PENDAHULUAN
Ada fenomena bahwa posisi Penyedia Jasa dipandang lebih lemah daripada posisi Pengguna Jasa. Dengan
kata lain posisi Pengguna Jasa lebih dominan dari pada posisi Penyedia Jasa. Penyedia Jasa hampir selalu
harus memenuhi konsep/draf kontrak yang dibuat Pengguna Jasa karena Pengguna Jasa selalu
menempatkan dirinya lebih tinggi dari Penyedia Jasa. Mungkin hal ini diwarisi dari pengertian bahwa
dahulu Pengguna Jasa disebut Bouwheer (Majikan Bangunan) sehingga sebagimana biasa “majikan” selalu
lebih “kuasa”. Peraturan perundang-undangan yang baku untuk mengatur hak-hak dan kewajiban para
pelaku industri jasa konstruksi sampai lahirnya Undang-Undang No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi,
belum ada sehingga asas “Kebebasan Berkontrak” sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUHPer) Pasal 1338 dipakai sebagai satu-satunya asas dalam penyusunan kontrak. Sengketa
yang terjadi dapat merugikan kedua pihak oleh karena itu perlu untuk mengetahui sengketa yang dapat
terjadi pada proyek konstruksi termasuk didalamnya cara penyelesaiannya.
Modul 5 akan membahas mengenai sengketa proyek konstruksi yang terdiri dari:
1. Sengketa Konstruksi yang meliputi sengketa berdasarkan kontrak konstruksi, sengketa yang tidak
berdasarkan kontrak konstruksi.
2. Penyelesaian sengketa dan alternatifnya;
Pembahasannya akan dilakukan dalam 3x pertemuan dan mahasiswa diharapkan untuk belajar secara aktif
dan mandiri dengan membaca modul sebelum perkuliahan dan menyelesaikan latihan soal dan tes
formatif yang ada setelah perkulihan. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan materi
tersebut, mahasiswa dapat mengkoreksi jawabannya dengan jawaban yang ada pada kunci jawaban yang
telah tersedia. Melalui modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan bentuk-bentuk kontrak
konstruksi termasuk kontrak yang berlaku secara internasional
KEGIATAN BELAJAR 5.1. SENGKETA KONSTRUKSI
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa
konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi yang di dunia Barat
disebut construction dispute. Sengketa konstruksi yang dimaksudkan di sini adalah sengketa di bidang
perdata yang menurut UU no.30/1999 Pasal 5 diizinkan untuk diselesaikan melalui Arbitrase atau Jalur
Alternatif Penyelesaian Sengketa. (Nazarkhan Yasin. 2004,Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian
Sengketa Konstruksi)
Konstruksi dimaksud adalah kegiatan jasa konstruksi yang meliputi; Perencanaan, Pelaksanaan, dan
Pengawasan pekerjaan konstruksi. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi No.18 tahun 1999 dalam
Ketentuan Umum menyebutkan bahwa Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pengertian pekerjaan konstruksi adalah seluruh atau
sebahagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. (Undang-Undang Jasa
Konstruksi No.18 tahun 1999) Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak
dilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan
penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain
itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-
tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sengketa konstruksi timbul karena salah satu pihak telah melakukan
tindakan cidera (wanprestasi atau default).
Proses terjadinya suatu sengketa dan penyelesaian sengketa, menurut Yasin, 2004 yang dikutip dari
Mutiasari, 2006:
Gambar 5.1 Perkembangan Kejadian Suatu Sengketa dan Penyelesainya (Yasin, 2004 dalam Mutiasari,2006)
Gambar di atas menunjukkan sengketa yang terjadi berdasarkan adanya kontrak konstruksi.
1.1.1. Sengketa tidak berdasarkan adanya Kontrak Konstruksi
Terdapat aturan hukum yang mengatur agar kegiatan manusia dapat berjalan dengan lancar, termasuk
aturan hukum yang berlaku dalam bangunan. Pemerintah berperan sebagai badan yang mengeluarkan
peraturan termasuk peraturan yang mengatur pelaksanaan pembangunan (misalnya masalah perijinan).
Sengketa dapat timbul dengan pihak pemerintah bila pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
bangunan dianggap tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Mutiasari,2006)
1.1.2. Sengketa berdasarkan Kontrak Konstruksi
Dalam tahapan penyelenggaraan bangunan, selain harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah juga harus mengikuti peraturan yang telah disepakati bersama dan dituangkan dalam
kontrak. Sengketa dapat terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak, dan sengketa yang
terjadi harus segera diselesaikan dan tidak menghambat tahapan penyelenggaraan bangunan.
Selanjutnya, diperlukan pula pengertian mengenai jenis, penyebab, jenis penyelesaian dan lembaga
penyelesaian sengketa. Berdasarkan hasil penelitiahn yang telah dilakukan sebelumnya dan literature
yang ada (Soekirno,2006; Julianta,2005; Andi,2005; Yasin,2004; Rostiyanti,1998) yang dikutip dalam
Mutiara, 2006 didapatkan definisi jenis sengketa konstruksi, penyebab sengketa konstruksi dan jenis
penyelesaian serta lembaga penyelesaian sengketa konstruksi sebagai berikut:
1. Jenis sengketa
Jenis sengketa adalah perubahan kontrak yang diminta (klaim) secara tertulis, yang diajukan oleh salah satu
pihak pada pihak lain sebagai kompensasi atas “kerugian” atau ketidaksesuaian implementasi suatu
kontrak konstruksi. Sengketa dapat disebabkan oleh berbagai jenis sengketa, jenis sengketa tersebut
dikelompokkan menjadi 4 jenis sengketa yaitu:
a) Biaya:
Perubahan nilai kontrak
Perubahan harga satuan pekerjaan
Perubahan nilai angsuran pembayaran
b) Waktu:
Perubahan waktu kontrak
Perubahan jadwal kegiatan
Perubahan jadwal pembayaran
c) Lingkup pekerjaan:
Perubahan jenis pekerjaan
Perubahan volume
Perubahan mutu/kualitas
Perubahan metode pelaksanaan konstruksi
d) Gabungan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa)
Kombinasi perubahan biaya dan waktu
Kombinasi perubahan biaya dan lingkup pekerjaan
Kombinasi perubahan waktu dan lingkup pekerjaan
Kombinasi perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan
2. Penyebab sengketa
Penyebab sengketa adalah sumber timbulnya permintaan kompensasi secara tertulis atas “kerugian” atau
ketidaksesuaia implementasi suatu kontrak konstruksi oleh salah satu pihak pada pihak lain. Sengketa
dapat disebabkan oleh banyak hal, penyebab sengketa tersebut dikelompokkan menjadi 9 (Sembilan)
penyebab sengketa sebagai berikut:
a) Penyebab sengketa berkaitan dengan perizinan:
Pemberian izin
Permintaan izin
Tidak adanya izin
b) Penyebab sengketa berkaitan dengan surat perjanjian kerjasama (kontrak):
Isi surat kontrak tidak jelas
Isi surat kontrak tidak lengkap
c) Penyebab sengketa berkaitan dengan persyaratan kontrak:
Isi persyaratan kontrak tidak jelas
Isi persyaratan kontrak tidak lengkap
d) Penyebab sengketa berkaitan dengan gambar:
Gambar rencana tidak jelas
Gambar rencana tidak lengkap
Gambar kerja tidak jelas
Gambar kerja tidak lengkap
e) Penyebab sengketa berkaitan dengan spesifikasi:
Spesifikasi tidak jelas
Spesifikasi tidak lengkap
Perubahan spesifikasi
Persyaratan spesifikasi tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
f) Penyebab sengketa berkaitan dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB):
RAB tidak jelas
RAB tidak lengkap
Pengukuran hasil pekerjaan
g) Penyebab sengketa berkaitan dengan administrasi kontrak:
Berita acara
Laporan
Foto/film
Tes Formatif
1. B
2. D
3. D
4. A
5. C