Anda di halaman 1dari 8

SKENARIO 4

Cemas Berlebihan
Seorang perempuan berusia 87 tahun datang diantar anaknya ke Poliklinik RS dengan keluhan
sering cemas berlebihan. Menurut anaknya, pasien sering mencemaskan hal yang menurutnya
sepele misalnya jika cucu nya pergi keluar selalu menanyakan tiap jam bahwa cucu nya sudah
pulang atau belum. Selain itu, pasien sering marah jika keinginannya tidak langsung dituruti dan
juga sering lupa menaruh barang. Hal ini menyebabkan pasien sering merasa murung dan tidak
mau makan karena sering dimarahin anaknya karena dianggap mengganggu. Setelah dilakukan
pemeriksaan didapatkan bahwa pasien merasa dirinya tidak berguna dalam keluarga, dan berpikir
hanya menyusahkan orang-orang disekitarnya. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan
psikiatri dan tata laksana pada pasien.

STEP I

1. Pemeriksaan psikiatri 

STEP II

1. sering cemas berlebihan, sering marah jika keinginannya tidak langsung dituruti dan juga
sering lupa menaruh barang
2. pasien sering merasa murung dan tidak mau makan, merasa dirinya tidak berguna dalam
keluarga, dan berpikir hanya menyusahkan orang-orang disekitarnya
3. pemeriksaan psikiatri dan tata laksana pada pasien.

Perubahan kognitif  karena Perubahan sel dan faktor neurokimia otak  dapat terjadi secara
fisiologis karena penuaan atau patologis karena adanya penyakittertentu yang mendasari

Depresi

Faktor penyebab depresi terdapat faktor biologi, genetik dan juga psikososial.
ANXIETY

Gail W. Stuart (2006: 149) mengelompokkan kecemasan (anxiety) dalam respon perilaku, kognitif, dan
afektif, diantaranya.

1. Perilaku, diantaranya: 1) gelisah, 2) ketegangan fisik, 3) tremor, 4) reaksi terkejut, 5) bicara


cepat, 6) kurang koordinasi, 7) cenderung mengalami cedera, 8) menarik diri dari hubungan
interpersonal, 9) inhibisi, 10) melarikan diri dari masalah, 11) menghindar, 12) hiperventilasi,
dan 13) sangat waspada.
2. Kognitif, diantaranya: 1) perhatian terganggu, 2) konsentrasi buruk, 3) pelupa, 4) salah dalam
memberikan penilaian, 5) preokupasi, 6) hambatan berpikir, 7) lapang persepsi menurun, 8)
kreativitas menurun, 9) produktivitas menurun, 10) bingung, 11) sangat waspada, 12)
keasadaran diri, 13) kehilangan objektivitas, 14) takut kehilangan kendali, 15) takut pada
gambaran visual, 16) takut cedera atau kematian, 17) kilas balik, dan 18) mimpi buruk.
3. Afektif, diantaranya: 1) mudah terganggu, 2) tidak sabar, 3) gelisah, 4) tegang, 5) gugup, 6)
ketakutan, 7) waspada, 8) kengerian, 9) kekhawatiran, 10) kecemasan, 11) mati rasa, 12) rasa
bersalah, dan 13) malu

Kemudian Shah (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 144) membagi kecemasan menjadi
tiga aspek, yaitu.

1. Aspek fisik, seperti pusing, sakit kepala, tangan mengeluarkan keringat, menimbulkan rasa mual
pada perut, mulut kering, grogi, dan lain-lain.
2. Aspek emosional, seperti timbulnya rasa panik dan rasa takut.
3. Aspek mental atau kognitif, timbulnya gangguan terhadap perhatian dan memori, rasa
khawatir, ketidakteraturan dalam berpikir, dan bingung.

dua faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu.

1. Pengalaman negatif pada masa lalu Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada masa
kanak-kanak, yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang dapat terulang
lagi pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama dan juga
menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah gagal dalam mengikuti tes.
2. Pikiran yang tidak rasional Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu
a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya.
b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku sempurna dan
tidak memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah target
dan sumber yang dapat memberikan inspirasi.
c. Persetujuan
d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada orang
yang memiliki sedikit pengalaman.

PELUPA

Demensia

Demensia terjadi akibat kerusakan sel-sel otak dimana sistem saraf tidak lagi bisa membawa informasi
ke dalam otak, sehingga membuat kemunduran pada daya ingat, keterampilan secara progresif,
gangguan emosi, dan perubahan perilaku, penderita demensia sering menunjukkan gangguan perilaku
harian

Etiologi Urutan tersering demensia adalah sebagai berikut:

a. Penyakit Alzheimer (Paling banyak)


b. Demensia vaskular
c. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
d. Penyakit Pick
e. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
f. Penyakit Huntington
g. Penyakit Parkinson

Tipe-tipe Demensia.

Aisyah (2016) membedakan Tipe-tipe demensia menjadi beberapa jenis yaitu:

a. Demensia tipe Alzheimer


Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan satu kondisi yang selanjutnya dalam tahun (1970),
menggambarkan wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif 4,5 tahun.
Diagnosis akhir penyakit Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak. Faktor
genetik dianggap berperan sebagian dalam perkembangan penyakit demensia ini. Observasi
makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seorang pasien dengan penyakit Alzheimer
adalah antrofi difus dan pembesaran ventrikel serebal serta timbulnya bercak-bercak senilis,
kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal, dan degenerasi granulovaskular pada neuron.
b. Demensia vaskuler
Penyebab pertama dari demensia vaskuler dianggap adalah penyakit vaskuler serebral yang
multiple, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Demensia vaskuler paling sering
terjadi pada laki-laki, khususnya mereka yang mengalami hipertensi yang telah ada
sebelumnya atau faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Penyakit pick ditandai oleh atrofi yang
lebih banyak dalam darah frontotemporal. Darah tersebut juga mengalami kehilangan
neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Penyakit pick berjumlah kira-kira 5
persen dari semua demensia yang irreversibel. Penyakit pick sangat sulit dibedakan dengan
demensia tipe Alzheimers, walapun stadium awal penyakit pick 8 lebih sering ditandai dengan
perubahan kepribadian dan prilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relative bertahan.
c. Demensia berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV) sering kali menyebabkan demensia dan
gejala psikiatrik lainnya. Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka
tahunan 14 persen. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV sering disertai
tampaknya kelainan parenkimal.
d. Demenisa yang berhubungan dengan trauma kepala
Demensia dapat dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.

Faktor yang mempengaruhi demensia

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian demensia pada lansia. Faktor-faktor di uraikan
sebagai berikut:

a. Umur
Umur merupakan faktor resiko utama terhadap kejadian demensia pada usia lanjut. Hubungan
ini sangat berbanding lurus yaitu bila semakin meningkatnya umur, semakin tinggi pula resiko
terjadinya demensia. Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia.
Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh
akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh, semakin usia yang bertambah
akan semakin rentan pula terkena penyakit (Aisyah, 2016).
b. Jenis kelamin
Demensia lebih banyak dialami perempuan, bahkan saat populasi perempuan lebih sedikit dari
laki-laki, kejadian demensia pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Akan tetapi
tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia, hal ini
menunjukan bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk
berkembangnya demensia (Alzheimers’s disease, 2011)
c. Genetik
Sebagian pasien demensia memiliki genetik demensia dari faktor keturunan. Namun pada
sebagian orang yang memliki gen demensia hanya sedikit gennya yang berkembang menjadi
demensia. Penyakit Alzheimers (AD) merupakan penyakit genetik heterogen; dikaitkan dengan
satu susceptibility (risk) gene dan tiga determinative (disease) genes. Susceptibility (risk) gene
yang diketahui ialah alel apolipoprotein EЄ4 (APOE Є4) di kromosom 19 pada q13. Hal ini harus
dilakukan pemeriksan secara detail agar mengetahui faktor ini terjadi pada lanjut usia
(Alzheimers’s, 2011)
d. Pola makan
Kebutuhan lanjut usia semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada usia 40-49
tahun menurun sekitar 5%, dan pada usia 50-69 tahun menurun hingga 10%, sehingga jumlah
makanan yang dikonsumsi akan berkurang dan pola makan tidak teratur, contohnya seperti
berat badan akan menurun, dan kekurangan vitamin dan mineral (Fatmah, 2016).
e. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat memicu
terjadinya demensia seperti tumor otak, penyakit kardiovaskuler (seperti hipertensi dan
atherosclerosis), gagal ginjal, penyakit hati, penyakit gondok. Penyakit penyebab demensia
dibagi menjadi 3 kelompok meliputi demensia idiopatik, demensia vaskuler, dan demensia
sekunder. Demensia idiopatik contohnya seperti penyakit Alzheimers, penyakit Hungtiton,
penyakit pick yang terjadi pada lobus frontal, dll. Demensia vaskuler contohnya demensia multi-
infark, pendarahan otak non-traumatik dengan demensia dan pada demensia sekunder terjadi
karena infeksi, gangguan nutrisi, gangguan auto-imun, trauma, dan stress (Aisyah, 2016).
f. Status gizi
Status gizi yang baik menjadikan seseorang dapat memiliki tubuh yang sehat dan menjaga
sistem dalam tubuh bekerja secara baik pula. Pada masa lansia adanya penurunan fungsi tubuh
yang diakibatkan oleh umur, penyakit dan salah satunya status gizi. Asupan makanan yang
kurang bergizi bagi para lansia mengakibatkan penurunan sistem dalam tubuh. Zat gizi makro
diketahui berkaitan dengan kejadian demensia pada lansia, terutama vitamin B kompleks.
Kekurangan vitamin B kompleks pada lansia dapat meningkatkan resiko terjadinya demensia.
Ini menunjukan bahwa buruknya status gizi secara tidak langsung dapat mengakibatkan
munculnya resiko demensia pada lansia (Pratiwi, 2014)

PATOFISOLOGI

Untuk kelainan pada demensia seringkali dikaitkan dengan perubahan struktural dan
fungsional di korteks prefrontal, daerah lobus mediotemporal dan juga traktus-traktus
yang ada.

pada struktur subtansia grisea yang lebih rendah

dikarenakan sel sinaps yang lebih rendah

karenakan kepadatan synaps yang terus berdegenerasi dan menurun pada usia >60 tahun
yang mana suatu saat akan mengalami pennurunan densitas seperti pada demensia tipe
alzheimer. Dan juga selain itu juga peranan dari

proses fisiologis lansia yaitu atrofi hipocampus dan neokorteks memegang peranan
penting dalam memori dan juga kognitif pada lansia seperti pengaturan emosi dll. Dimana pada
usia 75-90 tahun terdapat perbedaan walaupun tidak terlalu mecolok dari neurofibrillary
neokorteks atau hipocampus dan neokorteks.

Hasil gambaran klinis dari penyakit cerebral bergantung pada tingkat lesi, banyaknya jaringan cerebral
yang rusak dan bagian-bagian dari otak yang menanggung beban dari perubahan patologis
 penurunan fungsi bahasa  diasosiasikan secara spesifik dengan penyakit yang menyerang
hemisfer cerebrum khsusunya bagian perisylvian dari frontal, temporal dan globus parietal.
 Kemampuan dalam membaca dan menghitung yang menurun atau bahkan menghilang 
dihubungkan dengan lesi pada bagian posterior dari hemisfer serebral bagian kiri (dominan).
 Kemampuan dalam menggunakan alat atau apraxia yang menurun atau bahkan menghilang 
berhubungan dengan menghilangnya jaringan pada bagian parietal yang dominan.
 Penurunan dalam menggambar ataupun konstruksi figur yang simpel dan kompleks  dapat
dilihat dengan lesi pada globus parietal dengan bagian kanan yang lebih sering dibandingkan
bagian kiri.
 Masalah mengenai tingkah laku dan stabilitas personality  umumnya berhubungan dengan
degenerasi lobus frontal.

Demensia tipe generatif biasanya berhubungan dengan penyakit struktural yang jelas terutama
pada cortex serebral tetapi juga dapat terjadi pada diencephalon.

 penyakit Alzheimer, proses utamanya yaitu degenerasi dan kehilangan sel saraf pada area
cortical dan globus medial temporal.
 Pada penyakit pick dan demensia frontotemporal primer, atrophy terutama terjadi pada
bagian frontal, temporal atau bahkan keduanya, kadang-kadang sedikit tidak simetris.
 Pada penyakit lain seperti Huntington Chorea, degenerasi sel syaraf lebih dominan pada
caudate nuclei, putamens dan bagian lain pada ganglia basalis.

Degenerasi thalamus secara murni jarang dijumpai dan kemungkinan menjadi dasar
dari terjadinya demensia karena terdapatnya hubungan antara thalamus dengan cortex
serebral khususnya yang berkaitan dengan memori, bahkan ketika penyakit tertentu
mempengaruhi satu bagian dari cerebrum, area tambahan juga sering ikut terlibat dan
berkonstribusi terhadap terjadinya penurunan mental.

Salah satu temuan penting pada penyakit Alzheimer yaitu terjadinya kerusakan utama
pada hipokampus dan juga degenerasi nuclei cholinergic dari daerah frontal basal yang dapat
sangat menurunkan fungsi memori.
Penyakit arteriosclerotic cerebrovaskular berbeda perjalanannya dibandingkan dengan
penyakit neurodegenerative mengakibatkan multiple infark sepanjang thalamus, ganglia basal,
brain stem, cerebrum termasuk saraf motor dan sensorik serta area proyeksi visual maupun
area asosiasi.

Anda mungkin juga menyukai