksi dalam pasokan, yang mengarah kepada kontraksi
dalam permintaan, menyebabkan kontraksi dalam pasokan yang pada akhirnya melenyapkan surplus
ekonomi (area berbayang merah di bagan di sebelah bawah).
Mengingat bahwa ketiga aspek: supply, demand dan supply-chain telah terganggu, maka dampak krisis
dirasakan merata ke seluruh lapisan masyarakat dan berhubung ketahanan setiap tingkatan tersebut
berbeda, maka masyarakat ekonomi menengah ke bawah khususnya mikro dan informal dengan
pendapatan harian menjadi yang paling rentan. Dampak di sektor riil tersebut kemudian akan menjalar ke
sektor keuangan karena sejumlah besar investee akan mengalami kesulitan pembayaran kepada
investornya. Dengan dominasi produk keuangan yang berbasis bunga dimana returnnya sudah dipastikan,
sementara di dunia riil hasilnya jelas tidak pasti maka akan terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan
sektor keuangan tertekan (distress). Berbeda dengan produk keuangan syariah yang lebih memiliki
fleksibilitas kontrak antara investee dan investor yang didasarkan atas bagi hasil ataupun jual beli. Dengan

2
demikian krisis pandemi ini kami perkirakan akan makin memperluas kesempatan dan memperkuat peran
ekonomi dan keuangan syariah.
Bagaimana Ekonomi dan Keuangan Syariah Memberikan Solusi?
Covid-19 merupakan pandemi yang mengglobal, hampir sepuruh negara dimana pandemi terjadi terdapat
umat Islam. Sekecil apapun jumlah umat dibanding dengan penduduk suatu negara, tetap umat Islam harus
mampu berkontribusi dalam memecahkan persoalan masyarakat. Dokter Saud Anwar dapat menjadi salah
satu contoh bagaimana umat Islam yang minoritas dapat memberi kontribusi yang bermanfaat. Temuannya
memodifikasi ventilator sehingga bisa digunakan tujuh orang sekaligus, menjadikan sang dokter dijuluki
telah menyelamatkan nyawa banyak pasien yang terkena Covid-19, dan atas temuan itulah warga Amerika
menjulukinya “My Hero”.
Peran umat Islam tentu bisa dilakukan pula di Indonesia, dimana umat Islam sebagai penduduk mayoritas
di negeri ini. Untuk memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi masyarakat, terutama yang terdampak
Covid-19, paling tidak ada tujuh aktivitas yang terkait dengan kegiatan ekonomi. Dalam rekomendasi ini
kami sebut dengan “Tujuh Paket Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak
Krisis Covid-19”, Paket ini diharapkan dapat mengatasi guncangan ekonomi yang terjadi dan bagaimana
seluruh masyarakat bisa berperan dalam memulihkan guncangan tersebut dengan mengedepankan
pencapaian tujuan – tujuan syariah (maqashid syariah).
“Tujuh Paket Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak Krisis Covid-19”
yang kami usulkan adalah sebagai berikut:
1. Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemberian BLT diberikan kepada masyarakat miskin yang tidak
bisa bekerja berdasarkan data jumlah dan baseline kemiskinan oleh BPS melalui pengalihan
penggunaan dana APBN. Pemberian BLT ini diharapkan dapat menjadikan masyarakat tetap terjaga
kebutuhan pokoknya, walaupun tidak memiliki pendapatan tetap. BLT lebih baik dalam bentuk kupon
yang dapat dibelikan kebutuhan pokok ke warung sekitar yang terdampak, sehingga kegiatan UMKM
berjalan kembali.

2. Gerakan Solidaritas Nasional. Gerakan Saling Menolong (Berta’awun) dan Saling Melindungi
(Bertakaful) antar sesama ini sangat diperlukan karena biaya pemulihan krisis akan sangat besar dan
tidak semua mendapatkan alokasi dari dana Negara. Untuk mendukung paket kebijakan ini diperlukan
dukungan berikut ini:
a. Masjid menjadi pusat baitul maal untuk masyarakat sekitarnya dan wajib didaftar sebagai Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) di bawah koordinasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ);
b. Menambah koleksi konten khotbah Jum’at untuk edukasi kepada masyarakat tentang ekonomi dan
keuangan syariah, termasuk zakat, infak, sedekah dan wakaf;
c. Literasi perhitungan zakat melalui pendirian Zakat Centre di masjid dan kampus - kampus;
d. Infrastruktur pengumpulan zakat dan donasi bekerja sama dengan semua sektor;
e. Pelaporan pengelolaan zakat yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan standar akuntansi
PSAK 109 yang sudah berlaku;
f. Kampanye “Aku Suka Infak, Sedekah, Wakaf” dan “Ayo Solider” secara nasional;
g. Harmonisasi Pajak dengan Zakat (zakat sebagai tax credit) dan pengelolaan zakat dengan model
komprehensif oleh OPZ (BAZ & LAZ), diintegrasikan dengan kebijakan fiskal.

Untuk gerakan zakat secara massal, nisab zakat profesi yang saat ini merujuk standar BAZNAS yaitu
Rp. 10.000 x 524 kilo beras, dapat diturunkan misalnya menjadi Rp. 8.000 x 524 kilo beras, sehingga
makin banyak yang dapat dikelompokan menjadi muzaki. Selain zakat, infak harus semakin digerakkan
dan diintegrasikan, dimana pemberdayaan infak masjid dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar masjid.

3
Walaupun masjid-masjid sepi, tetapi dalam era media sosial ini jamaah masjid tetap dapat digerakkan,
khsususnya dalam penghimpunan infak dan sedekah. Dana yang terkumpul serta penghematan
pengelolaan dan pemeliharaan masjid dapat dialokasikan untuk membantu usaha UMKM.

Di level nasional, gerakan solidaritas secara nasional juga sangat diperlukan dengan menggunakan
rekening Covid-19 yang sudah diluncurkan oleh Menteri Keuangan. Pemerintah telah mengalokasikan
dana 405 triliun untuk tambahan APBN dengan alokasi 70 triliun untuk anggaran kesehatan dan
beberapa triliun untuk BLT. Dana ini pastinya tidak akan cukup untuk satu Indonesia yang besar. Untuk
menangani hal ini beberapa negara diantaranya Maroko meluncurkan program al sunduq al tadhamun
alijtimai al wathani atau National Solidarty Fund. Fund ini diprakarsai peluncurannya oleh Raja
Muhammad VI. Raja memberi contoh dengan donasi beberapa triliun kekayaan pribadinya dan
mengajak semua menteri, semua gubernur, semua walikota dan bupati, semua ASN TNI-POLRI
golongan tertentu untuk berpartisipasi.

Bola salju Fund ini terus menggelinding dan mendapat sambutan yang luar biasa dari para pengusaha
nasional, konglomerat dan perusahaan besar. Termasuk diantaranya pengusaha minyak swasta terbesar
yang menyumbang beberapa triliun juga. Menyusul kontribusi perusahaan-perusahaan asing yang
beroperasi di Maroko dan warga Maroko yang bekerja di luar negeri. Untuk menangani Fund ini
ditunjuk Menteri Keuangan sebagai bendahara. Dana keluar masuk serta penggunaannya di umumkan
di televisi (TV) dan media mainstream setiap hari.

Jenis seruan National Solidarity Fund ini diluncurkan secara besar-besaran dapat dipimpin langsung
oleh Bapak Presiden RI dan diumumkan setiap hari di TV serta media mainstream nasional termasuk
akun media sosial milik Bapak Presiden RI, sehingga akan timbul kebanggaan dari setiap donatur yang
menyumbangkannya. Angka yang terhimpun di Maroko saat ini hampir menyamai dana APBN untuk
BLT yang dicadangkan. Dengan demikian pemerintah tidak perlu mengeluarkan Surat Utang Global
jangka panjang hingga 50 tahun lagi seperti yang sudah terjadi.

Penguatan wakaf uang dengan skema waqf linked sukuk perlu ditingkatkan, begitu pula wakaf uang
temporer. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah
termasuk finansial teknologi untuk mempromosikan skema tersebut, yang pada akhirnya akan
digunakan untuk pembangunan infrastruktur berbasis wakaf (rumah sakit, poliklinik, universitas,
pasar) dan perluasan lahan pertanian. Sektor pertanian adalah vital dalam keadaan apapun seperti yang
dikemukakan oleh Imam Asy-Syaibani dalam Kitab Al-Kasb. Hingga saat ini Indonesia sudah berada
di jalur yang tepat dengan dibuktikan bahwa sebanyak 39,68 juta penduduk Indonesia bekerja di bidang
pertanian (BPS, 2017). Namun upah buruh tani belum di tingkat sejahtera. Dengan adanya konsep
wakaf pertanian, akan memperluas potensi di bidang agribisnis syariah.

3. Harmonisasi Pajak dan Zakat. Elemen penting dalam butir ini adalah pada kewajiban zakat vis-à-
vis kewajiban pajak. Hampir seluruh negara Muslim berusaha mengatur keharmonisan kebijakan zakat
dan pajak secara simultan dengan berbagai jenis kebijakan. Seperti di Indonesia, zakat telah diatur
dalam dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang mendefinisikan
zakat sebagai sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sepanjang zakat dibayarkan ke
lembaga zakat resmi. Tujuan pengurangan ini dijelaskan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (3) UU No.
38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang pengurangan zakat dari laba/sisa penghasilan kena
pajak yang pembayar pajak tidak terbebani ganda, yaitu kewajiban membayar zakat dan perpajakan.

4
Masih dalam Pasal 22 UU No. 23 tahun 2011, zakat yang diakui sebagai pengurang pajak adalah zakat
yang dibayarkan oleh para pembayar zakat kepada lembaga resmi, yaitu Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ).

UU No. 36 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
dalam pasal 4 ayat (3) huruf a angka 1 menyatakan bahwa beberapa hal yang tidak termasuk sebagai
penghasilan kena pajak adalah: sumbangan bantuan, termasuk sedekah yang diterima oleh lembaga
zakat atau lembaga amil zakat yang didirikan atau disetujui oleh pemerintah dan para penerima zakat.
Sejak saat itu, zakat diperlakukan sebagai pengurang pajak bruto (tax deductible). Adapun praktik lain
yang memperlakukan pajak sebagai pengurang pajak terutang atau dikenal sebagai tax credit di
Yordania, Sudan, Pakistan Arab Saudi, Kuwait, Mesir dan Malaysia, diperoleh kesimpulan bahwa
hanya Pakistan, Arab Saudi, Kuwait dan Malaysia yang benar-benar memberlakukan penerapan zakat
sebagai faktor pengurang pajak di negaranya. Jika Indonesia siap mengadopsi kebijakan serupa maka
hal – hal di bawah ini perlu dipertegas:
a. Diperlukan kerjasama antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial sebagai otoritas yang
mengatur perpajakan dan pengentasan masalah sosial, Kementerian Agama yang mengatur
peraturan umat beragama di Indonesia serta BAZNAS dan OPZ lainnya yang mengumpulkan dan
mendistribusikan zakat;
b. Kejelasan tentang tarif zakat, persepeluhan serta jenis dana kebajikan umat beragama lainnya;
c. Pengalihan APBN sektor sosial yang berkenaan dengan hak penerima zakat kepada OPZ.

4. Bantuan modal usaha unggulan saat krisis. Ditengah-tengah krisis, seringkali terdapat sektor usaha
yang tetap eksis atau mungkin juga muncul usaha-usaha baru. Usaha ini seringkali tidak dapat
dieksekusi karena keterbatasan dalam permodalan. Oleh karena itu, pemberian modal pada usaha
dijadikan sebagai sarana mengurangi dampak krisis. Pemberian modal ini dapat dilakukan dengan
beberapa alternatif kebijakan dan program, seperti:
a. Memberikan stimulasi tambahan relaksasi perbankan; restrukturisasi atau penangguhan
pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama 6 bulan ke depan;
b. Pendampingan pengelolaan keuangan; pemberian permodalan dapat tidak bermanfaat apabila tidak
dikelola dengan baik. Oleh karenanya, pemberian permodalan harus disertai dengan pendampingan
sehingga dapat dipertanggungjawabkan;
c. Harmonisasi OPZ dan usaha UMKM; Dana yang dikumpulkan oleh OPZ dapat digunakan untuk
memperkuat usaha UMKM. Menyelamatkan usaha UMKM dari krisis dapat dikategorikan ke
dalam baberapa asnaf, sepeti kelompok miskin, berjuang di jalan Allah (fii sabilillah), orang yang
berhutang (gharimin);
d. Pendampingan inovasi dan kreativitas usaha nano. Produk-produk baru, cara-cara baru atau
penggunaan bahan baku baru merupakan salah satu bentuk inovasi yang dapat meningkatkan nilai
tambah kegiatan UMKM yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan mereka.
Perguruan Tinggi sebagai pusat kegiatan keilmuan harus dilibatkan secara aktif dalam proses
inovasi dan kreativitas bisnis.

5. Pinjaman Qardhul Hasan dan CSR. Salah satu produk keuangan syariah yang sangat penting dalam
mendukung pemulihan perekonomian adalah apa yang disebut sebagai pinjaman Qardhul Hasan yaitu
bentuk pinjaman yang tidak mengambil manfaat apapun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan
kembali. Produk ini sangat ideal untuk disalurkan melalui dua pilihan : (1) Lembaga Keuangan Mikro
Syariah untuk membiayai usaha nano yang sumber dananya bisa dari masyarakat umum, maupun dari

5
perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD, (2) Pinjaman langsung tanpa margin untuk usaha
maupun konsumsi yang disalurkan oleh perusahaan baik swasta maupun BUMN/BUMD kepada
karyawan atau mitranya yang sumbernya bisa berasal dari dana Corporate Social Responsibility (CSR)
maupun pos lainnya. Untuk meningkatkan dana CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan
kontribusi CSR yang lebih tinggi dari BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.

6. Peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah. Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai
sistem yang sarat dengan nilai dan sekaligus merupakan petunjuk dari Sang Pencipta diyakini mampu
mewujudkan kegiatan ekonomi yang produktif dalam kerangka keadilan. Untuk itu, masyarakat perlu
diberi pemahaman yang benar tentang ekonomi dan keuangan syariah melalui pendekatan berikut:
a. Gerakan satu keluarga satu duta (melalui santri/murid/mahasiswa yang sekarang sedang
menjalankan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di rumah);
b. Pengadaan bantuan pendidikan ekonomi syariah untuk mahasiswa terkena dampak Covid-19;
c. Pemberian perizinan dan fasilitas bagi Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta untuk menjalankan
program PJJ yang menawarkan program ekonomi syariah dengan penekanan pada pembinaan
akhlak dan tujuan – tujuan syariah (maqashid syariah);
d. Perluasan infrastruktur sambungan internet penunjang PJJ merata seluruh Indonesia secara gratis.

7. Pengembangan finansial teknologi syariah untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara
syariah pada saat yang bersamaan peningkatan fokus di social finance (ZISWAF) di samping
commercial finance. Ini juga termasuk pembangunan market place untuk mengumpulkan pasar
tradisional dan UMKM yang berjumlah hampir 60 juta saat ini, dengan tujuan mempertemukan
permintaan dan penawaran baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Usulan “Tujuh Paket Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak Krisis
Covid-19” disarikan dalam tabel berikut:
No Inisiatif Keluaran Dampak
1 Bantuan Langsung Terjaga kebutuhan pokok. Meningkatnya daya beli
Tunai (BLT) masyarakat, gairah bisnis sektor
usaha dan stabilitas ekonomi
agregat.
2 Gerakan Solidaritas Meningkatkan terkumpulnya dana Penguatan jaringan sosial
Nasional ZISWAF dan dana kebajikan lainnya dengan berbagai macam sumber
di level komunitas dan nasional. dana, maningkatnya level
konsumsi masyarakat, UMKM
bangkit dan penguatan sistem
pencegah krisis di masa depan.
3 Harmonisasi Pajak dan Bertambahnya pengumpulan dana Pengelolaan dana zakat yang
Zakat zakat. lebih baik dalam pengentasan
masalah sosial.
4 Bantuan modal usaha Memberikan stimulus kebangkitan UMKM bangkit dan berdaya
unggulan saat krisis UMKM dengan akad kemitraan saing.
syariah.
5 Pinjaman Qardhul Penumbuhan usaha nano. Munculnya UMKM baru.
Hasan dan CSR
6 Peningkatan literasi Kesadaran untuk bertransaksi secara Tumbuh sumber – sumber
ekonomi dan keuangan syariah secara penuh. ekonomi dan keuangan syariah
syariah yang baru untuk distribusi
ekonomi yang berkeadilan.

6
7 Pengembangan Marketplace yang terintegrasi. Penguatan social finance dan
finansial teknologi commercial finance, UMKM
syariah bangkit merata dan mengglobal.

Program-program di atas, khususnya BLT, Zakat, Infak, Wakaf, CSR, Dana Solidaritas akan meningkatkan
kembali aggregate demand dan aggregate supply ke kanan, diikuti dengan pembangunan pasar daring yang
fokus kepada UMKM yang mempertemukan permintaan dan penawaran, sehingga surplus ekonomi
terbentuk kembali dan membantu percepatan pemulihan ekonomi, seperti yang ditunjukan oleh grafik di
bawah ini:

Sumber: London Business School (2020)


Demikian usulan “Tujuh Paket Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Syariah – Mengatasi Dampak
Krisis Covid-19” ini kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan masukan bagi para pembuat kebijakan.
Kita doakan agar ekonomi Indonesia makin kuat di depannya, dengan syariah. Selamat menyambut Bulan
Suci Ramadhan. Terima kasih atas perhatiannya.

Bogor, 20 April 2020 M/25 Sya’ban 1441 H


Rektor,

Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc., CFP


NIDN. 2117107201 / NIK. 002.013

Tim Pengusul yang merupakan Dosen Tetap Institut Agama Islam Tazkia:
Ascarya, PhD, MBA, MSc
Bayu Taufiq Posumah, PhD
Muhammad Syafii Antonio, PhD, M.Ec
Mukhamad Yasid, PhD, M.Si
Murniati Mukhlisin, PhD, M.Acc, CFP
Rahmat Mulyana, PhD, MM
Luqyan Tamanni, PhD, M.Ec, CFP

Anda mungkin juga menyukai