Anda di halaman 1dari 12

MEMAHAMI AYAT-AYAT DAN HADITS NABI TENTANG KESEHATAN

‫ِيم‬ ِ ْ‫هللا الرَّ ح‬


ِ ‫من الرَّ ح‬ ِ ‫ِبسْ ِم‬

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta,
dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran
jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.

Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan yang digunakan untuk menunjuk tentang pentingnya
kesehatan dalam pandangan Islam, yaitu:

Kesehatan yang terambil dari kata sehat;

Afiat.

Keduanya dalam bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata “afiat” dipersamakan dengan kata “sehat”. Afiat diartikan sehat dan kuat,
sedangkan sehat sendiri antara lain diartikan sebagai keadaan segenap badan serta bagian-
bagiannya (bebas dari sakit).

Tentu pengertian kebahasaan ini berbeda dengan pengertian dalam tinjauan ilmu kesehatan, yang
memperkenalkan istilah-istilah kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan masyarakat.

Istilah sehat dan afiat masing-masing digunakan untuk makna yang berbeda , kendati diakui tidak
jarang hanya disebut salah satunya, karena masing-masing kata tersebut dapat mewakili makna yang
dikandung oleh kata yang tidak disebut.

Dalam literatur keagamaan, bahkan dalam hadits-hadits Nabi saw. Ditemukan sekian banyak do’a,
yang menagandung permohonan afiat, disamping permohonan memperoleh sehat.

Dalam kamus bahasa Arab, kata afiat diartikan sebagai perlindungan Allah untuk hamba-Nya dari
segala macam bencana dan tipu daya. Perlindungan itu tentunya tidak dapat diperoleh secara
sempurna kecuali bagi mereka yang mengindahkan petunjuk-petunjuk-Nya. Maka kata afiat dapat
diartikan sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Kalau sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap anggota badan, maka agaknya dapat
dikatakan bahwa mata yang sehat adalah mata yang dapat meliahat maupun membaca tanpa
menggunakan kaca mata. Tapi, mata yang afiat adalah yang dapat melihat dan membaca objek-
objek yang bermanfaat serta mengalihkan pandangan dari objek-objek yang terlarang, karena itulah
fungsi yang diharapkan dari penciptaan mata.

Memahami Ayat-Ayat tentang Kesehatan

QS. Al-Baqarah: 222

ُ ‫ِيض َواَل َت ْق َربُوهُنَّ َح َّتى َي ْطهُرْ َن َفإِ َذا َت َطهَّرْ َن َفأْ ُتوهُنَّ مِنْ َحي‬
ُ ‫ْث أَ َم َر ُك ُم هَّللا‬ ِ ‫ِيض قُ ْل ه َُو أَ ًذى َفاعْ َت ِزلُوا ال ِّن َسا َء فِي ْال َمح‬ َ ‫َو َيسْ أَلُو َن‬
ِ ‫ك َع ِن ْال َمح‬
‫ين‬ َ ْ
َ ‫ين َو ُيحِبُّ ال ُم َتطه ِِّر‬ ‫هَّللا‬
َ ‫إِنَّ َ ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِاب‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Mufradat Ayat

– ‫أَ ًذى‬ : kotoran

– ‫َفاعْ َت ِزلُوا‬ : maka hendaklah kamu menjauhkan diri

– َ ‫ْال ُم َت َطه ِِّر‬


‫ين‬ : orang-orang yang mensucikan diri

Penjelasan Ayat

Ada dua bacaan yang diperkenalkan ayat ini, (‫ )يطهرن‬dan (‫ )يتطهرن‬yang pertama berarti suci, yakni
berhenti haidnya; dan yang keduan berarti amat suci, yakni mandi setelah haidnya berhenti. Tentu
saja yang kedua lebih ketat dari pada yang pertama, dan agaknya lebih baik dan memang lebih suci.

Bertaubat adalah menyucikan diri dari kotoran bathin, sedang menyucikan diri dari kotoran lahir
adalah mandi atau berwudhu. Demikianlah penyucian jasmani dan rohani digabung oleh penutup
ayat ini, sekaligus member isyarat bahwa hubungan seks baru dapat dibenarkan jika haid telah
berhenti dan istri telah mandi.

QS. : Al-Muddatsir: 4-5

)5( ْ‫) َوالرُّ جْ َز َفاهْ جُر‬4( ْ‫ك َف َطهِّر‬


َ ‫َو ِث َيا َب‬

“Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.”

Mufradat ayat:

‫ َوالرُّ جْ َز‬: dan perbuatan dosa.

 ْ‫َفاهْ جُر‬ : tinggalkanlah

Penjelasan Ayat

Kata (‫ )ثياب‬adala bentuk jama’ dari (‫ )ثوب‬yang berarti pakaian. Di samping makna tesebut ia gunakan
juga sebagai majaz dengan makna-makna antara lain hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti keluarga
dan istri.

Kata (‫ )طهّر‬adalah beentuk perintah, dari kata (‫ )طهر‬yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata
ini juga dapat dipahami dalam arti majaz, yaitu menyucikan diri dari dosa dan pelanggaran.

Kata (‫( )الرُّ جْ َز‬dengan dhammah pada ra’) atau ( ‫( )الّرِّ جْ َز‬dengan kasrah pada ra’) keduanya merupakan
cara yang benar untuk membaca ayat ini, dan sebagian ulama’ tidak membedakan arti yang
dikandungnya. Ulama’ yang tidak membedakan kedua bentuk kata tersebut mengartikannya dengan
dosa, sedangkan ulama’ yang membedakannya menyatakan bahwa ar-rujz berarti berhala. Pendapat
ini dipelopori oleh Abu ‘Ubaidah.

Kata (‫ )ف اهجر‬fahjur, terambil dari kata (‫ )هجر‬yang digunakan untuk menggambarkan “sikap
meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya”. Dari akar kata ini dibentuk kata-kata hijrah,
karena Nabi dan sahabat-sahabatnya meninggalkan Mekkah atas dasar ketidaksenangan beliau
terhadap perlakuan penduduknya.

Sedangkan di dalam tafsir al-Azhar dijelaskan bahwa sesudah hati dibulatkan kepada Tuhan,
hendaklah tilik diri sendiri, sudahkah bersih. Sebab itu, maka syarat kedua yang wajib dilengkapkan
sesudah membesarkan dan mengagungkan Tuhan ialah; “Dan pakaian engkau, hendaklah engkau
bersihkan” (ayat 4). Berbagai pula penafsiran ahli tafsir tentang maksud pembersihan pakaian ini.
Tetapi di sini kita ambil saja penafsiran yang sederhana, yaitu sabda Rasulullah saw. sendiri:

ِ ‫اَل َّن َظا َف ُة م َِن اإْل ِ ْي َم‬


‫ان‬

“Kebersihan itu adalah satu sudut dari iman” (HR. Imam Ahmad dan Turmudzi)

Beliau Rasulullah saw. akan berhadapan dengan orang banyak, dengan pemuka-pemuka dari
kaumnya atau dengan siapa saja. Kebersihan adalah salah satu pokok yang penting bagi menarik
perhatian orang. Kebersihan pakaian besar pengaruhnya kepada sikap hidup sendiri. Kebersihan
menimbulkan sikap hidup sendiri. Kebersihan menimbulkan harga diri, yaitu hal yang amat penting
dijaga oleh orang-orang yang hendak tegak menyampaikan dakwah ke tengah-tengah masyarakat.

Pakaian yang kotor menyebabkan jiwa sendiri pun turut kusut masai. Tiap-tiap manusia yang
budiman akan merasakan sendiri betapa besar pengaruh pakaian yang bersih itu kepada hati sendiri
dan kepada manusia yang di keliling kita,

Kemudian datanglah perintah agar memenuhi syarat yang ketiga; “Dan perbuatan dosa hendaklah
engkau jauhi” (ayat lima).

Dalam ayat ini disebut ar-rujza, kita artikan dengan arti yang dipakai oleh Ibrahim an-Nakha’I dan ad-
Dhahhak, yaitu hendaklah engkau jauhi dosa. Tetapi menurut riwayat Ali bin Abu Thalhah yang dia
terima dari Ibnu Abbas; ar-rujza di sini artinya khusus, yaitu berhala.

QS. : Al-A’raf: 31

َ ‫َيا َبنِي آَدَ َم ُخ ُذوا ِزي َن َت ُك ْم عِ ْندَ ُك ِّل َمسْ ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل ُتسْ ِرفُوا إِ َّن ُه اَل ُيحِبُّ ْالمُسْ ِرف‬
‫ِين‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.”

Mufradat Ayat:
– ‫ِزي َن َت ُك ْم‬ : pakaianmu, perhiasan

– ‫َواَل ُتسْ ِرفُوا‬ : dan janganlah kalian berlebih-lebihan

2. Penjelasan Ayat:

Imam Bukhari mengatakan, Ibnu Abbas berkata bahwa makna yang dimaksud ialah “Makanlah
sesukamu dan berpakaianlah sesukamu selagi kau hindari dua pekerti, yaitu, berlebih-lebihan dan
sombong”.

Kata “‫”والَ ُت ْس ِرفُ ْوا‬


َ yakni janganlah kalian memakan yang diharamkan, karena memakan yang
diharamkan merupakan perbuatan berlebih-lebihan.

Sedangkan di dalam tafsir al-Misbah, disebutkan bahwa makna

‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َواَل ُتسْ ِرفُوا‬

adalah dan makanlah makanan yang halal, enak, bermanfaat lagi bergizi, berdampak baik serta
minumlah apa saja yang kamu sukai selama tidak memabukkan, tidak juga mengganggu kesehatan
kamu dan janganlah kamu berlebih-lebihan dalam segala hal, baik dalam beribadah dengan
menambah cara atau kadarnya demikian juga dalam makanan dan minuman apa saja, Karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai. Yakni tidak melimpahkan rahmat dan ganjaran bagi orang-orang
yang berlebih-lebihandalam hal apapun.

Islam, memperhatikan pula kualitas makanan. Tafrit (terlalu menghemat) dan terlalu rakus
merupakan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam:

Terlalu banyak makan akan menyebabkan usus tersiksa dan mengganggu pencernaan, membuat
makanan menjadi masam, kadang-kadang menimbulkan luka, infeksi pada usus besar dan usus dua
belas. Kadang usus menjadi lebih panjang karena menahan makanan, bahkan kelebihan makanan
mampu menembus dinding usus dan melukainya sehingga membahayakan. Semua penyakit ini,
terjadi karena terlalu kenyang.
Makan terlalu kenyang akan mengganggu proses pencernaan, menjadikan proses pencernan
menjadi begitu sulit. Karena itu Rasulullah menganjurkan agar mengatur jarak waktu makan dan
tidak akan makan kecuali lapar.

Rasulullah mensifatkan orang-orang yang berlebih-lebihan dalam makan sebgai orang yang rakus.

Islam tidak menyukai orang yang gemar membusungkan perutnya dan buncit, sebab keduanya akan
menghalangi seorang muslim untuk berjihad dan mematikan semangat kerja.

Di antara gangguan kesehatan yang berbahaya, dan baru ditemukan dewasa ini adalah hubungan
usus besar dengan alat-alat perasa (indra perasa) dalam tubuh, terutama hati. Hal ini yang disebut
pengaruh usus besar terhadap hati. Kondisi usus besar yang penuh dengan makanan akan
menimbulkan gas asam, akhirnya akan mengganggu hati, kadang-kadang menimbulkan kuguncangan
hati, tekanan darah rendah atau sebaliknya tekanan darah tinggi (hipertensi) yang berakibat
menimbulkan berbagai macam penyakit dalam.

Perasaan sakit pada hati disebabkan karena usus besar dikacau-balaukan oleh makanan, dimana ia
tidak mampu mencernanya dengan baik.

Dalam kondisi sakit, terutama demam, maka perut besar memerlukan pelayanan sendiri.

QS. : Al-An’am: 145

‫ير َفإِ َّن ُه ِرجْ سٌ أَ ْو فِسْ ًقا أ ُ ِه َّل ِل َغ ْي ِر‬ َ ‫قُ ْل اَل أَ ِج ُد فِي َما أُوح َِي إِلَيَّ م َُحرَّ مًا َعلَى َطاعِ ٍم َي ْط َع ُم ُه إِاَّل أَنْ َي ُك‬
ٍ ‫ون َم ْي َت ًة أَ ْو دَ مًا َمسْ فُوحً ا أَ ْو َلحْ َم ِخ ْن ِز‬
‫ك غَ فُو ٌر َرحِي ٌم‬ َ ‫اغ َواَل َعا ٍد َفإِنَّ َر َّب‬ ُ ‫هَّللا‬
ٍ ‫ِ ِب ِه َف َم ِن اضْ طرَّ َغي َْر َب‬

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi – karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”.” (QS. Al-An’am: 145)

Kata ( ٌ‫)رجْ س‬
ِ rijs/ kotor mengandung makna yang sangat luas, antara lain kotor lahir maupun bathin,
dosa, pekerjaan yang tidak layak dilakukan dan mengarah pada risiko siksa. Syaikh taqi Falsafi dalam
bukunya Child between Heredity ang Education, mengutip Alexis Carrel, pemenang hadiah Nobel
Kedokteran dalam bukunya Man The Unknown, yang menyatakan bahwa pengaruh campuran
(senyawa) kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum
diketahui secara sempurna karena belum diadakan sendiri percobaan secara memadai. Namun,
tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kualitas makanan dan
kuantitasnya. Nah jika demikian, makanan dan minuman memiliki pengaruh yang besar bukan saja
bagi jasmani manusia tetapi juga bagi perasaan dan jiwanya.
Melalui kata itu, ayat ini bermaksud menjelaskan salah satu hikmah pengharaman babi dan atau apa
yang disebut di atas, yakni bahwa makanan tersebut berdampak buruk dalam jiwa dan prilaku
manusia.

Yang juga menjadi bahasan ulama’ dalam konteks kata itu adalah apakah kata ia pada firman-Nya
çm¯RÎ*sù sesungguhnya ia rijs, menunjuk kepada semua makanan yang diharamkan itu atau hanya
kepada babi. Kalau kepada babi, ini mengandung penekanan tersendiri terhadap keburukan babi.
Memang, seperti komentar para penulis buku “al-Muntkhab fi at-Tafsir”, “Babi termasuk binatang
pemakan segala (omnivora) atau pemakan organik yang sudah mati atau busuk (saprofit)”, termasuk
kotoran manusia dan binatang. Itulah sebabnya mengapa babi mudah menjangkitkan penyakit
kepada manusia.

Ayat ini dipahami oleh Imam Malik sebagai membatasi yang haram dalam batas-batas yang disebut
itu, apalagi masih ada ayat-ayat lain yang turun sesudah ayat ini yang juga memberi pembatasan
serupa, seperti dalam surat Al-Baqarah: 173.

Imam Syafi’i-misalnya- berpegang kepada sekian banyak hadits Nabi yang dinilainya tidak
bertentangan dengan kandungan-kandungan ayat tersebut. Karena walaupun redaksi ayat tersebut
dalam bentuk hasr(pembatasan atau pengecualian), namun itu tidak dimaksud sebagai pengecualian
hakiki.

Di sisi lain, penjelasan tentang haramnya babi seperti dikutip di atas adalah karena rijs (kotor).

Nah, atas dasar inilah dipertemukan hadits-hadits Nabi yang mengharamkan makanan-makanan
tertentu dengan ayat-ayat yang menggunakan redaksi pembatasan di atas. Misalnya hadits yang
mengharamkan semua binatang yang bertaring (buas), burung yang memliki cakar (buas), binatang
yang hidup di darat dan di air, dan sebagainya.

Memahami Hadits-Hadits Nabi tentang Kesehatan

Dalam Kitab Lu’Lu’ wal Marjan

– ، ِ‫ َو َن ْتفُ اإْل بْط‬،ُ‫ َواإْل سْ تِحْ َداد‬، ُ‫ ْال ِخ َتان‬:ِ‫مْس م َِن ْالف ِْط َرة‬
ٍ ‫ اَ ْلف ِْط َرةُ َخمْسٌ أَ ْو َخ‬:‫ عن النبى صلى هللا عليه و سلم قال‬،َ‫حديث أبى هريرة‬
ْ َ
‫ب‬
ِ ‫ار‬ ِ ‫و َت ْقلِ ْي ُم اأْل ظ َف‬.َ
ِ ‫ َو َقصُّ ال َّش‬،‫ار‬
“Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. Bersabda: Tuntunan fitrah itu ada lima (atau: lima dari
tuntunan fitrah) yaitu: khitan, mencukur bulu di sekitar kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong
kuku, dan memotong (menggunting) kumis”. (HR. Bukhari Muslim)

Islam adalah perintis pertama yang berbicara tentang bakteri dan kotoran yang dimasukkan dalam
istilah “khabats” atau “khataya” atau “syaithan”. Sebagai contoh adalah sabda Rasulullah saw.:

‫ان َي ْق ُع ُد َعلَى َما َطا َل َتحْ َت َها‬ َ ‫َقلِّ ْم أَ َظاف َِر‬


َ ‫ك َفإِنَّ ال َّش ْي َط‬

“potonglah kukumu, sesungguhnya syetan duduk (bersembunyi) di bawah kukumu yang panjang” .

Hadits diatas dengan jelas menunjukkan adanya bakteri yang tersembunyi di bawah kuku-kuku,
seperti bakteri thypoeid, desentri atau telur cacing.

Banyak bakteri yang hidup di bawah kuku yang panjang dan kotor. Kondisi semacam ini dapat
menularkan penyakit, yakni ketika kita setelah berak tidak mencuci tangan dengan bersih hingga
bakteri yang ada pada tangan berpindah ke makanan. Di antara penyakit yang dipindahkan adalah
semua penyakit yang dibawa lalat terutama typhoeid, solamania, desentri, keracunan makanan, dan
telur cacing terutama cacing aksoris dan ascaris (cacing gelang, yaitu cacing yang hidup di dalam usus
halus manusia) dan cacing pita dengan segala macamnya.

Inilah sebagian penyakit yang dipindahkan oleh serangga, yang dapat berpindah hanya dengan
menyentuh.

‫اس_ أَل َ َم رْ ُت ُه ْم‬ ُ


– ِ ‫ لَ ْو َل أَنْ أَ ُس َّق َعلَى أ َّمتٍى _اَ ْو َعلَى ال َّن‬:‫ أَنَّ ال ّن ِبىَّ ص لى هللا علي ه و س لم َق ا َل‬،‫حديث أبى هرير َة رضى هللا عن ه‬
‫صاَل ٍة‬
َ ‫بالس َِّواكِ َم َع ُك ِّل‬.ِ

“Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda: Andaikan aku tidak memberatkan pada
umatku (atau pada orang-orang) pasti aku perintahkan (wajibkan) atas mereka bersiwak (gosok gigi)
tiap akan sembahyang. ” (HR. Bukhari Musllim)[12]

Pejelasan:
Syara’ melarang seseorang melakukan shalat sedang pada mulutnya masih terdapat sisa-sisa
makanan, melainkan terlebih dahulu dibersihkan dan berkumur tiga kali. Gigi-gigi dibersihkan dan
sisa-sisa makanan yang ada dikeluarkan, karena sisa-sisa makanan yang tertinggal dalam mulut akan
membusuk, dan apabila masuk di antara gigi-gigi akan menimbulkan infeksi yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan gigi, oleh karena itu dilarang menelannya. Apabila ditinggalkan begitu saja,
akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan juga mengganggu kesehatan gigi. Itulah hikmah
Rasulillah mendorong kita untuk menggunakan siwak (sikat gigi). Rasulullah bersabda:

َ ْ‫ك َم ْط َه َرةٌ ل ِْل َف ِّم َمر‬


ِّ‫ضاةٌ لِلرَّ ب‬ ُ ‫اَلس َِّوا‬

“siwak adalah membersihkan mulut dan mendapat keridhoan Tuhan”

– ْ‫ أَ ْو َع َلى َمن‬،‫ أُرْ سِ َل َعلَى َطا ِئ َف ٍة مِنْ َبنِى إِسْ َرا ِئ ْي َل‬، ٌ‫لطاع ُْو َن ِرجْ س‬ َّ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم “ا‬ ِ ‫ َقا َل َرس ُْو ُل‬:‫ْث أ ُ َسا َم َة بْنُ َز ْي ٍد َقا َل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫َح ِدي‬
‫(و فِى ِر َوا َي ةٍ) اَل ي ُْخ ِر ُج ُك ْم إِاَّل‬ َ
َ .ُ‫ض َوأ ْن ُت ْم ِب َه ا َفاَل َت ْخ ُر ُج ْوا فِ َرارً ا ِم ْن ه‬ َ
ٍ ْ‫ َوإِ َذا َو َق َع ِبأر‬.ِ‫ض َفاَل َت ْقدَ م ُْوا َعلَ ْيه‬ َ
ٍ ْ‫ َفإِ َذا َسمِعْ ُت ْم ِب ِه ِبأر‬،‫ان َق ْبلَ ُك ْم‬
َ ‫َك‬
ْ‫”ف َِرارً ا ِمن ُه‬

Artinya:

1433. Usamah bin Zaid r.a. berkata: “Rasulullah saw. Bersabda: “Tha’un (wabah cacar) itu suatu siksa
yang diturunkan Allah kepada sebagian Bani Isra’il atau atas umat yang sebelummu. Maka bila kamu
mendengar bahwa pentakit itu berjangkit di suatu tempat, janganlah kalian masuk ke tempat itu,
dan jika di daerah di mana kamu telah ada di sana maka janganlah kamu keluar dari daerah itu
karena melarikan diri dari padanya”. ”.

Penjelasan:

Islam meletakkan suatu kaidah kesehatan yang sangat penting untuk mengantisipasi penyakit
menular, seperti kolera, tha’un, dan sopak.

Kaidah-kaidah ini tidak berbeda dengan nilai-nilai sains modern dewasa ini. Apabila kita mengetahui
perkembangan kesehatan, maka kita akan mengetahui jika terjadi wabah kolera, atau sopak di suatu
kota, maka buatlah pengaman di sekitarnya. Kemudian dengan alasan apapun, tak seorang pun
didizinkan memasukinya, kecuali para petugas kesehatan atau orang yang mempunyai kepentingan
di dalamnya, itu pun mesti di bawah pengawasan Departemen Kesehatan.
Suatu ketika Umar bin Khattab hendak mengunjungi Syam bersama para sahabat. Maka Abu
Ubaidah, Gubernur Syam pada waktu itu, keluar untuk menjemputnya di jalan dan menyampaikan
kepadanya bahwa di negeri ini sedang berjangkit wabah penyakit tha’un, maka Umar pun
bermusyawarah dengan para sahabat yang mengikutinya. Di antara mereka ada yang mengusulkan
agar tetap ke Syam dan tidak membatalkan atau tidak lari dari qadar Allah. Sebagian yang lain
mengusulkan agar kembali dan tidak menghadapkan kaum muslimin dan para sahabat itu ke dalam
lingkungan yang terjangkit wabah tha’un itu. Mereka berpendapat bahwa lari dari qadar Allah
kepada qadar Allah.

Akhirnya datang seorang sahabat menyampaikan sebuah hadits yang didengar dari Rasulullah saw.
Maka mereka kembali ke Madinah, sedangkan penduduk Syam diperintahkan agar tidak
meninggalkan daerahnya sehingga wabah itu benar-benar hilang.

Dalam Kitab Shahih Muslim

– ‫ُك ُّل مُسْ ك ٍِر َح َرا ٌم َو ُك ُّل مُسْ ك ٍِر َخ ْم ٌر‬

“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua yang memabukkan adalah khamr.” (HR.
Muslim melalui Ibnu Umar)

Di sisi lain Imam At-Tirmidzi, AN-Nasa’I, dan Abu Dawud meriwatkan melalui sahabat Jabir bin
Abdillah bahwa Nabi saw. bersabda:

‫ما َ اَسْ َك َر َك ِث ْي ُرهُ َف َقلِ ْيلُ ُه َح َرا ٌم‬

“sesuatu yang memabukkan bila banyak, maka sedikit pun tetap haram”. (HR. Imam At-Tirmidzi, AN-
Nasa’I, dan Abu Dawud)

Dari pengertian kata khamr dan esensinya seperti yang dikemukakan di atas, maka segala macam
makanan dan minuman yang terolah atau tidak, selama mengganggu pikiran maka dia adalah haram.

Rasulullah saw. bersabda:

‫هلل َواَل ِب ْال َي ْو ِم اأْل خ ِِر‬


ِ ‫إِضْ ِربْ ِبه َذا ْال َحائِطِ َفإِنَّ َه َذا َش َرابٌ َمنْ اَل ي ُْؤمِنُ ِبا‬.

“Pukulah dia dengan pagar ini sebab minuman ini minuman orang yang tidak beriman kepada Allah
dan hari akhir.”

Minuman keras dapat membangkitkan kangker tenggorokan, di samping menyebabkan pendarahan


di tenggorokan, pembengkakan pembulu darah di pangkal tenggorokan, radang pangkreas, dan lain-
lainya, ada kalanya dapat menyebabkan kematian.

Khamr mempunyai arti setiap minuman yang dihasilkan dari perasan anggur, namun berarti pula
setiap yang memabukkan disebut khamr, karena dapat menutupi dan merusak akal. Rasulullah
mendera peminum khamr sebanyak 40 kali deraan. Umar bin Khattab mencambuknya dengan 80
kali cambukan, menurut hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah pernah
bersabda: “Setiap yang memabukkan itu khamr, dan setiap khamr itu haram”.

Pokok-Pokok Kandungan Ayat dan Hadits


Islam adalah satu-satunya agama yang datang laksana undang-undang dasar, atau protokol-protokol
yang mengatur kedokteran, pengobatan, dan kesehatan masyarakat. Dialah yang pada saat ini
disebut dengan “at-Tibbul Wiqa’i”.

Dalam tinjauan ilmu kesehatan, kesehatan manusia itu dibagi menjadi tiga, yaitu:

Kesehatan fisik

Kesehatan mental

Kesehatan masyarakat

Pokok-pokok yang terkandung dalam syari’at Islam tentang kesehatan adalah sebagai berikut:

Sanitation and personal hygiene (kesehatan lingkungan dan kesehatan), yang meliputi kesehatan
badan, tangan, gigi, kuku, dan rambut. Demikian juga kebersihan lingkungan, jalan, rumah, tata kota,
saluran irigasi, sumur dll.

Epidemiologi (prteventif penyakit menular) melalui karantina, preventif kesehatan, tidak memasuki
suatu daerah yang terjangkit wabah penyakit, tidak lari dari tempat itu, mencuci tangan sebelum
menjenguk orang sakit dan sesudahnya, berobat ke dokter dan mengikuti semua petunjuk preventif
dan terapinya.

Memerangi binatang melata, serangga dan hewan yang menularkan penyakit kepada orang lain.
Oleh karena itu diperintahkan agar membunuh tikus, kala jengking dan musang serta membunuh
serangga yang berbahaya seperti kutu, lalat dan diperintahkan untuk membunuh anjing liar dan
anjing gila.

Nutrition (kesehatan makanan)

Masalah kesehatan makanan ini terbagi ke dalam tiga bagian yaitu:

Menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan jasmani, seperti tumbuh-tumbuhan, daging
binatang darat, daging binatang laut, segala sesuatu yang dihasilkan dari daging, madu, kurma, susu,
dan semua yang baergizi.

Tata makanan. Islam melarang berlebih-lebihan dalam hal makanan, makan bukan karena lapar
hingga kekenyangan, diet ketika sedang sakit, memerintahkan puasa agar usus dan perut besarnya
dapat beristirahat dan tidak berbuka puasa dengan berlebih-lebihan dan melampaui batas.

Mengharamkan segala sesuatu yang berbahaya bagi kesehatan, seperti bangkai, darah, dan daging
babi.

Sex Hygiene (kesehatan seks)

Yakni meliputi hal-hal yang berkaitan dengan seks, kebersihan seks seperti mandi setelah
bersetubuh, istinja’setelah kencing dan berak.

Mental and Psychic Hygiene (kesehatan mental dan jasmani)


Yakni ajaran-ajaran untuk mencegah terjadinya stress, oleh karena itu Islam melarang semua benda
yang dapat menghilangkan kesadaran dan melemahkan daya pikir, seperti khamr.

Korelasi antara Ayat dan Hadits tentang Kesehatan

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta,
dan keturunan bagi umat manusia. Diantara kelima unsur tersebut yang berkaitan dengan kesehatan
adalah jiwa, akal dan jasmani.

Islam bertujuan memelihara jiwa, akal dan jasmani umat manusia. Anggota badan manusia pada
hakekatnya adalah milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya,
bukan untuk disalah gunakan.

Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi di atas, dapat tarik sebuah korelasi (hubungan) bahwa
Islam sangat menekankan tentang kebersihan, baik kebersihan jasmani maupun rohani. Di satu sisi
Allah memerintahkan untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik, di sisi yang lain Allah juga
memerintahkan untuk menjaga kesehatan mental dan jiwa (rohani).

Dalam hal kesehatan jasmani, Islam memerintahkan untuk menjaga kebersihan pakaian (QS. Al-
Muddatsir: 4-5) dan perintah untuk membersihkan badan (hadits tentang lima hal dari fitrah)

Sedangkan dalam hal kesehatan rohani, Islam memerintahkan untuk meninggalkan segala sesuatu
yang dapat merusak akal, seperti khamr dan segala sesuatu yang dapat menghilangkan akal.

Semoga bermanfaat. 🙂

Advertisements

Anda mungkin juga menyukai