Anda di halaman 1dari 45

PERSIAPAN INSTRUMENT UNTUK

OPERASI ATRESIA ANI


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Instrumen
Dosen Pengajar : Hj. Endang Suartini, S.ST, M.KM

Disusun Oleh :

KELOMPOK 14

Friska Namira
Nurulita Prihasti
Ratna Nursyifa Lestari
Shinta Rizki Wulandari

TINGKAT 2B/ SEMESTER 3

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah Instrumen dengan judul “PERSIAPAN INSTRUMENT
UNTUK OPERASI ATRESIA ANI” dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami
mengucapkan terima kasih kepada :

1.    Ibu Hj. Endang Suartini, S.ST, M.KM., selaku Dosen Mata Kuliah Instrumen.
2.    Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 10 Juli 2018

Kelom
pok 14

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN TEORI.......................................................................... 4
2.1 Pengertian Atresia ani....................................................................... 4
2.2 Etiologi Atresia ani............................................................................ 4
2.3 Klasifikasi/Jenis Atresia ani.............................................................. 5
2.4 Patofisiologi Atresia ani.................................................................... 8
2.5 Manifestasi Klinis Atresia ani........................................................... 9
2.6 Diagnosis Atresia ani........................................................................ 10
2.7 Komplikasi Atresia ani...................................................................... 10
2.8 Penanganan Secara Preventif............................................................ 11
2.9 Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 11
2.10 Penatalaksanaan Bedah Atresia ani................................................. 12
2.11 Rehabilitasi Dan Pengobatan.......................................................... 20
BAB III PENUTUP......................................................................................... 24
3.1 Simpulan ........................................................................................... 24
3.2 Saran ................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... iii

ii
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Ganong, William F 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta: EGC.
Laparatomi. http://bedahumum.wordpress.com Diakses 10 Juli 2018, Pukul 13.00 WIB
Sjalnsuhidajat de Jong.2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC
Wasunna, Ambrose 2003. Penatalaksanaan Bedah Umum di Rumah Sakit. Jakarta:EGC
 

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usus besar terdiri atas colon, rectum dan anus. Didalam colon tidak terjadi
pencernaan. Sisa makanan yang tidak dicerna didorong ke bagian belakang
dengan gerakan peristaltic. Air dan garam mineral diabsorbsi kembali oleh
dinding colon yaitu colon ascendens. Sisa makanan berada pada colon selama 1
sampai 4 hari. Pada waktu pembusukan dibantu oleh bakteri E. Coli. Selanjutnya
dengan gerakan peristaltic, sisa makanan terdorong sedikit demi sedikit ke tempat
penampungan tinja yaitu di rectum. Apabila lambung dan usus halus telah terisi
makanan kembali akan merangsang colon untuk melakukan defekasi (reflek
gastrokolik). Peregangan rectum oleh feses akan mencetuskan kontraksi reflek
otot-otot rectum dan keinginan BAB pada saat tekanan rectum meningkat sampai
sekitar 18 mmHg. Apabila tekanan ini mencapai 15 mmHg, sfingter interior
maupun eksterior melemas dan isi rectum terdorong keluar. Sebelum tekanan
yang melemaskan sfingter eksterior tercapai, terjadilah kontraksi otot-otot
abdomen (mengejan), sehingga membantu reflex pengosongan rectum yang
teregang (Ganong, 2002).
Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di
mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau
tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara
tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum,
atau bagian diantara keduanya, adapun pengertian atresia ani yang lain adalah
(malformasi anorektal/ anus imperforate) adalah bentuk kelainan konginetal yang
menunjukan keadaan tidak ada anus, rectum yang buntu terletak di atas muskulus
levator ani pada bayi (agenesis rectum). Dalam istilah kedokteran atresia itu
sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau
organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Jika atresia terjadi maka

1
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti
keadaan normalnya.
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,
adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran 
yang dapat muncul sebagai penyakit tersering  yang merupakan syndrom
VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Slatter (1993)
memberikan terminologi  untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar
malformasi kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan
bagian yang paling sempit tetapi normal dari ampula rekti. Menurut definisi ini
maka sambungan anorektal terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang
dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat
hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit. Penggabungan dari epitilium
disini adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut dan
disinilah letak linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini
terjadi perubahan epitelium columner ke stratified squamous cell.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Konsep Teori Atresia Ani ?
2. Bagaimana Persiapan Instrumen Untuk Operasi Atresia Ani?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini :
1.      Untuk mengetahui Konsep Teori Atresia Ani yang meliputi (Pengertian,
Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Diagnosis, Gambaran
Klinis, Komplikasi, Penanganan Prventif, pemeriksaan Penunjang,
penatalaksanaan, Rehabilitasi, Pengobtan, Lampiran)
2.      Untuk mengetahui Persiapan Instrumen Untuk Operasi Atresia Ani.

2
1.4 Manfaat Penulisan
Diharapkan kepada penulis dan pembaca dapat memperoleh informasi dalam
mengembangkan teori dalam penanganan masalah atresia ani yang lebih
maksimal. Dan untuk tenaga kesehatan mampu mengenali instrumen-instrumen
yang digunakan untuk operasi Atresia Ani.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Atresia ani


Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana
tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya
anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada
daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau bagian
diantara keduanya. (Betz, dkk. 2002)
Jadi, Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk
kelainan bawaan yang menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak
sempurnanya bentuk anus.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan, dan adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.

2.2 Etiologi Atresia ani


Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
A. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan

pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.


B. Putusnya saluran pencernaan dari atas sampai dengan dubur.
  

C. Adanya gangguan dan berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,

rectum bagian distal dan traktus urogenitalis yang terjadi antara minggu ke-4
sampai ke-6 usia kehamilan.
D. Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan embrional
  

dan     fetal yang dipengaruhi berbagai faktor seperti : faktor genetik, faktor
kromosom,     faktor mekanis, faktor hormonal, faktor obat, faktor radiasi,
faktor gizi dan     gangguan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.

4
2.3 Klasifikasi/Jenis Atresia ani

a. Secara Fungsional
1) Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok
ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina
atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
2) Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk
menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera.
b. Berdasarkan Letak
1) Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
2) Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3) Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
c. Klasifikasi Wingspread
1) Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin

5
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke
uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan
letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada
perempuan. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi
pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar 
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan,
lubangnya terletak lebih anterior dari letak anus normal,
tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang

6
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi
(Grosfeld, 2006).

Gambar 2. Malformasi anorektal pada laki-laki


2) Jenis Kelamin Perempuan
 Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga
sebaiknya dilakukan kolostomi.
- Fistel rektovestibular 
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita
mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum

7
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur  jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus
yang buntu menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat
yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 3. Malformasi anorektal pada perempuan

2.4 Patofisiologi Atresia ani


Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan

8
rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang
jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genito urinari dan struktur anorektal.
Atresia anal ini terjadi karena ketidaksempurnaannya migrasi dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan
migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada
daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforata dapat
terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.     

2.5 Manifestasi Klinis Atresia ani


Menurut Ngastiyah (2005) gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani atau
anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat  berupa:
a.       Perut kembung
b.      Muntah
c.       Tidak bisa buang air besar
d.      Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai  dimana terdapat penyumbatan.
e.       Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarka tinja yang menyerupai pita).
f. Perut membuncit.
Menurut Suriadi (2001) gejala atresia ani :
a.    Kegagalan lewatnya mekonium saat atau setelah lahir.
b.    Tidak ada atau stenosis  kanal rektal.
c.    Adanya membran anal.
Pada golongan 3 (Supralevator) hampir selalu disertai fistula. Pada bayi
wanita sering ditemukan fistula rektavaginal (dengan gejala bila bayi buang air
besar feses keluar dari vagina) dan jarang rektoperineal. Untuk mengetahui
kelainan ini secara dini pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus
dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke
dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan.
Jika terdapat kelainan maka termometer/jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat

9
normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah dan berwarna hijau.

2.6 Diagnosis Atresia ani


Cara penegakan diagnosis pada kasus atresia ani atau anus imperforata
adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui
anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui
apakah terdapat anus imperforata atau tidak.

2.7 Komplikasi Atresia ani


1. Atresia ani tipe rendah
Karena pengelolaan atresia ani tipe rendah tidak begitu kompleks. Adapun
komplikasi yang mungkin muncul pada pengelolaan atresia ani tipe rendah :
a. Pembentukan abses.
b. Striktur anal.
2. Atresia ani tipe tinggi
a. Striktur anal
Dapat berkembang anoplasti/rektoplasti anus yang baru harus dilatasi secara
teratur  selama beberapa bulan.
b. Pengelupasan rektum
Hal ini terjadi akibat ischemia.
c. Komplikasi dari colostomy
Prolaps kolon / obstruksi intestinal.
d. Komplikasi urinarius
Inkontinensia dari infeksi traktus urinarius.
Komplikasi yang sering muncul antara lain :
1.    Asidosis hiperkloremia
2.    Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
3.    Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4.    Komplikasi yang panjang ;
a.    Eversi mukosa anal.
b.    Stenosis ( akibat kontraksi jarina perut akibat anastomosis )
c.    Impasi dan konstipasi.

10
d.    Masalah aau elambatan yang berhubungan dwengan toilet training
e.    Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi
f.    Prolaps mukosa anorektal ( menyebabkan inkontinensia dan rembes
dan pesisten ).
g.    Fistula kambuhan ( karena tegangan di area pembedahan dan infeksi )

2.8 Penanganan Secara Preventif


Penanganan secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-
hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat
menyebabkan atresia ani.
2.  Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika
sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat
berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3.  Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari
konstipasi.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


  Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan atresia ani   :
a. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus.
b.      Pemeriksaan radiologi invertogra
Yaitu tehnik pengembalian foto untuk menilai jarak pungtum distal rektum
terhadap mara anus di kulit peritonium. Pada tehnik ini, bayi diletakkan
terbalik (kepala di bawah) atau tiduer dengan sinar horisontal diarahkan ke
tronchanter mayor sehingga dapat dilihat sampai dimana terdapat
penyumbatan. Foto ini dilakukan setelah bayi berumur lebih dari 24 jam,
karena pada usia tersebut dalam keadaan normal seluruh traktus digestivus
sudah berisi udara (bayi dibalik selama 5 menit). Invertogram ini
dilakukan pada bayi tanpa fistula.
c.       Pemeriksaan urine.
Pemeriksaan urine perlu dilakukan untuk mengetahui apakah mekonium di
dalamnya sehingga fistula dapat diketahui lebih dini.

11
2.10 Penatalaksanaan Bedah Atresia ani
Penatalaksanan menurut tipe:
1.  Atresia ani tipe rendah
a. Indikasi:  jika dalam pemeriksaan masih dijumpai sfingter ani internus dan
eksternus serta usus bagian dorsal masih melewati musculus  levator ani.
b. Pengelolaan: pengelolaan atresia ani tipe rendah yang dapat
merupakan stenosis anus hanya membutuhkan dilatasi membran anus yang
tipis, mudah dibuka segera setelah lahir.
2.  Atresia ani tipe tinggi
a. Indikasi: jika pada pemeriksaan tidak dijumpai sfingter ani internus
dan usus berakhir di  sebelah proksimal musculus puborektalis.
b. Pengelolaan     :  
1. Tahap pertama (masa neonatus).
Dilakukan tindakan operasi colostomy. Colostomy tidak boleh melewati
3 hari setelah lahir, dikhawatirkan mengancam jiwa bayi tersebut.Tindakan
operatif bertujuan untuk pengalihan feses sementara dan untuk mengoreksi
deformitas rectal. Ada 2 tempat colostomy yang dianjurkan dipakai pada
neonatus dan bayi yaitu transversum colostomy (colostomy di kolon
transversum) dan sigmoidostomi (colostomy di colon sigmoid).
Colostomy adalah pemotongan colon pada bagian proximal dan distal
lalu dikeluarkan sampai luar kulit sehingga membentuk stoma.
Stoma adalah lubang buatan pada abdomen untuk mengalirkan urine atau
faeces keluar dari tubuh (Sajalnsuhidajat- de Jong 2010).
Pengertian Instrumentasi alat operasi colostomy adalah suatu tata cara
menyiapkan alat untuk operasi colostomy dan proses instrumentasinya
a. Tujuan
 Mengatur alat secara sistematis di meja instrument
 Memperlancar handling instrument
 Mempertahankan kesterilan alat – alat instrument selama operasi
b. Persiapan :
1. Persiapan pasien

12
 Puasa
 Personal Higiene
 Informed consent
 Persiapan psikologis
2. Persiapan ruangan
 Menata ruangan mesin suction, mesin cauter, meja operasi, meja
instrument, troli waskom dan meja mayo.
 Memberi alas linen dan underpad pada meja operasi
 Menempatkan tempat sampah medis dan tempat sampah non medis
3. Persiapan alat steril
Meja Mayo :
 Washing and dressing forcep (desinfeksi Klem : 1 buah
 Towel klem(duk klem) : 5 buah
 Dissecting forcep (pinset cirurgis) : 2 buah
 Tissue forcep (pinset anatomis) : 2 buah
 Scalp blade and handle (handvant mess) no 3 : 1 buah

 Delicate hemostatic forcep pean curve : 6 buah


 Delicate hemostatic forcep cocher curve : 4 buah
 Metzenboum scissor curve : 1 buah
 Sugircal scisor ( Gunting kasar jaringan) : 1 buah
 Gunting benang : 1 buah
 Needle holder (nald foeder) : 1 buah
 Miculicz (peritoneum klem) : 4 buah
 Langenbeck kecil : 2 buah
Meja Instrument
 Duk kecil : 4 buah
 Duk besar : 2 buah
 Duk sedang : 2 buah
 Sarung meja mayo : 1 buah
 Schort : 4 buah

13
 Selang suction : 1 buah
 Bengkok + kom : 1 / 1 buah
 Handuk steril : 4 buah
 Cauter : 1 buah
Bahan habis pakai
 Handscoon berbagai ukuran : sesuai
kebutuhan
 Cairan normal saline 0,9% 500 ml : 2 buah
 Mess no 10 : 1 buah
 Kateter no. 16 : 2 buah
 Urobag : 1 buah
 Vicryl no 3-0 : 2 buah
 Mersilk no 2 – 0 : 1 buah
 Kassa sedang : 20 buah
 Watches : sesuai
kebutuhan
 Betadhin 10 % : 100 cc
 Underpad on / steril : 1 / 1 buah
 Sufratule : sesuai
kebutuhan
 Colostomy bag : 1 buah
Persiapan alat non steril
 Mesin suction : 1 buah
 Mesin cauter : 1 buah
 Tempat sampah medis dan non medis : 1 / 1 buah
 Meja instrument : 1 buah
 Meja mayo : 1 buah
 Lampu operasi : 1 buah
4. Teknik Instrumentasi
Sign In ( konfirmasi identitas, informed consent pasien, sign mark
area operasi, kesiapan mesin anastesi dan pulse oksimetri )

14
1. Membantu mengatur posisi pasien setelah dilakukan pembiusan
2. Perawat sirkuler memasang plate diatermi dan membersihkan area
operasi dengan savlon
3. Perawat instrument melakukan surgical scrub ( cuci tangan), gowning
(memakai schort) dan gloving (memakai handscoon steril).
4. Perawat instrument memakaikan schort dan handscoon steril kepada
tim operasi lainnya
5. Desinfeksi area yang akan dioperasi. Perawat instrument memberikan
washing and dressing forcep (desinfeksi klem) dan kassa dalam kom
berisi betadhin 10 % .
6. Untuk mempersempit area steril dilakukan drapping area operasi.
Perawat instrument memberikan 2 duk besar untuk sisi atas dan
bawah, 1 duk kecil untuk sisi kiri. 2 duk sedang untuk sisi kanan dan
kiri. Dan untuk menfiksasi, perawat instrument memberikan 4 towel
clamp (duk klem).
7. Perawat instrument memasang slang suction + kabel cauter dan fiksasi
dengan menggunakan towel klam (duk klem) dan kassa.
8. Perawat instrument mendekatkan meja mayo ke dekat pasien
9. Perawat instrument memberikan kassa basah dan kassa kering untuk
membersihkan area operasi dari bekas betadine

Time Out out ( konfirmasi nama tim operasi, konfirmasi


pemberian antibiotik profilaksis, tindakan darurat di luar standart operasi,
estimasi lama operasi, antisipasi kehilangan darah, perhatian khusus
selama pembiusan, sterilitas alat instrumen bedah, jumlah instrument,
jumlah kasa,jumlah deppers dan jumlah jarum )
Dilanjutkan berdoa dipimpin oleh operator
10. Operator melakukan marker daerah yang akan di insisi. Perawat
instrument memberikan dissecting forcep pada operator ( pincer
chirugis)
11. Instrumen memberikan scalp blade and handle mess no 3 (mess no 10 )
kepada operator. Operator melakukan insisi kulit, fat dan fasie.
Operator melakukan sedikit sayatan pada fasie. Kemudian Operator

15
melebarkan atau membuka fasie , instrument memberikan 2 desecting
forcep (pincet chirugis) dan surgical scissor (gunting kasar) sampai
terlihat otot.
12. Operator memotong otot dengan menggunakan cutting cauter
13. Setelah otot terbuka akan tampak peritoneum, instrument memberikan
double pinset anatomis dan metzenboum kepada operator untuk
membuka peritonium
14. Setelah peritoneum terbuka,berikan double pinset anatomis kepada
operator untuk mencari kolon desenden
15. Kolon desenden dikeluarkan ke dinding abdomen lalu dipasang tegel
dengan kateter no 16 dan dilakukan penjahitan ” spur ” 3 – 4 jahitan.
Berikan operator nalfoeder, pinset anatomis dan benang vicryl 2 – 0
16. Kemudian kolon dijahit ke peritoneum, fasia dan kulit . berikan
operator nalfoeder , pinset sirurgis dan benang vicryl 2 – 0
17. Kolon kemudian dibuka tranversal menggunakan couter
18. Setelah stoma terbentuk, berikan operator watches untuk
membersihkan mukosa kolon dari feces

Sign out ( hitung jumlah kasa, dan jumlah alat, kesesuaian jenis
tindakan ) dengan mencocokan jenis tindakan, kecocokan alat, bahan habis
pakai yang di gunakan, serta perhatian khusus pada pasien setelah
tindakan.
19. Pembuatan stoma selesai, berikan operator kassa basah dan kassa
kering untuk membersihkan sisi stoma
20. Tutup tepi stoma dengan menggunakan sufratulle dan kassa, kemudian
pasang colostomy bag
21. Operasi selesai
22. Pasien dibersihkan dan alat dirapikan

2. Tahap ke dua (usia 6-12 bulan).

           Dilakukan tindakan operasi yang bersifat definitif dengan prinsip


pengobatan operatif posterior sagital anorektoplasi (PSARP). Posisi anus
yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi anatomi usus pada

16
penyangga puborektal. Jadi ini tindakan PSARP tindakan membuat anus
buatan atau tindakan memperbaiki anus dan rektum supaya dapat
berfungsi sebagaimana layaknya.

Teknik operatif definitif (Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti)


a. Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan diperineum pada garis tengah, mulai dari ujung
koksigeus sampai batas anterior marka anus.
3. Tetap bekerja digaris tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus memperhatikan preservasi seluruh otot dasar panggul.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain

b. Teknik Operasi :
1. Identifikasi sfingter ani eksterna
2. Insisi posterosagital
3. Identifikasi otot perineum – stimulator elektrik
4. Insisi diperdalam dengan memotong sfingter ani dan otot levator
sampai mencapai rektum
5. Dinding rektum diinsisi dan dijahit
6. Fistel dicari, dipisahkan, dan diligasi
7. Rektum dipisahkan dengan uretra dan jaringan sekitarnya
8. Diseksi melingkari rektum sampai rektum mencapai perineum
9. Otot levator dan sfingter ani dijahit dengan mengikutsertakan sebagian
dinding rektum
10. Fiksasi rektum di perineum

3.  Tahap ke tiga

Tindakan operatif tahap ketiga dilakukan minimal 3 bulan setelah


PSARP. Tindakan pada tahap ini adalah untuk menutup colostomy
tahap pertama (operasi penutupan colostomy). Penutupan colostomy
adalah Suatu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk menutup
colostomi atau ileostomi

17
b. Ruang lingkup
 Usus halus
 Kolon
c. Indikasi operasi
Penderita dengan colostomy/ileostomi yang telah memungkinkan untuk
di tutup.
d. Kontra indikasi operasi
 Umum
 Khusus (tidak ada)
e. Pemeriksaan penunjang
Loopagrafi untuk evaluasi bagian proksimal dan distal dari stomp
f. Tekhnik Operasi
 Sebelum dilakukan operasi penderita harus disiapkan dulu untuk
menjalani operasi penutupan stoma, yaitu dengan mengatur diet
yang rendah residu dan antibiotik oral dan usus harus dibuat
sekosong atau sebersih mungkin sebelum operasi. Selama 24 jam
sebelum operasi  harus dilakukan irigasi pada kedua arah stoma
 Penderita dalam posisi terlentang
 Dapat dilakukan spinal atau general anesthesia
 Penutupan dimulai dengan membuat incisi circumferential
disekeliling stoma, termasuk sebagian kecil dari kulit. Incisi
circumferential diperdalam hingga menembus peritoneum dan
colon/intestine  dan omentum disekitarnya dapat dipisahkan dari
dinding abdomen. Kemudian stoma ditarik keluar melalui incisi
tadi dan bagian serosanya harus tampak jelas seluruhnya.Hal ini
memerlukan reseksi omentum dan jaringan ikat serta lemak
disekeliling serosa tadi. Setelah hal ini dapat dilakukan maka
penutupan stoma dapat segera dilakukan. Penutupan stoma yang
sudah disiapkan tadi dapat dilakukan dengan :
linier stapling device
1. Hand suture closure
2. end to end anastomosis

18
g. Komplikasi operasi
 Perdarahan
 Kebocoran anastomosis atau stenosis
h. Perawatan Pasca Bedah
Cairan parenteral dan antibiotik diberikan untuk beberapa hari,
kemudian dilanjutkan dengan diet cair untuk beberapa hari.
Kemudian diikuti dengan diet  rendah residu. Diet reguler/biasa
dapat dilakukan jika fungsi usus telah baik.

Penatalaksanaan menurut Medis dan Non Medis:


1. Medis :
a.       Eksisi membran anal.
b.       Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah
umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus.
c.       Kolostomi (pembuatan lubang anus di bagian perut).
d.      Dilatasi Anal (pelebaran lubang anus).
e.       Eksisi membran anal (pelepasan selaput anus).
f.        Anoplasty (perbaikan organ anus).
2.  Non Medis :
a.       Toilet Training
Toilet training dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi
yang sama dengan anak normal, misalnya pemilihan tempat duduk
berlubang untuk eliminasi dan atau penggunaan toilet. Tempat
duduk berlubang untuk eliminasi yang tidak ditopang oleh benda
lain memungkinkan anak merasa aman. Menjejakkan kaki ke lantai
juga memfasilitasi defekasi.
b.      Bowel Management.
Menjaga kebersihan kantung kolostomi, meliputi enema/irigasi kolon
satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
c.       Diet makanan termasuk pengaturan asupan laktasi (ASI)

19
Diet laksatif/tinggi serat antara lain dengan mengkonsumsi makanan
seperti ASI, buah-buahan, sayuran, jus apel dan apricot, buah kering,
makanan tinggi lemak, coklat, dan kafein.
d.     Diet Konstipasi
Makanan disediakan hangat atau pada suhu ruangan, jangan terlalu
panas/dingin. Sayuran dimasak dengan benar. Menghindari buah-
buahan dan sayuran mentah. Menghindari makanan yang
memproduksi gas/menyebabkan kram, seperti minuman karbonat,
permen karet, buncis, kol, makanan pedas, pemakaian sedotan.

2.11 Rehabilitasi Dan Pengobatan


1.   Melakukan pemeriksaan colok dubur
2.   Melakukan pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung
rectum yang buntu setelah berumur 24jam, bayi harus diletakkan dalam
keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan
sedikitekstensilalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah
petanda diletakkan pada daerah lekukan anus.
3.   Melakukan tindakan kolostomi neonatus, tindakan ini harus segera diambil
jika tidak ada evakuasi mekonium.
Manfaat kolostomi adalah antara lain:
a.       Mengatasi obstruksi usus
b.      Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih.
c.       Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
4.  Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya
orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan

20
yangdilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi
defekasi mencapai keadaan normal.
5.  Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6.   Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui
anoproktoplasti pada masa neonatus
7.   Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain:
a.       Operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun)          
b.      Operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-!2 bulan)
c.       Pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
8. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan
dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
a.       Mengatasi obstruksi usus.
b.      Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan
lapangan operasi yang bersih.
c.       Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan
lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta
menemukan kelainan bawaan yang lain.
Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital
Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka
lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu
Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal
tinggi karena harus membuka dinding perut.
Metode Posterosagittal anorectoplasty diperkenalkan oleh Pena dan de
Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti
kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara
membelah otot dasar pelvis, sling dan sfingter. Macam PSARP adalah minimal,
limited dan full PSARP.
Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis, lutut diarahkan
ke lateral (tiger position) sehingga ekspose daerah operasi akan lebih mudah.
Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari

21
tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter eksterna sampai ke depan kurang
lebih 2 cm. insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak, parasagital fibre
dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak otot levator, otot
levator dibelah sehingga tampak dinding belakang rektum. Rektum dibebaskan
dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan juga, rektum dipisahkan
dengan vagina yang dibatasi oleh. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot
levator, muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan
dijaga agar tidak tegang.
Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun
vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan
rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Untuk
limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle
complex serta tidak membelah tulang cocccygeus. Yang penting adalah deseksi
rektum agar tidak merusak vagina.
Masing masing jenis prosedur mempunyai indikasi yang berbeda. Minimal
PSARP dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membrane, bucket
handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari
kulit. Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistula rektovestibuler.
Full PSARP dilakukan pada atresia ani letak tinggi, dengan gambaran
invertogram gambaran akhiran rektum lebih 1 cm dari kulit, pada fistula
rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum.
Persiapan Alat-alat Operasi
Alat yang digunakan beserta fungsinya yaitu :
1. Scalpel blade berfugsi untuk pisau operasi pada saat pembedahan.
2. Gunting lurus (bedah) berfungsi untuk menggunting bagian-bagian tubuh yang
akan dioperasi/bedah.
3. Gunting bengkok (jaringan) berfungsi untuk menggunting jaringan tubuh.
4. Arteri klem berfungsi untuk melakukan hemostasis pada saat terjadi
perdarahan selama operasi.

22
5. Needle holder berfungsi untuk memegang jarum pada saat penjahitan,
permukaan rahangnya berbentuk diamond untuk menjaga agar jarum tidak
berputar.
6. Needle (jarum jahit) berfungsi untuk menjahit luka atau organ yang rusak
lainnya.
7. Pinset anatomis berfungsi untuk menjepit jarigan lunak saat menjahit luka.
8. Pinset chirurgis berfungsi untuk menjepit jarigan keras saat menjahit luka.
9. Allis forceps memiliki ujung klem terdiri dari gigi halus yang berhadapan,
berfungsi untuk memegang jaringan yang akan diangkat atau diambil.
10. Dook steril berfungsi untuk membatasi daerah yang akan dioperasi.
11. Dook klem berfungsi untuk menjepit kain operasi.
12. Tampon berfungsi untuk menyerap darah yang dibuat dari bahan mirip seperti
pembalut.
13. Benang catgut adalah benang untuk menjahit luka yang dioperasi dan luka
terbuka lainnya.
14. cotton secukupnya
15. Kapas secukupnya

23
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Atresia ani (malformasi anorektal/anus imperforate) adalah bentuk


kelainan bawaan yang menunjukan keadaan tidak ada anus, atau tidak
sempurnanya bentuk anus. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan
karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan, dan adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan. Klasifikasi/Jenis Atresia ani berdasarkan letak
terdapat Anomali rendah, Anomali intermediet, Anomali tinggi. Penatalaksanan
menurut tipe: Atresia ani tipe rendah diIndikasikan  jika dalam pemeriksaan masih
dijumpai sfingter ani internus dan eksternus serta usus bagian dorsal masih
melewati musculus  levator ani. Atresia ani tipe tinggi diindikasikan jika pada
pemeriksaan tidak dijumpai sfingter ani internus dan usus berakhir di  sebelah
proksimal musculus puborektalis. Terdapat 3 Pengelolaan yaitu Tahap pertama
(masa neonatus). Dilakukan tindakan operasi colostomy. Tahap ke dua (usia 6-12
bulan). Dilakukan tindakan operasi yang bersifat definitif dengan prinsip
pengobatan operatif posterior sagital anorektoplasi (PSARP). Tahap ke tiga
Tindakan pada tahap ini adalah untuk menutup colostomy tahap pertama (operasi
penutupan colostomy).

24
3.2 SARAN
Diharapkan kepada para pembaca untuk lebih paham dan mengetahui apa
itu atresia ani dan apa instrument yang digunakan pada operasi bedah atresia ani,
sehingga lebih dapat mengaplikasikannya di bidang kesehatan maupun di bidang
lainnya. Diharapkan juga pembaca lebih memahami macam-macam instrument
dan fungsinya secara umum dan secara khusus.
LAMPIRAN
ALAT INSTRUMENT KOLOSTOMY

5. Persiapan alat steril


 Meja Mayo :
 Washing and dressing forcep
(desinfeksi Klem) : 1 buah

 Towel klem(duk klem) : 5 buah

 Dissecting forcep (pinset cirurgis) : 2 buah

25
 Tissue forcep (pinset anatomis) : 2 buah

 Scalp blade
and handle (handvant mess) no 3 : 1 buah

 Delicate hemostatic forcep pean curve : 6 buah

 Delicate hemostatic forcep cocher curve : 4 buah

 Metzenboum scissor curve : 1 buah

26
 Sugircal scisor (Gunting kasar jaringan) : 1 buah

 Gunting benang : 1 buah

 Needle holder (nald foeder) : 1 buah

 Miculicz (peritoneum klem) : 4 buah

 Langenbeck kecil : 2 buah

27
Meja Instrument
 Duk kecil : 4 buah

 Duk besar : 2 buah

 Duk sedang : 2 buah


 Sarung meja mayo : 1 buah

 Schort : 4 buah

28
 Selang suction : 1 buah

 Bengkok + kom : 1 / 1 buah

 Handuk steril : 4 buah

 Cauter : 1 buah

Bahan habis pakai


 Handscoon berbagai ukuran : sesuai kebutuhan

29
 Cairan normal saline 0,9% 500 ml : 2 buah

 Mess no 10 : 1 buah

 Kateter no. 16 : 2 buah

 Ur inebag : 1 buah

 Vicryl no 3-0 : 2 buah

30
 Mersilk no 2-0 : 1 buah

 Kassa sedang : 20 buah

 Watches : sesuai Kebutuhan


 Betadhin 10 % : 100 cc

 U n d e r p a d o n
: 1 / 1 buah

 Sufratule : sesuai kebutuhan

31
 Colostomy bag : 1 buah

Persiapan alat non steril


 Mesin suction : 1 buah

 Mesin cauter : 1 buah

 Tempat sampah medis dan non medis : 1 / 1 buah

 Meja instrument : 1 buah

32
 Meja mayo : 1 buah
 Lampu operasi : 1 buah

TUTUP COLOSTOMY

4. Persiapan Ruang Operasi :


a. Meja mayo/meja instrumen : 3 unit

b.Meja operasi : 1 unit

c. Kursi/tempat duduk operator : 1 unit


d. Surgical Light : 1 unit

e. Standar Infus : 1 unit

33
f. Mesin couter : 1 unit
g. Tempat sampah medis dan non medis : masing-masing 1 unit
h. Peralatan anestesi dan obat-obatan.

5.Persiapan Instrumen dasar


1) Kom: 1 buah

1) Nierbekken: 1 buah

2) Pinset anatomis: 5 buah

3) Pinset Chirurgis

34
5) Hak kecil : 4 buah
6) Tupper tang : 3 buah

7) Gunting jaringan : 3 buah

8) Gunting benang : 1 buah

9) Scalpel no.3,4 : 2 buah

10) Needle holder : 4 buah

11) Duk klem : 5 buah

35
12) Hand switch couter : 1 buah

13) Canula suction : 1 buah

14) Selang suction : 1 buah

15) Klem arteri kecil : 6 buah

36
16) Klem arteri bengkok : 6 buah

17) Baki alat : 1 buah

Bahan penunjang operasi


1). Steril :
a. Kasa steril

b. Benang

37
a. Pisau bedah (blade)

b. Needle no. 4/0

c. Gloves steril no. 7,5

f. Spuit 3 cc

38
g. Plester Lomatule steril

h. Folley catheter no.6

i. NaCl 0,9%

j. Aquades 25 cc

39
k. Alcohol 100 cc

l. Betadine 150 cc
m. Urine bag

2). Non steril :


plester Hipafix

dan Linen steril Satu set linen steril yang terdiri dari :
1). Gaun/Jas operasi: 4 pasang

2). Doek kecil: 4 pasang


3). Doek besar tanpa lubang : 2 pasang

40
4). Doek besar berlubang: 1 pasang

5). Waslap: 4 pasang

41

Anda mungkin juga menyukai