Modul
Komunikasi lintas budaya
Oleh
Nawiroh Vera, M.Si.
POKOK BAHASAN
DEKRIPSI SINGKAT
Pada pertemuan ini mahasiswa diajak uintuk memahami tentang budaya dari beberapa
komponen tertentu seperti pakaian, kepercayaan, dan kebiasaan-kebiasaan, serta perbedaan-
perbedaan dari berbagai budaya yang ada di dunia
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami kaitan
antara komunikasi lintas budaya dan antropologi.
Setelah mempelajari pokok bahasan ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan tentang
komunikasi lintas budaya dalam tinjauan antropologis, terutama dapat menjelaskan tentang
berbagai budaya dari berbagai etnis di indonesia dan dunia.
Para antropolog berpendapat bahwa pengetahuan tentang budaya itu berharga bagi
administrator. Bila orang awam berpikir tentang budaya, biasanya ia berpikir tentang;
1. Cara orang-orang berpakain
2. Kepercayaan-kepercayaan yang mereka miliki
3. Kebiasaan-kebiasaan yang mereka praktekkan
Tanpa menggunakan definisi yang komprehensif, kita dapat mengakui bahwa ketiga
hal tadi merupakan aspek-aspek budaya.
Pendapat bahwa budaya adalah pakain menyesatkan, bila kita berpendapat bahwa
perbedaan-perbedaan dalam pakain menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam kepercayaan
dan perilaku. Bila demikian halnya maka kita bisa berharap menemukan orang-orang yang
berpakaian seperti kita. Padahal banyak orang yang berpakaian seperti kita tetapi budayanya
berbeda dengan kita (Edward T.Hall&William FW dalam mulyana 2006).
Budaya mempengaruhi komunikasi. Budayalah yang menentukan waktu dan jadwal
peristiwa-peristiwa antarpersona, tempat-tempat untuk membicarakan topik-topik tertentu,
jarak fisik yang memisahkan antara seorang pembicara dengan orang lainnya, nada suara
yang sesuai untuk pembicaraan tertentu. Budaya dalam hal ini melukiskan kadar dan tipe
kontak fisik yang dituntut oleh adat kebiasaan, dan intensitas emosi yang menyertainya.
Budaya meliputi hubungan antara apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan seperti
“tidak” maksudnya “mungkin” dan “besok” maksudnya tak "pernah”.
Dalam tata pergaulan baik lokal maupun global maka sudah seharusnya tiap-tiap
individu harus memahami adat kebiasaan ataupun budaya dari masing-masing orang atau
suku bangsa. Dalam konteks komunikasi antar budaya hal tersebut mutlak harus dilakukan.
Paling tidak kita memahami hal-hal yang dianggap prinsipil bagi masyarakat tertentu supaya
tidak menimbulkan kesalah- pahaman yang dapat menjadi konflik (mulyana, 2006).
Berikut ini adalah sedikit contoh-contoh dari berbagai budaya yang ada baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Cara berpakain kepercayaan, pergaulan dan sebagainya.
Suku Kazaks menganut system patriarki feodal. Kaum pria mempunyai otoritas
mutlak di rumah. Kaum wanita tidak memiliki hak waris. Pernikahan dan hak waris telah
ditentukan dalam garis keluarga.
Ketika seorang pria telah dewasa dan menikah, ia berhak menerima harta dari orang
tua dan mulai hidup mandiri. Hanya adik bungsu yang diperbolehkan tinggal dengan
keluarga.
Orang-orang Kazaks biasanya menganut monogami, tetapi dalam masyarakat lama,
poligami itu sangat umum di antara para penguasa feodal dan kepala suku, sesuai dengan
iman Islam mereka.
Suku Kazaks terkenal dengan keramahan, ketulusan hati. Jika mereka mengundang
tamu, mereka akan menghidangkan domba yang terbaik. Pada waktu makan malam, tuan
Para Kazaks adalah Muslim. Mereka menganut agama Islam. Meskipun tidak ada
banyak masjid di padang rumput, pengaruh Islam besar sekali terhadap kehidupan sosial
mereka dalam semua aspek. Mereka harus memberikan zakat sesuai ketentuan.
2. Suku Dayak. Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok
yang tinggal di pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya
diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri
sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal,
semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki
kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
TATO bagi sebagian masyarakat etnis Dayak merupakan bagian dari tradisi, religi,
status sosial seseorang dalam masyarakat, serta bisa pula sebagai bentuk penghargaan suku
terhadap kemampuan seseorang. Karena itu, tato tidak bisa dibuat sembarangan. Ada aturan-
aturan tertentu dalam pembuatan tato atau parung, baik pilihan gambarnya, struktur sosial
orang yang ditato maupun penempatan tatonya. Meski demikian, secara religi tato memiliki
makna sama dalam masyarakat Dayak, yakni sebagai "obor" dalam perjalanan seseorang
menuju alam keabadian, setelah kematian. Karena itu, semakin banyak tato, "obor" akan
semakin terang dan jalan menuju alam keabadian semakin lapang. Meski demikian, tetap saja
pembuatan tato tidak bisa dibuat sebanyak-banyaknya secara sembarangan, karena harus
mematuhi aturan-aturan adat. Tiap suku sub dayak mempunyai cara yang berbeda untuk
mentato.
3. Suku Burma
Salah satu daya tarik wanita adalah leher yang jenjang. Itu juga berlaku untuk suku di
Burma. Tapi leher yang menarik buat mereka tidak hanya jenjang tapi juga panjang. Para
perempuan di sana mengenakan kalung bertumpuk-tumpuk sejak kecil. Semakin tinggi
tumpukan kalungnya maka semakin panjang leher si perempuan. Kalung ini dikenakan
seumur hidup, tidak bisa & tidak boleh dilepas. Pertama karena alasan adat yang berkaitan
dengan status, kedua bila dilepas sama saja mereka melepas penyangga kepala mereka. Ruas
tulang leher yang terus ditarik menjadikannya tumbuh abnormal dan lunglai, bila kalung
dilepas leher mereka akan terkulai dan saluran pernapasan akan tertutup. Mereka akan mati
sesak napas.
Saudara kita yang berada di timur Indonesia ini tidak hanya terkenal dengan koteka &
body paintingnya. Mereka juga menunjukkan status serta harga diri dengan tindik. Tindik
bukan sembarang tindik, hidung atau telinga mereka ditindik dengan tulang atau cula babi &
tulang kera hasil buruan mereka. Sekali lagi ini adalah prestise.
(http://www.arthazone.com/news_detail.php?nid)
5. Pakaian Korea
7. Pakaian India
jilbab telah menjadi tradisi dan identitas hampir semua agama. dalam ISLAM (para
Muslimah)
dalam Kristen dan Katolik, pakaian semacam jilbab selalu digunakan oleh para Biarawati dan
para Suster.
11:6 Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga
menggunting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya
digunting atau dicukur, maka HARUSLAH IA MENUDUNGI KEPALANYA.
(http://7wolu.blogspot.com/2010/12/sejarah-jilbab-dari-berbagai-negara-dan.html)
BUNDA TERESA
Sebagai penganut kristiani yang taat bunda Theresa selalu menggunakan kerudung (sejenis
jilbab) yang menutupi kepalanya.
Jika kita lihat hampir semua kepercayaan yang ada menerapkan budaya yang sama
tentang pakaian wanita. Mengapa demikian? Bagaimana dengan suku-suku lain yang
kepercayaannya masih tradisional ( yang dimaksud kepercayaan tradisional yaitu; tidak
menganut agama-agama yang menyembah Tuhan).? Diskusikan bersama dan cari lebih
banyak contoh-contoh tentang keragaman budaya yang kamu ketahui.
Yang harus pula diperhatikan adalah untuk bekerja sama dengan orang-orang,
haruskah kita seperti mereka? Tentu saja tidak. Jika kita melakukan konformitas
(keseragaman) sepenuhnya, orang lian (di luar suku kita) akan menganggap perilaku kita
membungungkan dan tidak tulus. Ia mencurigai motif kita. Kita diharapkan berbeda. Tetapi
kitapun diharapkan untuk menghormatidan menerima orang-orang lain apa adanya. Belajar
berkomunikasi dengan mereka dengan cara mengamati pola-pola tradisi mereka yang tidak
tertulis.
Mulyana, Deddy, Jalaluddin Rakhmat. (Editor). 2006. Komunikasi antar Budaya. Panduan
berkomunikasi dengan orang-orang berbeda budaya. Bandung: Remaja Rosda Karya.
http://baltyra.com/2010/07/19/56-etnis-suku-di-china-the-kazak/
(http://7wolu.blogspot.com/2010/12/sejarah-jilbab-dari-berbagai-negara-dan.html)
http://www.swaberita.com/2008/05/19/nusantara/adat-istiadat-suku-dayak.html
http://www.ceritadayak.com/2010/12/punahnya-budaya-telinga-panjang-wanita.html
http://www.arthazone.com/news_detail.php?
nid=2254&PHPSESSID=8c3e3202bea32a3cf63a05017b64912d
LATIHAN