Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

DISTOSIA

Oleh :
Febri Anriyani (1940312095)

Preseptor :
dr. H. Syahredi S. Adnani, Sp.OG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RUMAH SAKIT TENTARA DR. REKSODIWIRYO
PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P”
utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan
janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong
saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P"
tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan
pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada
jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia. Salah satu
penyebab dari distosia karena adalah kelainan janin. Distosia berpengaruh buruk
bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan
prognosis ibu dan janin.

B. TUJUAN
Tujuan penyusunan referat ini adalah :
1. Mengetahui jenis distosia yang terjadi pada persalinan
2. Mengetahui penyebab dari distosia yang terjadi pada persalinan
3. Mengetahui penatalaksanaan dari distosia yang terjadi pada persalinan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Distosia
1. Definisi
Distosia berasal dari bahasa Yunani, Dys atau dus berarti buruk atau jelek,
tosia berasal dari tocos yang berarti persalinan, sehingga distosia merupakan
persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan atau merupakan
persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun ibu.
2. Etiologi
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan
passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan
kekuatan ibu dalam mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan
pada fundus uteri, simetris, kekuatannya semakin lama semakin kuat dan
sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his ini dapat
berupa inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik. Kontraksi uterus
atau his secara normal terjadi pada awal persalinan yakni pada kala 1, pada
awal kala 1 his yang timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15 menit dengan
kekuatan 20 detik, his ini semakin lama akan timbul semakin cepat dan sering
yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan 50 sampai
100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak akan
mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi
persalinan, dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio
sesaria, namun pada persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka
persalinan dilakukan dengan menggunakan vacum ekstraksi.
Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila placenta belum lahir
dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi uterus
atau karena adanya perlengketan sehingga merangsang
uterus maka di berikan pemberian induksin dan melakukan massage
uterus.
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan
pada jalan lahir, jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir
keras. Jalan lahir keras atau tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk
panggul, dan kelainan ukuran panggul. Sedangkan jalan lahir lunak yang
sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang menghalangi jalan lahir
dan adanya edema pada jalan lahir yang dipaksakan.
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu bentuk
panggul yang tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid, android, dan
platipeloid. Terutama pada panggul android distosia sulit diatasi, selain itu
terdapat kelainan panggul yang disertai dengan perubahan bentuk karena
pertumbuhan intrauterine yaitu panggul Naegele, robert, split pelvis dan
panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena
adanya penyakit seperti rakhitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrifi,
karies, nekrosis maupun penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi
sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang seperti kifosis, skoliosis dan
spondilolistesis serta penyakit pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan
atrofi atau kelumpuhan satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses
persalinan pervaginam.
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun
bentuk janin, kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan
kelainan posisi, pada kondisi normal, kepala memasuki pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang atau oblik sehingga ubun-
ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri belakang,
setelah kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan
memutar ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil
berada didepan (putaran paksi
dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil
tetap berada dibelakang atau melintang, keadaaan ini disebut dengan deep
transvere arrest, oksipitalis posterior persisten atau oksipitalis transversus
persisten, keadaan ini akan mempersulit persalinan.
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis
presentasi muka berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba
seperti punggung, bagian belakang kepala berlawanan dengan bagian
dada, dan daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin terdengan
jelas, dan berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung,
mulut dan dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya
merupakan kedudukan sementara sehingga biasanya dapat menjadi
presentasi belakang kepala dan presentasi muka (Cuningham et al, 2010).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang
dengan kepala dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum
uteri hal ini pula merupakan penyulit dalam persalinan. Selain letak
sungsang, letak lintang pula cukup sering terjadi, presentasi ini merupakan
presentasi yang tidak baik sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan
pervaginam kecuali pada keadaan janin yang sangat kecil atau
telah mati dalam waktu yang cukup lama.
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya
pertumbuhan janin yang berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah
4000 gram, makrosomia atau bayi besar apabila lebih dari 4000 gram,
umumnya hal ini karena adanya faktor genetik, kehamilan dengan diabetes
mellitus, kehamilan post matur atau pada grande multipara. Hidrocephalus
pula merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan keadaan dimana
cairan serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin
menjadi besar dan keadaan ini dapat menyebabkan cephalopelvic
disproportion.
B. Distosia Karena Kelainan Tenaga
1. Hypotonic uterine contraction
a) Definisi
Inersia uteri hipotoni atau hipotonic uterine contraction merupakan suatu
keadaan dimana kontraksi uterus terkoordinasi namun tidak adekuat dalam
membuat kemajuan dalam persalinan, biasanya his yang muncul kurang kuat,
terlalu lemah, pendek dan jarang. Inersia uteri terbagi menjadi dua macam,
yakni inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder. Inersia uteri primer
adalah ketika his yang timbul sejak awal lemah, sedangkan inersia uteri
sekunder his lemah timbul setelah sebelumnya mengalami his yang kuat.
b) Etiologi
Penyebab inersia uteri umumnya belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa yang menyebutkan penyebab terjadinya inersia uteri karena ibu
merupakan primi tua, psikis ibu dalam kondisi ketakutan, peregangan uterus
yang berlebih umumnya pada kondisi gemeli dan hidramnion, herediter,
uterus bikornis, atau karena bagian janin tidak merapat pada segmen bawah
rahim dalam hal ini kelainan letak atau CPD (cephalo-pelvic disproportion).
Secara normal his muncul sejak memasuki persalinan kala 1, his yang
timbul dominan pada bagian fundus uterus, terjadi secara simetris, kekuatan
his semakin lama semakin sering dan mengalami fase relaksasi, sehingga his
yang baik akan memberikan kemajuan persalinan. Apabila sejak awal his
yang timbul bersifat lemah, atau kurang kuat, pendek serta jarang, maka hal
ini disebut dengan inersia uteri primer hal ini umumnya terjadi pada kala 1
fase laten. Namun apabila sebelumnya his baik, lalu menjadi lemah, kurang
kuat, pendek serta jarang, biasanya terjadi pada kala 1 dan 2 serta saat
pengeluaran placenta, maka hal ini dinamakan inersia uteri sekunder.
c) Diagnosis
Dalam membantu melihat kelainan his dapat didukung dengan
pemeriksaan CTG dan USG, pada inersia uteri hipotoni, his yang timbul tetap
dominan pada fundus, namun kontraksi yang terjadi biasanya lebih
singkat dari biasanyanya, keadaan umum pasien pada umumnya baik, rasa
nyeri yang timbul tidak terlalu sakit. Apabila ketuban masih utuh, keadaan ini
tidak berbahaya baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali apabila persalinan
berlangsung lama.
d) Penatalaksanaan
Penanganan kasus inersia uteri hipotoni yaitu dilakukan pengawasan yang
meliputi tekanan darah, denyut jantung janin, dehidrasi serta tanda-tanda
asidosis, diberikan diet cair sebagai persiapan operasi, infus D5% atau NaCl
dan apabila nyeri diberikan pethidine 50 mg, serta dilakukan pemeriksaan
dalam di analisa apakah ada CPD menggunakan pelvimetri atau MRI.
Apabila pasien inersia uteri dengan CPD maka dilakukan seksio sesaria,
apabila tidak ditemukan CPD maka perbaiki terlebih dahulu keadaan umum
pasien, apabila kepala atau bokong sudah masuk panggul maka pasien di
edukasi untuk aktivitas berjalan, lakukan pemecahan ketuban, berikan
oksitosin drip 5 IU per D5% dimulai 8 tetes permenit sampai dengan 40 tetes
permenit, pasien harus diawasi terus menerus mengenai kekuatan interval his
dan denyut jantung janin dan apabila oksitosin drip gagal, maka dilakukan
seksio sesaria.
2. Hypertonic uterine contraction
a) Definisi
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction.
Walaupun pada golongan incoordinated hypertonic uterine contraction
bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan di sini dalam
rangka kelainan his. His yang terlalu kuat dan yang terlalu efisien
menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang singkat. Partus yang
sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus: sifat his
normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan
his. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada
jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum, sedangkan bayi
bisa mengalami perdarahan
dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam
waktu yang singkat.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi
menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran
dinamakan lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum
rotundum menjadi tegang secara lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri
terus menerus dan menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi
pertolongan, regangan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan;
terjadilah ruptura uteri.
b) Etiologi
Kelainan his pertama kali ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kelainan
his, belum ada persesuaian paham antara para ahli. Hipertonic uterine
contraction dan incoordinate uterine contraction sering terjadi bersama-sama
yang ditandai dengan peningkatan tekanan uterus, kontraksi yang tidak
sinkron dan peningkatan tonus otot di segmen bawah rahim serta frekuensi
kontraksi yang menjadi lebih sering. Hal ini pada umumnya berhubungan
dengan solutio plasenta, penggunaan oksitosin yang berlebihan, disproporsi
sefalopelvik dan malpresentasi janin (DeCherney, 2007).
c) Diagnosis
Kelainan his dapat didukung oleh pemeriksaan :
1. KTG
2. USG
d) Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap
empat jam, pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat dalam setengah jam dalam kala I
dan lebih sering kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya. Karena
pada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan
pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa
melainkan dalam bentuk cairan. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa
5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena berganti-ganti. Untuk
mengurangi rasa nyeri dapat diberi pethidin 50 mg yang dapat diulangi; pada
permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam perlu
diadakan, akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam
mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa
kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang
keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu ditetapkan apakah persalinan
benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false labour, apakah ada
inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak ada disproporsi
sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal terakhir ini, jika perlu
dilakukan pelvimetri roentgenologik atau MRI (Magnetis Resonence
Imaging). Apabila serviks sudah terbuka sedikit-dikitnya 3 cm, dapat diambil
kesimpulan bahwa persalinan dapat dimulai.1 Dalam menentukan sikap lebih
lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah atau belum pecah. Apabila
ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak
boleh ditunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya
dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah
perlu dilakukan seksio sesaria dalam waktu singkat, atau persalinan dapat
dibiarkan berlangsung terus.

His terlalu kuat. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat
dilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong.
Kalau seorang wanita pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan
besar kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu
sebaiknya wanita dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat
dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diawasi dengan cermat, dan
episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindarkan terjadinya
ruptura uteri. Dalam keadaan
demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma
sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.
3. Incoordinate uterine action
Tonus uterus otot meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-
bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping
itu tonus otot uterus yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dan menyebabkan hipoksia dalam janin. His jenis ini juga disebut
sebagai uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang dalam
persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spamus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum
uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi.
Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, akan tetapi
biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan bagian segmen uterus.
Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali
pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum
uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin
mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena
kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer
atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka
karena tidak mengadakan relaksasi berhubungan dengan incoordinate uterin
action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat
diraba jalan serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala
uterus terus menerus akan menyebabkan nekrosis jaringan serviks dan dapat
mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara sirkuler. Distosia servikalis
sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnya karena jaringan
parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan
ini
dapat menjalar kebagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah
mengalami operasi pada serviks, selalu diawasi persalinannya di rumah sakit.

C. Distosia Karena Kelainan Letak dan Bentuk Janin


1. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten (POPP)
a) Definisi
Secara normal pada presentasi belakang kepala, kepala yang pertama
sampai kedasar panggul adalah bagian oksiput, sehingga oksiput berputar
kedepan karena panggul luas didepan, pada POPP, oksiput ini tidak berputar
kedepan sehingga tetap dibelakang.
b) Etiologi
POPP ini dapat disebabkan karena beberapa hal, diantaranya bentuk
panggul antropoid, panggul android karena memiliki segmen depan yang
sempit, otot panggul yang sudah lembek biasanya hal ini terjadi pada
multipara, dan karena kepala janin yang kecil dan bulat.
c) Penatalaksanaan
Proses persalinan pada kasus POPP ini apabila dengan presentasi kepala
dan panggung longgar, maka dapat dilahirkan dengan spontan namun dengan
proses yang lama sehingga perlu adanya pengawasan ketat dengan harapan
janin dapat dilahirkan spontan pervaginam. Tindakan baru dilakukan apabila
kala II terlalu lama atau adanya tanda- tanda kegawatan pada janin. Pada
persalinan dapat terjadi robekan perineum yang teratur atau ekstensi dari
episiotomi karena mekanisme persalinan pervaginam pada POPP yaitu ketika
kepala sudah sampai pada dasar panggul, ubun-ubun besar dibawah
symphisis sebagai hipomoklion oksiput lahir melewati perineum, jalan lahir
dengan Sirkum Farensia Frontooksipitalis lebih besar dari Sirkum
Suboksipito Bregmatika sehingga kerusakan perineum atau vagina lebih luas.
Sebelumnya periksa ketuban pasien, apabila masih intake maka pecahkan
terlebih dahulu
ketubannya, apabila penurunan kepala sudah lebih dari 3/5 diatas PAP atau
diatas 2 maka sebagiknya dilakukan seksio sesaria, apabila pembukaan
serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi maka diberikan oksitosin
drip, bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
dipastikan kembali tidak adanya obstruksi kemudian apabila tidak ada tanda
obstruksi diberikan oksitosin drip, namun bila pembukaan lengkap dan kepala
masuk tidak kurang dari 1/5 PAP atau pada kala II bila kepala turun sampai
dengan Hodge III dan atau UUK lintang sudah dipimpin namun tak ada
kemajuan sehingga menyebabkan deep transvered arrest maka dilakukan
vacum ekstraksi atau forceps, namun apabila ada tanda obstruksi serta gawat
janin maka akhiri kehamilan dengan seksio sesaria.
Prognosis persalinan dengan POPP ini persalinan menjadi lebih lama dan
kerusakan jalan lahir lebih besar, selain itu kematian perinatal lebih besar
pada POPP dari pada presentasi kepala dengan UUK di bagian depan.
2. Presentasi Puncak Kepala
a) Definisi
Presentasi puncak kepala adalah keadaan dimana puncak kepala janin merupakan
bagian terendah, hal ini terjadi apabila derajat defleksinya ringan atau kepala dengan
defleksi/ekstensi minimal dengan sinsiput merupakan bagian terendah. Presentasi
puncak kepala adalah bagian terbawah janin yaitu puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan.

Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara yang


kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinannya
hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens, sehingga keduanya sering
kali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaannya pada presentasi puncak
kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal, sedangkan lingkaran kepala yang
melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran.
b) Etiologi
Letak defleksi ringan dalam buku synopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi
(2002) biasanya karena adanya kelainan panggul (panggul picak), kepala
bentuknya bundar, janin kecil atau mati, kerusakan dasar panggul atau karena
penyebab lain yaitu keadaan – keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala
atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala, hal ini sering
ditemukan pada janin besar atau panggul sempit, multiparitas, perut gantung,
anensefalus, tumor leher bagian depan.
c) Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis presentasi puncak kepala, pada pemeriksaan
lokalis abdomen biasanya didapatkan pada bagian fundus uteri teraba bokong
dan diatas panggul teraba kepala, punggung terdapat pada satu sisi, bagian-
bagian kecil terdapat pada sisi yang berlawanan, oleh karena tidak ada fleksi
maupun ekstensi maka tidak teraba dengan jelas adanya tonjolan kepala pada
sisi yang satu maupun sisi lainnya. Pada auskultasi denut jantung janin
terdengar paling keras di kuadran bawah perut ibu, pada sisi yang sama
dengan punggung janin. Pemeriksaan dalam didapatkan sutura sagitalis
umumnya teraba pada diameter transversa panggul, kedua ubun-ubun sama-
sama dengan mudah diraba dan dikenali, keduanya sama tinggi dalam
panggul. Pemeriksaan radiologis akan membantu dan menegakkan diagnosis
kedudukan dan menilai panggul.
d) Penatalaksaan
Mekanisme persalinan pada presentasi puncak kepala, putaran paksi dalam
ubun-ubun besar (UUB) berputar ke simfisis, UUB lahir kemudian dengan
glabella sebagai hipomoglion, kepala fleksi sehingga lahirlah oksiput melalui
peineum. Lingkaran kepala yang melewati panggul adalah circum fronto-
occiput sebesar kurang lebih 34cm, oleh karena itu partus akan berlangsung
lebih lama dibandingkan dengan
persalinan normal dimana diameter yang melewati panggul adalah cirkum
suboksipitobregmatikus (32cm). Kepala masuk panggul paling sering pada
diameter transversa PAP. Kepala turun perlahan-lahan, dengan ubun-ubun
kecil dan dahi sama tingginya (tidak ada fleksi maupun ekstensi) dan dengan
sutura sagitalis pada diameter transversa panggul, sampai puncak kepala
mencapai dasar panggul. Sampai di sini ada beberapa kemungkinan
penyelesaiannya, sering kali kepala mengadakan fleksi, ubun-ubun kecil
(UUK) berputar ke depan dan kelahiran terjadi dengan kedudukan
occipitoanterior, atau kepala mungkin tertahan pada diameter transverse
panggul, diperlukan pertolongan operatif untuk deep transverse arrest, atau
pada keadaan kepala mungkin berputar ke belakang dengan atau tanpa fleksi,
UUK menuju ke lengkung sacrum dan dahi ke pubis, mekanisme pada kondisi
ini adalah kedudukan UUK belakang menetap dan kelahiran dapat spontan
atau dengan seksio sesaria.
Presentasi puncak kepala dapat ditunggu hingga memungkinkan kelahiran
spontan, namun bila 1 jam dipimpin mengejan bayi tidak lahir dan kepala bayi
sudah didasar panggul maka dilakukan ekstraksi forceps, umunya persalinan
pada presentasi puncak kepala dilakukan episiotomi.
Prognosis pada persalinan ini cukup baik baik bagi ibu maupun bagi janin
meskipun sedikit lebih lama dan lebih sukar daripada persalinan normal.
Umumnya terjadi fleksi dan melanjut ke persalinan normal.
3. Presentasi Muka
a) Definisi
Pada presentasi muka, kedudukan kepala mengalami defleksi maksimal,
sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian
terendah menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila
sudah terjadi sejak masa kehamilan sedangkan presentasi muka sekunder
apabila terjadi saat persalinan.
Pada presentasi muka, kepala berada dalam posisi hiperekstensi sehingga
oksiput menempel pada punggung bayi dan dagu (mentum) menjadi bagian
terbawah janin. Muka janin dapat tampil sebagai dahu anterior atau posterior,
relatif terhadap simfisis pubis. Pada janin aterm, kemajuan persalinan
biasanya terhalang oleh presentasi muka mentum posterior atau dagu
belakang karena dahi janin akan tertekan untuk membuka jalan lahir. Posisi
ini menghambat fleksi kepala janin yang diperlukan untuk membuka jalan
lahir. Namun berlawanan dengan hal ini, fleksi kepala dan partus pervaginam
sering dijumpai pada presentasi dagu depan, banyak presentasi dagu posterior
yang berubah spontan menjadi presentasi dagu depan bahkan pada akhir
persalinan (Cuningham et al, 2005).
b) Etiologi
Presentasi muka umumnya terjadi karena keadaan-keadaan yang memaksa
terjadinya defleksi kepala atau karena keadaan yang menghalangi terjadinya
fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada kondisi
panggul sempit atau janin besar. Pada multiparitas dan perut gantung juga
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya presentasi muka. Selain itu
juga kondisi kelainan janin seperti anencephalus dan pada tumor leher dapat
mengakibatkan presentasi muka (Crowin, 2009).
c) Diagnosis
Diagnosis presentasi muka tubuh janin berada dalam keadaan ekstensi
sehingga pada periksa luar didapatkan dada teraba seperti punggung, bagian
belakang kepala berlawanan dengan dada, bagian dada ada bagian kecil dan
DJJ terdengan lebih jelas. Sedangkan pada periksa dalam, teraba dagu, mulut,
hidung, tepi orbita, bila ada caput maka sulit dibedakan dengan bokong,
apabila ragu, maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan radiologis , rontgen
atau MRI (Cuningham et al, 2005).
d) Penatalaksaan
Proses persalinan presentasi muka kepala turun dengan sirkumfarensia
trakelo parietalis dengan dagu lintang atau miring, setelah muka sampai dasar
panggul terjadi putaran paksi dalam, dagu ke depan di bawah arkus pubis,
kemudian dengan submentum menjadi hipomoklion kepala lahir dengan
fleksi sampai dahi, UUB, belakang kepala lewati perineum, kemudian putaran
paksi luar dan badan lahir. Terkadang dagu tidak dapat diputar ke depan,
posisi ini merupakan mentoposterior persistens maka pada situasi ini
dilakukan seksio sesaria.
Pada kondisi dagu belakang prognosis persalinan kurang baik dan tidak
dapat pervaginam, kematian perinatal pada presentasi muka pencapai 2,5
hingga 5%. Apabila pada kondisi presentasi muka tidak disertai CPD dan
posisi dagu depan maka dilahirkan secara spontan. Dagu belakang memiliki
kesempatan berputar menjadi dagu depan bila kala II posisi mentoposterior
persistens, dagu diputar kedepan, bila berhasil maka lahirkan secara spontan
dan apabila gagal maka dilakukan seksio sesaria.
Presentasi muka dapat dicoba diubah menjadi prsentasi belakang kepala
dengan cara tangan dimasukkan ke vagina, tekan bagian muka dan dagu
keatas, apabila tidak berhasil lakukan dengan perasat THORN, bagian
belakang kepala dipegang dengan tangan yang masuk vagina kemudian tarik
kebawah tangan yang lain tekan dada dari luar. Hal ini dilakukan dengan
syarat dagu belakang dan kepala belum turun. Indikasi persalinan dengan
seksio sesaria pada presentasi muka yaitu posisi mentoposterior persistence
dan panggul sempit.
4. Presentasi Dahi
a) Definisi
Presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan sementara, posisi
ini dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka,
kejaidan presentasi dahi ini 1:400.
b) Etiologi
Etiologi atau penyebab terjadinya presentasi dahi adalah presentasi muka.

c) Diagnosis
Diagnosis presentasi dahi berdasarkan pemeriksaan luar seperti pada
presentasi muka namun bagian belakang kepala tidak begitu menonjol, DJJ
akan jelas terdengar pada bagian dada. Pemeriksaan dalam akan teraba sutura
frontalis, ujung yang satu akan teraba UUB dan ujung yang lainnya akan
teraba pangkal hidung dan tepi orbita.
d) Penatalaksaan
Persalinan pada presentasi dahi, apabila terjadi defleksi lagi dan berubah
menjadi presentasi muka maka persalinan menjadi lama dan hanya 15% lewat
persalinan spontan. Kematian perinatal pada presentasi muka sebesar 20%.
Prognosis persalinan dengan presentasi dahi ditentukan oleh janinnya, jika
janin kecil maka persalinan mungkin terjadi spontan karena bisa jadi janin
berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka, namun jika
janin berat atau besarnya normal maka persalinan tidak dapat pervaginam
sehingga dilakukan seksio sesaria oleh karena sirkumfarensia maksilo
parietalis lebih besar dari lingkaran pintu atas panggul. Pada kala I persalinan
dilakukan prasat THORN, apabila gagal maka janin tetap dilahirkan
perabdominam yaitu seksio sesaria.
5. Letak Sungsang
a) Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai
fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai
bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas
ekstensi, presentasi kaki (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas
uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa
pada leher, aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion),
multipara dengan berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis
(plasenta previa, myoma, tumor pelvis lain). Dengan pemeriksaan USG,
prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal.
Lebih dari 50 % kasus tidak ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya
letak sungsang (Schiara et al, 1997).
c) Diagnosis
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin
oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas
umbilikus, pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X (Schiara et al, 1997).
d) Penatalaksanaan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros
telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat
dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama
dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi
kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat
dilahirkan pervaginam, jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam
(Setjalilakusuma, 2000). ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus
pervaginam yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit,
kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram serta
tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak
sungsang.

Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih
tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan, sebagai berikut.

0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur >39 minggu 38 minggu < 37 minggu
Kehamilan
Taksiran >3630 gr 3629 gr -3176 gr < 3176 gr
berat janin
Pernah Tidak 1x >2x
letak
sungsang
Pembukaan <2 cm 3 cm >4cm
serviks
Station <3 <2 1 atau lebih
rendah

Arti nilai :
< 3 : persalinan perabdomen
4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila
nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 : dilahirkan pervaginam
Prosedur persalinan sungsang secara spontan :
a. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
b. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk
PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
c. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah
sehingga kepala harus dilahirkan perlahan- lahan untuk menghindari pendarahan
intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan
a. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai
membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan
episiotomi.
c. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua
ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang
panggul. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
d. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
e. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
f. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.

Prosedur manual aid (partial breech extraction) :


Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan
belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian
melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit
dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan
memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang
dilahirkan.

b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada


pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin
mendekati perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan
lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa
cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah- olah lengan
bawah mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin
diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua
tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong
terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan
depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.

Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan
jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir.
Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan
dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.

Cara louvset :
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi
ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik
sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan
anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang
kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin
dari arah punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.

Cara cunam piper :


Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam
dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada
kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha
belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke
atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh
kepala lahir.
6. Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu
panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila
janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak lintang kepala janin
tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus. Letak lintang dapat dibagi
menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan:
a. Letak kepala
1. Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
2. Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
b. Letak punggung
1. Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
2. Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-
posterior
3. Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
4. Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
b) Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor –
faktor tersebut adalah :
1) Fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit, hidrosefalus,
anesefalus, plasenta previa, dan tumor pelvis
2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, atau sudah mati.
3) Gemeli
4) Pelvic kidney dan rectum penuh
5) Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek
c) Diagnosis
1) Inspeksi
Perut membuncit ke samping
2) Palpasi
Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan
Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu
sudah masuk ke dalam pintu atas panggul
Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri
3) Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4) Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara
bersalaman.
Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila
kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan
klavikula.
Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
d) Penatalaksanaan
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak
tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena
itu seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap
atau hampir lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada
bagian bawah, sehingga persalinan berlangsung lebih lama. His berperan
dalam meluaskan pembukaan, selain itu dengan kontraksi yang semakin kuat,
maka anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya tubuh anak menjadi
membengkok sedikit, terutama pada bagian yang mudah membengkok, yaitu
di daerah tulang leher. Ini pun disebabkan karena biasnaya ketuban sudah
lekas pecah dan karena tak ada lagi air ketuban, maka dinding uterus lebih
menekan anak di dalam rahim. Dengan demikian bagian anak yang lebih
rendah akan masuk lebih dulu ke dalam pintu atas panggul, yaitu bahu
anak. Karena pada letak lintang pintu atas panggul tidak begitu tertutup,
maka tali pusat seringkali menumbung, dan ini akan memperburuk keadaan
janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas
tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada
lingkaran pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali,
senantiasa masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut. Penting
untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar lengkap pada
letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang.
Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu
mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan
yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki
lingkaran tersebut. Lain halnya dengan letak memanjang, pada letak lintang
setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga mengejan, badan anak
tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian besar masih
di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok.. Jika
ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana
tubuh anak tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi
bukanlah karena lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena
faktor kuatnya his. Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang
disebabkan karena kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta,
ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak terkompresi dan
membengkok.
7. Kehamilan Multipel
a) Definisi
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan dengan
dua janin atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda atau
gemelli (2 janin), triplet ( 3 janin ), kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin
) dan seterusnya (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Terjadinya kehamilan kembar atau multipel umumnya disebabkan oleh
adanya pembuahan satu atau lebih ovum yang berbeda. Pada kehamilan ganda
sepertiganya berasal dari satu ovum yang mengalami pembuahan kemudian
membelah menjadi dua struktur yang serupa. Faktor-faktor lain yang
mempengaruhi terjadinya kehamilan multipel antara lain :
1) Ras
Kehamilan multipel terjadi pada 1 dari 100 kehamilan pada orang kulit putih dan 1
dari 80 kehamilan pada orang kulit hitam.
2) Hereditas
Memiliki riwayat keturunan dari ibu lebih banyak mempengaruhi dibanding riwayat
keturunan dari ayah.
3) Usia ibu dan paritas
Kehamilan multijanin umunya terjadi pada ibu dengan usia mulai dari pubertas
hingga usia 37 tahun karena adanya aktivitas ovulasi ganda yang cukup tinggi pada usia
reproduksi aktif yang dipengaruhi oleh peningkatan kadar hormon FSH. Kehamilan
multipel lebih sering terjadi pada ibu nullipara dibandingkan dengan ibu yang sudah
pernah melahirkan sebelumnya.
4) Faktor Gizi
Kehamilan kembar 20 sampai 30 persen lebih sering terjadi pada ibu yang memiliki
ukuran lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan ibu yang memiliki ukuran tubuh
yang lebih pendek dan kecil. Selain itu tingginya asupan gizi sebelum kehamilan dan
suplementasi asam folat perikonsepsi dapat meningkatkan terjadinya kehamilan kembar.
5) Terapi Kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan obat-obatan hormonal gonadotropin dapat
meningkatkan terjadinya kehamilan multipel karena adanya peningkatan secara
mendadak hormon gonadotropin dapat memicu adanya ovulasi ganda.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosa pada kehamilan kembar dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Anamnesis yang dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis kehamilan
kembar adalah riwayat adanya kehamilan kembar sebelumnya atau
keturunan kembar dalam keluarga, telah mendapat pengobatan
infertilitas, adanya uterus yang cepat membesar dari amenorea, gerakan
janin yang terlalu sering dan adanya penambahan berat badan ibu
menyolok yang tidak disebabkan obesitas atau edema (Cunningham,
2005).
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya dua kepala janin yang
berada di kuadram uterus yang berbeda, banyak didapatkan bagian
bagian kecil janin, teraba dua atau lebih bagian besar, dan teraba dua
ballotemen. Tinggi fundus uteri lebih besar dari kehamilan pada
umumnya. Denyut jantung janin yang terdengar lebih dari satu di
tempat yang berbeda dengan perbedaan 10 atau lebih (Cunningham,
2005).
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG dapat menunjukkan adanya 2 bayangan janin atau
lebih dengan 1 atau lebih kantong amnion. Diagnosis menggunakan
USG yang dilakukan pada trimester pertama masih sulit untuk
mendiagnosis jumlah janin pada uterus, jumlah kantong gestasional
yang terlihat, dan posisi dari janin di dalam uterus (Cunningham, 2005).
d) Penatalaksanaan
Penyulit dalam persalinan pada kehamilan kembar diantaranya persalinan
preterm, disfungsi uterus, kelainan presentasi, prolaps tali pusat, dan
perdarahan post partum. Sepanjang persalinan pasien harus sudah diberikan
infus dengan cairan RL, penyediaan transfusi darah,
ampisilin 2 gram untuk pencegahan infeksi, dan disiapkannya alat USG untuk
mengevaluasi setelah janin pertama lahir. Sebagian besar janin kembar dalam
presentasi kepala-kepala, kepala-bokong, bokong-bokong, kepala-melintang,
dan lain-lain. Presentasi kepala-kepala merupakan presentasi paling stabil
selama persalinan dan memungkinkan untuk terjadinya persalinan
pervaginam. Apabila presentasi janin pertama bokong , dapat menyebabkan
terjadinya penyulit dalam persalinan apabila janin terlalu besar, janin terlalu
kecil, adanya prolapsus tali pusat. Apabila ditemui keadaan seperti ini
sebaiknya dilakukan persalinan per abdominam (Cunningham, 2005).
8. Makrosomia
a) Definisi
Makrosomia dimana janin diperkirakan memiliki berat > 4000 gram.
Faktor resiko terjadinya makrosomia yaitu riwayat melahirkan bayi besar
sebelumnya, obesitas pada ibu, multiparitas, kehamilan postterm, dan ibu
dengan diabetes mellitus. Makrosomia dapat menyebabkan terjadinya
penyulit pada persalinan diantaranya distosia bahu dan chepalo pelvic
disproportion (CPD).
Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana diperlukannya tambahan
manuver obstetrik oleh karena terjadi impaksi bahu depan diatas simphisis
sehingga dengan tarikan ke arah belakang pada kepala bayi tidak bisa untuk
melahirkan bayi (Prawirohardjo, 2009).
b) Etiologi
Penyebab terjadinya distosia bahu antara lain :
1) Makrosomia ( bayi yang dikandung oleh seorang ibu dengan diabetes
mellitus, obesitas, dan kehamilan postterm).
2) Kelainan bentuk panggul.
3) Kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
c) Diagnosis
Penegakan diagnosis pada kondisi terjadinya persalinan dengan distosia
bahu antara lain :
1) Kepala janin telah lahir namun masih menekan vulva dengan kencang.
2) Dagu tertarik dan menekan perineum.
3) Turtle sign : suatu keadaan dimana kepala sudah dilahirkan gagal
melakukan putaran paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang
terjadi antara bahu posterior dengan kepala.
4) Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu.
d) Penatalaksanaan
Penanganan persalinan dengan distosia bahu dikenal dengan “ALARM“
(Ask for help, Lift the legs and buttocks, Anterior shoulder disimpaction, Rotation
of posterior shoulder, Manual remover posterior arm).
1) Ask for help
Meminta bantuan asisten untuk melakukan pertolongan persalinan.
2) Lift the legs and buttocks
Melakukan manuver McRoberts yang dimulai dengan memposisikan ibu dalam
posisi McRoberts yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga posisi
lutut menjadi sedekat mungkin dengan dada, dan merotasikan kedua kaki ke arah
luar. Manuver ini dapat menyebabkan terjadinya pelurusan relatif dari sakrum
terhadap vertebra lumbal disertai dengan rotasi simphisis phubis ke arah kepala ibu
serta pengurangan sudut kemiringan panggul. Mintalah asisten untuk melakukan
penekanan suprasimphisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangan (Manuver
Massanti). Penekanan ini bertujuan untuk menekan bahu anterior agar mau masuk ke
simphisis. Sementara itu lakukanlah tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal.
3) Anterior shoulder disimpaction
Melakukan disimpaksi bahu depan dengan menggunakan dua cara yaitu eksternal
dan internal. Disimpaksi bahu depan secara eksternal dapat dilakukan dengan
menggunakan manuver massanti, sedangkan disimpaksi bahu depan secara internal
dapat dilakukan dengan menggunakan manuver rubin. Manuver Rubin dilakukan
dengan cara (masih dalam manuver McRoberts) masukkan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
obliq atau transversa dan dengan bantuan penekanan simphisis maka akan membuat
bahu bayi semakin abduksi sehingga diameternya mengecil (Prawirohardjo, 2009).
4) Rotation of posterior shoulder
Melakukan rotasi bahu belakang dengan manuver Woods. Manuver ini dilakukan
dengan cara memasukkan tangan penolong sesuai dengan punggung bayi (jika
punggung kanan gunakan tangan kanan, dan sebaliknya) ke vagina dan diletakkan di
belakang bahu janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat ke anterior dengan gerakan
seperti membuka tutup botol.
5) Manual remover posterior arm
Pelahiran bahu belakang secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan
manuver Shwartz. Manuver ini dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke vagina
sepanjang humerus posterior janin yang dipisahkan ketika lengan disapukan ke arah
dada, namun tetap terfleksi pada siku. Tangan janin digenggam dan ditarik sepanjang
sisi wajah dan kemudian lengan belakang dilahirkan dari vagina (Cunningham,
2005).
9. Hidrosefalus
a) Definisi
Hidrosefalus adalah suatu kondisi dimana terjadi penumpukan cairan
serebrospinal yang berlebihan di ventrikel dan mengakibatkan terjadinya
pembesaran dari kranium. Volume cairan biasanya 500 – 1500 ml namun bisa
juga mencapai 5000 ml. Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32
hingga 38 cm, namun pada hidrosefalus dapat mencapai 50 cm. Pada
presentasi apapun umumnya hidrosefalus dapat mengakibatkan terjadinya
cephalo pelvic disproportion yang berat (Cunningham, 2005).
b) Etiologi
Hidrosefalus sebagian besar disebabkan oleh tidak lancarnya aliran
serebrospinalis atau berlebihannya produksi cairan serebrospinal pada janin.
c) Diagnosis
Hidrosefalus pada janin dapat didiagnosis melalui :
1) Pada letak kepala dapat ditemukan kepala lebih besar dari biasanya
sehingga menonjol diatas simphisis.
2) Djj terletak lebih tinggi dari biasanya.
3) Pada pemeriksaan VT dapat diraba adanya sutura dan ubun-ubun yang
melebar tegang dan tulang kepala tipis.
4) Pada pemeriksaan USG didapatkan adanya BPD lebih besar dari usia
kehamilannya.
d) Penatalaksanaan
Persalinan pada janin dengan hidrosefalus upaya yang pertama kali
dilakukan adalah pengecilan ukuran kepala bayi dengan menggunakan
sefalosintesis sehingga bayi dapat dilahirkan pervaginam atau
perabdominam. Namun, sefalosintesis dapat mengakibatkan terjadinya
perdarahan intrakranial pada janin sehingga sebaiknya teknik ini digunakan
pada janin dengan kelainan yang sudah cukup parah. Pada kehamilan dengan
janin hidrosefalus sebaiknya dilakukan pelahiran secara perabdominam
(Cunningham, 2005).

D. Distosia Karena Kelainan Tulang Panggul


1. Definisi
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang
disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul.
Menurut Caldwell dan Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis, yaitu
(Cunningham, 2005):
a) Panggul Ginekoid
Pintu panggul yang bundar dengan diameter transversa yang sedikit lebih
panjang daripada diameter anteroposterior dan panggul tengah serta pintu bawah
panggul yang cukup luas. Dinding samping panggul lurus, spina tidak menonjol,
dan diameter transversa spina ischiadika 10 cm atau lebih.
b) Panggul Antropoid
Panggul jenis ini memiliki diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit. Spina ischiadika
pada panggul jenis ini cenderung menonjol dan dinding samping panggul
cenderung berbentuk konvergen.
c) Panggul Android
Panggul android memiliki ciri pintu atas panggul berbentuk segitiga
dengan spina ischiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit. Dinding
samping biasanya konvergen, spina ischiadika menonjol, dan os sakrum tidak
melengkung tetapi lurus dan maju ke depan.
d) Panggul Platipelloid
Panggul dengan diameter anteroposterior yang lebih pendek daripada
diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Sudut panggul anterior sangat lebar dan kelengkungan os sakrum biasanya cukup.

Dari keempat jenis panggul diatas panggul ginekoid merupakan jenis


panggul dengan prognosa persalinan paling baik, sedangkan ketiga jenis panggul
lainnya dapat menyebabkan terjadinya distosia persalinan.
Distosia karena kelainan ukuran panggul (disproporsi fetopelvik) dapat
disebabkan karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar,
atau kombinasi diantara keduanya. Setiap penyempitan pada diameter panggul
baik pintu atas panggul, pintu tengah panggul, maupun pintu bawah panggul dapat
menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan.
a) Penyempitan pintu atas panggul
Pintu masuk panggul dianggap menyempit apabila diameter
anteroposterior terpendeknya kurang dari 10 cm atau diameter transversa
terbesarnya kurang dari 12 cm.
b) Penyempitan pintu tengah panggul
Pintu tengah panggul dikatakan menyempit apabila jumlah diameter
intraspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah
kurang dari atau sama dengan 13,5 cm.
c) Penyempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul menyempit didefinisikan sebagai pemendekan
diamter intertuberosum hingga 8 cm atau kurang.
2. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul
dapat ditegakkan dengan melakukan pengukuran pengukuran kapasitas panggul.
a) Pintu atas panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan konjugata diagonalis
yang diukur dari tepi bawah simphisis phubis hingga ke promomtorium os
sacrum. Pintu atas panggul berukuran cukup apabila promontorium tidak
menonjol dan ukuran konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm.
b) Pintu tengah panggul
Dilakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kapasitas pintu tengah
panggul, pintu tengah dikatakan tidak menyempit apabila spina ischiadika
tidak menonjol, dinding samping tidak teraba melengkung, dan
kecekungan os sacrum tidak dangkal.
c) Pintu bawah panggul
Dilakukan pengukuran diameter intertuberosum dengan meletakkan
tangan terkepal pada perineum diantara kedua tuberositas ischii. Ukuran
normal apabila lebih dari 8 cm.
3. Penatalaksanaan
Persalinan dengan distosia akibat adanya kelainan ukuran panggul atau
kelainan bentuk panggul sebaiknya dilakukan melalui perabdominam. Persalinan
pervaginam dapat dilakukan tetapi memiliki resiko kegagalan yang cukup besar
dan dapat menimbulkan terjadinya cedera pada kepala janin.
BAB III
KESIMPULAN

1. Distosia merupakan persalinan yang sulit, tidak ada kemajuan dalam persalinan
atau merupakan persalinan yang membawa satu akibat buruk bagi janin maupun
ibu.
2. Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kelainan Power
b. Kelainan Passage
c. Kelainan Passanger
3. Penanganan distosia tergantung dari jenis distosianya, dapat dilakukan manuver
obsteterik tambahan agar dapat dilahirkan secara pervaginam atau melakukan
persalinan perabdominam.
DAFTAR PUSTAKA
.
1. Corwin, Elizabeth J. 2009. Sistem Reproduksi. Dalam : Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta :EGC, 784-785.
2. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al.
Abnormal Labor. In. Williams Obstetrics 23rd Edition. Thw Mc Graw-Hill
Companies, New York. 2010
3. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et al..
Williams Obstetrics 22nd Edition. Thw Mc Graw-Hill Companies, New York.
2005
4. DeCherney,Alan. 2007. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology,Ed 10. McGraw-Hill Companies.
5. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
6. Schiara J, et al. 1997. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th
edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago.
7. Setjalilakusuma L. 2000. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
8. Winkjosastro, Hanifa, 2006. “Ilmu kebidanan” Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai