Anda di halaman 1dari 19

1.

SPONDYLOSIS
a. Definisi dan etiologi
Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang. Spondylosis ini
disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis, yang
mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra sehingga mengakibatkan
terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebralis dan iritasi
persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya
osteoartritis dan tertekan radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemik
dan radang. Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1.
Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus
intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum)
b. Faktor resiko
- Usia > 40 thn
- Obesitas
- Duduk dalam waktu yang lama dan
- Kebiasaan postur yang jelek
c. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
 Nyeri di daerah punggung, pantat, atau leher. Akan mereda saat berbaring
 Kelemahan atau mati rasa pada kaki atau tangan jika kondisi cukup parah untuk
mempengaruhi saraf tulang belakang.
 Nyeri pada bahu
 Sakit kepala
- TTV
 Tekanan darah : .../... mmHg
 Denyut nadi : ... x/ menit
 Pernapasan : ...x/ menit
 Temperatur : ... C
 Tinggi badan : ... cm
 Berat badan : ... kg
- Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi ada dua, yaitu secara statis dan dinamis. Inspeksi statis
merupakan inspeksi yang dilakukan saat pasien tidak bergerak atau dalam keadaan
diam, sedangkan inspeksi dinamis merupakan inspeksi yang dilakukan saat pasien
bergerak.
Inspeksi secara statis kondisi umum pasien baik, ekspresi wajah pasien tidak
menahan rasa sakit. Inspeksi secara dinamis terlihat abnormal postur saat berjalan,
yaitu bahu kanan lebih rendah dari bahu kiri. Pada saat flexi lumbal terlihat scapula
kanan lebih tinggi atau menonjol daripada yang kiri.
- Palpasi
Palpasi merupakan suatu pemeriksaan dengan cara memegang, menekan dan
meraba bagian tubuh pasien. Bertujuan untuk mengetahui adanya spasme otot, nyeri
tekan, suhu lokal, tonus, oedema dan perubahan bentuk. Dari pemeriksaan ini
didapatkan nyeri tekan pada m. erector spinae dan tidak terdapat bengkak.
- Pemeriksaan spesifik
 Pemeriksaan Derajat Nyeri
Pemeriksaan nyeri dilakukan dengan menggunakan alat ukur Verbal
Discriptive Scale (VDS).
Cara pengukuran derajat nyeri dengan menggunakan VDS terdapat tujuh
nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan,
nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup berat, nilai 6 nyeri berat, nilai
7 nyeri tak tertahankan.
Dalam pemeriksaan nyeri yang dilakukan pada regio lumbal, diperoleh
hasil sebagai berikut:
Nyeri diam = 1 (tidak nyeri)
Nyeri tekan (m. erector spinae) = 3 (nyeri ringan)
Nyeri gerak (ekstensi) = 4 (nyeri tidak begitu berat)
 Kekuatan otot
Pengukuran kekuatan otot dilakukan dengan cara menggunakam Manual
Muscle Testing (MMT)
Manual Muscle Testing (MMT) merupakan salah satu bentuk
pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering digunakan. Hal tersebut karena
penatalaksanaan, intepretasi hasil serta validitas dan reliabilitasnya telah teruji.
Namun demikian tetap saja, manual muscle testing tidak mampu untuk
mengukur otot secara individual melainkan group / kelompok otot.
 Lingkup Gerak Sendi
Lingkup gerak sendi (LGS) adalah luas lingkup gerakan sendi yang
mampu dicapai / dilakukan oleh sendi. Pengukuran lingkup gerak sendi yang
sering digunakan adalah goniometri, tapi untuk sendi tertentu menggunakan pita
ukur (misalnnya pada vertebra). (Bambang, 2012).
Pengukuran LGS untuk trunk dapat dilakukan dengann menggunakan pita
ukur. Yang diukur yaitu gerakan flexi, ekstensi, lateral flexi dextra dan lateral
flexi sinistra.
a. Flexi dan ekstensi
Pada pengukuran lingkup gerak sendi pada flexi dan ekstensi trunk
menggunakan pita ukur, dilakukan dengan posisi berdiri. Dan terapis
mengukur jarak antara VC7 – VS1. Untuk pengukuran gerakan flexi, pasien
diminta untuk membungkukkan badan sampai seoptimal mungkin,
sedangkan untuk pengukuran gerakan ekstensi pasien diminta untuk
menengadah kebelakang sebisa mungkin dan diukur selisih antara VC7 –
VS1.
b. Lateral flexi
Pada gerakan lateral flexi, posisi pasien masih sama dengan pengukuran
flexi dan ekstensi yaitu pada posisi berdiri. Pengukuran dilakukan dengan
cara meletakkan pita ukur pada jari tengah pasien hingga lantai, kemudian
pasien diminta untuk melakukan gerakan lateral flexi dextra dan lateral flexi
sinistra. Setelah melakukan gerakan tersebut diukur selisih antara
pengukuran sebelum melakukan gerakan dan sesudah melakukan gerakan.
- Pemeriksaan khusus
 SLR (Straight Leg Rissing)
Posisi pasien tidur terlentang dengan hip fleksi dan knee ekstensi. Secara
perlahan kita gerakkan pasif fleksi hip kurang dari 53 30 derajat. Positif bila
pasien merasakan nyeri yang menjalar dari punggung bawah sampai tungkai
bawah dan ankle. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai
diperoleh hasil negatif.
 Tes Bragard
Posisi pasien tidur terlentang, kemudian terapis menggerakkan fleksi hip
secara pasif dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle dengan sudut 30 derajat.
Positif bila pasien merasakan nyeri pada posterior gluteal yang menjalar ke
tungkai. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil
negatif.
 Tes Neri
Gerakan sama dengan tes SLR hanya ditambah gerakan fleksi kepala
secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60 derajat. Positif bila dirasakan
nyeri sepanjang distribusi n. Ischiadicus. Dari pemeriksaan yang dilakukan pada
kedua tungkai diperoleh hasil negatif.
 Forward Bending Test
Forward bending test dilakukan untuk mengetahui perbedaan tinggi
scapula, hal ini dilakukan dengan cara melakukan flexi lumbal. Dari pemeriksaan
yang dilakukan diperoleh hasil yaitu scapula dextra lebih tinggi dari pada scapula
sinistra.
 Cobb method
Cobb methode dilakukan untuk mengetahui sudut dari kemiringan
scoliosis. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur sudut kemiringan vertebra
pada foto rontgen pasien. Dari pemeriksaan tersebut diperoleh hasil sudut
kemiringan scoliosis sebesar 15o , yang artinya termasuk scoliosis derajat ringan,
dengan ciri timbul keluhan nyeri pada pinggang, rheumatic, Hernia Discus
Intervertebralis atau gangguan muskuloskeletal (bahu sudah mulai tampak
asimetris, namun belum begitu terlihat).
 Panjang tungkai
Pemeriksaan panjang tungkai yang dilakukan yaitu menggunakan metode
apperence length, dimana metode ini diukur dari umbilicus ke malleolus lateralis
melalui patella.
- Pemeriksaan penunjang
Diagnosis spondylosis dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan radiologi
seperti sinar-X film polos, MRI, atau CT scan. Sinar-X dapat menunjukkan taji
tulang pada korpus vertebra di tulang belakang, penebalan sendi facet (sendi yang
menghubungkan tulang belakang satu sama lain), dan penyempitan ruang diskus
intervertebralis. CT scan tulang belakang mampu memvisualisasikan tulang belakang
secara lebih rinci dan dapat mendiagnosis penyempitan saluran tulang belakang
(stenosis tulang belakang) saat ini.
d. Patofisiologi
Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke
semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi dan perubahan hipertrofik
terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji.
Dengan penyempitan rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami
subluksasi dan menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit
Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
- Annulus fibrosus menjadi 14 kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan muncul
retak pada berbagai sisi,
- Nucleus pulposus kehilangan cairan,
- Tinggi diskus berkurang,
- Perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat
hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala
Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping
yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan
penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus
yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya brush fracture. Pada ligamentum
intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada daerah yang sangat
mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari spinal cord membentuk
suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak
diskus membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi
apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada
margin permukaan articular dan bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat
menyebabkan penekanan pada akar saraf dan mengurangi lumen pada foramen
intervertebralis.
e. Tatalaksana
- Non farmako
 Duduk dan berdiri dengan benar
 Belajar mengangkat dengan benar
 Berolahraga secara teratur (latihan aerobik sangat baik).
 Raih dan pertahankan berat badan yang sehat
 Makan sehat (diet seimbang, rendah lemak, kaya buah-buahan, dan sayuran)
 Berhenti merokok
 Hindari penggunaan alkohol secara berlebihan
 Beristirahatlah yang banyak.
- Farmako
Tidak ada pengobatan untuk membalikkan proses spondylosis, karena ini adalah
proses degeneratif.
f. Prognosis
Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana hal ini sulit
untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak menimbulkan kecacatan yang
nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab dan faktor yang mempengaruhinya,
seperti adanya kompresi dan penyempitan saraf yang nantinya dapat menyebabkan
kelumpuhan bahkan gangguan perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami
degeneratif pada lumbalnya, namun sudah tidak merasakan adanya nyeri pada daerah
punggung bawah dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam
waktu 3 bulan

2. Hernia Nucleus Pulposus


a. Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan melalui
lubang yang abnormal. Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari
serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis
Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang melibatkan
ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan
kearah kanalis spinalis
HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis,
Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus
dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus
dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf.
Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf
pada level ini melibatkan root nerve L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri
dari pantat dan menjalar ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal
yang sering dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang
terjadi.
b. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan meningkatnya
usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang lentur dan tipisnya
nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan karena digunakan terus
menerus. Akibatnya, 24 annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal dapat menyembul
atau pecah
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena adanya
suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus intervertebralis sehingga
menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma bersifat
singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama
beberapa bulan atau bahkan dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus
kapsulnya mendorong ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nucleus pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat muncul
dari columna spinal
c. Patofisiologi
- Proses degeneratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut).
Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus
dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada
bagiankolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke
yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak).
- Poses traumaik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral,
yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat
memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa
melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat
pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan
jatuh.
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan herniasinya,
dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya, yaitu: (Grade
I) Protrusi diskus intervertebralis: nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus., (Grade II) Prolaps diskus intervertebral: nukleus
berpindah, tetapi masih dalam lingkaran anulus fibrosus., (Grade III) Extrusi diskus
intervertebral: nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di bawah ligamentum,
longitudinalis posterior., (Grade IV) Sequestrasi diskus intervertebral: nukleus telah
menembus ligamentum longitudinalis posterior.

Berdasarkan MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium :

Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di dalam
medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini dapat
menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari herniasi
ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen; inflamasi,
nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus annulus dan
kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan pada
nervus.
d. Faktor resiko
- Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
- Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti
jatuh.
- Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat
barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
- Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait pekerjaan
dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang melibatkan
columna vertebralis.
e. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya. Pertanyaan
itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan intervalnya; lokasi nyeri; kualitas dan
sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri; memperberat
nyeri; dan meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula pekerjaan, riwayat
trauma
Gejala HNP di leher
 Nyeri pada leher dan bahu yang menjalar ke lengan.
 Kesemutan, lemah, atau kaku otot di salah satu lengan.
 Sensasi seperti terbakar di leher, bahu, dan lengan.
Gejala HNP di punggung bawah        
 Sakit di punggung bagian bawah yang makin memburuk ketika bergerak.
Terkadang, nyeri juga bisa dirasakan pada bagian tulang ekor.
 Nyeri seperti tertusuk di area bokong yang menjalar ke salah satu tungkai.
 Kesemutan atau lemah otot di tungkai.
- Pemeriksaan neurologi
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf.
Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.
 Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada gangguan
sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan dapat diketahui
radiks mana yang terganggu.
 Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.
 Pemeeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon menghilang, misal
APR menurun atau menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.
Level neurologis yang terganggua sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.

Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah:


 Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri
maupun secara pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan
derajat nyeri, function laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran
rasa nyeri.
 Straight Leg Raise (Laseque) Test:
Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur
dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan
lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada
saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf
lumbar.
 Lasegue Menyilang
Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis
timbul pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan
bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.
 Tanda Kerning
Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan
pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan
tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini,
maka dikatakan tanda kerning positif.
 Ankle Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi
pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna
vertebra L5-S1.
 Knee-Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada
lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna
vertebra L2-L3-L4
- Pemeriksaan penunjang
 X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun,
X-Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra
 Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray
dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
 MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.

MRI dari columna vertebralis normal (kiri) dan mengalami herniasi (kanan)
 Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi
kerusakan nervus.
f. Tatalaksana
- Non farmako
Terapi fisik pasif
 Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.
Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri
hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan
dingin.
 Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri.
Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.
 Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah
dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak
 Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai
jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan
serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.
Latihan dan modifikasi gaya hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan memperberat tekanan
ke punggung bawah. Program diet dan latihan penting untuk mengurangi NPB pada
pasein yang mempunyai berat badan berlebihan
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres secepat mungkin.
Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal pada punggung
seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada minggu kedua setelah awaitan
NPB.
Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung dimulai sesudah
dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan memperberat keluhan
pasien.
Latihan memperkuat otot punggung dengan memakai alat tidak terbukti lebih
efektif daripada latihan tanpa alat.
- Farmakologi
 Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin
Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
 Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar 30% memberikan
efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan Carisoprodol
 Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
 Kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus
HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
 Suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi
lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
g. Pencegahan
Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan pola
hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP:
- Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot, seperti berlari dan
berenang.
- Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar.
- Tidur di tempat yang datar dan keras.
- Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma
- Kurangi berat badan.

3. Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis)


a. Definisi
Ankylosing spondylitis adalah bentuk artritis langka yang menyebabkan
peradangan pada tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka.Kondisi ini ditandai dengan
kekakuan progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang, menyebabkan
rasa sakit kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang.Ketika tulang belakang pasien
menjadi lebih kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat berkembang dan patah tulang ini
dapat sangat menyakitkan. Jika parah, ankylosing spondylitis juga dapat menyebabkan
fusi (penggabungan) ligamen tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra
b. Patofisiologi
Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang melibatkan sendi
sakroiliaka, kerangka aksial, dan sendi perifer.Etiologinya tidak diketahui tetapi
melibatkan interaksi faktor genetic dan lingkungan
Patologi utama dari Ankylosing spondylitis adalah proses peradangan kronis,
termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis factor-
α (TNF-α) dan Transforming Group Factor-β (TGF-β), juga penting dalam proses
inflamasi dengan menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya peradangan
c. Penegakan diagnosis
- Anamnesis
Anamnesis sebaiknya mencakup lokasi, durasi, tingkat nyeri, dan penyebaran
nyeri. Gejala-gejala lain juga sebaiknya ditanyakan, terutama tanda bahaya nyeri
punggung bawah (red flags).
- Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan
keadaan umum pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan
keluarga pasien.Palpasi untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah dengan
nyeri tekan, dan spasme otot.
 Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk
nyeri, kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan
perut, dan kandung kemih.Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan
sampai sejauh mana pasien dapat melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke
lateral, dan rotasi tulang belakang.
- Pemeriksaan penunjang
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan
osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI.CT-scan dapat digunakan untuk
mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan spondylosis.MRI
mampu memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus.
 X-Ray
Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari ankylosing spondylitis dan
dianggap sebagai ciri dari penyakit.Radiografi, tanda paling awal
adalahkesuraman dari sendi.Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya
menyempit.Erosi tulang subchondral di sisi iliaka dari sendi terlihat, ini diikuti
oleh sclerosis subchondral dan proliferasi tulang
Gambar.Bilateral sakroiliitis.Radiograf frontal menunjukkan erosi sacroiliac
bilateral bersama dan iliaka sclerosis sisi subchondral.

 CT-Scan
CT scan dari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi perifer dapat
mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan enthesitis yang tidak jelas pada
radiografi standar. Fitur seperti erosi sendi, sclerosis subchondral (lihat gambar
bawah),dan ankilosis tulang yang divisualisasikan lebih baik pada CT scan dari
pada radiografi, namunbeberapa varian normal sendi sacroiliaka dapat
mensimulasikan fitur sakroiliitis
 MRI
MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis.Deteksi
peningkatan sinovial pada MRI ditemukan berkorelasi dengan aktivitas penyakit,
yang diukur dengan penanda laboratorium inflamasi.MRI telah ditemukan untuk
menjadi lebih unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi
tulang, dan perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian
aktivitas penyakit yang relatif dini
 Nuclear Imaging
Skintigrafi tulang mungkin membantu untuk pasien dengan ankylosing
spondylitis yang disarankan dalam temuan foto toraks normal atau samar-
samar.Skintigrafi memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah
dalam diagnosis sakroiliitis

- Kriteria diagnosis
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-kriteria tertentu;
umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis. Kriteria
diagnostik pertama yang dibuat adalah kriteria Roma yang dibuat pada tahun 1961,
kemudian disusul dengan munculnya kriteria New York pada tahun 1966 dan
akhirnya muncul kriteria yang terakhir yaitu kriteria New York yang mengalami
modifikasi pada tahun 1984.
Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
 Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan
olah raga dan tidak menghilang dengan istirahat.
 Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal rnaupun sagital.
 Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis
kelamin.
 Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
 Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral
grade 3-4 atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis
di atas
d. Tatalaksana
Tidak ada tindakan pencegahan atau pengobatan definitif untuk individu dengan
Ankylosing spondylosis. Diagnosis dini dan pendidikan pasien yang tepat adalah
penting.Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk
mengurangi nyeri dan mengurangi peradangan.Pembedahan ini diarahkan untuk resolusi
komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing Spondylosis.Tidak ada
pengobatan bedah kuratif.Pengobatan konservatif berhasil dalam 75% dari seluruh waktu
e. Prognosis
Hasil pada pasien dengan ankylosing spondylitis umumnya baik dibandingkan
pada pasien dengan rheumatoid arthritis.Pasien sering membutuhkan terapi anti-
inflamasi jangka panjang.Cacat fisik parah tidak umum di antara pasien dengan
AS.Masalah dengan mobilitas terjadi pada sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan
dengan durasi penyakit, perifer arthritis, tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang
lebih muda saat onset gejala, dan penyakit hidup bersama. Kecacatan telah ditunjukkan
untuk meningkatkan dengan jangka waktu latihan atau koreksi bedah keterlibatan tulang
perifer bersama dan serviks
DAFTAR PUSTAKA

1. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus Pulposus. Vol
39. SMF Saraf RS Bethesda : Yogyakarta. Indonesia ; 2012. Hal 749-751.
2. S.M Lumbatobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI : Jakarta ; 2011. Hal 18-19
3. Jennifer H. Jang,Michael M. Ward, Adam N. Rucker, John D. Reveille, John C. Davis,
Jr,Michael H. Weisman, and Thomas. Ankylosing Spondylitis: Patterns of Radiographic
Involvement—A Re-examination of Accepted Principles in a Cohort of 769 Patients. J
PubMed. 2011 Jan 1; 99(4)

Anda mungkin juga menyukai