Anda di halaman 1dari 8

1

Article Review

Dampak dan fokus prioritas adaptasi kesehatan masyarakat


terhadap perubahan iklim di masa pandemi COVID-19

Sorra Milwayani Septiyana1


1
Department of Public Health, Graduate School of Public Health, Universitas Alma Ata, Jalan Brawijaya 99, Tamantirto
55183, Yogyakarta, Indonesia

E-mail adress : sorramilwa@almaata.ac.id

Abstract
Background: Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menyebabkan perubahan
gaya hidup pada masyarakat. Selama masa pandemi COVID-19 terjadi lockdown
dibeberapa negara untuk mencegah penyebaran COVID-19. Kebijakan lockdown
dan stay at home menyebabkan perubahan aktivitas dan mobilitas masyarakat yang
terbatas didalam ruangan. Selain upaya adaptasi karena COVID-19, potensial
dampak kesehatan terhadap perubahan iklim juga menjadi fokus utama saat ini.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk beradaptasi secara cepat terhadap keadaan
yang ada terutama terkait dengan perubahan iklim di Indonesia.
Methods: Protokol studi ini menggunakan The Centre for Review and Dissemination
and the Joanna Briggs Institute Guideline. Evaluasi dari artikel penelitian ini
menggunakan Preferred Reporting Item for Systematic Reviews and Meta-Analyses
(PRISMA). Pencarian literatur dalam studi ini menggunakan 3 database yaitu
ProQuest, Science Direct dan PubMed. Pencarian terbatas pada studi yang
melaporkan terkait COVID-19 dan upaya adaptasi kesehatan masyarakat terhadap
perubahan iklim.
Results: Upaya kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan ialah menargetkan
untuk melindungi masyarakat dari COVID-19. Siap siaga dalam menghadapi potensi
bahaya akibat perubahan iklim di 4 sektor prioritas, terutama perubahan iklim yang
dapat memperburuk kondisi kesehatan dan ketahanan pangan di tingkat populasi.

Keywords: Adaptasi perubahan iklim, COVID-19, Dampak perubahan iklim, Kesehatan,


PSBB.

1. PENDAHULUAN
Penyakit menular Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) diawali dengan
munculnya kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China
pada akhir Desember 2019 (1). Kemudian World Health Organization (WHO)
mengumumkan pada tanggal 11 Februari 2020 bahwa COVID-19 merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh Coronavirus jenis baru yaitu Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) (2). Kontak yang
erat dengan pasien terinfeksi COVID-19 akan mempermudah proses penularan
COVID-19 antara manusia. Proses penularan COVID-19 disebabkan oleh
2

pengeluaran droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh


pasien terinfeksi pada saat batuk ataupun bersin. Droplet selanjutnya masuk
menembus paru-paru dan proses infeksi pada manusia yang sehat berlanjut
(3).
Diketahui tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di
berbagai provinsi di China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan (4). Kemudian
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
sejumlah dua kasus. Hingga saat ini, data 28 Januari 2021 menunjukkan kasus
yang terkonfirmasi berjumlah 1.037.993 dan kasus kematian 29.331 (5). Guna
mencegah peningkatan kasus COVID-19, maka berbagai tindakan preventif
mutlak harus dilaksanakan, baik oleh pemerintah ataupun masyarakat.
Beberapa negara mulai menerapkan karantina wilayah, isolasi, dan menjaga
jarak fisik mengikuti jejak China dan rekomendasi WHO untuk mengurangi
penyebaran COVID-19 (6).
Penerapan kebijakan karantina wilayah tersebut menyebabkan
masyarakat untuk tinggal di rumah, bekerja dirumah, melakukan pembelajaran
online dari rumah, dan menjaga jarak fisik (7). Perubahan yang mendadak
tersebut, menyebabkan perubahan besar pada gaya hidup dan perilaku
populasi. Lockdown yang terjadi berdampak pada kurangnya aktivitas fisik
masyarakat di luar ruangan akibat pembatasan aktivitas (8). Selama pandemi
Covid-19, diketahui mobilitas masyarakat di luar ruangan sangat minim akibat
pembatasan-pembatasan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.
Pembatasan dan kebijakan selama pandemi diberlakukan di berbagai
wilayah baik provinsi atau kabupaten/kota, seperti pemberlakuan PSBB
(Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang diberlakukan per wilayah
berdasarkan tingkat keparahan wabah (10). Pelaksanaan PSBB diatur melalui
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar dan Keputusan Presiden (Keppres) No 11 Tahun 2020 tentang
Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Pembatasan dan karantina wilayah tersebut diketahui berkaitan pula
dengan perubahan iklim dan polusi udara. Kualitas udara semakin menurun
akibat peningkatan sumber pencemar udara oleh kegiatan manusia seperti
3

penggunaan kendaraan bermotor, penggunaan batubara, konsumsi bensin dan


solar (9). Perubahan iklim yang terjadi akan berdampak pada berbagai sektor,
sehingga diperlukan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim yang terjadi di
masa pandemi COVID-19.
Tujuan dari studi ini adalah untuk menganalisis rangkuman menyeluruh
mengenai adaptasi kesehatan masyarakat terhadap perubahan iklim di masa
pandemi COVID-19. Selain itu, untuk menjadi acuan intervensi evidence based
dalam menangani perubahan iklim yang terjadi.
2. METODE
Protokol studi ini menggunakan The Centre for Review and
Dissemination and the Joanna Briggs Institute Guideline sebagai panduan
dalam asesmen kualitas dari artikel penelitian yang dirangkum. Artikel
selanjutnya di evaluasi menggunakan PRISMA atau Preferred Reporting Item
for Systematic Reviews and Meta-Analyses. Pencarian literatur dalam studi ini
menggunakan 3 database yaitu ProQuest, Science Direct dan PubMed.
Pencarian terbatas pada studi yang melaporkan terkait dampak dan fokus
prioritas adaptasi kesehatan masyarakat terhadap perubahan iklim di masa
pandemi COVID-19.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dampak perubahan iklim pada berbagai sektor semakin jelas terlihat
saat ini. Perubahan iklim merupakan ancaman terbesar yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan global pada abad ke-21 (11). Laporan
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang mengkaji aspek
ilmiah, sosial ekonomi, penyebab, potensi dampak perubahan iklim serta
strategi menghadapi perubahan iklim melaporkan bahwa perubahan iklim
sudah terjadi hingga periode saat ini. Suhu bumi mengalami peningkatan
selama abad terakhir sebesar 0,8°C dan pemasanan global yang terjadi
menimbulkan semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Periode
musim kemarau dan hujan menjadi tidak menentu menyebabkan estimasi
produksi pangan sulit untuk diprediksi dan berdampak pada ketahanan pangan
nasional (12).
4

Hasil pengkajian berbasis ilmiah terkait ketahanan iklim Indonesia


melaporkan bahwa bahaya perubahan iklim akan berdampak pada 4 sektor
prioritas adaptasi di Indonesia. Sektor tersebut meliputi kelautan-pesisir, air,
pertanian, dan kesehatan. Dampak tersebut yaitu; terjadi peningkatan gas
rumah kaca, peningkatan suhu sebesar 0,45-0,75°C, kenaikan permukaan air
laut sebesar 0,8-1,2 cm/tahun, perubahan curah hujan ± 2,5 mm/hari,
kerentanan pesisir Indonesia sangat tinggi yaitu sekitar 1800 km garis pantai,
penurunan ketersediaan air, kekeringan, produksi padi menurun dibeberapa
wilayah, serta gelombang esktrem meningkat lebih dari 1-4 m yang berdampak
pada keselamatan pelayanan bagi kapal <10 GT (13).
Pada aspek kesehatan, dampak perubahan iklim yaitu; menyebabkan
penyakit infeksi dan penyakit tular air, penyakit saluran pernafasan, kecelakaan,
kercaunan, alergi, kekurangan gizi, penyakit kardiovaskuler, dan heat stroke,
serta penyakit kesehatan jiwa (11). Dampak tersebut akan sangat rentan
dirasakan terutama pada masyarakat yang miskin, paling rentan, daerah
kepulauan khususnya pulau-pulau kecil mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Selain itu, perubahan
iklim, polusi udara, dan pandemi COVID-19 dapat memengaruhi kesehatan
mental (16).
Dampak perubahan iklim bagi kondisi alam Indonesia, diantaranya: (1)
musim kering lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek namun intens
sehingga meningkatkan risiko banjir, (3) variasi musiman dan cuaca ekstrim
meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan, terutama di selatan Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi, (4) kenaikan suhu dan kelembaban tanah akan
berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan, (5) penurunan
kesuburan tanah sekitar 2% sampai dengan 8%, (6) kenaikan permukaan air
laut akan mengancam masyarakat didaerah pesisir, (7) potensi bencana yang
dapat terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang (14).
Faktor perubahan iklim banyak berdampak pada menurunnya kesehatan
dan mempengaruhi sistem pangan, sehingga membuat kerentanan
ketersediaan pangan yang bergizi (15). Adaptasi yang dibutuhkan dalam sistem
pangan dari banyak negara berpenghasilan rendah dan menengah ialah terkait
5

ketahanan pangan, perubahan kondisi alam, ketersediaan air, infrastruktur,


bencana alam, manajemen risiko, dan keuangan (17).
Upaya adaptasi kesehatan masyarakat pada sektor kesehatan ialah
memperkuat dan melindungi ketahanan pangan agar tersedia pangan yang
memadai sebagai landasan pemulihan pasca pandemi. Ancaman kesehatan
global, tidak mengenal batas politik dan memerlukan kerjasama regional jika
ingin ditangani secara efektif. Strategi dan pendekatan dibutuhkan untuk
mengatasi COVID-19 dan krisis iklim. Beberapa dukungan jangka pendek untuk
mengatasi tantangan COVID-19 dapat dikaitkan dengan produksi pangan
berkelanjutan jangka panjang dengan berinvestasi dengan ketersediaan bahan
pangan lokal untuk meningkatkan jangka panjang produktivitas dan ketahanan
pangan (18).
Efek kesehatan dari perubahan iklim dibutuhkan tanggapan bersama
dari semua sektor masyarakat, yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas
rumah kaca dan beradaptasi dengan efek yang sudah ada. Perubahan iklim
mempengaruhi kesehatan manusia melalui penularan penyakit dan peristiwa
ekstrim terkait iklim, seperti gelombang panas, banjir, topan, dan kebakaran
hutan. Kemampuan untuk mendeteksi dan merespon dengan cepat keadaan
darurat kesehatan tersebut penting untuk meminimalkan efek wabah penyakit
menular, serta kejadian ekstrim terkait perubahan iklim (19).
Beradaptasi terhadap perubahan iklim merupakan prioritas yang
mendesak bagi Indonesia saat ini (14). Ditambah lagi, Indonesia dan dunia
sedang dihadapkan oleh pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai. Ancaman
perubahan iklim menambah tantangan yang ada dihadapan kita
4. KESIMPULAN
Dalam menghadapi potensi bahaya akibat perubahan iklim. Upaya
kesehatan masyarakat yang dapat dilakukan ialah menargetkan untuk
melindungi masyarakat dari Covid-19 dan strategi kesiapsiagaan untuk
melindungi 4 sektor prioritas yaitu kelautan-pesisir, air, pertanian, dan
kesehatan. Dalam hal ini pemerintah pusat, kementerian dan perencanaan
nasional perlu bertindak segera dan membuat strategi dalam penanganan
masalah iklim dengan mitigasi dan adaptasi. Mitigasi ialah upaya melakukan
6

pengurangan secara terukur terhadap sumber penyebab perubahan iklim akibat


dari aktivitas manusia. Sedangkan adaptasi ialah melakukan pengurangan
secara terukur terhadap kelangsungan hidup manusia.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyelesaian artikel ini.

Referensi
1. Tong Y, Ph D, Ren R, Med M, Leung KSM, Ph D, et al. new england
journal. 2020;1199–207.

2. World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19)


and the virus that causes it [Internet]. Geneva; 2020. Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-
2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-
and-the-virus-that-causes-it

3. Shereen MA, Khan S, Kazmi A, Bashir N, Siddique R. COVID-19


infection: Origin, transmission, and characteristics of human
coronaviruses. J Adv Res [Internet]. 2020;24:91–8. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.jare.2020.03.005

4. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of


patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497–506.

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Info Infeksi Emerging


Kementerian Kesehatan RI [Internet]. 2020. Available from:
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/

6. World Health Organization. Statement on the second meeting of the


International Health Regulations (2005) Emergency Committee regarding
the outbreak of novel coronavirus (2019-nCoV). 2020.

7. World Health Organization. Considerations for Quarantine of Individuals


in the Context of Containment for Coronavirus Disease (COVID-19):
7

Interim Guidance, 19 March 2020. Geneva; 2020.

8. Häfner S, Zierer A, Emeny RT, Thorand B, Herder C, Koenig W. Social


isolation and depressed mood are associated with elevated serum leptin
levels in men but not in women. Psychoneuroendocrinology.
2011;36:200–9.

9. Fitrilia I, Hanifa S. Abaikan Polusi Udara sebabkan penurunan kualitas


hidup. 2019;35(4).

10. Muhyiddin. Covid-19, New Normal, dan Perencanaan Pembangunan di


Indonesia. J Perenc Pembang Indones J Dev Plan. 2020;4(2):240–52.

11. World Health Organization. Cop24 Special Report Health and Climate.
2018;

12. Legionosuko T, Madjid MA, Asmoro N, Samudro EG. Posisi dan Strategi
Indonesia dalam Menghadapi Perubahan Iklim guna Mendukung
Ketahanan Nasional. J Ketahanan Nas. 2019;25(3):295.

13. Environmental Systems Research Institute. Kajian Basis Ilmiah -


Ketahanan Iklim. 2019.

14. Yogica R. Kebijakan Penanganan Masalah Perubahan Iklim Dengan


Strategi Mitigasi Dan Adaptasi. 2018;108–12.

15. Elsevier. Climate change and COVID-19 : reinforcing Indigenous food


systems. 2020;4.

16. Marazziti D, Cianconi P, Mucci F, Foresi L, Chiarantini I, Della A. Science


of the Total Environment Climate change , environment pollution ,
COVID-19 pandemic and mental health. Sci Total Environ [Internet].
2021;773:145182. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.145182

17. Elsevier. What can COVID-19 teach us about responding to climate


change? 2020;4.

18. Negev M, Dahdal Y, Khreis H, Hochman A, Shaheen M, Jaghbir MTA.


Regional lessons from the COVID-19 outbreak in the Middle East: From
8

infectious diseases to climate change adaptation. 2020

19. Cai W, Zhang C, Suen HP, Ai S, Bai Y, Bao J, et al. The 2020 China
report of the Lancet Countdown on Health and climate change. 2020.

Anda mungkin juga menyukai