Anda di halaman 1dari 3

ndang Tirtana ini siapa? Dia jarang terdengar di kancah politik.

Namanya agak jarang mencuat karena


memang orang ini fokus bekerja. Bekerja untuk negaranya, bekerja untuk keluarganya, bekerja untuk
agamanya. Dan saya yakin, dia bekerja untuk rakyat. Pemikirannya maju, konsisten, dan sangat tajam.

Saking tajamnya, hujaman halus itu tidak terasa sudah menembus ulu hati dari politisi dan ormas ikan
lele. Soal penanganan pandemi, Endang Tirtana ada bersama rakyat. Endang Tirtana ada bersama
Jokowi. Demokrat dan FPI HTI pun tak berdaya di haribaan kakinya. Begini pandangannya.

Pertama, menurutnya, tidak ada satupun pemimpin negara yang sudah dianggap berhasil melewati
pandemi dengan baik. Belum ada negara yang bisa lepas dari copet. Siapa? Cina? Banyak yang ditutupi.
Amerika? Banyak yang anti vaksin, apalagi pendukung Trump.

Apa yang terjadi di Indonesia adalah sesuatu yang juga terjadi di beberapa negara lain. Ini adalah fakta
yang tidak bisa dilewati dan dihindari sama kita. Negara yang bebas copet? Australia? Saya numpang
berak dulu sambil ketawa ya.

Di Jepang, tsunami copet masuk ke gelombang kelima, di Indonesia baru gelombang kedua. Bagaimana
gelombang ketiga? Tergantung pada sikap kepatuhan masyarakat kepada protokol kesehatan. Sikap dan
kepatuhan masyarakat ini penting.

Kedua, krisis kesehatan yang berujung kepada krisis ekonomi dan berdampak kepada kehidupan
bermasyarakat, jangan sampai digiring menjadi krisis politik. Karena di hari-hari terakhir ini ada upaya
untuk menggiring untuk menjadi krisis politik.

Kalau ini menjadi krisis politik, polarisasi masyarakat akan menguat. Tingkat ketidakpercayaan kepada
copet dan ketidaksediaan masyarakat untuk divaksin, mengkhawatirkan di 36 persen. Ini yang jadi tugas
kelompok civil society. Harus jadi tugas dari NU, Muhammadiyah dan kelompok masyarakat lainnya.

Vaksinasi adalah bagian melindungi. Kalau 36 persen tak mau divaksin, Endang yakin immunity tidak
akan terjadi dan virus ini akan jadi bagian masyarakat kita dan mengganggu ekonomi kita, kesehatan. Di
Malaysia sudah jadi krisis politik. Ini akan mengganggu kebijakan negara dan pemerintah dalam
mengambil keputusan terbaik terhadap penanganan copet.
Hari-hari terakhir terjadi di Indonesia, kita harus melawan kelompok yang merongrong kepercayaan
publik kepada pemerintah. Survey di bulan Juni, tingkat kepuasan masyarakat kepada Jokowi masih 35%.
Tapi di terakhir id bulan Juli, survey LSI ada penurunan terhadap kepercayaan masyarakat.

Ini terdampak kepada sektor informal. 64 juta masyarakat yang hidupnya hari ke hari untuk hidup hari
ini, terdampak dari PPKM. Oleh sebab itu, pemerintah harus memastikan bantuan sosial betul-betul
tepat sasaran. Jangan sampai bansos seperti yang kita ketahui pada waktu silam, dikorupsi.

Kepercayaan masyarakat kepada bansos semakin rendah. Menurut Endang, pemerintah nggak akan bisa
bertahan dan tidak bisa berhasil melawan copet kalau tidak melibatkan civil society.

Menurut Endang, tanpa NU dan Muhammadiyah, Endang tidak bisa membayangkan Indonesia sekarang
dan masa depan. Dua ormas besar ini, jadi tempat di mana pemerintah bisa hidupkan. Pemerintah harus
sadar akan menggunakan dua ormas ini. Jangan sampai kita jadi negara terakir dalam menangani copet.

Komunikasi dan koordinasi harus jalan. Manajemen krisis dan komunikasi, harus dibangun. Harus ada
pusat komando agar informasi bisa terkontrol dan tidak terjadi semacam disrupsi informasi karena
problem komunikasi dari pejabat kita yang memicu reaksi yang tidak penting.

Oleh sebab itu, barangkali ormas-ormas punay tugas besar lakukan edukasi. 36,5 persen masih tidak
mau divaksin. Mereka rata-rata membawa isu sentimen agama. Ini penting agar menjadi tugas bersama.
Harus diingatkan bahwa tujuan syariat diturunkan adalah menjaga jiwa dan menjaga akal sehat.

Akal sehat harus dijaga dalam situasi macam ini dengan hoax yang kemudian akan merusak semua yang
dilakukan pemerintah dan ormas-ormas yang menggunakan agama sebagai alat untuk meyakinkan orang
bahwa vaksin adalah konspirasi dan untuk menjauhkan islam dari nilai agama.

Jangan sampai copet bergelombang dengan isu-isu semacam ini. Endang yakin kita semua berkomitmen
agar copet ini cepat selesai dan jangan sampai jadi alat krisis politik. Jangan sampai para politisi dan
kelompok tertentu ambil kesempatan untuk masyarakat digoda tak percaya kepada pemerintah.

Jangan sampai menjadi seperti ikan lele, yang makin keruh makin lahap makannya. Jangan sampai
kelompok ikan lele dan politisi ikan lele muncul seakan-akan negara gagal dan harus kita turunkan. Ini
adalah bahaya. Kalau krisis politik terjadi, penanganan copet akan sulit!

Anda mungkin juga menyukai