Anda di halaman 1dari 20

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Hemiparesis adalah kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi
menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada belahan tubuh
sisi kontralateral.
Bila kerusakan unilateral pada jaras kortikobulbar/kortikospinal di
tingkat batang otak menimbulkan sindrom hemiplegia alternans. Sindrom
tersebut terdiri atas kelumpuhan UMN yang melanda otot-otot belahan tubuh
kontralateral yang berada di tingkat lesi, sedangkan setingkat lesinya terdapat
kelumpuhan LMN, yang melanda otot-otot yang disarafi oleh saraf kranial
yang terlibat dalam lesi.
Tergantung pada lokasi lesi paralitiknya, sehingga dapatlah dijumpai
hemiplegia alternans di mesensefalon. Sebuah gambarannya dijumpai
bilamana hemilasi di batang otak menduduki pedunkulus serebri di tingkat
mesensefalon.

B. Etiologi
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama, dan
jika tanda UMN merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan berada di
korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah dermatom
servikal dapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral
atau pendarahan. Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien
sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada
orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi
stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis
transversus dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara
lambat (beberapa hari) dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu
pula dengan sklerosis multipel yang biasanya bermanifestasi menjadi tanda
kortikospinal bilateral daripada hemiplegia murni.
Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau
minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau
dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi
arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik
biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi
merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis
biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya
dapat ditemukan dengan melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.

C. Faktor Resiko Stroke


1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
- Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibanding wanita.
- Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
- Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Kolesterol tinggi
- Obesitas
- Diabetes Melitus
- Polisetemia
- Stress Emosional
3. Kebiasaan Hidup
- Merokok,
- Peminum Alkohol,
- Obat-obatan terlarang.
- Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol.
D. Patofisiologi
1. Trombus
Timbunan / kumpulan plak lemak  yang menempel pada pembuluh darah
akan mengganggu aliran darah bila terjadi diotak maka akan
menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah sehingga akan
mengakibatkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak bila dalam
waktu yang lama maka akan mengakibatkan iskemik dan akhirnya infark
dan terjadi kematian jaringan otak.
2. Emboli.
Emboli yaitu lepasnya plak lemak, udara, pada pembuluh darah yang
akan mengikuti aliran darah hingga sampai pada otak dan akan
menempel pada pembuluh darah di otak. Bila terjadi pada pembuluh
darah kecil akan menimbulkan sumbatan, Gejala muncul tergantung dari
daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
3. Hemoragi Intraserrebral.
Pecah pembuluh darah  akan menekan jaringan otak dan menurunkan
aliran darah sehingga terjadi iskemi dan akhirnya infark.
4. Hemoragi Subarakhnoid.
Aneurisma akan menimbulkan perdarahan otak  akan sehingga terjadi
edema serebri yang dapat menekan pembuluh darah sehingga terjadi di
hipoksia lalu iskemik  dan bila terjadi lama maka akan infark dan
akhirnya kematian jaringan.

E. Manifestasi Klinis
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke daerah tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat:
1. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
2. Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut reversible ischemic
neurologic defisit (RIND)
3. Gejala makin lama makin berat (progresif)
4. Sudah menetap/permanen
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang
disebut progressing stroke atau stroke inevolution

F. Komplikasi
1. Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari oksigen yang ke otak
tidak adekuat
2. Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan Na+ dalam
cairan ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel sehingga menarik
cairan ke intra sel yang mengakibatkan terjadinya edema serebri.
3. Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena adanya sumbatan di
otak.

G. Gangguan yang muncul :


1. Defisit Neurologis
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang / objek ditempat kehilangan penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kehilangan penglihatan perifer.
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas
objek Diplopia : penglihatan ganda.
c. Defisit Motorik
 Hemiparese
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
 Hemiplegia
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
 Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu
dasar berdiri yang luas.
 Disartria
Kesulitas dalam membentuk kata
 Disfagia
Kesulitan dalam menelan
d. Defisit Sensori
1. Afasia ekspresif
Ketidakmampuan menggunakan simbol berbicara
2. Afasia reseptif
Tidak mampu menyusun kata-kata yang diucapkan
3. Afasia global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan jangka menengah
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian

f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi

H. Pemeriksaan Penunjang Hemiparesis


1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
 Menunjukan adanya tekanan normal
 Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya  perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X kepala : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

I. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
 Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
 Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
 Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
 Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
- Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
 Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran.
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
- Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
 Data obyektif:
- Hipertensi arterial
- Disritmia, perubahan EKG
- Pulsasi : kemungkinan bervariasi
- Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.
c. Integritas ego
 Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
 Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan.
- Kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
 Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus(ileus paralitik)
e. Makan/ minum
 Data Subyektif:
- Nafsu makanberkurang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum
dan faring)
f. Sensori Neural
 Data Subyektif:
- Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
- Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati.
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
 Data obyektif:
- Status mental : koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis,
menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
- Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
- Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa),
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /
kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
 Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
 Data Subyektif:
Perokok (factor resiko).
i. Keamanan
 Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh.
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
 Data obyektif:
Problem berbicara,

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik b/d hemiparesis
2. Bersihan jalan tidak efektif b/d sekresi yang tertahan
3. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi
Keperawatan SLKI SIKI

1 Ganggguan Setelah dilakukan tindakan ....x24 Dukungan mobilisasi


Mobilitas Fisik jam mobilitas fisik meningkat (1.05173)

berhubungan dengan kriteria hasil:


 Identifikasi
dengan hemiparesis 1. Pergarakan ekstremitas adanya nyeri atau
meningkat keluhan fisik
2. Kekuatan otot meningkat lainnya
3. Rentang gerak (ROM)  Identifikasi
4. Gerakan terbatas menurun toleransi fisik
5. Kelemahan fisik menurun melakukan
pergerakan
 Monitor frekuesi
jantung dan
tekanan darah
sebelum
memulai
mobilisasi
 Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
 Fasilitasi aktifitas
mobilisasi
dengan alat bantu
(pagar tempat
tidur)
 Libatkan
keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
 Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini

2 Bersihan jalan tidak Setelah dilakukan tindakan....x.. Managemen jalan


efektif b/d sekresi jam Bersihan Napas meningkat napas (I.01011)
yang tertahan dengan kriteria hasil:  Monitor pola
napas
1. Batuk efektif meningkat
 Monitor bunyi
2. Produksi sputum menurun
napas
3. Mengi menurun
 Monitor sputum
4. Weezing menurun
(jumlah, warna,
5. Dispnea menurun
aroma)
6. Frekuensi napas membaik
 Pertahankan
7. Pola napas membaik
kepatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan
chin-lift
 Posisikan
semifowler an
fowler
 Berikan minum
hangat
 Berikan
fisioterapi dada
bila perlu
 Lakukan
pengisapan lendir
kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen,
jika perlu
 Anjurkan asupan
cairan 2000
mil/hari jika tidak
kontra indikasi
 Ajarkan teknik
batuk efektif
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika
perlu.

3 Intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan Manajemen energy


b/d kelemahan keperawaan diharapkan akitifitas (1.05178)
pasien meningkat
 Identifkasi
dengan kriteria hasil:
gangguan fungsi
1. Kemudahan melakukan
tubuh yang
aktifitas
2. Dyspnea saat beraktifitas mengakibatkan
menurun kelelahan
3. Dspnea setelah beraktifitas  Monitor kelelahan
menurun fisik dan
4. Perasaan lemah menurun emosional
5. Tekanan darah membaik  Monitor pola dan
6. Frekueni nadi membaik jam tidur
 Monitor lokasi
dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
 Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah stimulus
(mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
 Anjurkan tirah
baring
 Melakukan
aktvitas secara
bertahap
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Canadia Best Practice Recommendation For Stroke Care. (2013). Diunduh pada tanggal
20 Juli 2017.
Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha. Jakarta :
Directorat Bina Kesehatan Keluarga
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014). Profil kesehatan
indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lemone, P., & Burke, K. (2004). Medical surgical nursing: assement & management of
clinical problem. 7 th Edition. St. Louis: Missouri. Mosby-Year Book, Inc
Mutaqqin, A. (2013). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan Tarwanto,(2013),Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:CV Sagung Seto.
Price, S.A., & Wilson, L. M. (2002). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit. Edisi 6.
Jakarta : EGC
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Sitorus, R. J. (2008). Faktor-faktor resiko yangb mempengaruhi kejadian stroke pada usia
muda kurang dari 40 tahun (studi kasus di semarang). Jurnal Epidemiologi. Diunduh
pada tanggal 23 Juli 2017
Smeltzer,S.C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical
nursing. 11 th edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins
Stockslager, J., & Schaeffer, L. (2008). Buku Saku: Asuhan Keperawatan Geriatric. Edisi
2. Alih Bahasa: Nike BS. Jakarta: EGC
Word Health Organization (WHO). (2014). Environmental health.diunduh pada 23 juli
2017.
PATHWAY

Stroke Non Hemoragik

Trombosit, Emboli serebral


di serebral

Suplai darah ke Jaringan Resiko perfusi serebral tidak


serebral tidak adekuat efektif

Tekanan intra kranial / herniasi Vasospasme pembulu darah


serebral serebral

Pusat pernapasan Disfungsi otak


lokal

Hemiparesis Gangguan Mobilitas


Terdapat Lendir/sputum
Fisik
Ketidakcukupan
Bersihan Jalan Nafas energi
Tidak Efektif
Ketidakcukupan
energi

Intoleransi Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai