Tugas Digesti
Tugas Digesti
3) Etiologi Intrahepatik
Penyebab intrahepatik dibedakan menjadi tiga bagian berdasarkan
level obstruksi dan peningkatan resistensi yang berhubungan dengan sinusoid
hepatik. Klasifikasinya adalah presinusoidal, sinusoidal, dan postsinusoidal.
3. Hemoroid
A. Jenis Hemoroid
1) Hemoroid dibedakan antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid ekstern merupakan pelebaran
dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis
mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
2) Venous drainage :
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus saling berhubungan secara
longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari
rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah
ke v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid
eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melelui daerah perineum
dan lipat paha ke v.iliaka.
B. Etiologi :
Sampai saat ini masih belum diketahui pasti, namun dengan beberapa fator
resiku yang mendukung diantaranya ;
Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia sekitarnya.
Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis.
Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus mengangkat
barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun
dan sering mengejan pada waktu defekasi.
Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh
karena ada sekresi hormone relaksin.
Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.
C. Komplikasi :
Hemoroid interna yang mengalami prolaps akan menjadi ireponibel sehingga
tak dapat terpulihkan oleh karena kongesti yang mengakibatkan edema dan
trombosis. Keadaan yang agak jarang ini dapat berlanjut menjadi trombosis
melingkar pada hemoroid interna dan hemoroid eksterna secara bersamaan. Keadaan
ini menyebabkan nyeri hebat dan dapat berlanjut, menyebabkan nekrosis mukosa dan
kulit yang menutupinya. Emboli septik dapat terjadi melalui sistem portal dan dapat
menyebabkan abses hati. Anemia dapat terjadi karena perdarahan ringan yang lama.
Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal dan
apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan, darah yang keluar dapat
sangat banyak.
D. Terapi
1) Non Invasive Treatment
a. Terapi obat-obatan (medikamentosa) / diet
Kebanyakan penderita hemoroid derajat pertama dan derajat kedua
dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi seperti sayur
dan buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun
lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan
berlebihan. Pasien juga harus mendapat edukasi agar jangan mengedan terlalu
lama, membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda, dan minum air putih 8
gelas sehari
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen. Hemoroid interna yang
mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali
secara perlahan disusul dengan tirah baring dan kompres lokal untuk
mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan dengan cairan hangat juga
dapat meringankan nyeri. 6 Obat Hydroksyethylen yang dapat diberikan
dikatakan dapat mengurangi edema dan inflamasi. Kombinasi Diosmin dan
Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan mikro sirkulasi
dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan
memperbaiki permeabilitas kapiler. Ardium diberikan 3x2tab selama 4 hari
kemudian 2x2 selama 3 hari dan selanjutnya 1x1tab.
2) Ambulatory Treatment
a. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati atau larutan
quinine dan urea 5%. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam
jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan
tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik
dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari
garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anoskop. Apabila
penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada
nyeri.Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika
masuk dalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
disuntikan. Terapi ini cocok untuk hemorrhoid interna grade I yang
disertai perdarahan Kontra indikasi teknik ini adalah pada keadaan
inflammatory bowel desease, hipertensi portal, kondisi
immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis hemorrhoid
yang prolaps. Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat penyuntikan
cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat.
Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang
bisa menimbulkan abses.
Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang
makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat
I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah atau prolaps.
b. Ligasi dengan gelang karet
Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II
yang tidak menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi
dapat juga dilakukan pada hemorrhoid derajat III. Hemoroid yang
besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung
ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan
secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Pada
satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi
berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4 minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang
tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang
hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu
hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari. 6,9
c. Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah
sekali. Jika digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian
atas hemoroid pada sambungan anus rektum, maka krioterapi
mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat pada ligasi dengan
gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui sonde dari
mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak
dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan
luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma
rektum yang ireponibel.9
d. Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan
hemoroid tidak mendapat aliran darah yang pada akhirnya
mengakibatkan jaringan hemoroid mengempis dan akhirnya nekrosis. 9
e. Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang
dinamakan photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga
terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Sinar koagulator
infra merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa dan dirubah
menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan di daerah
tersebut. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang
mengalami perdarahan. . Daerah yang akan dikoagulasi diberi local
anestesi terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya
berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat.8
f. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang
berasal dari baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada
hemoroid interna.
g. Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu
menimbulkan nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang
digunakan sebagai penghancur jaringan yaitu radiasi elektromagnetik
berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan diatermi bipolar, selaput
mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi elektromagnetik
berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan. Cara
ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.
3) Terapi Bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga
dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat
sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid
derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong
segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi
yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi
sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan
tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan
rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis
akibat prolapsus mukosa.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah
konvensional (menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (sinar laser
sebagai alat pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip
kerja stapler).
a. Bedah konvensional
c. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse
Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai
diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang
bernama Longo sehingga teknik ini juga sering disebut teknik Longo. Di
Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti
senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat
di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar.
Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan
mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur.
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan
hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini
masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang
semua.
Gambar. 2.1 Internal/External Hemorrhoids
Gambar.2.2 Dilator
Gambar. 2.5
Mucosa Pull
Gambar. 2.6. Staples
Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya tetapi merupakan
trombosis vena hemoroid eksterna yang terletak subkutan di daerah kanalis analis.
Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut misalnya ketika
mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengejan, atau partus. Vena lebar yang
menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi trombosis. Kelainan yang nyeri
sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya
hemoroid interna, kadang terdapat lebih dari satu trombus.
Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis
yang nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiru-biruan, berukuran dari beberapa
milimeter sampai satu atau dua sentimeter garis tengahnya. Benjolan itu dapat
unilobular, dan dapat pula multilokuler atau beberapa benjolan. Ruptur dapat terjadi
pada dinding vena, meskipun biasanya tidak lengkap, sehingga masih terdapat lapisan
tipis adventitiia menutupi darah yang membeku.
Pada awal timbulnya trombosis, terasa sangat nyeri, kemudian nyeri berkurang
dalam waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan berkurangnya udem akut. Ruptur
spontan dapat terjadi diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat pula terjadi
tanpa terapi setelah dua sampai empat hari
4. Perdarahan Peranal
A. Macam perdarahan GIT yaitu perdarahan saluran cerna dapat menunjukkan
manifestasi klinis berupa: melena (tinja berwarna hitam atau seperti ter); hematokezia
(darah segar per rektum berwarna merah cerah atau sedikit gelap); atau hematemesis
(muntah darah dengan material muntahan berwarna merah terang atau merah gelap
seperti bubuk kopi)
Penyebab dari perdarahan saluran cerna bawah pada orang dewasa diantaranya
diverticular disease,inflammatory bowel disease,benign anorectal diasease,
neoplasia, coagulopathy, dan arteriovenous malformation. Sedangkan, penyebab
perdarahan saluran cerna bagian bawah yang sering pada anak-anak yaitu
intussusception, polyps and polyposis syndromes, IBD, dan Meckel diverticulum.
Penyebab lain, yang jarang, juga telah ditemukan, diantaranya adalah perdarahan dari
diverticulosis usus halus, Dieulafoy lesions pada colon dan usus halus, portal
colopathy dengan varices colon dan rectal, endometriosis, solitary rectal ulcer
syndrome, dan vasculitides dengan ulserasi usus halus dan kolon, radiation-induced
disorders, nonsteroidal anti-inflammatory drug–associated disorder, Osler-Weber-
Rendu syndrome, aortoenteric fistula, vasculitis, dan mesenteric ischemia.
1) Divertikulitis
Skin tag anal mempunyai ciri-ciri terdiri dari lipatan kulit yang
berbatasan dengan anus. Ciri-ciri tersebut menghasilkan haemorrhoid
eksternal trombosis, atau jarang dikaitkan dengan penyakit radang usus.
Haemorrhoid internal berada di atas linea dentata yang dilapisi oleh sel epitel
transisional dan slindris.
5) Neoplasma
5. Pankreatitis
Pankreatitis akut adalah peradangan akut, non-bakterial pada organ pankreas.
Pankreatitis terjadi akibat autodigesti enzim pankreas yang teraktivasi. Hal ini
mengakibatkan terjadinya edema, kerusakan vaskuler, perdarahan, dan nekrosis organ
pankreas. Ekspresi yang berlebihan dari sitokin inflamasi seperti interleukin(IL)-1,IL-6,
IL-8, dan tumor necrosis factor (TNF)-α dapat dengan serius merusak sistem
mikrosirkulasi endotelium dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Inflamasi yang
persisten dapat menyebabkan hipoksia dan systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) yang dapat meningkatkan mortalitas dan menjadi pankreatitis akut berat. Sekitar
75-85% penyebab pankreatitis akut dapat diidentifikasi. Obstruksi batu di duktus
koledukus dan alkohol, serta penyebab lainnya. Etiologi pankreatitis akut oleh karena
penyakit biliari dan kecanduan alkohol. Pankreatitis akut oleh karena alkoholik empat kali
lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hiperlipidemia juga dapat menjadi
penyebab pankreatitis akut terutama pada derajat sedang dan berat. Pankreatitis akut
idiopatik pada laki-laki mencapai 16,1% sedangkan pada perempuan mencapai 16.6%.
Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah melakukan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP) yang lebih sering terjadi pada perempuan (6%)
dibandingkan laki-laki (1.8%). Akut pankreatitis lebih banyak berkembang menjadi
pankreatitis derajat ringan dan sedang. Sedikit yang berkembang menjadi bentuk
pankreatitis berat5.Mayoritas kasus pankreatitis akut adalah derajat ringan (61,2%),
derajat sedang (30%), dan derajat berat (8,8%).3Pankreatitis akut dapat menyebabkan
gagal organ multipel atau perubahan nekrotik dari pankreas sehingga meningkatkan
mortalitas dan morbiditas5. Pada pankreatitis akut berat lebih dari 50% menunjukkan
gejala gagal organ pada hari keempat saat dirawat di rumah sakit.Dalam 72 jam11
orangakan berkembang menjadiAcute Kidney Injury (AKI) dan 6 orang akan mengalami
gagal ginjal.Untuk derajat ringan mortalitasnya mencapai 2,22% sedangkan untuk derajat
berat mencapai 45,63%5. Kematian 1-2 minggu pada pankreatitis akut oleh karena gagal
organ multipel. Kematian pankreatitis akut berat pada minggu pertama lebih dari
setengahnya.
Berdasarkan penelitian kohort, mortalitas pankreatitis akut secara keseluruhan
mencapai 2,83% (17 kematian/600 pasien). Untuk derajat berat pankreatitis akut
mencapai 28,3%, sedang 0,6%, dan ringan 0,3%.
A. Etiologi dan Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang
mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks cairan
empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas bervariasi
mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis. Pada pankreatitis
kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis yang mula-
mulaterjadidi sekitar duktus asinus namun kemudian di dalam sel-sel asinar.
B. Patogenesis Pankreatitis
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam
sel-sel asinar pankreas1. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas.
Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab. Obstruksi duktus
pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil
(microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein
(stone protein) dan spasme sfingter Oddipada kasus pankreatitis akibat konsumsi
alkohol. Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi
enzim pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan
lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkoho. Iskemia sesaat dapat
meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada
prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas.Gangguan di
sel asinarpankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang
selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel
endotel) untukmengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating
factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF-, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular
adhesive molecules (ICAM 1) sertavascular adhesive molecules (VCAM) sehingga
menyebabkan permeabilitasvaskular meningkat, teraktivasinya sistem
komplemen,dan ketidakseimbangan sistem trombofibrinolitik(perdarahan). Neutrofil
mempermudah pelepasan superoksida dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D,
dan G; kolagenase; sertaelastase). Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya
gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel
pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula
terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi
lokal maupunsistemik.
Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase
berurutan, yaitu :
a. inflamasi lokal pankreas,
b. peradangan sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS),
c. disfungsi multi organ atau multiorgan dysfunctions (MODS).
Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi
sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflamasidan
antiinflamasi,dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan
dimana sitokin proinflamasi lebih dominan daripada sitokin antiinflamasi (IL-10, IL-1
receptor antagonist (IL-1ra)) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaanyang
terjadi adalah pankreatitis akut berat.
Gambar 1. Patogenesis Pankreatitis
C. Tatalaksana
1) Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan.
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi
dan operasi. Pada tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat
keparahan pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons
terapi. Pasien dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ
perlu dirawat di ruang perawatan intensif.1,7Hidrasi intravena agresif sedini
mungkin, kontrol nyeri, dan bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan
non-operasi. Pankreatitis akut ringan dapat dirawat di rumah tapi
kebanyakan memerlukan perawatan di rumah sakit. Nutrisi dan hidrasi
dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol nyerinya dengan
narkotik oral. Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan sering akibat
muntah, penurunan intake oral, cairan pada ruang ketiga, peningkatan
kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.6Hidrasi akan mencegah
komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi yang agresif dilakukan
dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring hematokrit, BUN, dan
kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat lebih baik
dibandingkan dengan Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih merusak
sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion, serta hiperkloremia
asidosismetabolik.
Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60 sampai 90 menit.
Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya untuk
mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar
BUN. Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.1Pada
kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat diberikan
nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan
atrofi jaringan limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan
sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis lekosit dan fungsi
fagositosis, serta meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat
mempermudah terjadinya translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang
masuk ke dalam sirkulasi.
Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat
menurunkan infeksi, menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek
lama perawatan di rumah sakit dibandingkan melalui nasogastric tube
(NGT). Hal ini karena pemberian nutrisi melalui NGT lebih berisiko
menyebabkan pneumonitis aspirasi dan meningkatkan sekresi enzim.
Nasogastrik dan nasojejunal memiliki keamanan dan efektivitas yang
mirip. Pemberian cairan oral dapat dilakukan bila nyeri sudah terkontrol
atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang dianjurkan yaitu
bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah lemak diet
regular.
Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral. Nutrisi parenteral
dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi enteral
dapat ditunda pada pasien syok,perdarahan gastrointestinal masif,
obstruktif intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat. Sekitar 1/3
pankreatik nekrotik akan mengalami infeksi. Penyebab infeksi terbanyak
yaitu Escherechia coli (34%), Enterococcus (25%), Klebsiella sp. (15%),
Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%),
Pseudomonas (7%), dan Candida sp. (11%). Lebih banyak infeksi
monomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%).
Infeksi dapat pada pankreas (nekrosis infeksi) dan ekstrapankreas
(kolangitis, infeksi yang didapat dari kateter, bakteremia, infeksi saluran
kencing, dan pneumonia). Nekrosis infeksi 27% terjadi dalam 14 hari, studi
lain menunjukkan bahwa setengah dari infeksi dapat terjadi dalam 7 hari
setelah masuk rumah sakit.
Berdasarakan review Cochrane, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara pemberian profilaksis antibiotik dan nonprofilaksis
antibiotik terhadap mortalitas dan nekrosis pankreatitis. Namun pemberian
imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai monoterapi dapat menurunkan infeksi
pankreas.Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena. Sedangkan
menurut The American Gastroenterological Association guidelines
merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi
tidak pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril. Menurut Gang et al,
dalam 10 tahun perawatan 47 dari 80 pasien sukses diobati dengan
pemberian antibiotik pada infeksi nekrosis pankreas. Mortalitas dengan
penggunaan antibiotik hanya 23% jika dibandingkan dengan metode
operasi yaitu mencapai54%.
Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem, quinolon,
metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi. Adanya nekrosis terinfeksiharus
dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-
pankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7–10 hari. Pada
pasien ini diperlukan tindakan aspirasi jarum halus dengan panduan
Ultrasonography (USG) atau CT scan sebagai dasar panduan pemberian
antibiotik atau antibiotik empiris segera diberikan seandainya tidak
dilakukan aspirasi jarum halus. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas sebagai
pedoman pemberian antibiotik yang tepat. Dalam 48-72 jam perawatan
dilakukan monitoring keadaan pasien. Tekanan darah, denyut nadi,
saturasi oksigen, jumlah urin diperiksa setiap satu hingga dua jam.
Kebutuhan cairan tubuh dinilai setiap 6 jam selama 24-48 jam. Jika
terjadi hipotensi, hipoksemia, atau oligouria yang menunjukkan tidak
responsif terhadap pemberian cairan, maka sebaiknya dikirim ke unit
intensif.
Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 4-8 jam, perhatikan adanya
gangguan status mental atau kekakuan pada perut yang dapat
menunjukkan abdominal compartment syndrome atau cairan dalam rongga
ketiga. Pemeriksaan darah lengkap, kalsium, magnesium, glukosa serum,
dan tingkat BUN sebaiknya diperiksa setiap 12 jam (tergantung kondisi
pasien). Computed tomography (CT) awal dilakukan setelah 72-96 jam
dari onset sakit. CT dapat diulang apabila respon terhadap standar terapi
tidak bagus untuk mengevaluasi komplikasi atau perburukan pankreatitis.
Hasil dari pemeriksaan CT dapat dinilai berdasarkan CT Severity Indeks
(CSI). Skor ≥5 menunjukkan mortalitasnya 15 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan skor dibawah 5.
Penatalaksanaan bedah sering dilakukan pada pankreatitis yang
berhubungan dengan batu empedu.Kolesistektomi pada dalam 48 jam setelah
keluhan dapat mengurangi waktu dirawat di rumah sakit. Selain itu,
kolesistektomi yang dilakukan seawal mungkin tidak meningkatkan risiko
komplikasi sekunder dari operasi. Operasi tidak dilakukan pada
pankreatitisakut nekrosis sampai inflamasinya berkurang dan akumulasi cairan
tidak lagi meningkatkan ukurannya.
Penatalaksanaan operasi melalui ERCP berkorelasi dengan
koledokolitiasis. Tetapi konsensus menyarankan pelaksanaan ERCP tidak
rutin dilakukan. Pada kolangitis akut atau serum bilirubin >5 mg/dl ERCP
masih bermanfaat. ERCP dapat digunakan mengidentifikasi disrupsi ductus
pankreatik pada pankreatitis akut berat dan intervensi pada sindrom dislokasi
ductus.
ERCP dapat mengurangi perkembangan pankreatitis akut menjadi
berat jika dilakukan prosedur ini dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit.
ERCP juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kolangitis sebesar
61%. Komplikasi yang ditimbulkan dalam 24 jam setelah dirawat di
rumah sakit dengan ERCP lebih rendahdibandingkan dengan tidak
dilakukan prosedur ini yaitu 15%:54%. Selain itu, ERCP juga dapat
menurunkan morbiditas dan mortalitas pada komplikasi pankreatitis
akut hingga 96,97%. Tetapi sebaiknya prosedur ini tidak dilakukan pada
pankreatitis akut berat. ERCP dengan sphincterotomy dapat menurunkan
mortalitas hingga 4%. Pada pankreatitis akut berat atau nekrosis infeksi
atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan bantuan CT
atau operasi debridement.
Gambar 2. Alur penanganan Pankreatitis
E. Komplikasi
Komplikasi pankreatitis akut dibagi menjadi komplikasi gagal organ dan
sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ yang dinilai sehubungan dengan gagal
organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Frekuensi terjadinya gagal organ pada
pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ multipel (27%), gagal
respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati
(18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).
Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi
dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk
dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut
cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista
pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut,
organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.
Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen,
terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute
collection of peripancreatic fluid. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits
edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun
apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding
inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pancreas.