KOMODITAS FURNITURE
DISUSUN OLEH :
Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok industri
pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri
pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang
mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri pengolahan
kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk. produk kayu diantaranya dowel,
moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya (Kementrian Perindustrian, 2011).
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, yang dimaksud
dengan daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen dengan memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2009).
Kegiatan ekspor didasari kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar
mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. Suatu negara dapat
mengekspor barang produksinya ke negara lain apabila barang tersebut diperlukan negara
lain dan mereka tidak dapat memproduksi barang tersebut atau produksinya tidak dapat
memenuhi keperluan dalam negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah Furnitur Klasik Amerika dengan gaya khas Amerika ini dimulai ketika
Inggris telah menetap di Amerika sekitar abad ke-17. Perbedaan furnitur klasik Amerika dan
Eropa pada dasarnya terlihat dari kekayaan ornamen. Gaya klasik Amerika cenderung
kurang dalam pemakaian ornamen, sedangkan Eropa sangat dominan ornamen dengan motif
bunga-bunga, dan dedauanan, seperti tulip dan lainnya. Pada 1675, tren furnitur di AS mulai
berevolusi. Para perajin mulai melepaskan diri dari bayang-bayang pengaruh Inggris dalam
karya-karya mereka. Meskipun tidak bisa dipungkiri pengaruhnya masih tetap ada meskipun
sedikit, namun mereka tetap berusaha tampil beda dengan sedikit mencampurkan aksen
Oriental dan Mannerist.
Para pengrajin membuat karya mereka dengan bentuk yang lebih tinggi, lebih ringan
dan elegan. Serta mengubah furnitur kayu ek tradisional yang berat dan memberikan
kebebasan dalam desain. Mereka khusus membuat perubahan dalam desain tempat tidur,
meja-kursi, dan lemari penyimpanan rempah-rempah. Mebel-mebel klasik Amerika di
produksi dengan membuat replika dari hasil-hasil karya meraka yang menjadi kebanggan.
Semuanya 100 persen menggunakan teknik tradisional dan asli buatan tangan.
Keutamaannya adalah pada ukiran kayu yang sangat rinci dan setiap pinggiran furnitur
menjadi khas utama mebel klasik Amerika. Revolusi industri furnitur Amerika juga ditandai
dengan produksi mebel secara massal. Hal ini membuat harga furnitur pada saat itu cukup
murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Indonesia mempunyai gaya mebel yang unik dengan aneka ragam hias ukir yang
beragam. Ornamen yang beraneka. Pusat mebel ukir di Indonesia adalah Jepara. Pada tahun
2004, Kabupaten Jepara memiliki 3.539 unit produksi usaha mebel yang terdaftar di Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal. Usaha skala kecil yang belum
terdaftar diperkirakan 15.000 unit usaha. Keseluruhannya menyerap kira-kira 85.000 tenaga
kerja.
Dalam pengembangan industri di Indonesia, industri furniture dan kerajinan merupakan salah
satu industri prioritas yang didukung oleh sumber bahan baku berupa kayu, rotan maupun
bambu dan melimpahnya ketersediaan tenaga kerja. Apalagi dengan didukungnya industri
furniture Indonesia dalam hal ekspor ke negara lain, membuat industri furniture merupakan
salah satu industri yang berpotensial dan diutamakan dalam eskpor yang dilakukan Indonesia.
Daya saing industri furniture dan kerajinan Indonesia di pasar global terletak pada sumber
bahan baku alami yang melimpah dan berkelanjutan serta didukung oleh keragaman corak
dan desain yang berciri khas lokal serta ditunjang oleh SDM yang cukup kompeten.
Peran Ekspor Substektor Industri Furnitur Terhadap Total Ekspor Hasil Industri
Diharapkan nilai ekspor furniture kayu dan rotan olahan dalam lima tahun ke depan akan
mencapai USD 5 miliar. Komposisi ekspor furniture Indonesia dilihat dari segi bahan baku
masih didominasi oleh bahan baku kayu (59,5%), metal (8,1%), rotan (7,8%), plastik (2,3%),
bambu (0,5%), dan lain-lain (21,3%).
Konsumen AS multi etnik dengan “purchasing power” yang tinggi (income perkapita
rata-rata di atas 46 ribu US dollar) disamping jumlah penduduk cukup besar, yaitu 312 jiwa
orang tertarik pada furniture yang terlihat bagus dan tampaknya menjadi nilai yang baik. Mereka
melihat furniture sebagai investasi jangka panjang merupakan sesuatu yang unik untuk
disampaikan kepada anak-anak mereka atau tetap sebagai barang antik. Sifat konsumen AS,
membeli produk dengan harga murah tetapi mutu tinggi, yang harus dipelajari oleh pelaku usaha
terutama yang berbisnis di bidang furniture jika ingin masuk ke pasar AS tersebut .Indikator
penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam bisnis furniture adalah pertumbuhan property,
hotel, kantor-kantor, apartemen dll
Laporan Penelitian Pasar furnitur oleh Kentley Insights di Amerika Serikat 2018
PERTUMBUHAN INDUSTRI
Selama 3 tahun terakhir, industri telah tumbuh pada tingkat tahunan 4,5%
PERTUMBUHAN PERUSAHAAN
PERUSAHAAN PERDAGANGAN
Dari 2012 hingga 2017, jumlah perusahaan dengan 20-99 karyawan tumbuh 21,3%
PROFITABILITAS
Untuk perusahaan yang tidak menguntungkan, kerugian bersih rata-rata adalah -8,9%
Menurut laporan riset pasar Technavio, pasar furnitur rumah di AS akan tumbuh pada
CAGR lebih dari 6% selama periode perkiraan. Salah satu faktor kunci yang akan mendorong
pertumbuhan pasar adalah perbaikan di pasar konstruksi perumahan. Pasar furnitur rumah di AS
akan didorong oleh pertumbuhan industri real estat hingga akhir tahun 2021. Hal ini mendorong
kebutuhan akan apartemen layanan dan rumah berlantai satu, yang pada gilirannya,
meningkatkan permintaan untuk perabotan rumah di negara tersebut. Ini akan meningkatkan
permintaan untuk kegiatan konstruksi perumahan dan mendorong kebutuhan untuk perabotan
rumah tangga seperti tempat tidur dan kasur, unit penyimpanan, meja dan puncak meja, kursi,
sofa, kursi malas, dan produk mewah lainnya.
Meningkatnya permintaan untuk furnitur hijau atau furnitur ramah lingkungan akan
menjadi tren utama yang mendapatkan daya tarik di pasar furnitur rumah di AS. Meningkatnya
permintaan akan produk yang berkelanjutan dari konsumen akan mendorong produsen untuk
datang dengan produk furnitur ramah lingkungan yang inovatif. Isu lingkungan yang semakin
meningkat akan semakin mendorong baik produsen maupun konsumen untuk mengadopsi
furnitur ramah lingkungan atau hijau dan mengawasi jejak karbon.
Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nonmigas terbesar kedua bagi Indonesia
setelah Jepang. Pangsa pasar furniture Indonesia di AS adalah yang terbesar dibandingkan
negara tujuan ekspor furniture Indonesia yang lain. Sama halnya dengan nilai ekspornya pangsa
pasar furniture Indonesia ke AS dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Pangsa pasar yang
tertinggi dicapai pada tahun 2002 sebesar 32,63 %, sedangkan pangsa pasar terendah dicapai
tahun 1997 yaitu sebesar 18,54 persen.
Ekspor Furniture Indonesia ke AS terdiri dari 9 HTS dengan 6 digit, sedangkan nilai
terbesar, yaitu Kayu furniture (HS 940370) diikuti Bagian dari furnitur (HS. 940390), Wooden
furniture (except seats) of a kind used in the bedroom (HS.940350)
Krisis Ekonomi Gobal yang terjadi di belahan Amerika dan Eropa berdampak pada
menurunnya jumlah ekspor furniture Indonesia. Dimana hal ini, berpengaruh secara global
terhadap kondisi makro ekonomi negara-negara peng-import wooden furniture. Krisis
ekonomi yang melanda Eropa dan lesunya pasar AS sangat dirasakan dampaknya bagi
industri furniture dan kerajinan ditanah air. Hal ini mengingat AS merupakan tujuan utama
ekspor produk-produk furniture dan kerajinan Indonesia, tercatat pada tahun 2011 lalu,
data BPS menunjukan ekspor furniture ke negara-negara ke AS mencapai 30% dari total
ekspor furniture Indonesia.
Delivery time yang tidak tepat waktu, tidak terjaminnya pasokan bahan baku, kapasitas
terpasang produksi masih terbatas, kesadaran untuk melakukan
Promosi masih rendah (biaya promosi yang mahal), penguasaan teknologi informasi
rendah dan promotion kit (terbatas), kemampuan untuk melakukan Product Development
terbatas (inovasi dan forecasting) dan kualitas/standard produk masih rendah kandungan
air masih tinggi, sehingga mudah retak dan masih menggunakan teknologi manual,
sehingga antara produk sejenis terdapat perbedaan design
Illegal logging, penebangan liar yang sebagian dijual keluar negeri masih banyak
terjadi di Indonesia. Dampak buruk pertama, bahan baku furniture akan semakin langka
dan mahal. Sehingga hal ini meningkatkan biaya produksi dan harga jual. Dampaknya,
daya saing produk di pasar global menurun. Kedua, penebangan liar hutan tropis,paru-paru
dunia, mengancam pemanasan global. Negara-negara yang peduli untuk mengerem
pemanasan global membuat regulasi dalam menerima furniture dari Indonesia. Mereka
membatasi impor dari Indonesia dengan membatasi jumlah (kuota), dan mensyaratkan
furniture kayu (wooden furniture) Indonesia berasal dari kayu bersertifikat. Sayangnya
sertifikasi kayu ini dikeluarkan oleh lembaga dari luar negeri dan berbiaya mahal,
sehingga membebani ongkos produksi furniture kayu Indonesia
Regulasi di AS mempersyaratkan adanya ketentuan Container Security Initiatives
(CSI) dan 24-hour rule, mempersyaratkan penggunaan Heat Treatment (56 derajat Celcius
selama 30 menit) dan Fumigasi (dengan methil bromida selamat 16 jam) terhadap
Pengemasan (Solid Wood Packing Material /SWPM), pemberlakuan Lacey Act (Phase ke-
4) yang mulai berlaku 30 September 2010 (prevention of illegal logging practices, section
8204). Selain itu, terlalu banyak peraturan pemerintah AS, banyak formulir untuk diisi,
jarak terlalu jauh, dan tidak paham market di AS. Risiko terlalu besar jika barang yang
diekspor ditolak oleh Custom AS.
Regulasi Pemerintah. Dalam beberapa hal, pemerintah memang memberikan
wewenang pada Asosiasinya. Akan tetapi, pada kenyataannya, wewenang tersebut belum
bersentuhan secara langsung. Paling tidak, ada beberapa faktor kendala ekspor yang harus
terus dibenahi, diantaranya kebijakan pajak untuk mengambil barang sample, kebijakan
yang bankable, dan ekspor bahan baku.
Masalah Perbankan, Untuk mencairkan Letter of Credit (LC) exit saja memakan waktu
yang lama. Sedangkan pelaku industri furniture Indonesia hampir 80 persen tergolong dari
sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pelaku industri ini, membutuhkan dana tunai
untuk keberlangsungan biaya produksi dan perkembangan bisnisnya
3.1 Penutup
AS adalah negara yang paling signifikan di dunia dalam hal perdagangan
internasional. Selama beberapa dekade, AS telah memimpin dunia dalam impor. Keunikan
dan kondisi AS adalah negara adikuasa yang mempunyai wilayah sangat luas, terdiri dari 50
negara bagian. Dalam perdagangan dengan Indonesia, AS merupakan pasar tradisonal
Indonesia yang sangat potensial dengan jumlah penduduk terbesar ke-tiga di dunia sekitar
tiga ratus juta jiwa orang dan merupakan negara yang multikultur. Kebudayaan AS pun
beragan karena masyarakatnya yang beragam dari segala macam suku, negara, agama dan
warna kulit. Karekteristik Konsumen AS terkenal dengan keterbukaan mereka dalam
menerima layanan-layanan baru, mencoba produk2 baru yang masih asing dan beradaptasi
dengan proses yang belum familier bagi mereka. Karekteristik konsumen yang seperti ini
turut menciptakan sebuah ekosistem yang kondusif dan budaya innovasi yang pada
gilirannya mendorong majunya entrepreneurship disana .
Komoditi Furniture di AS cukup potensial karena memilki nilai jual yang
relatif tinggi karena memiliki artistik terbuat dari kayu pilihan dengan warna dan tekstur
indah yang dikerjakan dengan halus. Sejauh ini industri furniture atau mebel Indonesia
masih memiliki pamor bagus dan dikenal sebagai salah satu negara eksportir mebel terbesar
dalam perdagangan dunia. Trend pertumbuhan impor furniture AS tahun 2011-2012 cukup
besar, yaitu 10,76 %. Furniture merupakan salah satu produk primer bagi konsumen
Amerika Serikat. Indonesia termasuk 10 besar negara pemasok furniture bagi AS dengan
nilai yang cukup signifikan, Ini merupakan celah pasar bagi Indonesia untuk dicoba
diupayakan mengisi area ini. Trend pertumbuhan ekspor furniture Indonesia ke AS dalam
periode 2010-2011 mencapai 4,7%. Pada tahun 2012 Indonesia berada diperingkat ke-8
sebagai pemasok furniture ke Amerika Serikat.
Pasar Furniture Indonesia di AS masih menjanjikan dan peluangnya masih
cukup besar, Amerika Serikat masih merupakannegara dengan ekonomi terbesar dunia dan
punya income per kapita terbesar. Ini artinya, potensial market consumer AS boleh dibilang
semuanya memiliki buying power yang cukup tinggi dan itu adalah peluang bagi para
produsen di Indonesia untuk memasuki pasar ekspor furniture disana.