Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia ( SDM ) yang di lakukan
secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang
anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar
anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang
sehat, cerdas dan produktif
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia ( SDM ) yang di lakukan
secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang
anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar
anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang
sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindroma kemiskinan yang erat
kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan
perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.
Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu
unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development
Index ( HDI )..
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi
makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein.
Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan
energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % ( 1989 ) menjadi 24,6 % ( 2000 ).
Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung
meningkat. Di Kabupaten Purworejo sendiri dari hasil Pemantauan Status Gizi yang dilaksanakan setiap tahun
prevalensi gizi buruk meningkat terus yaitu dari 1,10 % ( 2001 ), 1,56 % ( 2002 ), 1,51 % ( 2003 ), dan 2,18 % ( 2004 ).
Sedangkan prevalensi gizi kurang 12,66 % ( 2001 ), 16,32 % ( 2002 ), 14,28 % ( 2003 ) dan 14,33 % ( 2004 ).
Kurang gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat
kecerdasan, kreatifitas dan produktifitas penduduk. Timbulnya krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan
penurunan kegiatan produksi yang drastis akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan perkapita turun. Hal ini
jelas berdampak terhadap status gizi dan kesehatan masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi
makanan dan timbulnya berbagai penyakit menular akibat lingkungan hidup yang tidak sehat.
Mulai tahun 1998 upaya penanggulangan balita gizi buruk mulai ditingkatkan dengan penjaringan kasus, rujukan dan
perawatan gratis di Puskesmas maupun Rumah Sakit, Pemberian Makanan Tambahan ( PMT ) serta upaya-upaya lain
yang bersifat Rescue. Bantuan pangan ( beras Gakin dll ) juga diberikan kepada keluarga miskin oleh sektor lain untuk
menghindarkan masyarakat dari ancaman kelaparan. Namun semua upaya tersebut nampaknya belum juga dapat
mengatasi masalah dan meningkatkan kembali status gizi masyarakat, khususnya pada balita. Balita gizi buruk dan gizi
kurang yang mendapat bantuan dapat disembuhkan, tetapi kasus-kasus baru muncul yang terkadang malah lebih
banyak sehingga terkesan penanggulangan yang dilakukan tidak banyak artinya, sebab angka balita gizi buruk belum
dapat ditekan secara bermakna. 2. Tujuan
Umum : Terlaksananya kegiatan penanggulangan balita gizi buruk tingkat Kabupaten, Puskesmas dan Rumah Tangga
Khusus :
1.1. Mengetahui kejadian dan jumlah balita gizi buruk
1.2. Memberikan pelayanan balita gizi buruk di puskesmas dengan baik
1.3. Mengetahui faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian balita gizi buruk melalui wawancara dan pengamatan.
1.4. Meningkatkan status gizi balita gizi buruk.
1.5. Melaksanakan kerjasama lintas sektor dalam penanggulangan balita gizi buruk.
3. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Penanggulangan Balita Gizi buruk dari tingkat Kabupaten, Puskesmas sampai tingkat Rumah Tangga.
Dalam Best Practice diuraikan tentang Prosedur Penjaringan Kasus Balita Gizi Buruk, Prosedur Pelayanan Balita Gizi
Buruk Puskesmas, Prosedur Pelacakan Balita Gizi Buruk dengan cara Investigasi, Prosedur Pelayanan Balita Gizi Buruk
di Rumah Tangga, Prosedur Koordinasi Lintas Sektoral dalam Upaya Penanggulangan Gizi Buruk.
BAB II
KERANGKA TEORI
Masalah gzi makro terjadi pada setiap siklus kehidupan manuasia dimulai dari janin dalam kandungan, bayi anak balita
http://www.dinkespurworejo.go.id - Website Resmi Dinas Kesehatan Kab. Purworejo
Powered by Mambo Generated: 29 March, 2011, 13:47
remaja dan dewasa. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kekurangan gizio pada siklus akan mempengaruhi
kejadian kekurangan gizi pada siklus berikutnya.
Bayi Baru
Lahir
BBLR ( 7-14% )
Anak Usia
Sekolah
Gangguan Pertumbuhan
( 36.3 % )
Secara langsung keadaan gizi dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak
langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan tingkat rumah tangga, ketersediaan pelayanan kesehatan, pola asuh
yang tidak memadai. Lebih lanjut masalah gizi disebabkan oleh kemiskinan, pendidikan rendah, kesempatan kerja. Oleh
karena itu keadaan gizi masyarakat merupakan manifestasi keadaan kesejahteraan rakyat.
MASALAH GIZI
Ketersediaan
Pangan Tingkat Perilaku / Yankes dan Penyebab
Rumah Tangga Asuhan Ibu Kesling Tdk Langs
Anak
Tanda-tanda Marasmus :
1. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit.
2. Wajah seperti orangtua
3. Cengeng, rewel
4. Perut cekung.
5. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
6. Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit kronik.
7. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan berkurang.
Tanda-tanda Marasmus-Kwashiorkor :
Tanda-tanda marasmus – kwashiorkor merupakan gabungan tanda-tanda dari marasmus dan kwashiorkor.
BAB III
PELAKSANAAN BEST PRACTICE
Penanggulangan Balita Gizi Buruk yang telah dilakukan yaitu :
1. Penjaringan kasus balita gizi buruk
2. Pelayanan balita gizi buruk di puskesmas
3. Pelacakan balita gizi buruk dengan cara investigasi
4. Pelayanan balita gizi buruk di rumah tangga
5. Koordinasi Lintas Sektor dalam upaya penanggulangan balita gizi buruk
http://www.dinkespurworejo.go.id - Website Resmi Dinas Kesehatan Kab. Purworejo
Powered by Mambo Generated: 29 March, 2011, 13:47
1. PENJARINGAN KASUS BALITA GIZI BURUK
Tujuan : Untuk mengetahui kejadian dan jumlah balita gizi buruk
Ruang Lingkup : Wilayah kerja puskesmas
Uraian umum : Pelacakan adalah menemukan kasus balita gizi buruk melalui pengukuran BB dan melihat tanda-tanda
klinis
Langkah-langkah kegiatan :
1) Mendatangi Posyandu atau rumah balita yang diduga menderita gizi buruk
2) Menyiapkan atau menggantungkan dacin pada tempat yang aman
3) Menanyakan tanggal / kelahiran anak
4) Menimbang balita
5) Mencatat hasil penimbangan
6) Menilai status gizi balita dengan indeks BB/U standart WHO-NCHS
7) Mencatat nama balita menderita gizi buruk
8) Membuat laporan KLB ke DKK
Dokumen terkait :
1) Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di Rumah Tangga dan Puskesmas
2) Laporan bulanan kasus balita gizi buruk
3) Formulir penjaringan balita gizi buruk
4) Leaflet
Rujukan : Buku Pedoman Tatalaksana Gizi Buruk di RT dan Puskesmas
Penjaringan
Laporan
Bidan Desa
Pelacakan
Kasus dg
Investigasi
Laporan
Kerjasama Puskesmas
Lintas
Sektor
Laporan
Koordinasi Kabupaten