Anda di halaman 1dari 3

ARTIKEL PANITIA SEMBILAN

Panitia Sembilan adalah kelompok yang dibentuk pada tanggal 1 Juni 1945, diambil dari suatu Panitia
Kecil ketika sidang pertama BPUPKI. Panitia Sembilan dibentuk setelah Ir. Soekarno memberikan
rumusan Pancasila. Adapun anggotanya adalah sebagai berikut:

Ir. Soekarno (ketua)


Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
Mr. Mohammad Yamin (anggota)

Soekarno, Moh Hatta, Moh Yamin, Achmad Soebardjo, dan AA Maramis termasuk dalam kelompok
pergerakan kemerdekaan.
Mereka sudah terlibat dalam perjuangan kemerdekaan sejak masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda.
Sementara Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso adalah politisi Islam.
Kemudian KH Wahid Hasyim dari Nahdlatul Ulama, mewakili kelompok Islam yang tidak berpolitik.
Begitu pula Abdul Kahar Muzakir yang mewakili Muhammadiyah.

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalisme) dan 4 orang dari
pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal
dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi:

“ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
keadilan.

Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan
selamat sentosa mengantarkan Rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Yang Mahakuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasar
kepada: "Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang bersidang sesudah Proklamasi Kemerdekaan,
menjadikan Piagam Jakarta itu sebagai Pendahuluan bagi Undang-Undang Dasar 1945, dengan
mencoret bagian kalimat "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Alasannya, untuk menjaga persatuan dan kesatuan karena ada keberatan oleh pihak lain yang tidak
beragama Islam

Untuk mempersiapkan kemerdekaan, Jepang dan para tokoh pergerakan membentuk Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Salah satu tugas BPUPKI yakni merumuskan dasar negara. Pada sidang pertama, perumusan dasar
negara berjalan alot, untuk menetapkan dasar negara yang mewakili semua golongan, maka
dibentuklah Panitia Sembilan.

Latar belakang pembentukan Panitia Sembilan


Dikutip dari Jalan Menuju Kemerdekaan: Sejarah Perumusan Pancasila (2018), pada sidang pertama
BPUPKI yang dimulai pada 29 Mei 1945, para anggota BPUPKI diminta menyampaikan usulan
mengenai dasar negara.
Dari beberapa rumusan yang disampaikan anggota BPUPKI, rumusan Soekarno yang diberi nama
Pancasila yang paling diterima semua anggota.

Lima asas yang disampaikan Soekarno pada sidang 1 Juni 1945 yakni:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Maha Esa
Rumusan ini kemudian dipakai sebagai acuan dasar negara. Untuk membicarakan lebih lanjut, Ketua
BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil.

Panitia kecil bertugas merumuskan kembali pokok-pokok pidato Soekarno.


Secara garis besar, ada dua pandangan mengenai dasar negara. Golongan Islam menghendaki
negara berdasarkan syariat Islam.
Akibat perbedaan pandangan ini, pertemuan Panitia Kecil dengan BPUPKI sempat macet. Mereka
belum mampu mencapai kata mufakat dalam menetapkan dasar negara.
Untuk itu, dibentuk lagi kepanitiaan untuk memecahkan kebuntuan ini yakni Panitia Sembilan.

Tugas dan kontribusi Panitia Sembilan


Panitia Sembilan merancang teks proklamasi, yang kemudian dijadikan preambule atau pembukaan
UUD 1945.

Di dalamnya, dimuat lima dasar negara yang pada pokoknya berbunyi:


1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rancangan preambule yang dikenal sebagai Piagam Jakarta itu disetujui pada 22 Juni 1945.
Soekarno membacakannya pada 10 Juli 1945, di sidang kedua BPUPKI.
Namun saat pembacaan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945, pasal "dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus.
Gantinya, "Ketuhanan yang maha esa" ditetapkan sebagai Pancasila yang menjadi dasar negara
hingga hari ini.

Anda mungkin juga menyukai