Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dancairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.Cairan ini bisa juga disertai
dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan dengan piopneumotoraks. Sedangkan
pneumotoraks itu sendiri ialah suatukeadaan, di mana hanya terdapat udara di dalam
rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps jaringan paru. Alsagaff &Hood, 2010).
Hidropneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkanoleh:
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup,
maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada
saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktusrespiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada
menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebut sebagai open pneumothorax(British Thoracic Society, 2010).
Menurut Hudak & Gallo, (2011) hidropneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas
beberapa hal, yaitu :
a. Berdasarkan kejadian
1) Pneumotoraks spontan primer 
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit. Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu
bleb sub pleura yang biasanya terdapat di daerah apeks paru. Factor resiko utama
adalah merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan,
umumnya penderita berpostur tinggi dan kurus.
2) Pneumotoraks spontan sekunder 
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya telah menderita
penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru,
tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus. Terjadi sebagai
komplikasi penyakit paru dasarnya (underlying lung disease). Beberapa penyakit
yang sering menjadi penyebab pneumothoraks antara lain PPOK tipe emfisema
dan tuberkulosis paru
3) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupunpleura
parietalis sebagai akibat dari trauma.
4) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalamrongga
pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat.
Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi
tuberkulosis paru.
b. Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru
1) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks
mengalami kolaps.
2) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.
c. Berdasarkan jenis fistel
1) Pneumotoraks ventil. Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventilasi sehingga udara
dapat masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya
tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat
mendorong mediastinum kearah kontra lateral.
2) Pneumotoraks terbuka. Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura
mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di
dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
3) Pneumotoraks tertutup. Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura,
terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan.Pembagian pneumotoraks
berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapatberubah. Pneumotoraks
tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat
pula berubah menjadi pneumotoraks ventil.

2. Perbedaan Pneumotoraks, Hidrotoraks, Hidropneumotoraks


Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara bebas di dalam rongga pleura.
Pneumotoraks adalah paru dapat kolaps sebagian atau total sehubungan dengan
pengumpulan udara. (Doengoes, Maryllin. 2016). Dalam keadaan normal rongga pleura
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Hidrotoraks (efusi pleura) adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura. Dalam
keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan
pleura.Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah
(hemotoraks), nanah (empiema), cairan seperti susu (kilotoraks) dan cairan yang
mengandung kolesterol tinggi.
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam
rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai
dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.
3. Etiologi
Hidropneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecilyang
diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan
sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh
karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan
intersisial ke lapisan jaringan ikat yang beradadi bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya
dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai
penyebabnya.
a. Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan
membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
b. Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini tidak
dapat menerangkan kenapa hidropneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu
penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura
viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula
bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi
sebagai ventil
c. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolusakan memasuki kavum pleura. Hidropneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed hidropneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura
pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga
mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
hidropneumothorax.
d. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada
menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan
menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada
meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi
ini disebut sebagai open hidropneumothorax (Darmanto, Djojodibroto, 2017).

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada Pneumotoraks tergantung pada besarnya kerusakan
yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Gejala yang
utama adalah berupa rasa sakit yang tiba - tiba bersifat unilateral diikuti sesak napas.
Gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tapi pada
sebagian kasus gejala – gejala masih dapat ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu
istirahat. Selain itu terdapat gejala klinis yang lain yaitu suara melemah, nyeri menusuk
pada dada waktu inspirasi, kelemahan fisik. Pada tahap yang lebih berat gejala semakin
lama akan semakin memberat, penderita gelisah sekali, trakea dan mediastinum dapat
mendorong kesisi kontralateral. Gerakan pernafasan tertinggi pada sisi yang sakit fungsi
respirasi menurun, sianosis disertai syok oleh karena aliran darah yang terganggu akibat
penekanan oleh udara, dan curah jantung menurun
a. Biasanya akan ditemukan adanya nyeri dada yang terjadi secara tiba-tiba, nyerinya
tajam dan dapat menimbulkan rasa kencang di dada.
b. Nafas yang pendek
c. Nafas yang cepat
d. Batuk 
e. Lemas
f. Pada kulit bisa ada keluhan sianosis

5. Patofisilogi
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif pada
intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi terdiri dari 2 tahap : Fase
inspirasi dan fase eksprasi. Padafase inspirasi tekanan intrapleura :- 9 s/d - 12 cmH2O;
sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: - 3 s/d - 6 cmH2O. Pneumotorak adalah
adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara pada cavum pleura menyebabkan tekanan
negatif pada intrapleura tidak terbentuk. Sehingga akan mengganggu pada proses respirasi.
Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya.
A. Pneumotorak spontan oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi,
keganasan), neonatal.
B. Pneumotorak yang di dapat oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma.

Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis:


A. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock.
B. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock

Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan luar menjadi:
A. Open pneumotorak.
B. Closed pneumotorak Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama.
Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple pneumotorak, tension
pneumotorak, dan open pneumotorak. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang
lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan tekanan
intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan, paru-
paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura
tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke
posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter.
Pneumotorak ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya
masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna. Terjadinya
hiper ekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan
simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi,
udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli
tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi
cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan
napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena
cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak. (Hudak, C.M. 2010)
Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkunga
luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas
pleura parietalis) ataukomplit (pleura parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open
pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam cavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya
akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser kemediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal
flutter. Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiper
ekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.
Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan
obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan venacava. Kejadian inidikenal dengan tension pneumotorak (Hudak, C.M.
2010)
6. Pemeriksaan Diagnostik
A. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
hidropneumotoraks antara lain:
1) Bagian hidropneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
2) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radioopaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
3) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
hidropneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
4) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut
a) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai keapeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
b) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit. Hal
ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah
yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan
ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan
sampai ke daerah dada depan dan belakang.
c) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma Foto Rontegen
hidropneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panahmerupakan bagian paru yang kolaps.
B. Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada
kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat
secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
C. CT-scan thorax. CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan
sekunder. Komplikasi dapat berupa hemopneumotorak, pneumomediastinum dan
emfisemakutis, fistel bronkopleural dan empiema (SjahriarRasad, 2009).

D. Penatalaksanaan Medik
Tindakan pengobatan hidropneumotoraks tergantung dari luasnya permukaan
hidropneumotoraks. Tujuan dari penatalaksanaan ini yaitu untuk mengeluarkan udara dari
rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada hidropneumotoraks
yang kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan masalah
pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap. British Thoracic
Society dan American College of Chest Physicians telah memberikan rekomendasi
penanganan hidropneumotoraks adalah:

A. Observasi dan pemberian tambahan oksigen.


Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila
fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi
pneumotoraks perhari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan
oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial
tiap 12-24 jam selama 2 hari bisa dilakukan dengan atau tanpa harus dirawat dirumah
sakit. Jika pasien dirawat dirumah sakit dianjurkan untuk memberikan tambahan
oksigen. Pasien dengan luas pneumotoraks kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala
diperbolehkan berobat jalan dandalam 2-3 hari pasien harus control lagi.
B. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa
pleurodesis.

Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang


luasnya>15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara drongga pleura
(dekompresi).Tindakan dekompresi ini dapat dilakukan dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga
tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil, yaitu
dengan :
a) Jarum infuse set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura,
kemudian ujung pipa plastik dipangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara didalam botol.
b) Jarum abbakoth no 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandarin di
cabut, dihubungkan dengan pipa infuse set, selanjutnya.
c) Water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan kerongga pleura dengan
perantaraan trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga
pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar sela iga ke
enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang
antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi kulit,
daerah tersebut harus dibersihkan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi
anastesi local dengan lidokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan
kain duk steril. Setelah trokar masuk kedalam rongga pleura, pipa khusus
(kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar
dicabut sehingga hanya pipa khusus itu yang masih tinggal di ruang pleura.
Pemasukan pipa khusus tersebutdiarahkan ke bawah jika lubang insisi
kulitnya ada diruang antar iga kedua. Pipa khusus atau kateter tersebut
kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjangdan terakhir dengan
pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca
ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara
mudah keluar. Apabila paru sudah mengembang penuh dantekanan rongga
pleura sudah negative, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan
menjepit pipa tersebut selama 24 jam.
Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada,
apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga
pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan rongga pleura menjadi positif
lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bilaparu sudah mengembang
maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saatpasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal
3) Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb/bulla4.
4) Torakotomi

PATHWAY
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Primary Survey
1) Airway
a) Assessment :
Perhatikan patensi airway dengan, Kaji dan pertahankan jalan nafas, lakukan
head tilt, chin lift jika perlu, gunaka alat bantu jalan nafas jika
perlu, pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anastesi untuk dilakukan intubasi
jika tidak mampu mempertahankan jalan nafas, dengar suara napas,
perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b) Management :
Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw
thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas, observasi dan
Pemberian O2 apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi, laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan
O2, Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap
12-24 jam pertama selama 2 hari, tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
2) Breathing
a) Assesment
Periksa frekwensi napas, perhatikan gerakan respirasi, palpasi toraks,
auskultasi dan dengarkan bunyi napas, Kaji saturasi oksigen dengan
menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi > 92%, berikan oksigen
dengan aliran  tinggin melalui non re-breath mask, pertimbangkan untuk
menggunakan bag-valve-mask ventilation, periksakan gas darah arteri untuk
mengkaji PaO2 dan PaCO2, kaji respiratory rate, periksa sistem pernafasan,
cari tanda deviasi trachea,deviasi trachea merupakan tanda tension
pneumothorak

b) Management
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu, lakukan tindakan bedah emergency
untuk atasi tension pneumotoraks, open pneumotoraks, hemotoraks, flail
chest.
3) Circulation
c) Assesment
Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa tekanan darah,
pemeriksaan pulse oxymetri, periksa vena leher dan warna kulit (adanya
sianosis),  kaji heart rate dan rhytem, catat tekanan darah, lakukan
pemeriksaan EKG, lakukan pemasangan IV akses, lakukan pemerikasaan
darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
d) Management
Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines, torakotomi emergency bila
diperlukan, operasi eksplorasi vaskular emergency
4) Disability
Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan GCS,
adanya nyeri.
a) Composmentis : Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan
sekeliling, orientasi baik terhadap orang tempat dan waktu.
b)  Apatis : Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh
terhadap lingkungannya.
c) Confuse : Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
d) Samnolen : Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila
rangsangan hilang, klien tidur lagi.
e) Soporous Coma : Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap
nyeri masih ada, biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik
sempurna.
f) Koma : Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan.
5) Exposure
Pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan
pemeriksaan fisik lainnya.
B. Secondary Surve
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama semakin berat,
nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat dan tertekan, terasa lebih
nyeri pada gerakan pernafasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma
yang mengenai rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan
paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan
di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan
lalulintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
1) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan  apakah klien pernah menderita penyakit TB paru, PPOM,
kanker dan tumor metastase ke pleura.
2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah menderita
penyakit yang sama.
3) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya,
serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
4) PemeriksaanFisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi klavikula/dada?
Pengambangan paru tidak simetris? Fremitus menurun dibandingkan dengan
sisi yang lain? Pada perkusi ditemukan adanya suara
sonor/hipersonor/timpani, hematotraks(redup)? Pada asukultasi suara nafas
menurun, bising napas yang berkurang/menghilang? Pekak dengan batas
seperti garis miring/tidak jelas? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat?
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler:
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk? Takhikardia,lemah,
Pucat, Hb turun /normal, Hipotensiatauhipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
a) Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya
penciuman dan anosmia bilateral.
b) Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala
penglihatan.
c) Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI
(Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang
pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata
tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
d) Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah
dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron
motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan
nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa
pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
e) Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa
menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh.
f) Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI
(Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal
apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan)
karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah
kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya
kesulitan menelan..
d. Sistem Perkemihan.
Kajiadadantidakadanyanyaoliguri merupakan tanda pre
shockdankajiadatidaknya kelainanpada system perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napasklien mungkinakanmengalami mual muntah dan
penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda tajamatautidak?
Terdapat kelemahanatautidakada? Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau
adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kajiadanyaansietas, gelisah, bingung, pingsan
2.

Anda mungkin juga menyukai