Anda di halaman 1dari 17

UJIAN AKHIR SEMESTER

ARS195311
KONTEKS BUDAYA-SPASIAL DALAM ARSITEKTUR

UNSUR LOKALITAS YANG TERKANDUNG DALAM


ARSITEKTUR BALAI ADAT SESAT AGUNG,
TULANG BAWANG BARAT, LAMPUNG

OLEH:
GRACE GUNAWAN - 8112001008
RUTH DEA JUWITA - 8112001015
ARIYAN NOERRACHMAN - 8112001024

NAMA DOSEN KELAS:


DR. BACHTIAR FAUZY IR., M.T.

PROGRAM MAGISTER ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2021

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 1


UNSUR LOKALITAS YANG TERKANDUNG DALAM ARSITEKTUR
BALAI ADAT TULANG BAWANG BARAT, LAMPUNG

Grace Gunawan1, Ruth Dea Juwita2, Ariyan Noerrochman3


Mahasiswa S2 Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan
8112001008@student.unpar.ac.id1, 8112001015@student.unpar.ac.id2,
8112001024@student.unpar.ac.id3

Abstract
The development of architecture in Indonesia is closely related to the development
of culture (non-physical) and geographical conditions (physical). Local wisdom is formed
as an architectural advantage of the local community, depending on the geographical
conditions of each. The Islamic Center in Tulang Bawang Barat Regency, Lampung, is one
proof that until now, local architecture has influenced modern architecture, especially in
Lampung. The Islamic Center of the Tulang Bawang Barat Regency consists of a mosque
and a traditional hall, or what is known in Lampung as the great cult. The traditional hall
adopts traditional values from Lampung, but is combined with modern materials and
ornaments derived from local traditions. Grace Gunawan

Key Words: traditional hall, culture, local traditions, Lampung

Abstrak
Perkembangan arsitektur di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan budaya
(non-fisik) dan kondisi geografisnya (fisik). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya berarsitektur masyarakat setempat, tergantung dengan kondisi geografisnya
masing-masing. Islamic Center di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung, merupakan
salah satu bukti bahwa sampai saat ini, arsitektur lokal mempengaruhi arsitektur modern
terutama di Lampung. Islamic Center Kabupaten Tulang Bawang Barat terdiri dari masjid
dan balai adat, atau yang dikenal di Lampung sebagai sesat agung. Balai adat mengadopsi
nilai-nilai adat dari Lampung, tetapi digabungkan dengan material-material modern serta
ornamen-ornamen yang berasal dari tradisi lokal. Grace Gunawan

Kata Kunci: balai adat, budaya, lokalitas, Lampung

1. Pendahuluan
“There is an in-between ‘temperate’ kind of environment that creates temperate
architecture and temperate people.” Vitruvius percaya bahwa perbedaan dari bangunan-
bangunan yang ada di muka bumi adalah akibat dari interaksi manusia dengan
lingkungannya secara terus-menerus. Perbedaan-perbedaan ini merefleksikan adanya peran
identitas lokal dalam perkembangan arsitektur setempat. Konsep lokalitas sendiri berkaitan
erat dengan tempat atau wilayah tertentu. Lokalitas mengansumsikan adanya garis
pembatas yang bersifat permanen, tegas, dan mutlak, yang mengelilingi satu wilayah atau
ruang tertentu (Priyambodo dan Setijanti, 2016). Ruth Dea Juwita
Perkembangan arsitektur di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan budaya
(nonfisik) dan kondisi geografisnya (fisik). Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya berarsitektur masyarakat setempat, tergantung dengan kondisi geografisnya
masing-masing. Kebudayaan datang dari manusia, ungkapan dirinya, baik dalam hal cara

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 2


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
berpikir, cita rasa serta seleranya, yang tentunya bersifat fana dan relatif (Mangunwijaya,
1995). Pangarsa, Prijotomo, dan Mumford (2013) membagi nilai lokalitas sebagai berikut:
1. Lokalitas tidak identik dengan sejarah, atau menjiplak sebuah konstruksi masa lalu,
tetapi bagaimana kita harus mencoba untuk mengerti dan memaaminya, kemudian
menyikapinya secara kritis dan/atau memanfaatkannya secara cerdik sehingga
menghasilkan sebuah kreasi baru dengan jiwa setempat yang bernilai luhur
2. Lokalitas adalah bagaimana melihat sebuah tempat seharusnya memiliki sentuhan
khusus/personal untuk sebuah keunikan/keindahan yang tersembunyi
3. Lokalitas dalam perkembangannya harus dapat menunjukan keberlanjutan
terutama dalam hal material dan teknologi, sehingga didapatkan hasil yang
berkelanjutan
4. Lokalitas harus dapat menunjukan bagaimana hubungan bentuk dengan nilai-nilai
dan cara-cara modifikasi, tafsir ulang, dan pengintegrasiannya dalam arsitektur
Ruth Dea Juwita
Tulang bawang barat atau yang dikenal sebagai Tubaba mungkin tidak banyak
diketahui oleh masyarakat Indonesia. Kabupaten ini diresmikan 20 tahun yang lalu dan
merupakan darah yang dihuni oleh imigran yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.
Dengan belum adanya identitas daerah yang kuat, baik berupa bangunan maupun
keindahan alam yang khas, walikota menggagas kerjasama dengan arsitek ternama tanah
air, Andra Martin, untuk mengembangkan kabupaten, baik dari segi tata kota maupun
kabupaten secara keseluruhan. Salah satu proyek arsitektur di Tubaba adalah kompleks
Islamic Center yang terdiri dari Masjid Baithushobur dan Balai Adat Sesat Agung.
Kompleks ini menandakan pentingnya agama dan kehidupan dalam komunitas di area ini.
Arsitek Andra Matin mendeskripsikan hal ini dalam bentuk 2 bangunan yaitu masjid
berbentuk menara vertikal yang menyimbolkan hubungan antara manusia dan Tuhan; dan
hall yang menyimbolakn hubungan antar sesama manusia. Grace Gunawan
Tidak seperti masjid yang didesain secara masif, kokoh untuk mencerminkan
kegiatan sakral yang terjadi di gedung ini, balai adat ini didesain sehingga bangunan
tersebut terkesan lebih ringan dan memiliki banyak bukaan. Bukaan pada hall tidak hanya
menekankan bagaimana manusia harus menerima satu sama lainnya, tetapi juga merupakan
titik mula pertemuan komunitas dan sebagai percontohan ruang publik di Tubaba.
Keterbukaan pada Balai Sesat Agung ditunjukkan pada tidak adanya tembok yang
memisahkan indoor dan bagian outdoor. Pengunjung dan pengguna bangunan ini dapat
mengakses dan menggunakan bagian outdoor space pada lantai dasar dan ruang
multifungsi di lantai tingkat 1. Seperti halnya pavilion, gedung ini mengakomodasi
berbagai aktivitas untuk meningkatkan kegiatan komunitas di masyarakat. Grace Gunawan
Arsitektur merupakan produk budaya, dan Amos Rapoport telah mengulas
hubungan antara budaya dan lingkungan binaan lewat publikasi House, Form, and Culture
(1969). Pemikiran akan gagasan desain yang berorientasi pada budaya setempat tidak
hanya mendukung karakteristik budaya tertentu, tetapi juga masyarakat sebagai pengguna
arsitektur. Balai Adat Sesat Agung di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba),
Lampung, merupakan salah satu bukti fisik bahwa sampai saat ini, arsitektur lokal terus
memengaruhi perkembangan arsitektur modern. Akulturasi ini tidak mematikan budaya
dan nilai-nilai lokal, melainkan sebaliknya, yakni menambah kekayaan arsitektur di
Indonesia. Kebaruan dalam desain Balai Adat Sesat Agung Tubaba tidak terjadi begitu saja,
melainkan hasil dari proses akulturasi beberapa pengaruh, tradisi, dan kebudayaan
sekaligus. Balai Adat Sesat Agung berfungsi sebagai balai pertemuan bagi masyarakat
Kabupaten Tulang Bawang Barat. Bangunan mengandung esensi gabungan arsitektur
Lampung dengan terus memancarkan semangat arsitektur modern khas arsitek Andra
Matin. Ruth Dea Juwita

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 3


Penelitian mengangkat Balai Adat Sesat Agung sebagai kasus studi atas
signifikansinya sebagai salah satu karya arsitektur modern Indonesia yang berhasil
menunjukan akulturasi budaya, peradaban, dan lingkungan binaan secara harmonis, dan
pada akhirnya menyatukan masyarakat Tulang Bawang Barat sebagai ruang publik
bersama. Penelitian mencoba membahas aspek lokalitas budaya dalam arsitektur dengan
meminjam pemikiran Amos Rapoport dalam publikasi House, Form, and Culture (1969)
dan penelitian-penelitian terkait. Menggunakan kasus studi ini, penelitian bertujuan untuk
menemukan unsur lokalitas yang terkandung dalam arsitektur Balai Adat Sesat Agung di
Kabupaten Tulang Bawang Barat. Ruth Dea Juwita

2. Metode Penelitian Ruth Dea Juwita


Metode penelitian yang digunakan bersifat kualitatif dengan pendekatan
komparatif-analitis. Data dikumpulkan melalui studi pustaka dan diperkaya dengan studi
mandiri yang relevan. Data diolah menggunakan matriks yang disusun dalam teori lingkup
dan elemen/properti, memisahkan pengaruh/langgam dalam arsitektur balai pertemuan,
yakni langgam arsitektur Lampung dan arsitektur modern. Kemudian, data dianalisis,
menjelaskan unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur dan dominasi pengaruh unsur
lokalitas pada arsitektur. Teori yang akan dijabarkan pada bagian ini merupakan teori yang
dirujuk dari pemahaman tentang budaya Lampung, pemahaman terkait elemen-elemen
arsitektur signifikan pada bangunan studi kasus dan pelestarian budaya Lampung.

Gambar 1. Kerangka konseptual


Sumber: Dokumentasi pribadi

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 4


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
3. Data Objek Studi Ruth Dea Juwita

Gambar 2. Balai Adat Sesat Agung (kiri) dan Masjid Baithushobur (kanan)
Sumber: Google Images
Kawasan Islamic Center Tulang Bawang Barat (Tubaba) terdiri dari balai adat
(sesat agung), berfungsi sebagai balai pertemuan dan pusat kegiatan masyarakat Lampung,
dan masjid Baithushobur, sebagai tempat beribadah dan pusat kegiatan masyarakat muslim.
Islamic Center terletak 120 km ke arah utara dari pusat kota Bandar Lampung, Kabupaten
Tulang Bawang Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tulang
Bawang, dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam.
Kawasan Islamic Center berada di tengah hutan karet yang sejuk dan rimbun.
Islamic Center saat ini terdiri dari dua bangunan, namun pada perencanaannya akan
dibangun lebih banyak lagi bangunan. Balai Adat Sesat Agung sendiri menghadap ke arah
jalan utama, Jalan Panaragan Jaya, Tulang Bawang Barat.

Tabel 1. Data objek studi

Nama objek studi Balai Adat Sesat Agung


Nama kompleks Islamic Center Tubaba
Fungsi Islamic Center
Pemilik Kabupaten Tulang Bawang Barat
Alamat Jalan Raya Panaragan Jaya, Tulang Bawang Barat
Arsitek Andramatin Architects
Tahun 2017

4. Kajian Teori Ruth Dea Juwita


Nilai lokal yang terkandung dalam arsitektur

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 5


Rapoport (1969) terkait dengan arsitektur vernakular beberapa konsep terkait
hunian yang dihasilkan dan sering dirujuk oleh para peneliti arsitektur dalam memahami
konsep-konsep hunian antara lain modifying factor diantaranya adalah: faktor bahan,
metode konstruksi, faktor teknologi, faktor iklim, pemilihan lahan, faktor sosial-budaya.
Ariyan Noerrochman
Teori relasi fungsi, bentuk, dan makna dalam arsitektur
Salura dan Fauzy (2012) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang tidak dapat
dipisahkan antara fungsi dan bentuk, dan manusia selalu memaknai atau memberi arti dari
setiap fungsi, bentuk dan relasinya. Tiga aspek arsitektur ini diyakini saling memengaruhi
satu sama lain. Pendekatan teori ini sejalan dengan penelitian, karena penelitian turut
menelusuri makna atas wujud bentuk lokalitas yang terkandung pada arsitektur balai adat.
Ruth Dea Juwita
Teori anatomi arsitektur
Salura (2018) menjelaskan bahwa arsitektur harus didasarkan pada ruang ang
tercipta. Anatomi arsitektur yang didasarkan pada ruang yang tercipta tidak akan
menyentuh esensi dari arsitektur tersebut, melainkan hanya menjadi anatomi sebuah objek
tanpa memiliki karakter spasial tersendiri. Anatomi arsitektur dapat diamati dalam lima
lingkup, yakni lingkup lingkungan, tapak, bentuk, sosok, dan siklus. Properti dan
komposisi arsitektur Balai Adat Sesat Agung akan diamati dalam tiga lingkup dari teori
anatomi ini, dengan terbatas pada lingkup lingkungan, tapak, dan bentuk. Ruth Dea Juwita

5. Analisis
Dalam penelitian ini kami ingin mengkaji objek studi yaitu Balai Adat Sesat Agung
Bumi Gayo yang berada di kompleks Islamic Center dari 18 kajian sudut pandang yaitu
alam, iklim, budaya, perilaku, upacara ritual, filosofi, konsep, tata nilai, pranata, kearifan
lokal, orientasi, masa dan ruang, bentukan arsitektur, teknologi, material, tekstur dan
warna, ornamentasi, dan nilai atau makna simbolik.
5.1. lingkup lingkungan Ruth Dea Juwita
Analisis ini akan membahas hubungan arsitektur dengan lingkungannya, terdiri
dari orientasi, lingkungan tapak, dan lingkungan sekitar, dan menelusuri makna yang
terkandung dalam lingkup ini. Mula-mula, masyarakat Lampung mempunyai tipologi
bermukim. Sebelum masa kolonialisasi, diyakini masyarakat bermukim membentuk oval
dan berorientasi ke arah timur, orientasi matahari terbit. Matahari terbit melambangkan
kehidupan, sedangkan arah barat diyakini sebagai lambang kematian. Sayangnya, pola
permukiman ini sudah lama ditinggalkan setelah masa kolonialisme dan seiring
berkembangnya daerah Lampung. Balai Adat Sesat Gayo tidak secara tepat berorientasi ke
arah Timur, melainkan bergeser sedikit, menghadap ke sebelah Tenggara. Pertimbangan
ini diperkirakan demi menghindari panasnya matahari jika bangunan secara langsung
berorientasikan Timur-Barat. Dengan membelokan bangunan sedikit, bangunan tetap
mendapatkan orientasi yang dihormati sekaligus menghindari panas sinar matahari
langsung ke dalam ruang utama bangunan.
Lingkungan sekitar Balai Adat Sesat Agung mendapat penataan yang baik dan
sangat berbeda dari kondisi eksisting sebelumnya. Sebelum dibangun, tapak berupa rawa-
rawa yang dikelilingi oleh perkebunan karet. Rawa-rawa dan perkebunan karet tersebut
kini telah diganti dengan kolam besar yang di depan balai adat. Air menjadi faktor penting
dalam konsep perancangan Islamic Center, termasuk Balai Adat Sesat Agung. Selain
menambah nilai estetika, airnya juga membuat aliran udara menjadi sejuk, dan
mencerminkan pemandangan indah di seberang kolam.
Masyarakat Lampung mempunyai kitab hukum adat bernama kitab Kuntara Raja
Niti. Falsafah-falsafah tersebut dilambangkan sebagai “lima kembang penghias siger” pada

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 6


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
lambang Provinsi Lampung. Berdasarkan kitab tersebut, terdapat beberapa falsafah hidup
masyarakat Lampung (Rusdi, 1986), yakni:
1. Pi'il pesenggiri
Pi'il pesenggiri adalah prinsip yang mengedepankan harga diri dalam berperilaku
untuk menegakkan nama baik dan martabat pribadi maupun kelompoknya. Pi'il
pesenggiri berarti perangai yang tidak keras, tidak mau mundur terhadap tindakan
kekerasan yang lebih-lebih menyangkut nama baik keturunan atau kehormaan
pribadi dan kerabat. Pi'il pesenggiri juga dimaknai sebagai sesuatu yang
menyangkut harkat dan martabat kemanusiaan, harga diri, dan sikap hidup, baik
secara individual maupun sosial.
2. Bejuluk-bedaek
Bejuluk-bedaek adalah pemberian gelar kepada masyarakat Lampung yang
didasarkan pada tata ketentuan pokok yang selalu diikuti (titei gemattei).
Ketentuan tersebut menghendaki agar seseorang di samping mempunyai nama
yang diberikan orang tuanya, juga diberi gelar oleh orang dalam kelompoknya
sebagai panggilan terhadapnya. Bagi orang yang belum berkeluarga diberi juluk
(bejuluk) dan setelah ia menikah akan diberi adek (beadek).
3. Nemui-nyimah
Nemui-nyimah adalah prinsip hidup yang mengedepankan kemurahan hati dan
ramah tamah terhadap semua pihak yang berhubungan dengan mereka. Dalam
konteks kehidupan bermasyarakat, nemui-nyimah diterjemahkan sebagai suatu
sikap yang memiliki nilai religius serta sosial terhadap suatu lingkungan.
4. Nengah-nyampur
Nengah-nyampur adalah prinsip hidup yang mengedepankan keterbukaan. Prinsip
ini mengajarkan manusia untuk dapat berbaur dengan sesama. Manusia yang
pandai bergaul dengan sesama cenderung memiliki rasa toleransi yang tinggi.
Nengah-nyampur juga mengajarkan ulun Lampung untuk selalu bermusyawarah
dalam menyelesaikan masalah.
5. Sakai-sambaian
Sakai-sambaian adalah prinsip hidup yang mengedepankan gotong royong, tolong
menolong, bahu membahu dan saling memberi. Konsep saling memberi dan diberi,
berdasarkan dari apa yang telah dilakukan atau diberikan sehingga tercipta saling
mengisi dan saling mengerti antar sesama. Perilaku ini menggambarkan sikap
toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka
rela apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota
masyarakat yang membutuhkan.
Falsafah pi’il pesenggiri menggambarkan keseimbangan hubungan kehidupan,
baik secara vertikal kepada Sang Pencipta, maupun secara horizontal, terkait dengan alam
dan orientasinya. Komplek Islamic Center berusaha untuk menjaga harmonisasi bangunan
dan alam dengan mengutilisasi kondisi iklim mikro tapak dalam perancangan, terutama
pada perancangan Balai Adat Sesat Agung. Balai adat dikelilingi oleh air yang dapat
memberikan efek penyejukan dan penampung air saat hujan. Bentukan arsitektur balai adat
juga turut mengakomodasi kondisi iklim, dengan mengedepankan penghawaan dan
pencahayaan alami yang akan dibahas lebih lanjut pada lingkup bentuk.

Tabel 2. Lingkup lingkungan

properti Komposisi konsep arsitektur Komposisi arsitektur


tradisional Lampung kontemporer
Orientasi Balai sesat agung memiliki usaha Balai sesat agung tidak mengikuti
untuk berorientasi timur-barat, orientasi timur-barat, melainkan

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 7


warisan orientasi bermukim bergeser sedikit ke arah tengara
masyarakat Lampung lama. untuk alasan fungsional.
Lingkungan Balai sesat agung dikelilingi oleh
tapak air yang dapat memberikan efek
penyejukan dan penampung air
saat hujan.
Relasi tapak Pi’il pesenggiri: memiliki hubungan
dalam secara vertikal (Tuhan) dan
lingkungan horizontal, terkait dengan alam dan
sekitar orientasinya.

4.2. lingkup tapak Ruth Dea Juwita dan Ariyan


Balai Adat (Sesat Agung) berada di sebelah kiri, sedangkan Masjid 99 Cahaya
berada di kanan, yang disatukan dengan sirkulasi utama. Massa bangunan terdiri dari
beberapa massa, tidak terdapat ruang komunal. Letak akses bangunan berada pada area
depan yang ditandai dengan adanya unsur air. Dinding lantai 1 menggunakan kayu dan
hampir tertutup, sedangkan lantai 2 berupa area terbuka tanpa adanya jendela hanya berupa
kayu vertikal. Ruth Dea Juwita

Gambar 3. Balai Adat Sesat Agung Gambar 4. Hubungan Balai Adat dan akses
Sumber: Archify utama
Sumber: Archify
Balai sesat agung merupakan pusat komunitas budaya di Islamic Center Tubaba
adalah pusat komunitas budaya di Tulang Bawang Barat. Seperti layaknya balai adat untuk
warga bertemu dan bermusyawarah. Sesat Agung yang desainnya mewakili relasi antar
sesama manusia dalam beradat istiadat. Oleh sebabnya, desain dibuat dalam bentuk
horizontal yang menggambarkan kesetaraan antar manusia, tidak ada yang derajatnya lebih
tinggi, ataupun lebih rendah. Bangunan ini menerapkan dari segi fungsi terpakai dan
memiliki estetik apik pada saat ini menjadikan bangunan tersebut sebuah identitas dari
warga kabupaten Tulang Bawang Barat. Ariyan
Balai adat sesat agung juga wujud bangunan yang mencerminkan ragam bentuk
akulturasi arsitektur dari perpaduan arsitektur lokal Lampung dan modern yang
mencerminkan pada sosok bangunan tersebut. Balai sesat agung yang didominasi oleh
unsur atap yang terdiri dari 9 (sembilan) susun atap tradisional Lampung, yang
melambangkan 4 (empat) Marga Tulang Bawang dan 5 (lima) pulau besar di Indonesia
yang penduduknya bertransmigrasi ke Lampung. Balai adat sesat agung memiliki pola tata
ruang dengan salah satu gaya arsitektur Lampung dengan konsep terbuka, yang
memberikan kesan menerima dan penggunaan material beton dengan bentuk yang
fungsional dan sederhana. Ariyan

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 8


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
Tabel 3. Lingkup tapak

properti Komposisi konsep arsitektur Komposisi arsitektur


tradisional Lampung kontemporer
Massa bangunan Bentuk denah balai adat ini sesuai Letak akses bangunan berada pada
(2D) dengan bentuk balai adat di area depan yang ditandai dengan
Lampung adanya unsur air. Dinding lantai 1
menggunakan kayu dan hampir
tertutup, sedangkan lantai 2 berupa
area terbuka tanpa adanya jendela
hanya berupa kayu vertikal.
Elemen eksterior Di sekitar banguann balai sesat
tapak: halaman terdapat kolam ikan diatas
bangunan. Kolom-kolom beton
dari balai adat menerus hingga ke
dasar kolam.
Elemen eksterior Selasa bangunan ini menggunakan
tapak: selasar elemen kayu, dimana papan-papan
kayu kecil ditata beronggang-
ronggang sehingga cahaya dapat
bisa masuk ke dalam bangunan.
Relasi massa Orientasi massa bersifat
dalam tapak fungsional, berorientasi pada jalan
utama

4.3. lingkup bangunan Ruth Dea Juwita dan Grace Gunawan


Secara umum masyarakat adat Lampung terbagi menjadi dua, yaitu:
1. adat Lampung Saibatin
“Saibatin” bermakna satu batin atau memiliki satu junjungan. Hal ini sesuai dengan
tatanan sosial dalam Suku Saibatin, hanya ada satu raja adat dalam setiap generasi
kepemimpinan. Masyarakat Komunitas Budaya Saibatin bernama Masyarakat Adat
Lampung Peminggir (Pesisir) karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur,
selatan dan barat Lampung.
2. adat Lampung Pepadun.
Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang atau yang sering kali juga
dinamakan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Pepadun berdiam di daerah
pedalaman Lampung. Ruth Dea Juwita
Pembagian kedua adat berpengaruh pada bentuk artefak yang digunakan wanita
Lampung, Siger. Siger merupakan sebuah mahkota keagungan yang digunakan oleh wanita
adat Lampung dalam upacara-upacara sakral dan memiliki kemiripan dengan balai sesat
agung. Siger adat Saibatin dan siger adat Pepadun berbeda satu sama lain. Siger pada suku
Lampung Saibatin memiliki lekuk tujuh dengan hiasan batang atau pohon sekala di masing-
masing lekukannya. Lekuk tujuh ini berartikan ada tujuh gelar pada masyarakat pesisir dan
hanya ada dalam satu keturunan saja. Sedangkan Siger Pepandun memiliki lekuk sembilan
yang berartikan ada sembilan marga yang bersatu, membentuk Abung Siwo Megou. Ruth
Dea Juwita

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 9


Gambar 5. Perbandingan siger
Sumber: Google Images

Gambar 6. Perbandingan siger kedua budaya


Sumber: Google Images

Fungsi bangunan, balai adat, sudah ada sebagai balai pertemuan masyarakat
Lampung. Perilaku masyarakat Lampung yang gemar bertamu dan berkumpul
diaplikasikan dalam konsep perancangan Balai Adat Sesat Agung di Tubaba ini. Aktivitas
budaya menjadi hal yang terjaga dalam budaya Lampung, salah satunya aktivitas upacara
adat. Bangunan bersifat semi terbuka, dan terdiri dari dua lantai berbeda yang dapat
menampung perkumpulan masyarakat Lampung dalam jumlah sangat besar. Tidak hanya
untuk bertamu dan berkumpul, Balai adat juga dibutuhkan untuk menggelar berbagai
macam upacara ritual sebagai tradisi adat masyarakat Lampung. Upacara adat yang
biasanya digelar di sebuah balai adat, antara lain:
1. Upacara Gawi
Upacara Gawi merupakan sebuah ritual sebagai bentuk rasa syukur atas sebuah
kejadian, seperti pernikahan, kelahiran anak, dan sebagainya. Upacara ini
merupakan tradisi masyarakat adat Lampung yang bermarga Bunga Mayang
Sungkai. Upacara ini biasanya dilakukan cukup lama, yaitu 10 hari.
2. Tayuhan
Tayuhan merupakan sebuah upacara adat yang dilakukan keluarga besar untuk
merayakan pernikahan, khitanan, hasil panen yang berlimpah, hingga
pembangunan rumah. Untuk peralatan dan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tradisi ini cukup banyak seperti Tandang Bulung, Kecambai, Begulai, Nyani
Buwak, hingga Khambak Bebukha. Ruth Dea Juwita

Balai Adat Sesat Agung memiliki abstraksi bentuk yang sangat berbeda dari balai
adat pada umumnya. Arsitektur meminjam bentuk siger sebagai lambang dari budaya
Lampung yang sangat khas dan mentransformasi bentuk tersebut ke dalam bentuk atap

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 10


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
balai adat. Konsep bangunan dari Sesat Agung Bumi Gayo terlihat pada atapnya yang
memiliki konsep Siger Pepadun, namun dengan sentuhan modern. Ruth Dea Juwita
Pada masjid dari Islamic Center Tulang Bawang Barat terdapat ornamen berupa
tulisan kaligrafi pada bagian plafon dari bangunan, di balai sesat agung ini terdapat tulisan
bahasa lampung dalam aksara lampung. Aksara Lampung atau yang juga dikenal sebagai
Kaganga yang dituliskan diatas plafon ini menceritakan tentang falsafah hidup orang
Lampung serta 11 nama desa yang terpahat. Ornamen ini dipilih sehingga warisan budaya
orang lampung tetap bisa dipertahankan dan diteruskan ke generasi berikutnya. Dengan
memasukkan elemen aksara lampung ke dalam bangunan, tidak hanya akasara ini akan
lebih dikenal oleh lebih banyak orang yang mengunjungi,tetapi penggunaan aksara
lampung dapat diabadikan di bangunan ini. Grace Gunawan

Gambar: Aksara Lampung Plafon Gambar: Aksara Lampung


Sumber: docplayer.info Sumber: metrodeadline.com

Tabel 4. Lingkup bangunan

properti Komposisi konsep arsitektur Komposisi arsitektur jawa


modern
Massa Rumah panggung Bentukan geometrik yang
bangunan (3D) merupakan ciri khas dari khas dari
arsitek Andra Matin
Ruang dalam: Lantainya (flooring) dilapisi oleh Kolom-kolom penyokong utama
ruang utama plat kayu terbentuk dari beton berulang yang
dicat bewarna putih
Elemen Atap mempunyai 9 puncak yang Menggunakan kayu yang
pelingkup atap: mengadaptasi bentuk Singer ditreatment khusus yang sehingga
kepala/atap Pepadun yang merupakan hiasan tahan terhadap hujan dan cuaca
kepala perempuan Lampung yang
memiliki 9 lekukan
Elemen Penggunaan plat-plat kayu yang kayu yang ditreatment khusus yang
pelingkup ditata tidak rapat sehingga cahaya sehingga tahan terhadap hujan dan
samping: dapat masuk ke dalam ruangan. cuaca
badan/dinding Tidak ada tembok masif
dan kolom
Elemen Menggunakan papan kayu sebagai Menggunakan papan kayu sebagai
pelingkup flooring flooring
bawah:
kaki/lantai
Ornamentasi Ornamen mengambil pada tulisan
aksara Lampung

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 11


Relasi lingkup Bangunan mengadaptasi bentuk Bangunan memiliki gubahan bentuk
bangunan dan siger sebagai ikon kota Lampung yang sederhana, mengedepankan
bentuk untuk bentuk bangunan balai adat. fungsi dan abstraksi bentuk
sederhana (segitiga dan persegi)

4.4. lingkup bentuk Grace Gunawan


Bentukan arsitektur ini turut dipengaruhi oleh sentuhan artistik dari arsitek
Andra Matin yang khas. ciri khas yang paling terasa dari setiap karya Andra Matin
adalah struktur geometris yang terasa identik ditambah dengan penggunaan garis
minimalis.Selain itu Andra Matin juga lihai dalam membuat komposisi sebuah
bangunan. Ini terlihat dari pembagian level setiap ruangan yang memberikan kesan
terhubung. Akan tetapi secara umum bentukan dari bangunan ini mengadopsi
rumah adat lampung yang bernama Rumah Nuwo Sesat disebut juga Balai Agung.
Akan tetapi fungsi dari banguanan ini adalah sebagai sesat agung yang adalah
bangunan multifungsi yang berada di yang merupakan tempat untuk masyarakat
saling bertemu dan berdiskusi. Tempat ini digunakan untuk para pemuka adat untuk
berdiskusi hingga tempat bertemunya para bujang dan gadis. Bangunan ini tercipta
karena adanya budaya masyarakat lampung yang gemar berkumpul dengan
keluarga dan tetangga. Bangunan sesat Agung ini biasanya tersebar di kampung-
kampung di Lampung. Tidak seperti rumah tradisional Lampung, Rumah Nuwo
Sesat, kepemilikan sesat agung ini adalah milik bersama.
Bentukan Balai sesat pada umumnya mempunyai atap yang berbentuk
segitiga, akan tetapi Balai Sesat di Islamic Center di Kabupaten Tulang
Bawang Barat mempunyai bentukan atap segitiga yang memiliki 9 puncak saling
menyambung yang mengadaptasi atap tradisional Lampung dan repetisi
menyerupai siger, mahkota perempuan Lampung yang digunakan dalam beberapa
upacara adat. Sedangkan bentukan badan dan kaki dari bangunan sendiri
mengadaptasi bentuk rumah panggung yang merupakan bentuk utama dari rumah
tradisional dan balai sesat pada umumnya di Lampung. Akan tetapi elemen-elemen
bentuknya yang diambil adalah elemen-elemen bentuk yang simetris sehingga
bangunan ini terkesan modern. Misalnya hiasan di pinggiran atap yang berbentuk.

Gambar 7. Rumah Adat Agung Gambar 8. Siger Gambar 9. Sesat Agung Islamic
Sumber: Kemenkeu Sumber: Indonesia Center
Kaya Sumber: Mitrapol
Wujud Kebudayaan Lampung (Piil Pesenggiri) dalam komposisi bentuk terlihat
dari dengan ruang terbuka untuk mewadahi kegiatan masyarakat, dan ornamentasi siger
dan aksara lampung sebagai wujud kebudayaan yang disematkan dalam ruang. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, secara umum budaya Lampung terbagi menjadi dua
bagian yaitu Lampung Saibatin dan Kapung. Singer Pepadun yang memiliki 9 lekukan
yang merupakan perhiasan wanita dimana bentuk atap balai adat ini diambil, adalah

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 12


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
representasi dari kekayaan dan kejayaan. Sembilan lekukan ini berarti 9 marga yang bersatu
membentuk Abung Siwo Megou, kelompok masyarakat terbesar di Lampung.

Gambar 10. Siger pepadun Gambar 11. Puncak Balai Adat Sesat Agung
Sumber: berbagaiperbedaan.blogspot.com Sumber: Seringjalan

Tabel 5. Lingkup bentuk

properti Komposisi konsep arsitektur Komposisi arsitektur


tradisional Lampung kontemporer
Elemen bukaan: Pembatas dari bukaan-bukaan Balai sesat/ balai adat ini sengaja
ruang utama tersebut adalah papan-papan kayu tidak memiliki dinding masif.
Dindingnya hanya setinggi railing
dan terbuat dari papan-papan kayu
yang ditata renggang sehingga
cahaya alami dapat masuk ke
dalam ruangan
Elemen bukaan: Koridor semi terbuka,
koridor menghubungkan akses jalan utama,
bangunan utama, dan bangunan
pendukung
Relasi bentuk- Bentuk atapnya menyerupai Singer Bentuk atap pelana saling
material Papadun, hiasan kepala perempuan bertumpuk
Lampung dan dalam perwujutan
atapnyas dibuat dari papan-papan
kayu

4.5. Lingkup material Grace Gunawan


Material yang digunakan di Balai Sesat Agung adalah pencampuran dari material
modern seperti beton bertulang dan dak beton, tetapi juga mencampurkan dengan material
lokal yang digunakan untuk bangunan adat Lampung pada umumnya seperti kayu merbau,
dan bungur kayu khesi yang digunakan untuk plat lantai. Pada bangunan tradisional
Lampung, 13assif juga digunakan sebagai pembalokan lantai serta konstruksi dinding,
karena 13 assif kuat terhadap tekanan. Akan tetapi 13 assif tidak digunakan dalam
konstruksi Balai Sesat Agung di Islamic Center di Kabupaten Tulang Bawang Barat,
karena fungsi 13assif sebagai pembalokan lantai sudah digantikan dengan beton bertulang.
Warna yang dipilih merupakan warna-warna asli dari material tersebut, kecuali pada
kolom-kolom beton yang dicat putih untuk memberikan kesan luas pada ruangan.

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 13


Gambar 12. Kayu Merbau Gambar 13. Kayu Gambar 14. Bambu
Sumber: Courtina Bungur Sumber: IDN Times
Sumber: OLX
Warna yang dipilih merupakan warna-warna asli dari material tersebut, kecuali
pada kolom-kolom beton yang dicat putih,sehingga ruangan lebih terkesan luas dan tidak
terkesan rustic.

Gambar 15. Plat lantai dari Kayu Merbau Gambar 16. Kolom dari beton berulang
Sumber: Jumanto.com Sumber: Newlampungterkini.com
Balai sesat menggunakan teknologi pembangunan dengan mencampurkan antara
teknologi konstruksi lokal dan kearifan lokal setempat. Struktur utama dari bangunan ini
adalah konstruksi beton bertulang dan konstruksi atap sederhana. Sedangkan beberapa
bahan pelapis lantai (flooring) dan dinding masih menggunakan material-material lokal
yang telah digunakan di bangunan tradisional lampung lainnya yang dijelaskan di poin
4.15. Material. Papan papan kayu ditata beronggang di setiap sisi bangunan. Tanpa adanya
tembok 14assif, papan kayu ini tidak hanya menunjukkan batas lantai fungsional, tetapi
juga memberikan celah yang cukup untuk memberikan kesan transparansi dan cahaya
alami dapat bisa masuk ke dalam ruangan.

Gambar 17. Papan kayu pada bangunan Gambar 18. Tampak Samping Bangunan
Sumber: Archify Sumber: Archify

properti Komposisi konsep arsitektur Komposisi arsitektur


tradisional Lampung kontemporer

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 14


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
Material Balai sesat menggunakan material Material strukturnya adalah beton
setempat dengan material utama bertulang
kayu
Tekstur dan Warna yang dipilih merupakan Semua material adalah warna
warna warna-warna asli dari material aslinaya kecuali kolom-kolom
tersebut sebagai bentuk kejujuran beton bertulang yang dicat ewarna
material putih
Teknologi Beton bertulang
Relasi material- Material kayu digunakan karena Material beton bertulang
bangunan balai adat tradisional Lampung pada digunakan karena bangunan ini
terbuat dari kayu dan papan kayu adalah bangunan modern yang
mengadopsi budaya Lampung.

6. Kesimpulan dan Saran Grace Gunawan & Ruth Dea Juwita


Pada setiap sisi dari tembok terdapat danau buatan yang besar yang menjadi salah
satu titik penting di Islamic Centre. Danau buatan ini juga membantu untuk mendinginkan
udara di sekitar serta menjadi elemen estetik pada bangunan ini. Air, kayu dan beton ekspos
menunjukkan peran arsitektur yang nyata pada ruang publik. Sebagai salah satu proyek
arsitektur yang pertama yang telah diselesaikan di Tubaba, Sessat Agung dan kompleks
Islamic Center itu sendiri bisa menjadi titik berangkatnya perkembangan Kabupaten
Tulang Bawang Barat, Lampung. Grace Gunawan
Dari lingkup lingkungan, unsur lokalitas dapat dilihat dari cara Komplek Islamic
Center berusaha untuk menjaga harmonisasi bangunan dan alam dengan mengutilisasi
kondisi iklim mikro tapak dalam perancangan, terutama pada perancangan Balai Adat Sesat
Agung. Falsafah pi’il pesenggiri yang menggambarkan keseimbangan hubungan
kehidupan diabstraksikan dengan baik lewat harmonisasi kompleks dengan alam
sekitarnya. Lingkup tapak memperlihatkan konsep perancangan memasukan unsur
orientasi tradisional Lampung dan secara bersamaan menekankan unsur efisiensi lewat
perletakan jalan utama yang menghubungkan bangunan-bangunan utama dalam tapak.
Lingkup bangunan mencerminkan dalam lokalitas merujuk pada arsitektur dan budaya
Lampung yang diterapkan pada lingkup elemen yang digunakan, baik menyangkut bentuk
dan material pada bangunan balai adat juga motif motif yang digunakan. Penggunaan
elemen kayu yang dominan dan bentuk bangunan panggung merupakan ekspresi bentuk
bangunan yang mencerminkan lokalitas. Lingkup bentuk mencerminkan lokalitas serta
unsur modern dari bangunan balai adat ini. Bentuk kaki dan badan dari bangunan balai adat
mengikuti bentuk bangunan balai adat sesat agung tradisional Lampung. Akan tetapi,
bentuk atap Balai Adat Tubaba tidak mengadopsi bentuk atap balai adat Lampung
tradisional, tetapi mengabstraksikan siger papadun yang memiliki 9 puncak dalam atap-
atap pelana yang disatukan. Lingkup material yang digunakan mencerimakan lokalitas
dan unsur modernitas. Unsur modernitas terlihat dari pembalokan dan kolom-kolom beton
yang merupakan struktur utama dari banguann ini yang menggunakan sturktur beton
berulang. Unsur lokalitas materialnya adalah penggunaan kayu untuk lantai dan dinding-
dinding pada bangunan ini. Ruth Dea Juwita
Pertanyaan penelitian akhirnya dapat dijawab setelah menganalisis perbandingan
yang sudah dijabarkan pada bab analisis:
1. Bagaimana wujud ragam bentuk yang mengandung unsur lokalitas pada arsitektur
Balai Adat Sesat Agung di Tulang Bawang Barat?
Wujud ragam yang mengandung unsur lokalitas terdapat pada elemen-elemen
properti arsitektur, berfokus pada sosoknya. Konsep bentuk dari Sesat Agung Bumi Gayo
terlihat pada atapnya yang memiliki konsep Siger Pepadun ditambah dengan sentuhan

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 15


modern. Ini menunjukan dominasi unsur lokalitas dalam perancangan Islamic Center di
Tulang Bawang Barat.
2. Bagaimana unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Balai Adat Sesat
Agung di Tulang Bawang Barat?
Unsur lokalitas yang terkandung bersifat dominan, tampil dominan pada lingkup
tapak dan bentuk. Wujud lokalitas ini secara dominan menunjukan makna harmonisasi
hubungan yang kuat antara bangunan dan alam sekitar, sesuai dengan filosofi tradisional
Lampung, Piil Pesenggiri. Ruth Dea Juwita
Sebagai kesimpulan, analisis berhasil menunjukkan bahwa Balai Adat Sesat
Agung Tubaba berhasil menghadirkan kosakata bentuk tradisional dalam ungkapan
modern. Namun, secara keseluruhan, balai adat merepresentasikan semangat arsitektur
Lampung kontemporer. Balai Adat Sesat Agung berhasil mengekspresikan semangat
modern lewat kesederhanaannya, memberikan keteduhan dalam lingkungan dan bagi
penggunanya, dan selaras dengan prinsip dan semangat falsafah kebudayaan Lampung.
Ruth Dea Juwita

Daftar Pustaka
1. Adimihardja, Kusnaka; Purnama Salura, (2004). Arsitektur Dalam Bingkai Kebudayaan, Foris, Bandung.
2. Amaris, Jessica Virginia, (2017) Pemaknaan Relasi Ruang Ritual Dengan Ekspresi Bangunan Masjid
Islamic Center Tulang Bawang Barat. Sripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Katolik
Parahyangan Bandung.
3. Archifynow. (2020, February 20). andramatin Imbues Meaning to a Community Center in Tulang
Bawang Barat Regency. Archify. https://www.archify.com/id/archifynow/andramatin-imbues-
meaning-to-a-community-center-in-tulang-bawang-barat-regency. Diakses tanggal 18 Juni 2021
4. Budihardjo, Eko, (1997), Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Alumni.
5. Ching, Francis, D.K., (2007). Architecture : Form, Space and Order. New York: ThompsonPublishing Inc.
6. Effendi, I. B. (2014). Rancang Bangun Sistem Informasi Geografis Persebaran Lokasi Obyek Priwisata
berbasis WEB dan Mobile Android (Studi Kasus di Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar).
7. Evensen, Thomas, Thiis, (1987). Archetypes in Architecture, Norwegian University Press.
8. Fauzy,Bachtiar, Sudikno Antariksa, Salura Purnama, (2012). The Resilience ofJavanese Meaning in The
Architectural Acculturation of Javanese with Chinese Ethnic Houses in The Kampong of
Sumbergirang anda Babagan in Lasem, Journal of Basic and Applied Scientific Research,
Textroad.
9. Koentjaraningrat, (1982).Persepsi tentang Kebudayaan Nasional Jakarta, Lembaga Research Kebudayaan
Nasional –LIPI, Jakarta
10. Mangunwijaya, Y.B., (1988). Wastu Citra : Pengantar ke Ilmu Budaya Bentuk Arsitektural, Gramedia,
Jakarta.
11. Nugraha, Agung. (2018). Ragam bentuk akulturasi arsitektur lokal dan modern pada bangunan Islamic
Center di Kabupaten Tulang Bawang Barat Lampung. Bandung: Universitas Katolik
Parahyangan.
12. Rapoport, A, (1969). House, form, and culture. New Jersey: Prentice Hall.
13. Salura, P., 2018. Anatomy of architecture based on the creation of space for activity. International
Journal of Engineering & Technology, 7(2.14), pp. 205-207.
14. Salura Purnama, Bachtiar Fauzy (2012): The EverRotating Aspects of Function Form
Salura, Purnama, (2010). Arsitektur Yang Membodohkan. Bandung: Cipta Sastra Salura.
15. Suryono, Alwin. 2015. “Aspek Bentuk dan Fungsi Dalam Pelestarian Arsitektur Bangunan Peninggalan
Kolonial Belanda Era Politik Etis di Kota Bandung.” Bandung: Disertasi Universitas Katolik
Parahyangan.
16. Suryono, Alwin, Antariksa Sudikno, dan Purnama Salura. 2013. “Conservation of Dutch Colonial
Architecture Heritage on Rectorate Building of Education University of Indonesia in Bandung.”
Journal of Basic and Applied Scientific Research 3 (8): 418–22.

Unsur lokalitas yang terkandung pada arsitektur Islamic Center 16


di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Lampung
17. Syarif, Rislan. 2017. Pengaruh Warisan Budaya Perahu pada Arsitektur Tradisional di Lampung.
Lampung: Aura Publishing
18. Tradisional di Lampung, CV. Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).
19. Vickers, Adrian, (2009). Peradaban Pesisir: Menuju Sejarah Budaya Asia
20. Widianti, Ragil Putri. (2019) Evaluasi Pengelolaan Lanskap Islamic Center Tulang Bawang Barat,
Lampung. IPB University, Bogor

UAS Konteks Budaya-Spasial dalam Arsitektur 17

Anda mungkin juga menyukai