Anda di halaman 1dari 9

Sistem pendidikan nasional indonesia

Berangkat dari jaman Presiden Soekarno, kemudian Soeharto hingga saat


ini. Sudah beberapa kali system pendidikan Nasional Bangsa ini berubah-
ubah. Namun mengapa tidak pernah selesai. Artinya satu system akan
berhasil apabila dia dituntaskan. Namun apa yang terjadi setiap kali
perubahan Presiden dan Menteri maka berubah pula kebijakan tentang
system pendidikan nasional ini. Padahal system pendidikan Nasional
bukanlah milik Presiden, Menteri ataupun Partai Politik. Lalu sebenarnya
apa yang menjadi tujuan dasar sebuah pendidikan ? Pernahkah anda
berfikir untuk menyekolahkan anak anda semata-mata hanya untuk
mendapat nilai 9 di Raport? Kemudian diakhir sekolah dia menjadi
pengangguran? Atau tidak ada bedanya mendapat angka 5 di raport
namun akhirnya menjadi seorang yang sukses dan terkenal? Disini perlu
diperhatikan tujuan kita untuk sekolah. Sekolah sebagai saran dan tempat
mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang akan membuat kita
mengenal, tahu, dan bisa melakukan hal-hal yang baru dengan cara yang
cerdas dan efisien. Tidak sekedar membina dan mendidik para siswanya
untuk menghadapi Ujian Nasional. Ujian yang akan mempertaruhkan 3
tahun pembelajaran dan jerih payah siswa. Kita menginginkan pemerintah
lebih serius dan cerdas dalam memilih jenis Sistem Pendidikan. Jangan
hanya main comot dari Negara luar yang sudah berhasil system
pendidikannya. Hal ini akan berhasil apabila semua system dan prasarana
yang ada sudah seperti Negara dimana system tersebut diadopsi. Jangan
memaksakan suatu system sementara sarana dan prasarana belum
diperbaharui. Masih banyak gedung sekolah dasar bahkan SLTP yang
masih tidak layak huni. Masih banyak para pengajar kita yang sore
harinya menjadi pemulung, dan malam harinya menjadi tukang ojek
untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. Kalau hal ini masih
terjadi bagaimana seorang Guru bisa berkonsentrasi pada apa yang akan
disampaikan/diajarkan esok harinya sementara malamnya dia tidak
sempat melakukan persiapan gara-gara harus ngojek. System pendidikan
nasional kita sekarang ini masih mengedepankan pada pencapaian
berbasis nilai bukan pada keterampilan dan competency. Sehingga kita
tidak perlu bertanya dan bingung mengapa banyak sarjana yang
nganggur, peserta olimpiade fisika yang tidak lulus Ujian Nasional dan
banyak lagi hal-hal yang menggelikan dari sistem pendidikan ini.
Bersambung..

sumber: Sistem Pendidikan Indonesia


http://id.shvoong.com/humanities/1746550-sistem-pendidikan-
indonesia/#ixzz1HxhRA5Mo
Sistem Pendidikan Nasional
  Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

.: Jalur Pendidikan

Jalur pendidikan terdiri atas: 

1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.

Jalur Pendidikan Formal

Jenjang pendidikan formal terdiri atas:

1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup:

1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.

Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang


pendidikan menengah.

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
wajib mengikuti pendidikan dasar.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar


bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Pendidikan dasar berbentuk: 

1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat; serta
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah
(MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan


dasar. Pendidikan menengah terdiri atas:

1. pendidikan menengah umum, dan


2. pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk:

1. Sekolah Menengah Atas (SMA),


2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan


menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk:

1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.

Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian,


dan pengabdian kepada masyarakat.

Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi,


dan/atau vokasi.
Pendidikan Nonformal

Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang


memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik


dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Pendidikan nonformal meliputi: 

1. pendidikan kecakapan hidup,


2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik.

Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:

1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan


bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program


pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal

Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan


berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan


nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.

.: Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan


dasar.

Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan


formal, nonformal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:

1. Taman Kanak-kanak (TK),


2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:

1. Kelompok Bermain (KB),


2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk


pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

.: Pendidikan Kedinasan

Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan


oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan


dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri
suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan


nonformal.

.: Pendidikan Keagamaan

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok


masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.

Pendidikan keagamaan berbentuk:

1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

.: Pendidikan Jarak Jauh

Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan.

Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada


kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap
muka atau reguler.

Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan


cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional
pendidikan.

.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus   

Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki


tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa.

Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di


daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi
ekonomi.

**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masalah Pendidikan di Indonesia(masa orde baru)
[a] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada
aspek kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya
melahirkan generasi yang mengidap split personality, kepribadian yang pecah.
[b] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa
memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa
mampu melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing.
[c] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat
yang berdisiplin.
[d] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[e] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak
azasi manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru, Guru negeri di sekolah
lingkungan Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag)
hanya 1 guru negeri untuk 2000 siswa. Anggaran pendidikan dari Pemerintah
misalnya di SMU negeri mencapai Rp. 400.000,-/siswa/tahun, sementara untuk
Madrasah Aliah hanya Rp. 4.000,-/anak/tahun.
[f] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM
dikalahkan oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam
pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.
[g] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan
otonomi daerah.
[h] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan
dengan semangat bhinneka Tunggal Ika.
[i] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan –yakni
melalui P4 dan PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang telah
melahirkan buahnya yang pahit, yakni:
1. Generasi muda yang langitnya rendah, tidak memiliki kemampuan imajinasi
idealistik.
2. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
3. Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
4. Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
5. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
6. Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
7. Cendekiawan yang hipokrit,
8. Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
9. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
10. Pemimpin-pemimpin daerah yang kebingungan. Bupati daerah minus tetap
mengharap kucuran dari pusat, bupati daerah plus menghambur-hamburkan uang
untuk hal-hal yang tidak strategis.

Masalah pendidikan pada masa reformasi


1. Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung
dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh.
Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan
dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat
masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban,
mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan soulusi
2. Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari system pendidikan
nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya
mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam
negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output
pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM
kita yag tidakkompetetip hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan sejak
20-30 tahun yang lalu. Untuk mengubah system pendidikan secara radikal juga
punya problem,yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari system
pendidikan yang tidak tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument
pendidikan, bukan tokoh yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak
didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit diputus.
3. Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh
untuk mengubah system pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya
bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook
dibanding melakukan ujicoba system di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya
tenaga pengajar, bukan guru –yang digugu dan ditiru- seperti dalam filsafat
pendidikan nasional kita sejak dulu. Mestinya doctor dan professor bidang
pendidikan tetapmengajar di SD-SLP sehingga mampu melahirkan system
pendidikan berbasis budaya, menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan
menjadi teori, bukan kemudian berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur
pendidikan dari balikmeja berpedoman kepada teori-teori Barat.. Selagi
pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan
mereka pada jenjang pendidikan berikutnya.
4. Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di
APBN menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatifitas depdiknas,
hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.
5. Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat
aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai
banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.
6. Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi
pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa
karena filsafat pendidikannya berbeda.
7. Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran
pendidikan Negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga
untuk sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga
kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan
ini bisa dikermbangkan di sekolah informaldan non formal. Pada satu titiknanti,
gelar-gelar akademik juga tidaklagi relefan.

Anda mungkin juga menyukai