Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS Kepada Yth:

Dipresentasikan pada:
Hari/Tanggal :
Jam :

KONKURENSI KANDIDIASIS VAGINAL,


TRIKOMONIASIS DAN
KONDILOMA AKUMINATA PADA
SEORANG WANITA

Oleh :

Ni Wayan Sulianti Siskadewi

Pembimbing :

dr Ni Made Dwi Puspawati, SpKK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2016
PENDAHULUAN
Konkurensi atau istilah concurrent yang berasal dari Bahasa Inggris didefinisikan
sebagai suatu keadaan yang ditemukan secara bersamaan atau simultan.1 Sehingga
pada infeksi menular seksual (IMS), istilah konkurensi dapat mengacu terhadap
suatu keadaan dimana ditemukan lebih dari satu jenis IMS pada suatu waktu.
Dalam suatu studi oleh Choudhry dkk yang melibatkan 275 subyek, sebanyak 102
pasien diidentifikasi mengalami lebih dari satu jenis IMS. Studi ini menemukan
sifilis (48%) sebagai infeksi yang umum berhubungan dengan konkurensi IMS,
diikuti oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (45%) dan infeksi Herpes
Simplex Virus 2 (39,2%). Selain itu, jenis IMS lainnya yang ditemukan berupa
kondiloma akuminata, gonore, infeksi klamidia, trikomoniasis dan infeksi
Candida.2
Kandidiasis vaginal dan trikomoniasis merupakan suatu kondisi IMS yang
sering terjadi secara konkuren. Keduanya memberikan gambaran klinis berupa
duh tubuh vagina namun disebabkan oleh agen infeksi yang berbeda. Kandidiasis
vaginal disebabkan oleh Candida sp sementara trikomoniasis disebabkan oleh
infeksi parasit Trichomonas vaginalis. Kondiloma akuminata (KA) merupakan
infeksi virus yang ditandai dengan proliferasi jinak pada kulit dan mukosa.
Kondiloma akuminata dapat menyerang semua jenis kelamin baik laki-laki
maupun perempuan yang aktif dalam melakukan hubungan seksual. Kondiloma
akuminata merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Human Papilloma
Virus (HPV) tipe tertentu. Penelitian IMS di Indonesia yang dilakukan pada 12
rumah sakit pendidikan tahun 2007-2011 melaporkan bahwa KA merupakan
peringkat tiga terbesar diantara penyakit IMS lainnya. Lebih lanjut, Infeksi-infeksi
ini dapat terjadi secara konkuren, sehingga merupakan hal yang penting untuk
dibahas mengingat pertimbangan pemilihan pemberian agen antimikrobial
berbeda dengan bila hanya salah satu infeksi saja yang dialami oleh pasien.3,4,5,6,7,8
Berikut dilaporkan satu kasus konkurensi beberapa jenis IMS yaitu
kandidiasis vaginal, trikomonas vaginalis dan kondiloma akuminata pada seorang
wanita. Kasus ini dilaporkan untuk memahami hubungan antara konkurensi IMS
yang terjadi dan pilihan pengobatan yang tepat dan sesuai.

1
KASUS
Seorang wanita usia 37 tahun, suku Jawa, warga negara Indonesia, datang ke
poliklinik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tanggal 28 September
2016, dirujuk oleh dokter spesialis kulit dan kelamin dengan keluhan keluar
cairan berwarna putih kekuningan dari kemaluan sejak 2 minggu yang lalu. Cairan
tersebut memiliki konsistensi cair hingga kental, berbuih dan berbau serta
menimbulkan gatal pada vagina. Pasien juga mengeluh gatal dan perih pada area
di sekitar kemaluan disangkal. Keluhan nyeri saat kencing disangkal. Pasien
sering mencuci vagina dengan sabun antiseptik. Pasien juga mengatakan sering
menggunakan pakaian dalam yang ketat. Pasien juga mengeluh timbul benjolan di
kelamin. Benjolan di kelamin dikatakan dialami sejak satu bulan yang lalu.
Awalnya benjolan kecil namun lama kelamaan menjadi besar dan bertambah
banyak. Benjolan ini tidak disertai dengan keluhan nyeri dan gatal.
Sebelumnya pasien sempat berobat ke spesialis kulit dengan keluhan
timbul benjolan di kelamin dan diobati dengan tutul TCA. Riwayat penyakit
infeksi kelamin lainnya seperti bintil berair, luka atau benjolan lainnya disangkal.
Riwayat menderita penyakit lain seperti kencing manis, penyakit keganasan,
penggunaan obat kemoterapi dan kortikosteroid lama disangkal. Riwayat
penggunaan narkoba dengan jarum suntik secara bergantian disangkal. Riwayat
merokok dan konsumsi alkohol juga disangkal.
Pasien belum menikah. Kontak seksual terakhir adalah 1 bulan yang lalu
dengan tunangan tanpa menggunakan kondom. Pasien tidak mengetahui apakah
terdapat keluhan yang sama pada pasangan. Riwayat berganti-ganti pasangan
disangkal oleh pasien sedangkan riwayat berganti pasangan seksual pada
pasangan pasien tidak diketahui. Pasangan pasien saat ini belum disirkumsisi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
kompos mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80x/menit, frekuensi nafas
18x/menit, suhu aksila 36,50C. Pada status generalis pasien didapatkan kepala
normocephali, tidak didapatkan tanda anemia dan ikterus pada kedua mata. Pada
mukosa bibir tidak ditemukan benjolan. Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening. Pada pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan tidak ditemukan adanya

2
kelainan. Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal,
reguler, tidak terdapat murmur. Suara nafas vesikuler, tidak ditemukan adanya
ronkhi ataupun wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam
batas normal. Pada ekstremitas teraba hangat, tidak ditemukan edema.
Pembesaran kelenjar limfe inguinal serta kelenjar keringat maupun penebalan
saraf perifer tidak ditemukan.
Status venereologi lokasi pada labia minor ditemukan papul multipel
sewarna daging, bentuk kubah dengan permukaan halus dan licin ukuran diameter
0,1 – 0,4 cm disertai erosi multipel, batas tegas, bentuk bulat-oval ukuran
diameter 0,5 - 0,8 cm (Gambar 1a). Pemeriksaan inspekulo pada serviks tidak
ditemukan eritema, edema maupun sekret mukopurulen. Pada vagina ditemukan
eritema pada dinding vagina disertai duh tubuh berwarna putih kekuningan,
konsistensi cair-kental dengan jumlah sedang (Gambar 1c).

1a 1b 1c

1d 1e 1f

Gambar 1.Pemeriksaan fisik dan penunjang pada pasien.1a. Papul multipel sewarna kulit pada
labia minor.1b. Pemeriksaan asetowhite pada papul menunjukkan reaksi pemutihan.1c.
Pemeriksaan inspekulo tampak adanya duh tubuh vagina dengan dinding vagina kemerahan.. 1d.
Pemeriksaan gram pada duh tubuh vagina menunjukkan adanya leukosit, blastospora, pseudohifa
dan laktobasilus. 1e. Pemeriksaan KOH pada duh tubuh vagina menunjukkan adanya blastospora

3
dan pseudohifa. 1f. Ditemukan Trichomonas vaginalis pada pemeriksaan sediaan basah
(ditunjukkan dengan tanda panah)

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis untuk keluhan


duh tubuh pada pasien adalah kandidiasis vaginal didiagnosis banding
trikomoniasis dan vaginosis bakteri dan diagnosis untuk keluhan benjolan di
kelamin adalah kondiloma akuminata didiagnosis banding dengan kondiloma lata.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan asetowhite pada benjolan dan ditemukan
reaksi pemutihan (Gambar 1b). Hasil pemeriksaan pH duh tubuh vagina adalah 5,
Whiff test negatif. Pemeriksaan sediaan basah vagina didapatkan leukosit 8-10/lp,
ditemukan Trichomonas vaginalis yang bergerak (gambar 1f). Pemeriksaan
kalium hidroksida (KOH) menemukan adanya blastospora dan pseudohifa.
Pemeriksaan gram duh tubuh vagina didapatkan leukosit 10-15/lpb, blastospora,
pseudohifa dan laktobasilus. Pemeriksaan gram serviks didapatkan leukosit 2-
5/lp, tidak didapatkan diplokokus gram negatif intraseluler dan ekstraseluler.
Diagnosis kerja pada pasien adalah kandidiasis vulvovaginalis,
trikomoniasis dan kondiloma akuminata. Penatalaksanaan pada pasien adalah
klotrimazol suppositoria 500 mg dosis tunggal, metronidazol 2 gram dosis
tunggal dan pemberian agen kaustik asam trikloroasetat (TCA) 80%. Pada pasien
disarankan pemeriksaan pada pasangan, tidak melakukan hubungan seksual
selama pengobatan atau berhubungan seksual dengan pemakaian kondom,
menjaga kelembaban area genitalia dan menggunakan pakaian yang tidak ketat.
Pada pasien direncanakan pemeriksaan histopatologi pada benjolan namun pasien
menolak. Pasien juga direncanakan pemeriksaan VDRL dan TPHA untuk
menyingkirkan diagnosis banding sifilis sekunder (kondiloma lata).
PENGAMATAN LANJUTAN I (tanggal 4 Oktober 2016, hari ke-6)
Pasien tidak mengeluh timbul benjolan baru. Benjolan lama mengecil dan
beberapa sudah menghilang. Keluhan gatal, nyeri atau perdarahan pada benjolan
disangkal. Saat ini keluhan keputihan sudah berkurang, namun kadang-kadang
masih muncul, menimbulkan bercak pada celana dalam dan sedikit berbau.
Keluhan gatal juga berkurang. Riwayat kontak seksual dengan pasangan setelah
pengobatan pertama disangkal.

4
Pemeriksaan status present dan status generalis dalam batas normal. Status
venereologi lokasi pada labia minor masih ditemukan papul multipel sewarna
daging, bentuk kubah dengan permukaan halus dan licin ukuran diameter 0,1 –
0,3 cm disertai erosi bentuk bulat oval ukuran diameter 1 cm. Pemeriksaan
inspekulo ditemukan duh tubuh mukopurulen yang lebih minimal dari
sebelumnya. (Gambar 2a)
Pemeriksaan duh tubuh pasien tidak dilakukan karena saat ini pasien
sedang menstruasi. Pemeriksaan VDRL dan TPHA didapatkan hasil non reaktif.

2a

Gambar 2.Pemeriksaan fisik pada pasien.2a. Papul multipel sewarna kulit pada labia minor
Diagnosis pada pasien adalah follow up kondiloma akuminata (membaik),
kandidiasis vaginal dan trikomoniasis. Penatalaksanaan pada pasien adalah
pemberian tutul TCA 80% pada lesi kondiloma akuminata. Pada pasien tetap
disarankan agar tidak melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan
menjaga kelembaban area vagina.
PENGAMATAN LANJUTAN II (tanggal 13 Oktober 2016, hari ke-15)
Benjolan lama mengecil dan beberapa menghilang. Benjolan baru tidak ada.
Keluhan keputihan sudah jauh berkurang dan rasa gatal sudah tidak dirasakan.
Rasa perih dari vagina juga tidak dirasakan. Tidak terdapat riwayat kontak seksual
selama pengobatan.
Pemeriksaan status present dan status generalis dalam batas normal. Status
venereologi lokasi pada labia minor masih didapatkan papul multipel sewarna
daging, bentuk kubah dengan permukaan halus dan licin ukuran diameter 0,1- 0,2

5
cm disertai erosi multipel bentuk bulat oval ukuran diameter 0,5 - 0,7 cm.
Pemeriksaan inspekulo duh tubuh vagina didapatkan sangat minimal.
Pemeriksaan sediaan basah vagina didapatkan leukosit 5-8/lp, tidak
ditemukan Trichomonas vaginalis, blastospora dan pseudohifa. Pemeriksaan gram
duh tubuh vagina didapatkan leukosit 8 - 10/lp, tidak ditemukan blastospora,
pseudohifa, diplokokus gram negatif, clue cell, basil kokus dan batang gram
negatif. (Gambar 3c)

3c
3a
3b

Gambar 3.Pemeriksaan inspekulo pada pengamatan kedua. 3a. Beberapa masih tampak papul
multipel sewarna kulit pada labia minor dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan
sebelumnya. 3b. duh tubuh mukopurulen didapatkan sangat minimal. 3c. Pemeriksaan gram pada
duh tubuh vagina tidak ditemukan blastospora dan pseudohifa.

Diagnosis pada pasien adalah follow up kondiloma akuminata, kandidiasis


vaginal dan trikomoniasis (membaik). Penatalaksanaan pada pasien adalah
pemberian tutul TCA 80 % pada lesi kondiloma akuminata. Pasien disarankan
kontrol 1 minggu lagi untuk tutul TCA berikutnya sampai dengan lesi
menghilang.
PEMBAHASAN
Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida spp. khususnya
Candida albicans pada vagina dan atau labia minor. Penyakit ini ditandai dengan
keputihan menggumpal seperti susu yang tidak berbau dan disertai rasa gatal.9,10
Faktor risiko kandidiasis bermacam-macam seperti faktor hormonal (kehamilan,
menstruasi dan kontrasepsi hormonal), diabetes melitus, pemakaian antibiotik
jangka panjang, meningkatnya suhu dan kelembaban (pakaian yang ketat dan

6
oklusif), serta imunosupresi. 10 Kandidiasis biasanya didapatkan pada area vulvo-
vaginal dengan keluhan berupa duh tubuh vagina yang bergumpal, disertai rasa
gatal dan terbakar di daerah labia minor. Pemeriksaan penunjang yang paling
sering dikerjakan untuk diagnosis kandidiasis vaginal adalah pemeriksaan sediaan
basah, KOH 10% dan gram pada sekret vagina. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan ditemukannya elemen jamur berupa pseudohifa dan blastospora. Kultur
jamur pada media agar Saboraud dapat dikerjakan apabila pada pasien terdapat
dugaan yang tinggi untuk infeksi Candida namun tidak ditemukan melalui
pemeriksaan mikroskopis.11
Pada kasus, dari anamnesis didapatkan keluhan keputihan sejak 2 minggu
yang lalu. Keputihan berupa cairan berwarna putih kekuningan dari kemaluan
dengan konsistensi cair hingga kental dan berbau serta rasa gatal pada kemaluan
juga dirasakan oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan eritema pada
vagina disertai dengan duh tubuh vagina berwarna putih kekuningan dengan
konsistensi cair hingga kental. Pada pasien juga didapatkan faktor risiko berupa
penggunaan pakaian dalam yang ketat. Dari pemeriksaan sediaan sediaan basah,
KOH 10% dan gram sekret vagina didapatkan adanya elemen jamur berupa
pseudohifa dan blastospora.
Keluhan duh tubuh sulit dibedakan hanya dengan menggunakan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, apalagi konkurensi infeksi cenderung terjadi.
Untuk membantu menegakkan diagnosis secara tepat diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kandidiasis
vaginal adalah pemeriksaan KOH 10% dan gram pada sekret vagina. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan ditemukannya elemen jamur berupa pseudohifa dan
blastospora. Pasien yang diduga mengalami infeksi Candida namun tidak
ditemukan melalui pemeriksaan mikroskopis, dapat dilakukan kultur jamur pada
media agar Saboraud.9 Sedangkan diagnosis vaginosis bakteri ditegakkan melalui
kriteria Amsel yang terdiri dari duh tubuh vagina yang homogen, pH vagina > 4.5,
terdapat clue cell dan Whiff test yang positif.15
Pada kasus, berdasarkan pemeriksaan KOH 10% dan pemeriksaan gram
sekret vagina didapatkan elemen jamur berupa pseudohifa dan blastospora

7
sehingga kandidiasis vaginal dapat ditegakkan. Pada pemeriksaan tidak
ditemukannya clue cell dan Whiff test juga didapatkan negatif sehingga diagnosis
vaginosis bakteri dapat disingkirkan.
Terapi kandidiasis vaginal yang dianjurkan oleh WHO adalah mikonazol
atau klotrimazol 200 mg intravaginal setiap hari selama 3 hari atau dapat
digunakan klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal serta alternatif lainnya
berupa flukonazol 150 mg secara oral dosis tunggal atau itrakonazol 200 mg
secara oral dosis tunggal. Pengobatan lain dapat memberikan nistatin 100.000 IU
intravaginal setiap hari selama 7 hari.11
Pada kasus, pengobatan yang diberikan adalah klotrimazol intra vaginal
suppositoria 500 mg dosis tunggal. Respon pengobatan didapatkan baik setelah
pemberian dengan berkurangnya keputihan dan tidak ditemukannya elemen jamur
pada pengamatan lanjutan kedua.
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada
wanita maupun pria, dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan
seksual.12 Parasit Trichomonas vaginalis akan berpenetrasi ke dalam lapisan epitel
mukosa dan mengalami perlekatan, mengakibatkan kerusakan jaringan dan
inflamasi.13,14 Trichomonas vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada
dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan
subepitel. Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut
terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat
ditemukan di lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di
dalam vagina dan uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda
lain yang terdapat dalam sekret. Faktor risiko terjadinya trikomoniasis diantaranya
adalah usia muda, memiliki pasangan seksual lebih dari satu (multipartner),
penggunaan douching vagina dan kontrasepsi hormonal, penggunaan kondom
yang rendah, riwayat infeksi menular seksual yang lain, higiene perorangan yang
buruk dan status ekonomi yang rendah.12
Pada kasus, dari anamnesis didapatkan faktor risiko berupa penggunaan
kondom yang rendah dan riwayat infeksi menular seksual lainnya.

8
Wanita sering tidak menunjukkan keluhan maupun gejala sama sekali.
Rata-rata hanya 50-75% yang mengeluhkan adanya duh tubuh vagina yang
banyak dan berbau, berwarna kuning atau hijau yang berbau dan berbuih. Gejala
lainnya dapat berupa rasa gatal dan perih pada vulva dan sekitarnya, nyeri saat
kencing dan nyeri pada perut. Pemeriksaan fisik pada vagina dapat terjadi eritema,
edema dan pada serviks dapat dijumpai penampakan strawberrycervix. Wanita
dengan trikomoniasis juga dijumpai peningkatan pH vagina.12,14
Pada kasus didapatkan timbul keputihan yang berwarna putih kekuningan,
berbau, menimbulkan buih dan disertai rasa gatal serta perih di sekitar kemaluan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan eritema pada vagina.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering digunakan untuk diagnosis
trikomoniasis adalah pemeriksaan sediaan basah dari sekret genital dengan
menggunakan mikroskop. Pemeriksaan ini cukup nyaman untuk pasien dan
berbiaya rendah namun sensitivitasnya hanya sebesar 51 - 65%. Pemeriksaan
sediaan basah harus segera dikerjakan karena sensitivitasnya akan menurun
hingga menjadi 20% jika ditunda dalam 1 jam. Diagnosis trikomoniasis
berdasarkan temuan Trichomonas vaginalis yang bergerak.
Pada kasus, berdasarkan pemeriksaan penunjang sediaan basah dari sekret
vagina ditemukan Trichomonas vaginalis.
Terapi trikomoniasis secara sistemik adalah menggunakan derivat
nitroimidazole. Diantara derivat nitroimidazole, metronidazole atau tinidazole
dapat menjadi pilihan terapi terhadap trikomoniasis. Pengobatan sistemik lebih
dianjurkan dibandingkan dengan pengobatan topikal karena Trichomonas
vaginalis sering menginfeksi traktus urogenital. Regimen pengobatan yang
dianjurkan untuk infeksi vagina adalah pemberian metronidazol 2 gram dosis
tunggal atau tinidazole 2 gram dosis tunggal. Metronidazole dapat diberikan
sebanyak 2 x 500 mg selama 7 hari dan tinidazole sebanyak 2 x 500 mg selama 5
hari. Penggunaan metronidazole juga dianjurkan dalam penatalaksanaan
trikomoniasis oleh WHO, terutama karena obat ini tersedia secara luas, tidak
mahal, efektif dan secara umum ditoleransi dengan baik.11,13,16,17

9
Pada kasus, pasien diberikan metronidazole 2 gram dosis tunggal untuk
mengatasi trikomoniasis. Pemantauan satu minggu setelah pemberian terapi
didapatkangejala keputihan yang sangat berkurang tanpa ditemukan lagi
Trichomonas vaginalis.
Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) terutama oleh jenis HPV 6 dan
11. Human Papilloma Virus merupakan golongan DNA papovavirus dengan
diameter 50-55 nm yang dapat menginfeksi lapisan basal epitel. Masa inkubasi
KA adalah 3 minggu dan dapat mencapai 8 bulan. Mikrotrauma pada epitel
genital (area transformasi epitel servik), mengakibatkan paparan sel basal
terhadap jenis HPV yang aktif berproliferasi.4,20 Virus kemudian bereplikasi pada
sel-sel keratinosit stratum granulosum dan spinosum yang berdiferensiasi secara
lengkap (epiteliotrofik), namun selain itu dapat bersifat dorman pada lapisan
epitel sehingga tidak menimbulkan manifestasi klinis sepanjang hidup
penderita.3,21
Penularan infeksi HPV adalah melalui hubungan seksual, baik secara
genital dengan genital, oral dengan genital, maupun genital dengan anal. Faktor
risiko terjadinya infeksi HPV genital meningkat seiring dengan adanya
peningkatan jumlah pasangan seksual pasien maupun pasangan seksualnya,
pasangan yang tidak melakukan sirkumsisi, riwayat merokok, atau adanya faktor
hormonal (kehamilan, menstruasi, konsumsi kontrasepsi oral).22,23 Transmisi
perinatal, yaitu penularan dari ibu dengan KA ke neonatus, juga dapat terjadi.24,25
Pada kasus yaitu wanita usia 37 tahun dengan keluhan benjolan pada
vagina diduga terjadi akibat terjadinya infeksi oleh HPV. Penularan HPV pada
pasien diperkirakan terjadi akibat hubungan seksual. Pada anamesis, riwayat
berganti-ganti pasangan seksual pada pasien disangkal, namun pasien mengaku
telah berhubungan seksual sebelum menikah dengan pasangan tanpa
menggunakan kondom. Sedangkan riwayat berganti pasangan seksual pada
pasangan pasien juga belum diketahui. Pasangan pasien sampai saat ini belum
disirkumsisi. Pasien menyadari munculnya benjolan pada kelamin sejak satu
bulan sebelum pemeriksaan, namun tidak diketahui apakah sebelumnya pasien

10
tidak menyadari munculnya benjolan tersebut mengingat infeksi HPV bersifat
dorman tanpa menimbulkan manifestasi klinis. 26
Pasien dengan KA jarang mengeluhkan adanya gejala selain mengeluhkan
adanya pertumbuhan benjolan atau lesi pada daerah genitalia dan menimbulkan
ketidaknyamanan. Pada pasien kadang-kadang timbul rasa gatal, rasa seperti
terbakar, perdarahan ataupun nyeri saat berhubungan seksual.27 Beberapa bentuk
klinis KA adalah bentuk akuminata (gambaran kembang kol), papular (papul-
papul berbentuk kubah permukaan halus dan licin dengan warna seperti daging),
keratotik dengan lapisan tebal (seperti veruka vulgaris atau keratosis seboroik)
dan berbentuk papul datar seperti makula atau sedikit meninggi.4 Lesi sering
ditemukan di daerah yang mengalami trauma selama hubungan seksual.27 Pada
wanita, lesi anogenital eksterna biasanya terletak pada klitoris, labia minor,
perineum dan perianal. Sedangkan,uretra, mukosa vagina dan serviks merupakan
lokasi lesi anogenital internal.24
Pada kasus, bentuk klinis yang ditemukan adalah bentuk papular dimana
gambaran efluoresensi adalah papul berbentuk kubah dengan permukaan halus
dan licin sewarna daging. Lokasi KA terletak pada labia minor.
Dalam menegakkan diagnosis KA diperlukan suatu anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Dari anamnesis, telah
ditemukan faktor risiko pasien, sedangkan pada pemeriksaan fisik menemukan
gambaran kondiloma berbentuk papular, sehingga langkah terakhir untuk
menentukan diagnosis adalah dengan melakukan pemeriksaan penunjang.
Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan adalah
pemeriksaan acetowhite. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengoleskan asam
asetat 3-5% pada lesi yang dicurigai dan ditunggu dalam sepuluh menit. Bila
positif akan tampak berwarna keputihan pada lesi yang dioleskan. Spesifitas
pemeriksaan ini cukup rendah yaitu sebesar 50-60%, namun dapat mendeteksi lesi
KA subklinis dan menentukan batas pada lesi yang datar.4,7 Meskipun secara
klinis lesi KA mudah untuk dikenali, pada beberapa lesi sulit untuk dibedakan
dengan lesi kondiloma lata. Kondiloma lata merupakan salah satu dari bentuk
klinis sifilis sekunder yang ditandai dengan papul atau plak yang tampak lembab,

11
hipopigmentasi dan maserasi dengan permukaan yang licin. Kondiloma lata
memiliki kemiripan dengan kondiloma akuminata sebagai lesi yang meninggi,
namun terdapat beberapa perbedaan, seperti tampak licin, lembab, dan cenderung
pipih. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologis VDRL dan TPHA
yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas mendekati 100% pada sifilis sekunder
dapat dilakukan.28,29
Pada kasus, pemeriksaan acetowhite menunjukkan hasil positif dan
diagnosis banding kondiloma lata telah dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
serologis VDRL dan TPHA. Walaupun pemeriksaan histopatologi tidak
dikerjakan, namun dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
telah mendukung diagnosis kondiloma akuminata.
Terdapat berbagai metode terapi KA, biasanya pilihan terapi didasarkan
pada jumlah, ukuran, lokasi dan morfologi lesi KA. Kenyamanan pasien,
ketersediaan modalitas terapi, biaya pengobatan, efek samping pengobatan dan
pengalaman dokter juga menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan terapi.
Modalitas terapi KA terdiri dari metode kimia (podofiloks 0,5%, krim imikuimod
5%, 5-fluorourasil, salep sinatekin 15%, tingtur podofilin 15-25% dan asam
triklorasetat 80-90%) dan metode ablatif (eksisi, krioterapi dan
19
elektrokauter). Asam trikloroasetat (TCA) aman digunakan karena tidak diserap
secara sistemik. TCA tidak membutuhkan peralatan khusus karena dapat
diaplikasikan langsung di atas lesi, sehingga mudah digunakan dan biaya lebih
murah. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2010,
konsentrasi TCA yang digunakan untuk terapi kondiloma adalah 80% -
90%.26 Saat diaplikasikan, TCA dapat berpenetrasi dengan cepat dan memberikan
efek kaustik pada kulit, keratin dan jaringan lain. Pengobatan dilakukan seminggu
sekali dan mungkin diperlukan pengobatan 3-4 kali dengan mendapatkan angka
clearance rate sebesar 50-80 % dan tingkat rekurensi 34 %.5 Dalam sebuah studi
oleh Swerdlow dan Salvati, TCA lebih nyaman digunakan oleh pasien dan
memiliki kemungkinan kekambuhan yang minimal dibandingkan yang lain.31

12
Pada kasus dilakukan terapi tutul TCA 80 % pada lesi KA dengan jarak
interval 1 minggu. Setelah pengobatan sebanyak tiga kali,benjolan didapatkan
telah mengecil dan beberapa menghilang.
Prognosis dari kasus adalah dubius karena terjadinya konkurensi beberapa
IMS memiliki risiko rekurensi yang lebih tinggi. Konkurensi antara penyakit IMS
juga dapat meningkatkan predisposisi terhadap kanker anogenital.18 Pasien harus
diberikan edukasi mengenai penyakit serta kemungkinan rekurensi yang dapat
terjadi dan risiko komplikasi. Pasangan pasien pun harus diterapi juga.
Pencegahan penularan penyakit ini adalah penggunaan kondom pada saat
berhubungan seksual dengan pasangan. Banyak pasien baik yang gagal untuk
merespon pengobatan atau terjadi rekuren. Tingkat kekambuhan lebih dari 50%
setelah 1 tahun dihubungkan dengan infeksi berulang dari kontak seksual, masa
inkubasi yang panjang dari HPV, lokasi virus pada lapisan kulit superfisial, virus
yang persisten di kulit, folikel rambut, lesi yang dalam, lesi subklinik dan
Anunderlying immunosuppression.19
SIMPULAN
Dilaporkan satu kasus konkurensi kandidiasis vaginal, trikomoniasis dan
kondiloma akuminata. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, dimana kandidiasis vaginal serta
trikomoniasis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sediaan basah, KOH 10%
dan pemeriksaan gram dan kondiloma akuminata melalui pemeriksaan
acetowhite. Terapi yang diberikan adalah dengan pemberian klotrimazol 500 mg
intravaginal dosis tunggal, metronidazol 2 gram dosis tunggal dan tutul TCA
80%. Pada pengamatan lanjutan didapatkan duh tubuh mukopurulen berkurang
dengan tidak ditemukannya lagi agen penyebab infeksi sementara itu juga lesi
kondiloma akuminata mengecil, beberapa menghilang dan tidak didapatkan lesi
baru. Prognosis pada kasus adalah dubius karena terdapat konkurensi beberapa
infeksi menular seksual yang dapat meningkatkan risiko rekurensi yang tinggi
serta risiko timbulnya kanker anogenital.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Medical dictionary. 2015. Definition of concurrence.Cited from:http://medical-


dictionary.thefreedictionary.com/concurrence (Accessed: 11 November 2016)
2. Choudhry, S., Ramachandran, V.G., Das, S., Bhattacharya, S.N., Moghan, N.S.
Characterization of patients with multiple sexually transmitted infection: A hospital-based
survey. Indian Journal of Sexually Transmitted Disease. 2010; 31(2): 87-91.
3. Kalichman, S.C., Pellowski, J., Turner, C. Prevalence of Sexually Transmitted Co-infection in
People Living with HIV/AIDS. Sex Transm Infect. 2011; 87(3): 183-190.
4. Winer, R.L., Koutsky, L.A. Genital Human Papillomavirus Infection. In: Holmes, K.K.,
Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H.,
eds. Sexually Transmitted Disease. 4th edition. New York: McGraw Hill; 2008, p. 490-501.
5. Murtiastutik, D. Penatalaksanaan Kondiloma Akuiminata. In: Barakbah, J., Lumintang, H.,
Martodiharjo, S., eds. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. 1st ed. Surabaya: Airlangga
University Press; 2007, p.170-80.

14
6. Nelwan S.R., Niode N.J., Kapantow M.G. Profil kondiloma akuminata di Poliklinik kulit dan
kelamin RSUP Prof.DR. R.D. Kandou Manado Periode Januari 2012-Desember 2012.
Ejournal. 2014; 2(1): 1-7.
7. Schalkwyk, J., Yudin, M.H. Vulvovaginitis: Screening for and management of
Trichomoniasis, Vulvovaginal Candidiasis, and Bacterial Vaginosis. J Obstet Gynaecol Can.
2015; 37(3): 266-274.
8. Sobel JD,Subramanian C, Foxman B, Fairfax M, Gygax SE. Mixed vaginitis: More than
coinfection and with therapeutic implication. Curr Infect Dis. 2013;15:104-108
9. Sobel JD. Vulvovaginal Candidiasis. In: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watts DH, eds. Sexually Transmitted Diseases. 4th
edition. New York: McGraw-Hill. 2008. p. 823-39.
10. Kundu RV, and Garg A. Yeast Infections: Candidiasis, Tinea (Pityriasis) Versicolor, and
Malassezia (Pityrosporum) Folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K, eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine, 8th edition. New
York: McGraw-Hill. 2012. p. 2298-311.
11. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Infeksi Menular Seksual. Jakarta:
Kemenkes
12. Daili SF. Trichomoniasis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Keenam. Jakarta: FKUI; 2011. p. 383–4.
13. Hobbs, M.M., Sena, A.C., Swygard, H., Schwebke, J.R. Trichomonas vaginalis and
trichomoniasis. In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N.,
Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H., eds. Sexually Transmitted Disease. 4th edition. New
York: McGraw Hill; 2008, p.771-794.
14. Crucitti, T., Jespers, V., Mulenga, C., Khondowe, S., Vandepitte, J., Buve, A. Non-sexual
transmission of Trichomonas vaginalis in adolescent girls attending school in Ndola, Zambia.
Plos One. 2011; 6(1): 1-5.
15. Hillier, S.L., Marrazzo, J.M., Holmes, K.K. In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E.,
Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H., eds. Sexually Transmitted
Disease. 4th edition. New York: McGraw Hill; 2008, p.737-770.
16. Workowski, K.A., Bolan, G. Sexually Transmitted Diseases Guideline. 2014. Available
at: http://www.cdc.gov
17. Secor, W.E., Meites, E., Starr, M.C., Workowski, K.A. Neglected Parasitic Infections in the
United States: Trichomoniasis. American Society of Tropical Medicine and Hygiene. 2014;
90(5):800-2.
18. Ghosh I, Ghosh P, Bharti AC, Mandal R, Biswas J, Basu P. Prevalence of human
papillomavirus and co-existent sexually transmitted infection among female sex workers, men
having sex with men and injectable drug abusers from Eastern India. Asian Pacific J Cancer
Prev.2012;13:799-802
19. Ghadishah,Delaram.Reference:Condyloma-Acuminata. Cited
from: http://emedicine.medscape.com/article/781735-overview. (Accessed: 12 November
2016)
20. King C.C., Jamieson D.J., Wiener J., Cu-Uvin S., Klein R.S., Rompalo A.M. Bacterial
Vaginosis and the Natural History of Human Papilloma Virus. Infect Dis Obstet Gynecol.
2011;319-35.
21. Rowen, D., Fox, P., Goon, P. Anogenital Human Papillomavirus Infection: Natural History,
Epidemiology. In: Gupta, S., Kumar, B., eds. Sexually Transmitted Infections. 2nd ed.
Elsevier; 2012, p. 360-65.
22. Kirnbauer R, Lenz P.Human Papillomaviruses. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV,
editors. Dermatology. 3rd ed. Elsevier. 2012. p. 1303-21
23. Ault K. A. Epidemiologi and Natural History of Human Papillomavirus Infection in the
Female Genital Tract. Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology. 2006;1-5.
24. Watts, D.H. Pregnancy and Viral sexually transmitted Infection. In: Holmes, K.K., Sparling,
P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen, M.S., Watts, D.H., eds.
Sexually Transmitted Disease. 4th edition. New York: McGraw Hill; 2008, p.1563-76.

15
25. Hitti J., Watts D.H. Bacterial Sexually Transmitted Infections in Pregnancy. In: Holmes K.K.,
Sparling P.F., Stamm W.E., Piot P., Wasserheit J.N., Corey L., Cohen M.S., Watts D. H.,
editors. Sexually Transmitted Diseases. 4thed. New York: McGraw Hill
Companies;2008.p.1529-61.
26. Yenny SW dan Hidayah R. Kondiloma akuminata pada wanita hamil: Salah satu modalitas
terapi. Jurn Kes Andalas. 2013;2(1): 47
27. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European guideline for the management of
anogenital warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11
28. Desphande, D.J., Nayak, C.S., Mishra, S.N., Dhurat, R.S. Verrucous condyloma lata
mimicking condyloma acuminata: An unusual presentation. J Sex Transm Dis. 2009; 30: 100-
2.
29. Sparling, P.F., Swartz, M.N., Musher, D.M., Healy, B.P. Clinical Manifestation of Syphilis.
In: Holmes, K.K., Sparling, P.F., Stamm, W.E., Piot, P., Wasserheit, J.N., Corey, L., Cohen,
M.S., Watts, D.H., eds. Sexually Transmitted Disease. 4th edition. New York: McGraw Hill;
2008, p. 661-684.
30. CDC. Sexually transmitted disease treatment Guidelines. MMWR. 2010; 59: 69-70.
31. Chang GJ, Welton M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and Anal Naoplasia.
Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p. 221-230

16

Anda mungkin juga menyukai