ARS195311
KONTEKS BUDAYA-SPASIAL DALAM ARSITEKTUR
OLEH:
GRACE GUNAWAN - 8112001008
RUTH DEA JUWITA - 8112001015
ARIYAN NOERRACHMAN - 8112001024
Abstract
The development of architecture in Indonesia is closely related to the development
of culture (non-physical) and geographical conditions (physical). Local wisdom is formed
as an architectural advantage of the local community, depending on the geographical
conditions of each. The Islamic Center in Tulang Bawang Barat Regency, Lampung, is one
proof that until now, local architecture has influenced modern architecture, especially in
Lampung. The Islamic Center of the Tulang Bawang Barat Regency consists of a mosque
and a traditional hall, or what is known in Lampung as the great cult. The traditional hall
adopts traditional values from Lampung, but is combined with modern materials and
ornaments derived from local traditions. Grace Gunawan
Abstrak
Perkembangan arsitektur di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan budaya
(non-fisik) dan kondisi geografisnya (fisik). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya berarsitektur masyarakat setempat, tergantung dengan kondisi geografisnya
masing-masing. Islamic Center di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, merupakan
salah satu bukti bahwa sampai saat ini, arsitektur lokal mempengaruhi arsitektur modern
terutama di Lampung. Islamic Center Kabupaten Tulang Bawang Barat terdiri dari masjid
dan balai adat, atau yang dikenal di Lampung sebagai sesat agung. Balai adat mengadopsi
nilai-nilai adat dari Lampung, tetapi digabungkan dengan material-material modern serta
ornamen-ornamen yang berasal dari tradisi lokal. Grace Gunawan
1. Pendahuluan
“There is an in-between ‘temperate’ kind of environment that creates temperate
architecture and temperate people.” Vitruvius percaya bahwa perbedaan dari bangunan-
bangunan yang ada di muka bumi adalah akibat dari interaksi manusia dengan
lingkungannya secara terus-menerus. Perbedaan-perbedaan ini merefleksikan adanya peran
identitas lokal dalam perkembangan arsitektur setempat. Konsep lokalitas sendiri berkaitan
erat dengan tempat atau wilayah tertentu. Lokalitas mengansumsikan adanya garis
pembatas yang bersifat permanen, tegas, dan mutlak, yang mengelilingi satu wilayah atau
ruang tertentu (Priyambodo dan Setijanti, 2016). Ruth Dea Juwita
Perkembangan arsitektur di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan budaya
(nonfisik) dan kondisi geografisnya (fisik). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya berarsitektur masyarakat setempat, tergantung dengan kondisi geografisnya
masing-masing. Kebudayaan datang dari manusia, ungkapan dirinya, baik dalam hal cara
Gambar 2. Balai Adat Sesat Agung (kiri) dan Masjid Baithushobur (kanan)
Sumber: Google Images
Kawasan Islamic Center Tulang Bawang Barat (Tubaba) terdiri dari balai adat
(sesat agung), berfungsi sebagai balai pertemuan dan pusat kegiatan masyarakat Lampung,
dan masjid Baithushobur, sebagai tempat beribadah dan pusat kegiatan masyarakat muslim.
Islamic Center terletak 120 km ke arah utara dari pusat kota Bandar Lampung, Kabupaten
Tulang Bawang Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tulang
Bawang, dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam.
Kawasan Islamic Center berada di tengah hutan karet yang sejuk dan rimbun.
Islamic Center saat ini terdiri dari dua bangunan, namun pada perencanaannya akan
dibangun lebih banyak lagi bangunan. Balai Adat Sesat Agung sendiri menghadap ke arah
jalan utama, Jalan Panaragan Jaya, Tulang Bawang Barat.
5. Analisis
Dalam penelitian ini kami ingin mengkaji objek studi yaitu Balai Adat Sesat Agung
Bumi Gayo yang berada di kompleks Islamic Center dari 18 kajian sudut pandang yaitu
alam, iklim, budaya, perilaku, upacara ritual, filosofi, konsep, tata nilai, pranata, kearifan
lokal, orientasi, masa dan ruang, bentukan arsitektur, teknologi, material, tekstur dan
warna, ornamentasi, dan nilai atau makna simbolik.
5.1. lingkup lingkungan Ruth Dea Juwita
Analisis ini akan membahas hubungan arsitektur dengan lingkungannya, terdiri
dari orientasi, lingkungan tapak, dan lingkungan sekitar, dan menelusuri makna yang
terkandung dalam lingkup ini. Mula-mula, masyarakat Lampung mempunyai tipologi
bermukim. Sebelum masa kolonialisasi, diyakini masyarakat bermukim membentuk oval
dan berorientasi ke arah timur, orientasi matahari terbit. Matahari terbit melambangkan
kehidupan, sedangkan arah barat diyakini sebagai lambang kematian. Sayangnya, pola
permukiman ini sudah lama ditinggalkan setelah masa kolonialisme dan seiring
berkembangnya daerah Lampung. Balai Adat Sesat Gayo tidak secara tepat berorientasi ke
arah Timur, melainkan bergeser sedikit, menghadap ke sebelah Tenggara. Pertimbangan
ini diperkirakan demi menghindari panasnya matahari jika bangunan secara langsung
berorientasikan Timur-Barat. Dengan membelokan bangunan sedikit, bangunan tetap
mendapatkan orientasi yang dihormati sekaligus menghindari panas sinar matahari
langsung ke dalam ruang utama bangunan.
Lingkungan sekitar Balai Adat Sesat Agung mendapat penataan yang baik dan
sangat berbeda dari kondisi eksisting sebelumnya. Sebelum dibangun, tapak berupa rawa-
rawa yang dikelilingi oleh perkebunan karet. Rawa-rawa dan perkebunan karet tersebut
kini telah diganti dengan kolam besar yang di depan balai adat. Air menjadi faktor penting
dalam konsep perancangan Islamic Center, termasuk Balai Adat Sesat Agung. Selain
menambah nilai estetika, airnya juga membuat aliran udara menjadi sejuk, dan
mencerminkan pemandangan indah di seberang kolam.
Masyarakat Lampung mempunyai kitab hukum adat bernama kitab Kuntara Raja
Niti. Falsafah-falsafah tersebut dilambangkan sebagai “lima kembang penghias siger” pada
Gambar 3. Balai Adat Sesat Agung Gambar 4. Hubungan Balai Adat dan akses
Sumber: Archify utama
Sumber: Archify
Balai sesat agung merupakan pusat komunitas budaya di Islamic Center Tubaba
adalah pusat komunitas budaya di Tulang Bawang Barat. Seperti layaknya balai adat untuk
warga bertemu dan bermusyawarah. Sesat Agung yang desainnya mewakili relasi antar
sesama manusia dalam beradat istiadat. Oleh sebabnya, desain dibuat dalam bentuk
horizontal yang menggambarkan kesetaraan antar manusia, tidak ada yang derajatnya lebih
tinggi, ataupun lebih rendah. Bangunan ini menerapkan dari segi fungsi terpakai dan
memiliki estetik apik pada saat ini menjadikan bangunan tersebut sebuah identitas dari
warga kabupaten Tulang Bawang Barat. Ariyan
Balai adat sesat agung juga wujud bangunan yang mencerminkan ragam bentuk
akulturasi arsitektur dari perpaduan arsitektur lokal Lampung dan modern yang
mencerminkan pada sosok bangunan tersebut. Balai sesat agung yang didominasi oleh
unsur atap yang terdiri dari 9 (sembilan) susun atap tradisional Lampung, yang
melambangkan 4 (empat) Marga Tulang Bawang dan 5 (lima) pulau besar di Indonesia
yang penduduknya bertransmigrasi ke Lampung. Balai adat sesat agung memiliki pola tata
ruang dengan salah satu gaya arsitektur Lampung dengan konsep terbuka, yang
memberikan kesan menerima dan penggunaan material beton dengan bentuk yang
fungsional dan sederhana. Ariyan
Fungsi bangunan, balai adat, sudah ada sebagai balai pertemuan masyarakat
Lampung. Perilaku masyarakat Lampung yang gemar bertamu dan berkumpul
diaplikasikan dalam konsep perancangan Balai Adat Sesat Agung di Tubaba ini. Aktivitas
budaya menjadi hal yang terjaga dalam budaya Lampung, salah satunya aktivitas upacara
adat. Bangunan bersifat semi terbuka, dan terdiri dari dua lantai berbeda yang dapat
menampung perkumpulan masyarakat Lampung dalam jumlah sangat besar. Tidak hanya
untuk bertamu dan berkumpul, Balai adat juga dibutuhkan untuk menggelar berbagai
macam upacara ritual sebagai tradisi adat masyarakat Lampung. Upacara adat yang
biasanya digelar di sebuah balai adat, antara lain:
1. Upacara Gawi
Upacara Gawi merupakan sebuah ritual sebagai bentuk rasa syukur atas sebuah
kejadian, seperti pernikahan, kelahiran anak, dan sebagainya. Upacara ini
merupakan tradisi masyarakat adat Lampung yang bermarga Bunga Mayang
Sungkai. Upacara ini biasanya dilakukan cukup lama, yaitu 10 hari.
2. Tayuhan
Tayuhan merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan keluarga besar untuk
merayakan pernikahan, khitanan, hasil panen yang berlimpah, hingga
pembangunan rumah. Untuk peralatan dan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tradisi ini cukup banyak seperti Tandang Bulung, Kecambai, Begulai, Nyani
Buwak, hingga Khambak Bebukha. Ruth Dea Juwita
Balai Adat Sesat Agung memiliki abstraksi bentuk yang sangat berbeda dari balai
adat pada umumnya. Arsitektur meminjam bentuk siger sebagai lambang dari budaya
Lampung yang sangat khas dan mentransformasi bentuk tersebut ke dalam bentuk atap
Gambar 7. Rumah Adat Agung Gambar 8. Siger Gambar 9. Sesat Agung Islamic
Sumber: Kemenkeu Sumber: Indonesia Center
Kaya Sumber: Mitrapol
Wujud Kebudayaan Lampung (Piil Pesenggiri) dalam komposisi bentuk terlihat
dari dengan ruang terbuka untuk mewadahi kegiatan masyarakat, dan ornamentasi siger
dan aksara lampung sebagai wujud kebudayaan yang disematkan dalam ruang. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, secara umum budaya Lampung terbagi menjadi dua
bagian yaitu Lampung Saibatin dan Kapung. Singer Pepadun yang memiliki 9 lekukan
yang merupakan perhiasan wanita dimana bentuk atap balai adat ini diambil, adalah
Gambar 10. Siger pepadun Gambar 11. Puncak Balai Adat Sesat Agung
Sumber: berbagaiperbedaan.blogspot.com Sumber: Seringjalan
Gambar 15. Plat lantai dari Kayu Merbau Gambar 16. Kolom dari beton berulang
Sumber: Jumanto.com Sumber: Newlampungterkini.com
Balai sesat menggunakan teknologi pembangunan dengan mencampurkan antara
teknologi konstruksi lokal dan kearifan lokal setempat. Struktur utama dari bangunan ini
adalah konstruksi beton bertulang dan konstruksi atap sederhana. Sedangkan beberapa
bahan pelapis lantai (flooring) dan dinding masih menggunakan material-material lokal
yang telah digunakan di bangunan tradisional lampung lainnya yang dijelaskan di poin
4.15. Material. Papan papan kayu ditata beronggang di setiap sisi bangunan. Tanpa adanya
tembok 14assif, papan kayu ini tidak hanya menunjukkan batas lantai fungsional, tetapi
juga memberikan celah yang cukup untuk memberikan kesan transparansi dan cahaya
alami dapat bisa masuk ke dalam ruangan.
Gambar 17. Papan kayu pada bangunan Gambar 18. Tampak Samping Bangunan
Sumber: Archify Sumber: Archify
Daftar Pustaka
1. Adimihardja, Kusnaka; Purnama Salura, (2004). Arsitektur Dalam Bingkai Kebudayaan, Foris, Bandung.
2. Amaris, Jessica Virginia, (2017) Pemaknaan Relasi Ruang Ritual Dengan Ekspresi Bangunan Masjid
Islamic Center Tulang Bawang Barat. Sripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Katolik
Parahyangan Bandung.
3. Archifynow. (2020, February 20). andramatin Imbues Meaning to a Community Center in Tulang
Bawang Barat Regency. Archify. https://www.archify.com/id/archifynow/andramatin-imbues-
meaning-to-a-community-center-in-tulang-bawang-barat-regency. Diakses tanggal 18 Juni 2021
4. Budihardjo, Eko, (1997), Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni.
5. Ching, Francis, D.K., (2007). Architecture : Form, Space and Order. New York: ThompsonPublishing Inc.
6. Effendi, I. B. (2014). Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis Persebaran Lokasi Obyek Priwisata
berbasis WEB dan Mobile Android (Studi Kasus di Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar).
7. Evensen, Thomas, Thiis, (1987). Archetypes in Architecture, Norwegian University Press.
8. Fauzy,Bachtiar, Sudikno Antariksa, Salura Purnama, (2012). The Resilience ofJavanese Meaning in The
Architectural Acculturation of Javanese with Chinese Ethnic Houses in The Kampong of
Sumbergirang anda Babagan in Lasem, Journal of Basic and Applied Scientific Research,
Textroad.
9. Koentjaraningrat, (1982).Persepsi tentang Kebudayaan Nasional Jakarta, Lembaga Research Kebudayaan
Nasional –LIPI, Jakarta
10. Mangunwijaya, Y.B., (1988). Wastu Citra : Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektural, Gramedia,
Jakarta.
11. Nugraha, Agung. (2018). Ragam bentuk akulturasi arsitektur lokal dan modern pada bangunan Islamic
Center di Kabupaten Tulang Bawang Barat Lampung. Bandung: Universitas Katolik
Parahyangan.
12. Rapoport, A, (1969). House, form, and culture. New Jersey: Prentice Hall.
13. Salura, P., 2018. Anatomy of architecture based on the creation of space for activity. International
Journal of Engineering & Technology, 7(2.14), pp. 205-207.
14. Salura Purnama, Bachtiar Fauzy (2012): The EverRotating Aspects of Function Form
Salura, Purnama, (2010). Arsitektur Yang Membodohkan. Bandung: Cipta Sastra Salura.
15. Suryono, Alwin. 2015. “Aspek Bentuk dan Fungsi Dalam Pelestarian Arsitektur Bangunan Peninggalan
Kolonial Belanda Era Politik Etis di Kota Bandung.” Bandung: Disertasi Universitas Katolik
Parahyangan.
16. Suryono, Alwin, Antariksa Sudikno, dan Purnama Salura. 2013. “Conservation of Dutch Colonial
Architecture Heritage on Rectorate Building of Education University of Indonesia in Bandung.”
Journal of Basic and Applied Scientific Research 3 (8): 418–22.