FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2021 Skill Trauma Assessment Pada penilaian trauma yang harus dilakukan pertama kali oleh penolong adalah menggunakan sarung tangan dan pelindung mata untk menghindari kontak dengan zat tubuh dari korban. Kemudian melakukan evaluasi pada lima area yaitu: 1. Memastikan tempat dan situasi aman dan terkendali 2. Menilai mekanisme luka, apakah terjatuh dari tangga atau kecelakaan kendaraan bermotor 3. Menentukan jumlah dari pasien 4. Meminta bantuan, jika diperlukan 5. Mempertimbangkan keseimbangan atau kondisi dari tulang belakang (spine), menstabilkan antara posisi kepala dan leher Penolong harus mampu untuk melakukan penilaian secara cepat terhadap pasien trauma dengan tiga poin utama yakni: 1. Keadaan umum dari korban, apakah korban dalam keadaan menahan sakit atau tidak 2. Menilai respon korban dan level kesadaran dari korban tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan cara memanggil korban dan melakukan rangsang nyeri pada area sternum korban. 3. Memastikan kondisi kepala apakah ada cedera kepala dan apakah korban dalam kondisi mengancam jiwa. Setelah melakukan 3 poin penilaian tersebut dengan cepat selanjutnya lakukan ABCD (airway, breathing, circulation and disability). Airway atau pembebasan jalan nafas ini yaitu proses membuka jalan nafas pasien dan memastikan bahwa jalan nafas tidak ada sumbatan sehingga jalan nafas dalam keadaan paten. Pada pemeriksaan airway ini dapat dilakukan look, listen and feel. Jika ada sumbatan pada jalan nafas maka dilakukan pembebasan terlebih dahulu, jika tidak ada sumbatan maka dapat langsung ke tahap breathing. Setelah dipastikan kondisi jalan nafas dalam keadaan paten maka selanjutnya yang bisa dilakukan oleh penolong adalah breathing. Pada pasien yang kondisi jalan napasnya paten penolong dapat langsung melakukan pemeriksaan pada nafas seperti menggunakan alat bantu stetoskop apakah ada suara tambahan atau tidak. Ada empat poin yang harus diperhatikan dalam proses breathing ini yaitu: 1. Menilai pernafasan 2. Memastikan bahwa ventilasi cukup 3. Melakukan pengendalian luka yang bisa menyebabkan komplikasi pada pernafasan 4. Kemudian lakukan pemberian terapi oksigen. Setelah diberikan oksigen atau maka langkah selanjutnya yakni circulation. Pada sirkulasi ini penolong harus melakukan pengecekan pada nadi apakah nadi teraba lemah, melakukan pengecekan pada area kulit mulai dari warna, suhu dan kondisi dari kulit tersebut, kemudian melakukan penilaian dan mengontrol perdarahan serta lakukan penanganan segera pada pasien syok. Setelah ABC dilakukan maka selanjutnya yakni disability. Disability adalah penilaian dasar neurologi yang dapat membantu untuk menghitung GCS (glasgow coma scale). Hal ini untuk mengevaluasi respon membuka mata, respon suara dan respon motoric. Selain ABCD penolong juga harus memperhatikan poin E (exposure), poin ini untuk menilai apakah ada luka pada area tubuh korban. Setelah dilakukan ABCD maka dapat dilakukan pemindahan atau transportasi. Transportasi adalah proses untuk memindahkan dari satu tempat ke tempat lain yang lebih aman dan dapat dilakukan penanganan lebih lanjut. Transportasi merupakan salah satu komponen penunjang yang sangat penting. Tehnik pengangkutan yang salah akan berdampak berbahaya bagi korban. Pemindahan korban tidak selalu menggunakan alat transportasi, baik yang sederhan maupun dengan alat transportasi seperti ambulans. Prinsip dasar dalam proses pemindahan korban adalah tidak menyebabkan kondisi korban makin jelek, maka sebelum pemindahan harus mempertimbangkan kondisi korban agar tetap aman dan nyaman bagi penolong, Maka upaya pemindahan korban harus mempertimbangkan: 1. Pemindahan korban dilakukan apabila diperlukan betul dan tidak membahayakan penolong 2. Berikan penjelasan pada korban yang sadar agar kooperatif 3. Libatkan penolong lain 4. Pertolongan pemindahan korban dibawah satu komando 5. Gunakan tehnik mengangkat korban dengan benar Transportasi pasien ini dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi. Transportasi disesuaikan dengan kondisi dari GCS pasien. Melakukan pemilihan transportasi yang sesuai dengan kondisi dan keadaaan dari pasien. Lakukan juga penilaian tanda-tanda vital (pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan darah jika diperlukan dan kadar oksigen dalam darah atau SPO2), minta bantuan teman untuk melakukan hal itu dan lakukan pencatatan kasus. Sebelum melakukan transportasi ini pastikan ketika melakukan semua penilaian dari atas ujung kepala hingga ujung kaki atau lebih dikenal dengan secondary survey. Seiring dengan secondary survey pasien trauma biasanya sering membutuhkan X-Ray dada, X- ray pelvis, dan USG dibagian abdomen. Hal ini akan memudahkan untuk melihat kondisi bagian dalam dari tubuh pasien tersebut. Pada area kepala yang harus diperhatikan yakni semua area kepala dari belakang kepala, area mata, tulang pipi, hidung, mulut, kulit kepala pada bagian telinga, dan juga lakukan pengecekan pada bagian pupil mata (reaktivitas dari pupil, bentuk pupil dan persamaan antara kedua pupil mata). Pengecekan head to toe antara lain: 1. Pada bagian leher lakukan pengecekan pada trakea dan pastikan berada pada tengah leher. Lakukan pengecekan JVP dan lakukan perabaan di bawah spinal. Lakukan juga pengecekan pada bahu. 2. Pada bagian dada lakukan inspeksi pada bagian klavikula, sternum dan lakukan palpasi pada tulang iga untuk mengetahui apakah ada krepitasi atau tidak 3. Untuk mengetahui apakah ada luka memar pada pasien penolong dapat membuka baju korban atau bisa saja dengan mengangkat dan langsung melihatnya 4. Pada bagian abdomen, semua kuadran dilakukan palpasi dan rasakan aakah ada kekakuan 5. Pada bagian pelvis juga dilakukan pemeriksaan kestabilan. 6. Pada ekstremitas juga lakukan pemeriksaan IPPA baik ekstremitas atas maupun bawah. Periksa apakah ada patah tulang atau tidak. 7. Kemudian lakukan pemeriksaan pada bagian nadi, periksa apakah pasien masih merasakan nyeri dan apakah pasien dapat dipindahkan dengan baik 8. Setelah semua dilakukan pengecekan dan dalam keadaan stabil maka dapat dilakukan secondary injuries. 9. Secondary injuries ini merupakan proses pembebatan dan pembidain untuk mengurangi dan menghentikan banyaknya darah yang keluar dari korban. Setelah itu dapat dilakukan logroll pada pasien, jika dua penolong maka satu orang memegang kepala pasien untuk menjaga kestabilan kepala dan memastikan kepala tidak banyak melakukan pergerakan. Penolong yang lain melakukan gerakan memiringkan pasien dengan satu tangan berada pada lengan atas pasien satu tangan berada pada bagian pelvis. Jika tiga penolong satu memegang area kepala hingga leher dan memastikan kestabilannya, satu orang disamping pasien untuk memegang badannya dan satu lagi memegang area pelvis dan tungkai. 10. Lakukan perhitungan 1 2 3 agar saat posisi kepala dan badan dimiringkan bisa secara bersamaan. 11. Setelah pasien berada dalam posisi miring penolong melakukan pengecekan pada area servikal hingga sacrum. Pertahankan kesegarisan kepala dan leher penderita sewwktu orang kedua memeriksa. 12. Kemudian letakkan spine board pada bagian bawah tubuh korban 13. Selanjutnya baringkan kembali korban pada spine board tersebut. pada saat akan membaringkan pasien sebaiknya penolong menghitung secara bersamaan agar kestabilan dari tubuh pasien tetap terjaga. 14. Luruskan tangan dan paha korban agar nyaman saat dilakukan perjalanan. 15. Lakukan penilaian kembali pada korban, dan korban siap dipindahkan. Setelah dilakukan tindakan pemindahan atau transportasi maka penolong harus melakukan dokumentasi atau pencatatan berupa tanggal waktu pertolongan, jumlah korban, evaluasi dan respon pasien serta tanda tangan nama terang peetugas.