Anda di halaman 1dari 27

BAB 11

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim

atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel

pada puncak vagina.

( Diananda,Rama, 2009 )

Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan

merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya

untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker

serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker

serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang

menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis dapat

menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal

yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian

terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.


B. Anatomi fisiologi

Anatomi alat kandungan di bedakan menjadi 2 yaitu genetalia eksterna

dan genetalia interna

( Sobatta,2006)

1. Genetalia eksterna

a. Monsveneris

Bagian yang menonjol bagian simfisis yang terdiri dari jaringan

lemak,daerah ini di tutup bulu pada masa pubertas.

b. Vulva

Adalah tempat bermuara sistem urogenital. Di sebelah luar vulva

dilingkari oleh labia mayora (bibir besar) yang ke belakang, menjadi

satu dan membentuk kommisura posterior dan pereniam. Di bawah

kulitnya terdapat jaringan lemak seperti yang ada di mons veneris.


c. Labia mayora

Labia mayora ( bibir besar ) adalah dua lipatan besar yang membatasi

vulva, terdiri atas kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat

pubertas tumbuh rambut di mons veneris dan pada sisi lateral.

d. Labia minora

Labia minora ( bibir kecil ) adalah dua lipatan kecil diantara labia

mayora,dengan banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labia minora

adalah vestibulum.

e. Vestibulum

Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia

minora), maka belakang di batasi oleh klitoris dan perenium, dalam

vestibulum terdapat muara – muara dari liang senggama (introetus

vagina uretra, kelenjar bartholimi dan kelenjar skene kiri dan kanan).

f. Himen (selaput dara)

Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar liang senggama

ditengahnya berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir

keluar, letaknya mulut vagina. Pada bagian ini bentuknya berbeda-

beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan yang

lunak, lubangnya ada seujung jari, ada yang dapat dim lalui satu jari.

g. Perenium

Terbentuk dari korpus perinium, titik tentu otot-otot dasar panggul

yang ditutupi oleh kulit perenium.


(Sobatta,2006)

2. Genetalia interna

a. Vagina

Tabung yang di lapisi membran dari jenis-jenis epitelium bergaris,

khusus dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya

dari vestibulum sampai uterus 71/2. Merupakan penghubung antara

introitus vagina dan uterus. Dinding depan liang senggama (vagina) 9

cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada puncak vagina sebelah

dalam berlipat-lipat disebut rugae.

b. Uterus

Organ yang tebal,berotot berbentuk buah pir,terletak di dalam pelvis

antara rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya

disebut miometrium. Uterus terapung di dalam pelvis dengan

jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus 71/2 cm, lebar ±5 cm, tebal

±2 cm. Berat 59 gr, dan berat 30-60 gr.

Uterus terdiri dari :


1) Fundus uteri (dasar rahim )

Bagian uterus yang terletak antara pangkal saluran telur. Pada

pemeriksaan kahamilan, perabaan fundus uteri dapat

memperkirakan usia kehamilan.

2) Korpus uteri

Bagian uterus yang terbesar pada kehamilan,bagian ini berfungsi

sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada

korpus uteri di sebut kavum uteri atau rongga rahim.

3) Servik uteri

Ujung servik yang menuju puncak vagina disebut

porsio,hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis

disebut ostium uteri internum.

Lapisan-lapisan uterus, meliputi :

1) Endometrium

2) Myometrium

3) Parametium

c. Ovarium

Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus

di bawah merupakan tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh

ligamentum latum uterus.


d. Tuba fallopi

Tuba fallopi di lapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak

lipatan sehingga memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus.

Sebagian sel tuba mensekresikan cairan serosa yang memberikan

nutrisi pada ovum.Tuba fallopi disebut juga saluran telur terdapat 2

saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12cm tetapi tidak

berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat fimbria, untuk

memeluk ovum saat ovulasi agar masuk kedalam tuba. (Tambayong,

2002)

C. ETIOLOGI

Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah

secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan

terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak

atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker

serviks.

Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui

secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap

terjadinya kanker serviks yaitu :

1. HPV ( Human Papiloma Virus )

HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata )

yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat

berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.


a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus

papiloma.

b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi

karsinoma pada kondilom akuminata.

c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker

dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV

ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.

d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )

1. Merokok

Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali lebih

tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada

serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi

kokarsinogen infeksi virus.

2. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18

tahun).

3. Berganti - ganti pasangan seksual.

4. Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama

pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah

dengan wanita yang menderita kanker serviks.

5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol ) pada wanita hamil untuk mencegah

keguguran.
6. Pemakaian Pil KB.

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima

tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan

resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan

meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.

7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.

8. Golongan ekonomi lemah.

Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear

secara rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )

D. PATOFISIOLOGI

Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker sehingga

menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan kemudian sel - sel yang

mengalami mutasi dapat berkembang menjadi sel displasia. Apabila sel

karsinoma telah mendesak pada jaringan syaraf akan timbul masalah

keperawatan nyeri. Pada stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu

kerja sistem urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang

menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi. Keputihan

yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi keluhan juga, karena

mengganggu pola seksual pasien dan dapat diambil masalah keperawatan

gangguan pola seksual. Gejala dari kanker serviks stadium lanjut diantaranya

anemia hipovolemik yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga

timbul masalah keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.


Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami beberapa efek

samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan

terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan

( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut

menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh. Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah

dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi

kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh

yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh

berkurang dan resiko injury pun akan muncul.

Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher rahim

ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan tersebut bisa

dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, ancaman status

kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu

dihubungkan dengan kematian.

(Price, syivia Anderson, 2005)

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis

jaringan.

2. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80% ).

3. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.

4. Perdarahan spontan saat defekasi.


5. Perdarahan diantara haid.

6. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.

7. Anemia akibat pendarahan berulang.

8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.

(Dr RamaDiananda, 2009 )

F. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi sedangkan

stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan penyinaran. Tolak ukur

keberhasilan pengobatan yang biasa digunakan adalah angka harapan

hidup 5 tahun. Harapan hidup 5 tahun sangat tergantung dari stadium

atau derajatnya beberapa peneliti menyebutkan bahwa angka harapan

hidup untuk kanker leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih

lanjut. Pada penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika

dalam ginekologi.

Penggolongan obat sitostatika antara lain :

a. Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan semua sel

pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.

b. Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu darimana

proliferasi termasuk obat fase spesifik.

c. Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh proliferasi sel

lebih besar, termasuk obat - obatan siklus spesifik.


2. Penatalaksanaan Keperawatan

Dalam lingkar perawatan meliputi sebelum pengobatan terapi

radiasi eksternal anatara lain kuatkan penjelasan tentang perawatan yang

digunakan untuk prosedur. Selama terapi yaitu memilih kulit yang baik

dengan menganjurkan menghindari sabun, kosmetik, dan deodorant.

Pertahankan kedekuatan kulit dalam perawatan post pengobatan antara

lain hindari infeksi, laporkan tanda - tanda infeksi, monitor intake cairan,

beri tahu efek radiasi persisten 10 - 14 hari sesudah pengobatan, dan

melakukan perawatan kulit dan mulut.

Dalam terapi radiasi internal yang perlu dipertimbangkan dalam

perawatan umum adalah teknik isolasi dan membatasi aktivitas,

sedangkan dalam perawatan pre insersi antara lain menurunkan kebutuhan

untuk enema atau buang air besar selama beberapa hari, memasang

kateter sesuai indikasi, latihan nafas panjan dan latihan rom dan jelaskan

pada keluarga tentang pembatasan pengunjung. Selama terapi radiasi

perawatannya yaitu monior tanda - tanda vital tiap 4 jam. Memberikan

posisi semi fowler, berikan makanan berserat dan cairan parenteral

sampai 300ml dan memberikan support mental. Perawatan post

pengobatan antara lain menghindari komplikasi post pengobatan (

tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor intake dan

output cairan. (Bambang sarwiji, 2011)


G. STADIUM KARSINOMA SERVIKS

Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri :Tingkat

kriteria

Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel, tidak

terdapat bukti invasi.

Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks. Proses

terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus

uteri.

Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah rusak

dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm, sel

tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh

darah.

Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik

menunjukkan invasi serviks uteri.

Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks hingga

mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau area

para servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.

Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium masih

bebas dari infiltrate tumor.

TahapIIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi belum

sampai pada dinding panggul.

Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau telah

meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul. Penyakit


nodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding

panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua

ureter tersumbat oleh tumor.

Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal vagina,

sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.

Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul, tidak

ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan

dinding panggul ( frozen pelvic ) atau proses pada

tingkatan klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal

ginjal.

Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan

melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih

(dibuktikan secara histologik ) atau telah terjadi metastasis

keluar paanggul atau ketempat - tempat yang jauh.

Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah

menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.

Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.

( Dr Imam Rasjidi, 2010 )

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP )

sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya


melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining

sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian

diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.

b. Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi,

suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga

rendah dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ).

Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang

mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel

dan vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan

perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.

c. Biopsi

Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )

terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat

seluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis

serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara

konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus

tajam sehingga harus diawetkan dalam larutan formalin 10%.

d. Konisasi

Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks

sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut ( konus ),

dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan

diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas


jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.

Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan,

dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan

larutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi

dilakukan diluar daerah dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna

oleh larutan lugol ). Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan -

keadaan sebagai berikut :

1. Proses dicurigai berada di endoserviks.

2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.

3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.

4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

( Prof. R Sulaiman , 2006 )

I. PENGKAJIAN FOKUS

Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual

Salah satu faktor yang menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah

dibawah umur 18 tahun.

1. Perilaku seks berganti - ganti pasangan

Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker

serviks dapat ditularkan dengan mudah.

2. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap

smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
3. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan

kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker

seviks.

4. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran

diri, emosional.

5. Perineum; keputihan, bau, kebersihan

Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim

yang mulai mengalami metastase.

6. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )

Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan

abnor malita pada organ - organ daerah panggul.

7. Perasaan berat daerah perut bagian bawah

Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf -

syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat

pada daerah tersebut.

8. Gaya hidup

Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat

memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang - orang

dengan gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek

negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut

sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.


9. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara

siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.

10. Riwayat Keluarga

Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.

( Doengoes, 2005 )
J. PATHWAY

J. Y
Factor resiko VIRUS HPV Virus Herpes
Genetalia atau
kondiloma

Ca serviks

psikologis

infeksi pengobatan
penekanan Perdarahan
Kurang pervagina
pengetahuan Eksternal
keputihan
radiasi
Vesika Sel saraf
urinaria berlebihan hipovolomia
Kulit Depresi
Mulut
cemas merah sum-sum Resti terjadinya syok hipovole
stomatitis
kering tulang
Hidroureter
hidronefrosis Perdarahan pada
Penurunan
saat berhubungan
HB turun nafsu makan
nyeri suami istri
Statis urin
Gangguan pola seksual
Anemia

Sel-sel
Resti kurang
kerusakan oksigen
intregritas
kulit Mual
muntah

Nutrisi
kurang
Kelemahan,keletihan
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari Daya tahan tubuh kurang
kebutuhan

Resiko injuri
Resiko penyebaran infeksi
K. FOKUS INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan

kematian sel.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri

hilang atau berkurang.

Kriteria :

a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0

- 3.

b. Ekspresi wajah rileks.

c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.

Intervensi :

a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala

nyeri.

b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,

message.

c. Awasi dan pantau TTV.

d. Berikan posisi yang nyaman.

e. Kolaborasi pemberian analgetik.

Rasional :

a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang

akan dilakukan selanjutnya.

b. Mengurangi rasa nyeri.

c. Mengetahui tanda kegawatan.


d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.

e. Mengontrol nyeri maksimum.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual

muntah karena proses eksternal Radiologi .

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi

dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Kriteria hasil :

a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.

b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.

c. Berat badan klein normal.

d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.

Intervensi :

a. Kaji status nutrisi pasien

b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.

c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein

dan tetap sesuai diit ( Rendah Garam ).

d. Pantau masukan makanan setiap hari.

e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.

Rasional :

a. Untuk mengetahui status nutrisi

b. Memantau peningkatan BB.

c. Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.

d. Identifikasi defisiensi nutrisi.


e. Agar nutrisi terpenuhi

3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam

( darah, keputihan ).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien

tidak terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri

dari infeksi .

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks

b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.

c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien

keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.

d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk

e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.

Intervensi :

a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.

b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.

c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.

d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.

e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.

f. Koloborasi pemeberian antibiotik.

Rasional :

a. Mengurangi terjadinya infeksi.

b. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi.


c. Mencegah terjadinya infeksi.

d. Membantu mempercepat penyembuhan.

e. Mencegah terjadinya infeksi.

4. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur

pengobatan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan

hilang atau berkurang.

Kriterial hasil :

a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.

b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.

c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.

d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi

rasa takut.

e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan

pengobatan dan klien mendapat dukungan dari terdekat.

Intervensi :

a. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.

b. Beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk

mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara.

c. Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan

menyentuh klien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan

mengklarifikasi rasa takut.Beri informasi akurat, konsisten mengenai

prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat.

Rasional :

a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.

b. Membantu mengurangi kecemasan.

c. Meningkatkan kepercayaan klien.

d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.

e. Mengurangi kecemasan.

5. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari

prosedur pengobatan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

kerusakan intergritas kulit.

Kriteria hasil :

a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan

pengobatan tanpa mengiritasi kulit.

b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma

kulit.

c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma

pada area terapi radiasi.

d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah

cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan

setelahnya.
Intervensi :

a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.

b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit

yang kering dari pada menggaruk.

c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapat terapi

radiasi.

d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut dan longgar pada, biarkan

pasien menghindari penggunaan bra bila ini memberi tekanan.

Rasional :

a. Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi kulit.

b. Membantu menghindari trauma kulit.

c. Efek kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.

d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi

cedera atau injuri.

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.

b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan

aktifitas.

c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.

Intervensi :

a. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.


b. Anjurkan untuk berpegangan tangan atau minta bantuan pada

keluarga dalam melakukan suatu kegiatan.

c. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat bantuan.

Rasional :

a. Membantu mengurangi kelelahan.

b. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan.

c. Membantu mempercepat penyembuhan.

7. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien

mampu mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat

yang diinginkan bila mungkin.

Kriteria hasil :

a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas

dapat diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan

seseorang.

Intervensi :

a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.

b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien

mengenai seksualitas

c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik- konflik

yang muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai

masalah seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang

penting bagi pasien.

Rasional :

a. Faktor- faktor seperti menoupose dan proses penuan remaja dan

dewasa awal yang perlu masukan dalam pertimbangan mengenai

seksualitas dalam penyakit yang perawatan yang lama.

b. Untuk memberikan pandangan bahwa keterbatasan kondisi/

lingkungan akan berpengaruh pada kemampuan seksual tetapi

mereka takut untuk menanyakan secara lansung.

c. untuk mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah seksual yang

muncul.

d. Apabila masalah- masalah diidentifikasikan dan di diskusikan maka

pemecahan masalah dapat ditemukan

e. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan tingkatkan

makna terhadap pola interaksi yang telah dibina

8. Resti terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan

pervaginam.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok

berkurang atau tidak terjadi syok.

Kriterial hasi :

a. pasien tidak mengalami anemia

b. Tanda - tanda vital stabil.

c. Pasien tidak tampak pucat.


Intervensi :

a. Kaji adanya tanda terjadi syok

b. Observasi KU

c. Observasi TTV

d. Monitor tanda pendarahan

e. Check hemoglobin dan hematokrit

Rasional :

Mengetahui adanya penyebab syok

a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat

terjadi pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.

b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.

c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak

sampai syok.

d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami

pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

(Doengoes, 2005)

Anda mungkin juga menyukai