.: Jalur Pendidikan
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.
Pendidikan Dasar
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar.
1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat; serta
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Tinggi
1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.
1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Pendidikan Informal
.: Pendidikan Kedinasan
.: Pendidikan Keagamaan
1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masalah Pendidikan di Indonesia(masa orde baru)
[a] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada
aspek kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya
melahirkan generasi yang mengidap split personality, kepribadian yang pecah.
[b] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa
mampu melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing.
[c] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat
yang berdisiplin.
[d] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[e] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak
azasi manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru, Guru negeri di sekolah
lingkungan Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag)
hanya 1 guru negeri untuk 2000 siswa. Anggaran pendidikan dari Pemerintah
misalnya di SMU negeri mencapai Rp. 400.000,-/siswa/tahun, sementara untuk
Madrasah Aliah hanya Rp. 4.000,-/anak/tahun.
[f] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM
dikalahkan oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam
pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.
[g] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah.
[h] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan
dengan semangat bhinneka Tunggal Ika.
[i] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan –yakni
melalui P4 dan PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang telah
melahirkan buahnya yang pahit, yakni:
1. Generasi muda yang langitnya rendah, tidak memiliki kemampuan imajinasi
idealistik.
2. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
3. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
4. Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
5. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
6. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
7. Cendekiawan yang hipokrit,
8. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
9. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
10. Pemimpin-pemimpin daerah yang kebingungan. Bupati daerah minus tetap
mengharap kucuran dari pusat, bupati daerah plus menghambur-hamburkan uang
untuk hal-hal yang tidak strategis.