Anda di halaman 1dari 36

MALFORMASI ARNOLD-CHIARI

ABDURRAHMAN MOUZA
NIP 198610022012121001

DIVISI PEDIATRI

DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

I
DAFTAR ISI

Judul ………………………………………………… I
Pendahuluan ………………………………………………… 8
Epidemiologi ………………………………………………… 9
Patogenesis ………………………………………………… 10

Etiologi ………………………………………………… 14

Manifestasi Klinis ………………………………………………… 15

Diagnosis ………………………………………………… 22

Tatalaksana ………………………………………………… 26

Daftar Pustaka ………………………………………………… 34

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ………………………………………………… 20
Gejala Klinis pada
malformasi Chiari I

Gambar 2 ………………………………………………… 25
Gambaran MRI pada
malformasi Chiari I

Gambar 3
Potongan Sagittal ………………………………………………… 26
dengan T2WI pada
craniocervical
junction
menunjukkan
ektopia serebeli dan
penebalan sisterna
CSF
Gambar 4 ………………………………………………… 26
Perbedaan anatomis
dari malformasi
Chiari I dan II
Gambar 5 ………………………………………………… 27
Potongan sagittal
pada pasien dengan
malformasi Chiari II
menunjukkan
ektopia serebeli dan
perpindahan kaudal
dari batang otak
Gambar 6 ………………………………………………… 27
Gambaran pada
malformasi Chiari
III

3
Gambar 7 …………………………………………………. 29
Penilaian skoring
total dari CCOS
Gambar 8 …………………………………………………. 29
Skoring CCOS pada
malformasi Chiari
Gambar 9 ………………………………………………… 31
Alur tatalaksana
pada malformasi
Chiari I
Gambar 10 ………………………………………………… 32
Alur tatalaksana
pada malformasi
Chiari II
Gambar 11 …………………………………………………. 34
Gambaran
pembukaan dura
pada celah
craniocervical,
menunjukkan
arachnoid veil
menyebabkan
obstruksi ventrikel
ke empat

4
DAFTAR TABEL
Tabel 1 …………………… 18
Gejala Klinis pada malformasi Chiari I
Tabel 2 …………………... 30
Seow Operating Score (SOS)

5
KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas
Kasih Sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini. Untuk itu,
penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji
bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, dengan terselesaikannya makalah ilmiah
ini sebagai karya tulis dalam Departemen Bedah Saraf Divisi Pediatri Fakultas
Kedokgteran Universitas Sumatera Utara.

Judul yang diangkat dalam karya tulis ilmiah ini adalah Malformasi
Arnold-Chiari. Judul ini juga diangkat dari salah satu penyakit kongenital dalam
keilmuan bedah saraf bidang neuropediatrik. Pada bidang neuropediatrik masalah
yang dijumpai seringkali bersifat kongenital, oleh karena itu makalah ilmiah ini
ditujukan sebagai perpanjangan tangan dalam pemberian informasi tentang
malformasi Arnold Chiari dimulai dari definisi sampai tatalaksana nya dalam
keilmuan bedah saraf.

Jika ada kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memohon
maaf atas adanya kelemahan pada makalah ilmiah ini dan penulis terbuka untuk
kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat
membuka wawasan tentang Malformasi Arnold-Chiari.

Medan, 13 Januari 2020

dr. Abdurrahman Mouza, M.Ked(Neurosurg), Sp.BS

6
MALFORMASI ARNOLD-CHIARI
Abdurrahman Mouza
Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Malformasi Arnold-Chiari, yang juga dikenal sebagai malformasi Chiari, merupakan
kelompok deformitas yang terjadi pada otak bagian belakang yang terdiri atas serebelum,
pons dan medulla oblongata. Masalah yang terjadi pada malformasi Chiari adalah
herniasi dari konten pada fossa posterior yang keluar dari kranial hingga absennya
serebelum dengan atau tanpa defek intracranial maupun ekstrakranial seperti syrinx,
hidrosefalus, maupun disrafisme spinalis. Malformasi Chiari I merupakan diagnosis
pencitraan, yang ditegakkan jika terdapat adanya penurunan tonsil serebelum lebih dari 5
mm dibawah foramen magnum. Penentuan populasi sebenernya dari prevalensi
malformasi Chiari I cukup sulit, dimana pencitraan neurologis secara tipikal tidak
didapatkan pada pasien yang asimptomatis.Suatu penelitian menyatakan bahwa terdapat
305,726 kasus nasional pada Chiari tipe I, 119,632 kasus pada Chiari tipe II, 15,540
dengan kasus Chiari tipe III dan 79,663 kasus dengan Chiar tipe IV dari data pada tahun
2003-2012, dimana pasien dengan Chiari tipe III dan IV memiliki setidaknya satu
anomali system. Pathogenesis yang mendasar adanya malformasi Arnold-Chiari meliputi
teori berhentinya perkembangan, teori penumpukan, mekanisme hidrodinamik, oligo-
CSF, neuroskisis, teori pulsion, dissinkroni neuroektodermal-mesodermal spasial, teori
traksi, dan hipotesis molekuler genetik. Gejala tersering yang muncul pada dewasa dan
anak-anak adalah nyeri kepala pada region oksipital dan servikalis dan secara klasik, hal
ini diproduksi saat adanya aktivitas Valsava seperti batuk, bersin, ataupun tertawa. Nyeri
kepala dapat menjadi gejala yang sulit dinilai pada populasi nonverbal seperti anak-anak.
Gejala nyeri dapat di manifestasikan dalam bentuk menangis kuat, iritabel, gagal
bertumbuh dan opistothonus. Nyeri kepala yang diinduksi oleh Valsava merupakan
sekuel dari obstruksi CSF pada foramen magnum yang dihubungkan sengan malformasi
Chiari I. Pada malformasi Chiari II, gejala klinis pasien kadang tertutup dengan adanya
myelomeningocele dan hidrosefalus. Defek nervus kranialis, terutama yang berperan
dalam menelan dan respirasi dapat terganggu. Disfagia yang menyebabkan kesulitan
makan, regurgitasi nasalis, stridor, paralisis pita suara, dan adanya serangan apnea dapat
muncul. Episode sianotik biasanya berat dan menyebabkan mortalitas tinggi. Nystagmus,
retrocollis dan opisthothonus biasanya dapat terlihat. Modalitas pilihan dalam
mendiagnosis malformasi Chiari I adalah MRI untuk pasien dengan ektopia tonsil
serebeli dan jika dicurigai dengan malformasi Chiari I dengan syringomyelia. Pasien
dengan bukti atau kecurigaan adanya ektopia tonsillar harus dilakukan pemeriksaan MRI
spinal dan otak untuk menilai posisi tonsil dan batang otak dan adanya syrinx.
Malformasi Chiari II biasanya didiagnosis saat antenatal ataupun pencitraan postnatal.
Ultrasonografi memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 100% untuk mendiagnosis spina
bifida. Beberapa skoring yang saat ini di gunakan adalah Chicago Chiari Outcome Scale
(CCOS). Adanya tanda dan gejala klinis yang nyata adalah indikator kuat untuk
intervensi pembedahan. Dekompresi fossa posterior terkadang dilakukan walaupun tanpa
adanya indikator kuat dari indikasi pada pasien. Skoring luaran pasien (CCOS) berfungsi
untuk aspek luaran berdasarkan dekompresi fossa posterior. Tatalaksana pembedahan
pada pasien dengan malformasi adalah dilakukan dekompresi fossa posterior.
Kata Kunci : Malformasi Arnold-Chiari, dekompresi, anomali fossa posterior

7
MALFORMASI ARNOLD-CHIARI

Abdurrahman Mouza

PENDAHULAN

Malformasi Arnold-Chiari, yang juga dikenal sebagai malformasi Chiari,


merupakan kelompok deformitas yang terjadi pada otak bagian belakang yang
terdiri atas serebelum, pons dan medulla oblongata. Masalah yang terjadi pada
malformasi Chiari adalah herniasi dari konten pada fossa posterior yang keluar
dari kranial hingga absennya serebelum dengan atau tanpa defek intracranial
maupun ekstrakranial seperti syrinx, hidrosefalus, maupun disrafisme spinalis (de
Arruda, JA., et al 2018; Bhimani, AD., et al 2018; dan Kandeger, A., et al 2017)

Malformasi Chiari awalnya dihubungkan dengan deskripsi malformasi pada


perbatasan medulla dan spinal, tetapi Chiari sebagai penulis memberikan
gambaran detail tentang deskripsi kondisi penyakit ini, sehingga saat ini lebih
dikenal sebagai malformasi Chiari (Lindsay, KW., et al 2010).

Secara morfologi, malformasi Chiari terbagi atas empat subtipe, yang


dibuktikan berdasarkan radiologis maupun autopsi, yaitu (Hidalgo, JA dan
Varacallo M., 2019) :

 Chiari I : penurunan ujung kaudal dari tonsil serebelum lebih dari 5 mm


melewati foramen magnum, dan biasanya diikuti dengan siringomielia
 Chiari II : penurunan batang otak, ventrikel ke empat, dan ujung kaudal dari
tonsil serebelum lebih dari 5 mm melewati foramen magnum disertai spina
bifida
 Chiari III : hernaisi serebelum diikuti atau tanpa diikuti oleh batang otak
melewati ensefalokel posterior
 Chiari IV : hypoplasia serebelum atau aplasia serebelum dengan fossa
posterior yang normal dan tidak adanya herniasi otak bagian belakang.

8
Deskripsi Chiari pada malformasi Chiari telah di modifikasi dengan
diagnostik MRI dan terdapat dua semiology tambahan, yaitu Chiari 0 dan Chiari
1.5, yang di deskripisikan berdasarkan temuan MRI nya yang unik. Pasien dengan
Chiari 0 memiliki ektopia serebelum kurang dari 2 mm dan diikuti dengan
siringomielia. Pasien dengan Chiari 1.5 memiliki penurunan batang otak dengan
tambahan adanya penurunan tonsil serebelum lebih dari 5 mm seperti yang terlihat
pada malformasi Chiari I (Tubbs, RS., et al 2004)

EPIDEMIOLOGI

Malformasi Chiari I merupakan diagnosis pencitraan, yang ditegakkan jika


terdapat adanya penurunan tonsil serebelum lebih dari 5 mm dibawah foramen
magnum. Penentuan populasi sebenernya dari prevalensi malformasi Chiari I
cukup sulit, dimana pencitraan neurologis secara tipikal tidak didapatkan pada
pasien yang asimptomatis. (Chatrath, A., et al 2019)

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Strahle, menyatakan bahwa dari 14.116
pasien pediatrik yang dilakukan pencitraan CT atau MRI, hanya ditemukan 3,6%
memiliki malformasi Chiari I (Strahle., et al 2011). Pada studi tersebut,
perbandingan antara pria dan wanita adalah 1:1, dengan 23% pasien memiliki
syrinx pada medulla spinalis dengan 86% dari total syrinx ditemukan pada regio
servikalis. Dengan syrinx lebih dominan ditemukan pada wanita 2,5 x lebih tinggi
dibanding pria, dan wanita cenderung tidak memiliki gejala dibandingkan dengan
pria (Strahle, et al 2011). Pada era modern saat ini, prevalensi pada pasien dengan
temuan malformasi Chiari I saat ini adalah 0,8%-3,7% pada pediatrik dan 0.24%-
0,97% pada orang dewasa dan terjadi pada pencitraan dengan MRI dan memiliki
insidensi 1 dari 1,000 kelahiran di dunia (Wilkinson, DA., et al 2017 dan
Langridge, B., et al 2017).

Berdasarkan prevalensi, malformasi Chiari I dominan ditemukan pada pasien


pediatrik oleh karena posisi yang dinamis pada tonsil serebelum, dimana
penurunan posisi tonsil serebelum menuju foramen magnum relative berkurang

9
dari usia anak-anak menuju usia dewasa awal dan kemudian semakin meningkat
setelahnya (Smith, et al 2013).

Pada saat ini, studi epidemiologis pada malformasi Chiari I masih sedikit.
Penelitian saat ini memiliki bias deteksi dikarenakan adanya prevalensi
malformasi Chiari I yang didiagnosis hanya dengan kriteria MRI lebih tinggi
dibanding malformasi Chiari I yang didiagnosis dengan semiologi malformasi
Chiari I dan kriteria MRI secara bersamaan, dan tidak semua pasien dengan
semiologi malformasi Chiari I dilakukan pemeriksaan MRI (Heiss, JD., et al 2012
dan Kahn, EN., et al 2015).

Pada studi sebelumnya, malformasi Chiari II berkembang mendahului onset


hidrosefalus, tetapi adanya hidrosefalus memperparah perkembangan system saraf
pusat dan eksaserbasi dari presentasi klinis yang menyebabkan kompresi otak
bagian belakang. Sementara, pada malformasi Chiari III dihubungkan dengan
prognosis yang buruk dan merupakan yang terjarang ditemui pada malformasi
Chiari dan pada tipe IV, pasien biasanya mati saat dalam kandungan.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Horn SR, menyatakan bahwa


terdapat 305,726 kasus nasional pada Chiari tipe I, 119,632 kasus pada Chiari tipe
II, 15,540 dengan kasus Chiari tipe III dan 79,663 kasus dengan Chiar tipe IV dari
data pada tahun 2003-2012, dimana pasien dengan Chiari tipe III dan IV memiliki
setidaknya satu anomali sistem (Horn, SR., et al 2018).

PATOGENESIS

Pada patogenesis terjadinya malformasi Chiari, beberapa teori telah


dikumpulkan oleh berbagai penulis, seperti (Vijayakumar, A dan Nanda, A.,
2018):

10
a. Berhentinya Perkembangan

Waktu yang terjadi saat embriologi untuk terjadinya perkembangan


malformasi Chiari saat ini masih belum diketahui. Abnormalitas yang terjadi pada
malformasi Chiari mungkin berkembang pada kehidupan awal embrio.
Sebelumnya terdapat postulat bahwa adanya kegagalan dalam pembentukan
pleksura pons pada minggu ke enam dari fetus dapat menjadi faktor yang
menyebabkan pemanjangan dari batang otak. Hal ini di observasi pada kehidupan
inisial dari fetus (37 hari), dengan anjang dari otak belakang relative terhadap otak
bagian depan sangat besar, dan hanya dengan adanya pembentukan pleksura pons
menyebabkan otak bagian belakang memendek. Pleksura servikalis dibentuk pada
minggu ke empat dari fetus dan selesai saat bulan ke dua. Jika terdapat elongasi
otak bagian belakang pada proses pelurusan fleksura servikalis, maka terjadi
pembelitan (kink).

Pemindahan kaudal dari serebelum dan batang otak menyebabkan pembesaran


foramen magnum dan fossa posterior yang lebih kecil, yang dapat menyebabkan
masuknya tentorium, tetapi teori ini gagal membuktikan adanya kelainan spinalis
dan kranialis.

b. Teori Penumpukan (Crowding Theory)

Pemberian vitamin A pada sebuah studi yang dilakukan pada hamster yang
hamil dapat menginduksi malformasi Chiari tipe I dan II. Berdasarkan teori ini,
defek primer berasal dari mesodermal, melibatkan basis kranii, menyebabkan
fossa posterior yang kecil dan pendek yang tidak adekuat dalam menahan
perkembangan struktur neural pada region ini. Defek mesodermal paraksial
primer dapat memengaruhi embrio pada waktu kapanpun relatif terhadap
penutupan lipatan neural (neural fold). Penumpukan dari struktur neural dengan
otak belakang berukuran normal, pada fossa posterior yang kurang bertumbuh
menginduksi downward herniation pada otak bagian belakang.

11
c. Mekanisme Hidrodinamik

Ada keseimbangan diantara kecepatan pulsatil pada pleksus koroid


ventrikel lateral dan ventrikel ke empat. Posisi akhir dari tentorium ditentukan
dari efek hemodinamik dari pleksus koroid anterior dan posterior. Jika ujung
kaudal dari neural tube mengalami ruptur, mengakibatkan pleksus koroid
posterior tidak dapat menyelesaikan fungsinya. Hal ini menyebabkan pleksus
koroid anterior meningkat efektivitasnya menyebabkan distensi berlebihan dari
ventrikel lateral. Malformasi Chiari terjadi karena ketidakseimbangan diantara
tekanan pulsatile pleksus koroid ventrikel ke empat dan ventrikel lateral. Pulsasi
yang berlebihan dari supratentorial menyebabkan terjadinya migrasi tentorium,
menyebabkan perkembangan malformasi Chiari. Tetapi teori ini gagal
menjelaskan terjadinya anomaly lainnya pada malformasi Chiari.

d. Oligo-CSF

Teori ini menyatakan bahwa distensi dari system ventricular embrionik


sangat penting dalam perkembangan otak. Jika saat awal kehidupan
perkembangan fetal muncul defek tabung saraf, menyebabkan keluarnya cairan
CSF dan kegagalan distensi dari system ventrikuler, dan sebagai konsekuensinya
terjadi fossa posterior yang kecil.

e. Neuroskisis

Pembelahan dari tabung saraf menyebabkan keluarnya cairan dari tabung


saraf dan pembentukan lepuhan neuroskisis (neuroschisis blebs). Bleb ini dapat
sembuh secara total, menyebabkan pembentukan spina bifida okulta, atau dapat
ruptur dengan elevasi margin celah neural, menyebabkan lesi spinal terbuka.

Malformasi Chiari adalah sekuel dari neural cleft, yang menyebabkan cairan
keluar dari tabung saraf. Dapat terjadi mikrosefali embrionik, dan primordia
serebelar secara prematur teraproksimasi dan bergabung dengan fossa posterior
yang juga sudah berukuran kecil. Perkembangan lebih lanjut dari serbelum pada
fossa posterior yang berukuran kecil ini menyebabkan herniasi keluar dari

12
foramen magnum dengan adanya obstruksi dari ventrikel ke empat, menyebabkan
hidrosefalus, dimana mikrosefali menyebabkan pelipatan dan fusi pada level
midbrain, menyebabkan stenosis squaduktus.

f. Teori Pulsion

Pada teori in, hidrosefalus fetalis mendorong konten pada fossa posterior
kearah bawah dan dari atas. Teori ini pada awalnya di berikan oleh Chiari, tetapi
teori ini tidak mampu menjelaskan terjadinya malformasi Chiari tanpa
hidrosefalus dan anomaly yang lainnya.

g. Dissinkroni Neuroektodermal-Mesodermal Spasial

Hipotesis pada teori ini adalah etiologi yang menyebabkan malformasi


Chiari adalah pemindahan kaudal dari tempat inisial fusi dari lipatan neural. Zona
normal pada fusi somite ke tiga dan ke empat berpindah kea rah kaudal dibawah
somite ke tiga dan kelima, menyebabkan pemindahan area formasi pada celah
cervicomedullary.

h. Teori Traksi

Teori ini, menyatakan bahwa traksi oleh karena medulla spinalis yang
tetambat (tethered spinal cord) pada level bawah menghambat migrasi kearah atas
saat perkembangan awal, dimana serebelum dan batang otak tertarik ke bawah
saat kolumna vertebralis bertumbuh. Teori ini gagal menjelaskan anomali seperti
medullary kink, dan medulla spinalis tidak selalu tertambat pada malformasi
Chiari.

i. Hipotesis Molekular Genetik

Pada malformasi Chiari II, terdapat gangguan dari segmentasi rhombomerik


dan ekspresi ektopik pada hindbrain fetus oleh karena mutasi genetik. Gen
familial HOX mengalami gangguan, karena tidak hanya HOX memprogram
segmentasi hindbrain, tetapi juga perkembangan penting dari tulang basioksipital,
eksooksipital dan supraoksipital yang berasal dari paraksial mesodermal.

13
Beberapa studi yang menilai vimentin pada ependima pasien dengan malformasi
Chiari II, menunjukkan bahwa vimentin meningkat jumlahnya secara fokal pada
area disgenesis. Adanya peningkatan regulasi vimentin dapat menjadi penyebab
sekunder sebagai hasil ekspresi defektif dari gen lain. Observasi ini juga
mendukung teori molekuler genetik.

Beberapa teori mendukung terjadinya malformasi Chiari. Tetapi menurut


Dlouhy, BJ dikatakan ada dua mekanisme utama yang menyebabkan terjadinya
malformasi Chiari, yaitu kompresi langsung dari struktur neurologis pada foramen
magnum dan kanalis spinalis; dan perkembangan syringomyelia atau
syringobulbia yang berasal dari obstruksi aliran CSF yang menghasilkan syrinx,
dan syrinx yang terbentuk pada medulla spinalis atau batang otak menyebabkan
gejala neurologis saat terjadi ekspansi kavitas (Dlouhy, BJ., et al 2017).

Pada malformasi Chiari I, tulang pada basis cranium cenderung kurang


berkembang, menghasilkan penurunan volume dari fossa posterior, dimana
dengan volume tersebut tidak mampu menahan serebelum menyebabkan tonsil
serebeli berpindah menuju kanalis servikalis.

Pada malformasi Chiari II, fossa posterior berukuran lebih kecil lagi dari
malformasi Chiari I, dengan sisterna yang kurang berkembang karena
ketidakmampuan ekspansi sisterna sebagai konsekuensi derviasi CSF saat didalam
uterus menuju defek tabung saraf, dimana keseluruhannya menghasilkan herniasi
downward dengan kompresi struktur ini melewati foramen magnum (Dlouhy, BJ.,
et al 2017)

ETIOLOGI

Malformasi Chiari dapat dibagi berdasarkan anomali kongenital atau didapat.


Anomali kongenital yang menyebabkan malformasi Chiari adalah penurunan
ukuran fossa posterior, massa pada fossa posterior, dan penebalan atau peninggian
tulang oksipitalis. Disamping itu, hidrosefalus, kraniosinostosis, hiperostosis,

14
osteopetrosis, hiperplasia eritroid, vitamin D resisten-rickettsia, dan
Neurofibromatosis tipe I. (Singh, R dan Kumar, R., 2018)

Penurunan atau kurang berkembangnya fossa posterior oleh karena genetik


ataupun didapat adalah kausa utama dari malformasi Chiari. Kausa potensial dapat
berupa tumor otak atau hematoma pada fossa posterior, akan menurunkan spasi
yang dapat diisi oleh serebelum dan batang otak sehingga struktur ini dapat
protrusi menuju foramen magnum (Loukas, M., et al 2011).

Trauma kepala dapat menyebabkan ekstopia tonsil serebelum, yang mungkin


disebabkan oleh penahanan pada dura. Gangguan lain yang didapat meliputi
peningkatan tekanan intrakranial, hidrosefalus, thecoperitoneal shunt,
abnormalitas tulang pada celah craniovertebral dan sindroma Ehlers-Danlos.

Kebanyakan malformasi Chiari bersifat sporadik dan tidak diturunkan.


Sehingga, kausa yang dapat menyebabkan malformasi Chiari adalah mutasi atau
delesi yang spontan, atau mutatsi yang diinduksi oleh teratogen eksogen. Menurut
beberapa penulis, malformasi Chiari dihubungkan dengan kromosom q9 dan q15
(Abbott, D., et al 2017).

MANIFESTASI KLINIS

1. Malformasi Chiari 0

Pada pasien dengan malfromasi Chiari 0, dicirikan dengan adanya


syringohydromyelia, tetapi pada pemeriksaan pasien tidak memiliki herniasi otak
belakang (ektopia serebeli). Pasien ini memiliki anomali craniocervicalis seperti
yang terlihat pada malformasi Chiari I pada kebanyakan pasien. Pada pasien ini,
juga terlihat adanya penumpukan (crowding) pada foramen magnum pada
aperture median (Magendie) dan terlihat juga adanya adhesi. Pada pasien ini,
gejala biasanya membaik setelah dilakukan dekompresi fossa posterior (Chen, H.,
2017).

15
Pada sebuah laporan kasus yang dilakukan oleh Kamgarpour, A et al,
dilaporkan sebuah kasus malformasi Chiari 0 yang dating dengan keluhan café au
lait spots multipel, yang didiagnosis dengan Neurofibromatosis I dan mereka
menyimpulkan bahwa terdapat pola genetik pada kejadian malformasi Chiari 0
(Kamgarpour, A., et al 2017).

2. Malformasi Chiari I

Gejala klinis pada pasien dengan malformasi Chiari I berbeda sedikit jika
dibandingkan antara dewasa dan pediatrik. Pasien pediatrik lebih mungkin
memiliki gejala klinis dengan tanda-tanda disfungsi batang otak, seperti apnea
sentralis atau kesulitan makan. Hal ini mungkin karena kesulitan dalam
menentukan nyeri kepala dan melokalisasi nyeri pada anak-anak, menyebabkan
gejala muncul setelah sekuel neurologis muncul.

Gejala tersering yang muncul pada dewasa dan anak-anak adalah nyeri kepala
pada region oksipital dan servikalis. (Tubbs, RS., et al 2011). Secara klasik, hal
ini diproduksi saat adanya aktivitas Valsava seperti batuk, bersin, ataupun tertawa.
Nyeri kepala dapat menjadi gejala yang sulit dinilai pada populasi nonverbal
seperti anak-anak. Gejala nyeri dapat di manifestasikan dalam bentuk menangis
kuat, iritabel, gagal bertumbuh dan opistothonus.

Selain itu, gejala malformasi Chiari secara umum berkesesuaian diantara


dewasa dan pediatric. Gejala dapat secara tipikal dibagi atas tiga kategori: gejala
obstruksi CSF, gejala kompresi serebelum maupun batang otak, dan gejala yang
berhubungan dengan disfungsi medulla spinalis, seperti yang dapat dilihat dalam
Tabel 1.

16
Tabel 1. Gejala Klinis pada malformasi Chiari I (McClugage III, SG dan
Oakes, WJ., 2019)

Obstruksi CSF Kompresi batang otak, Disfungsi medulla


serebelum atau nervus spinalis
kranialis
Nyeri kepala yang Aspirasi, disfagia Gejala UMN
diinduksi Valsava di
region oksipital
Hidrosefalus Disartria/suara serak Gejala LMN
Reflex muntah (-) Gangguan persepsi
nyeri dan suhu
Apnea sentralis Spastik
Nystagmus Downbeat Scoliosis
Ataxia trunkalis Kelemahan motorik
Tinnitus
Vertigo
Gejala Otonomik
Trigeminal/Glossofaringeal
neuralgia
Gangguan sensori
Trigeminal
Deviasi lidah/kelemahan
lidah
Kelemahan palatum

Nyeri kepala yang diinduksi oleh Valsava merupakan sekuel dari obstruksi
CSF pada foramen magnum yang dihubungkan sengan malformasi Chiari I. Hal
ini dapat disebabkan oleh penurunan tonsil menuju foramen dengan obstruksi atau
oklusi jalur CSF pada arachnoid, menyebabkan peningkatan sementara dari TIK.
Nyeri kepala terlokalisir pada oksipital dan region servikal atas dan diinduksi

17
dengan aktivitas Valsava. Secara tipikal berlangsung sebentar, dalam hitungan
detik atau menit. Penting untuk menentukan spesifisitas nyeri kepala yang
berhubungan dengan malformasi Chiari I. pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
kronik, gejala migraine, atau nyeri kepala yang tidak diinduksi oleh Valsava,
tetapi hal ini tidak berhubungan dengan patofisiologi malformasi Chiari.

Gejala yang berhubungan dengan batang otak, serebelum, atau disfungsi


nervus kranialis dapat berupa berbagai beberapa temuan klinis. Nervus Vagus dan
Glossofaringeal adalah nervus yang tersering terkena, menyebabkan absennya
reflex muntah, suara serak, dan kesulitan dalam menelan. Nervus Trigeminal,
Fasialis, Abduscens dan Hipoglossus jarang terkena. Nystagmus, secara klasik
dihubungkan dengan disfungsi pada celah cervicomedullary tetapi tidak spesifik
untuk amlformasi Chiari I. gangguan keseimbangan dapat berupa ataksia trunkalis
dan kesulitan dengan adanya gait. Kompresi langsung dari batang otak dapat
menyebabkan gejala otonomik, seperti episode sinkop, maupun sinus bradikardia.
Apnea sentralis adalah manifestasi tersering dari kompresi batang otak ataupun
medulla, terihat pada 13% pasien pediatrik dan lebih sering terjadi pada anak
dengan usia diatas 6 tahun. (Strahle, J., et al 2011)

Disfungsi medulla spinalis lebih sering bermanifestasi oleh karena malformasi


Chiari I dengan siringomielia. Gejala UMN dan LMN sering muncul pada pasien.
Disfungsi sensorik yang mengganggu nyeri dan suhu, dengan sentuhan dan
propriosepsi tidak terganggu (Rozelle, CJ., et al 2013). Skoliosis juga dapat
menjadi manifestasi syringomyelia pada populasi pediatrik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Albert G, et al apda tahun 2010, dari 39
kasus anak-anak dengan malformasi Chiari I, pasien anak-anak berusia dibawah 2
tahun dominan memiliki gejala disfungsi orofaringeal, dimana anak-anak dengan
usia 3-5 tahun datang dengan keluhan scoliosis, nyeri kepala dan terbanyak
dengan siringomielia. Disfungsi orofaringeal yang terjadi meliputi mengorok,
batuk, disfagia serta apnea sentralis. (Albert, G., et al 2010).

18
Saat membuat keputusan dalam memberikan terapi pasien dengan malformasi
Chiari I, perlu didapatkan anamnesis yang tepat. Anamnesis pada pasien dengan
gejala asimptomatis maupun gejala minimal kemungkinan besar stabil, dengan
>93% pasien memiliki klinis stabil atau membaik setelah pencitraan serial
(Loukas, M., et al 2008). Pada pasien ini, pencitraan serial menjadi pilihan
tindakan, mencakup pasien dengan nyeri kepala yang tidak diinduksi dengan
Valsava atau nyeri kepala atipikal, yang tidak membutuhkan pembedahan tanpa
adanya gejala yang mendukung.

Indikasi pembedahan meliputi pasien dengan klinis yang nyata yang


berhubungan dengan malformasi Chiari atau adanya syrinx spinalis. Pasien-pasien
ini meliputi: pasien dengan nyeri kepala diinduksi Valsava, pasien dengan adanya
syrinx dan pasien dengan sekuel neurologis yang berhubungan dengan patologi
pada foramen magnum, celah cervicomedullary, atau disfungsi nervus kranialis.
Indikasi ini secara umum diterima pada pemberian terapi pembedahan pada
populasi pediatrik maupun dewasa.

19
Gambar 1. Gejala Klinis pada malformasi Chiari I (Piper, RJ., et al 2019)

20
3. Malfromasi Chiari 1.5

Studi tentang malformasi Chiari 1.5 sangat jarang dan manifestasi klinis serta
prognosis pembedahannya tidak jelas. Lebih lanjut, perubahan patologis dari
malformasi Chiari 1.5 dan malformasi Chiari I sangat mirip tetapi herniasi batang
otak tidak terjadi pada malformasi Chiari I, and tidak ada studi yang secara
sistematis menganalisis perbedaan diantara malformasi Chiari 1.5 dan malformasi
Chiari I terutama pada pasien dewasa.

Pada malformasi Chiar I dan 1.5, hanya memiliki persamaan ektopia tonsillar
>5 mm dan tanpa adanya penyakit primer, seperti tumor intracranial,
kraniosinostosis, hidrosefalus primer, trauma kepala atau riwayat lumbal pungsi.
Pembeda diantara kedua penyakit hanya dengan adanya herniasi batang otak. Pada
penelitian oleh Tubss RS et al pada 2004 dimana istilah malformasi Chiari 1.5
pertama kali diperkenalkan, tidak ada perbedaan diantara malformasi Chiari 1.5
dan I, dan pasien dengan malformasi Chiari 1.5 tidak berespon baik dengan
dekompresi fossa posterior, dan pasien biasanya dating dengan keluhan adanya
syringomyelia dan scoliosis (Tubbs, R., et al 2004). Tetapi pada penelitian
terakhir oleh Liu, W et al pada tahun 2017, disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan diantara malformasi Chiari I dan 1.5 (Liu, W., et al 2017).

4. Malformasi Chiari II

Pada malformasi Chiari II, gejala klinis pasien kadang tertutup dengan adanya
myelomeningocele dan hidrosefalus. Defek nervus kranialis, terutama yang
berperan dalam menelan dan respirasi dapat terganggu. Disfagia yang
menyebabkan kesulitan makan, regurgitasi nasalis, stridor, paralisis pita suara, dan
adanya serangan apnea dapat muncul. Episode sianotik biasanya berat dan
menyebabkan mortalitas tinggi. Nystagmus, retrocollis dan opisthothonus
biasanya dapat terlihat.

Pada presentasi lanjut dari malformasi Chiari II, dapat terjadi kesulitan dalam
control gerakan kepala, kelemahan pada tangan, dan peningkatan spastisitas
menyebabkan kuadriparesis. Pada beberapa kasus, kompresi langsung dari vermis

21
serebelaris juga berkontribusi dalam fenotipe klinis ini. Gejala utama bisanya
menyerupai gejala hidrosefalus (Adle-Biassette, H dan Golden JA., 2018).

Pada malformasi Chiari II, terdapat tanda peningkatan TIK, dimana pada
anak-anak biasanya memiliki gejala fontanella yang menonjol, ketidakmampuan
pada pandangan ke atas (sunset eye sign), dan peningkatan lingkar kepala. Selain
itu, juga terdapat nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan serta penurunan
kesadaran (Piper, RJ., et al 2019).

5. Malformasi Chiari III

Malformasi Chiari III secara umum memiliki prognosis buruk. Anak-anak


dengan malformasi ini biasanya hanya hidup dalam waktu harian sampai beberapa
minggu. Gejala klinis secara umum merujuk pada gejala hidrosefalus dan
abnormalitas batang otak mirip dengan malformasi Chiari II, tetapi abnormalitas
batang otak biasanya memiliki gejala lebih berat pada malformasi Chiari III
(Adle-Biassette, H dan Golden JA., 2018).

DIAGNOSIS

1. Malformasi Chiari I

Modalitas pilihan dalam mendiagnosis malformasi Chiari I adalah MRI untuk


pasien dengan ektopia tonsil serebeli dan jika dicurigai dengan malformasi Chiari
I dengan syringomyelia. Pasien dengan bukti atau kecurigaan adanya ektopia
tonsillar harus dilakukan pemeriksaan MRI spinal dan otak untuk menilai posisi
tonsil dan batang otak dan adanya syrinx. Temuan lain yang sugestif untuk lesi
simptomatis adalah craniocervicomedullary yang terbelit (kink), penumpukan
pada foramen magnum dengan penebalan pada spasi CSF. Pencitraan kranial juga
harus di lakukan untuk mengeksklusi hidrosefalus dan adanya massa, dimana
keduanya dapat menyebabkan pergerakan tonsillar secara sekunder (McClugage
III, SG dan oakes, WJ., 2019).

22
Sebuah studi yang dilakukan oleh Barkovich dengan membandingkan
populasi pasien normal dengan malformasi Chiari I yang simptomatik,
menyatakan bahwa ektopia tonsillar <2 mm memiliki signifikansi minimal, dan
perpindahan tonsil kea rah kaudal >5 mm menjadi definisi dari malformasi Chiari
I. Penurunan tonsil juga meningkat berdasarkan umur, dengan distribusi biomodal
lebih sering terjadi pada awal masa anak0anak dan setelah dekade ke-7. MRI
sagittal dapat memberikan misdiagnosis dari herniasi tonsillar (Tubss, RS., et al
2016).

Modalitas lainnya seperti cardiac-gated phase contrast MRI, ataupun cine


MRI dapat berguna dalam mengevaluasi malformasi Chiari I, menilai aliran CSF
dan dinamika tonsillar pada foramen magnum. MRI fase kontras berbeda dengan
MRI normal, dimana fase kontras menilai proses dinamis seperti darah dan aliran
CSF, yang berlawanan dengan modalitas MRI standar. Pemerikaan lainnya yang
dapat dilakukan meliputi myelografi sebagai alternatif jika MRI tidak bisa
didapatkan (Klekamp, J., et al 2018). Yang terbaru, pencitraan diffusion tensor
MRI digunakan untuk menilai disfungsi traktus white matter pada medulla dengan
pasien malformasi Chiari I. (McClugage III, SG dan Oakes, WJ., 2019).

Pemeriksaan lumbal pungsi di kontraindikasikan karena dapat menyebabkan


eksaserbasi dari perbedaan tekanan diantara kompartemen intracranial dan
ekstrakranial, dan menyebabkan herniasi tonsillar yang lebih lanjut (Piper, RJ., et
al 2019).

Pada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Atchley TJ et al pada tahun
2019, menyatakan bahwa tidak ada modalitas utama dalam memprediksi ataupun
mengidentifikasi pasien yang akan memiliki kemungkinan keberhasilan yang
tinggi. Pasien yang hanya dengan temuan tonsil ektopia memiliki kemungkinan
lebih baik dibandingkan dengan pasien yang memiliki temuan lain seperti
invaginasi basilar, dan skoliosis. (Atchley, TJ., et al 2019).

23
Gambar 2. Gambaran MRI pada malformasi Chiari I (Piper RJ., et al
2019)

Gambar 3. Potongan Sagittal dengan T2WI pada craniocervical junction


menunjukkan ektopia serebeli dan penebalan sisterna CSF (McClugage III,
SG dan Oakes, WJ., 2019)

24
Gambar 4. Perbedaan anatomis dari malformasi Chiari I dan II (Piper, RJ., et al
2019)

2. Malformasi Chiari II
Malformasi Chiari II biasanya didiagnosis saat antenatal ataupun pencitraan
postnatal. Ultrasonografi memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 100% untuk
mendiagnosis spina bifida. Spina bifida aperta dapat dideteksi saat usia kehamilan
12 minggu, tetapi gambaran struktural kranial pada malformasi Chiari II lebih
mungkin dideteksi saat adanya pemeriksaan anomali pada usia 20 minggu.
Temuan ini meliputi “lemon sign” (scalloping bilateral dari tulang frontalis), dan
“banana sign” (serebelum berukuran bulat dengan obliterasi sisterna magna).
Temuan awal ini harus dengan konsultasi dari ahli obstetrik, pediatrik, dan bedah
saraf (Piper, RJ., et al 2019).

Neonatus dengan myelomeningokel harus dipikirkan merupakan sebuah


malformasi Chiari II sampai terbukti bukan. MRI otak dan spinal saat ini secara
rutin dilakukan untuk menginvestigasi myelomeningokel dan malformasi Chiari
II. Berbeda dengan malformasi Chiari I, dapat dijumpai malformasi otak lainnya
pada malformasi Chiari II.

25
Gambar 5. Potongan sagittal pada pasien dengan malformasi Chiari II
menunjukkan ektopia serebeli dan perpindahan kaudal dari batang otak (Piper,
RJ., et al 2019).

Gambar 6. Gambaran pada malformasi Chiari III (A). ensefalokel pada


serebelum dan (B). hypoplasia serebelum dan dilatasi ventrikel IV (Singh, R.,
et al 2019).

TATALAKSANA

Sebelum menentukan tatalaksana terbaik pada pasien dengan malformasi


Chiari, terdapat beberapa skoring untuk menentukan luaran terapi pasien.
Beberapa skoring yang saat ini di gunakan adalah Chicago Chiari Outcome Scale
(CCOS) (Gambar 7 dan 8).

26
Gambar 7. Penilaian skoring total dari CCOS (Aliaga., et al 2012)

Gambar 8. Skoring CCOS pada malformasi Chiari (Aliaga., et al 2012).

27
Malformasi Chiari I bergejala dalam berbagai bentuk, dan guideline saat ini
untuk tatalaksana pembedahan tidak selalu jelas. Adanya tanda dan gejala klinis
yang nyata adalah indikator kuat untuk intervensi pembedahan. Dekompresi fossa
posterior terkadang dilakukan walaupun tanpa adanya indikator kuat dari indikasi
pada pasien. Skoring luaran pasien (CCOS) berfungsi untuk aspek luaran
berdasarkan dekompresi fossa posterior (Aliaga., et al 2012).

Terdapat skoring lainnya dalam menentukan luaran pasien dengan malformasi


Chiari. Seow Operative Score (SOS) merupakan skoring untuk menilai
kemungkinan pembedahan neurologis pada pasien dengan malformasi Chiari I.
Skor ini memiliki nilai „Probable‟ (> 3 poin), „Possible‟ (2-2.5 poin) dan
„Unlikely‟ (< 2 poin). Pasien dengan kategori „Probable‟ dilakukan pemantauan
ketat (Tabel 2).

Tabel 2. Seow Operating Score (SOS) (Low, SY., et al 2019).

28
Gambar 9. Alur tatalaksana pada malformasi Chiari I (Piper, RJ., et al 2019)

29
Gambar 10. Alur tatalaksana pada malformasi Chiari II (Piper, RJ., et al 2019)

Jika pasien dengan malformasi Chiari belum memiliki gejala, maka dapat
dilakukan tindakan secara medis. Nyeri kepala dan nyeri lher diterapi dengan
menggunakan pelemas otot, NSAID dan penggunakan ccervical collar temporer.
Tetapi pada pasien dengan gejala, tidak ada perbaikan dalam gejala gait dengan
menggunakan terapi medis. Lebih dari 90% pasien dengan Chiari I tetap menjadi
asimptomatis bahkan jika memiliki siringomyelia (Lin, W., et al 2018 dan
Giammattei, L., et al 2018)

Tatalaksana pembedahan pada pasien dengan malformasi adalah dilakukan


dekompresi fossa posterior. Pasien diposisikan dalam keadaan telungkup dengan
kepala terfiksasi. Tempat tidur dielevasi dalam 20 o-30o untuk menurunkan

30
tekanan vena dan leher di fleksikan. Insisi dimulai dibawah protuberansi oksipital
eksterna menuju prosesus spinosus C2. Pastikan untuk tetap menjaga arkus
dorsalis C2 dan otot yang menyertai, dimana dapat menyebabkan deformitas
„swan neck‟ setelah operasi. Garis midline dikauter menggunakan monopolar dan
arkus posterior dari C1 dan aspek dorsal dari foramen magnum dibuka.
Pembukaan hanya terfokus ada struktur pada midline, jika terlalu ekstensif ke
lateral, pasien dapat mengalami cedera arteri vertebralis. Pembuangan tulang
dimulai dari foramen magnum dan harus memanjang dengan lebar 22-25 mm dan
tinggi 20-25 mm. Arkus dorsalis C1 dibuang, tetapi harus berhati-hati agar tidak
mengenai spasi dibawah arkus. Dekompresi tulang hanya terfokus pada area ini.

Setelah dekompresi, perlu dipertimbangkan pembukaan dura. Jika dilakukan,


dura dibawah C1 dibuka pertama kali karena berupa satu lapisan. Dura dibuka
dengan menggunakan bentuk „Y‟, untuk memberikan dekompresi yang cukup.
Hindari kontaminasi darah pada spasi subarachnoid dan untuk mencgah cedera
pada permukaan pia mater dari tonsil serebelum. Reseksi tonsil serebelum dapat
secara adekuat membuka ventrikel ke empat. Setelah dekompresi yang cukup,
diberikan dural patch dari perikranium oksipitalis dan dilakukan penjahitan
(McGluggage III, SG dan Oakes, WJ., 2019).

Selain itu, terdapat metode baru yang diusulkan oleh Goel pada tahun 2015,
dimana malformasi Chiari (dengan atau tanpa invaginasi basilar) merupakan
sekunder dari instabiliats atlantoaksial. Serebelum lebih sering mengalami atrofi
pada kasus malformasi Chiari. Sendi facet atlantoaksial merupakan sendi yang
paling mobil pada tubuh dan merupakan pusat mobilitas. Penyebab instabilitas
atlantoaksial adalah sendi nya. Instabilitas imulai dari sendi dan bermanifestasi
pada tulang di region tersebut. Goel et al memberikan metode baru yaitu fusi
posterior C1-C2 tanpa dekompresi fossa posterior. Pada pasien yang dioperasi
dengan fiksasi atlantoaksial, tonsil bermigrasi kembali ke posisi asal dan kavitas
syrinx kolaps setelah prosedur operasi. Fiksasi sendi yang tidak stabil akan
merusak kekuatan biomekanis dan membatasi gerakan leher. Pembukaan sendi
atlantoaksial dan menggunakan bone graft pada margin tersebut tidak hanya

31
memberikan stabilitas tetapi juga memperbesar permukaan tulang dan memfiksasi
region tersebut (Goel, A., 2015 dan Mancarella, C., et al 2019).

Gambar 11. Gambaran pembukaan dura pada celah craniocervical,


menunjukkan arachnoid veil menyebabkan obstruksi ventrikel ke empat
(McGluggage III, SG dan Oakes, WJ., 2019)

Komplikasi setelah operasi harus dihindari setelah operasi dekompresi.


Menormalkan TIK saat pembukan dura menghindari masalah setelah operasi,
termasuk pseudomeningokel dan CSF fistula dari luka operasi. ETV lebih
disarankan untuk dilakukan daripada pemilihan tindakan VP shunt. Cedera
vaskular pada arteri vertebralis dapat dihindari dengan hanya berfokus pada
eksposur midline. Arteri PICA juga dapat berisiko dalam eksplorasi intradura,
tetapi pengetahuan anatomi yang baik dapat meminimalisasi cedera (Rocque, BG.,
et al 2015).

32
Setelah pembedahan, menurut penelitian yang dilakukan oleh McGluggage
III, SG dan Oakes, WJ pada tahun 2019 menyatakan bahwa karakteristik nyeri
kepala dengan tiga komponen klasik (oksipital atau high cervical yang tidak
diperberat dengan maneuver Valsava dan secara umum memiliki durasi detik atau
menit) akan mengalami perbaikan dan rekurensi minimal. Resolusi pada syrinx
atau reduksi signifikan terjadi dalam 80%-85% pasien setelah dekompresi.
Scoliosis dengan sudut <400 akan terstabilisasi atau membaik setelah dekompresi,
dan ini lebih baik pada infan berusia dibawah 10 tahun saat dilakukan tatalaksana.
Pasien dengan deficit nervus kranialis dan disfungsi medulla akan mengalami
pengembalian fungsi, bahkan jika patologis penyakit telah terjadi dalam waktu
yang lama, tetapi hal ini kurang dapat menurunkan gejala pada pasien dewasa
(McGluggage III, SG dan Oakes, WJ., 2019).

33
DAFTAR PUSTAKA

1. de Arruda JA, Figueiredo E, Monteiro JL, Barbosa LM, Rodrigues C,


Vasconcelos B. Orofacial clinical features in Arnold Chiari type I
malformation: A case series. J Clin Exp Dent. 2018 Apr;10(4):e378-e382
2. Bhimani AD, Esfahani DR, Denyer S, Chiu RG, Rosenberg D, Barks AL,
Arnone GD, Mehta AI. Adult Chiari I Malformations: An Analysis of Surgical
Risk Factors and Complications Using an International Database. World
Neurosurg. 2018 Jul;115:e490-e500.
3. Kandeger A, Guler HA, Egilmez U, Guler O. Major depressive disorder
comorbid severe hydrocephalus caused by Arnold-Chiari malformation.
Indian J Psychiatry. 2017 Oct-Dec;59(4):520-521.
4. Lindsay KW, Bone I, Fuller G. 2010. Neurology and Neurosurgery Illustrated
5th edition. Churchill Livingstone Elsevier. p.379-381
5. Hidalgo JA, Varacallo M. 2019. Arnold Chiari Malformation. NCBI.
6. Tubbs RS, Iskandar BJ, Bartolucci AA, Oakes WJ. 2004. A critical analysis of
the Chiari 1.5 malformation. J Neurosurg101(2Suppl):179–183
7. Chatrath, A., Marino, A., Taylor, D. et al. Childs Nerv Syst. 2019. 35: 1793.
https://doi.org/10.1007/s00381-019-04310-0
8. Strahle J, Muraszko KM, Kapurch J, Bapuraj JR, Garton HJ, MaherCO. 2011.
Chiari malformation Type I and syrinx in children un-dergoing magnetic
resonance imaging. J Neurosurg Pediatr 8:205–213
9. Wilkinson, D. A., Johnson, K., Garton, H. J. L., Muraszko, K. M., & Maher,
C. O. 2017. Trends in surgical treatment of Chiari malformation Type I in the
United States. Journal of Neurosurgery: Pediatrics, 19(2), 208–216.
doi:10.3171/2016.8.peds16273
10. Langridge B, Phillips E, Choi D. 2017. Chiari Malformation Type 1: A
Systematic Review of Natural History and Conservative Management. World
Neurosurg. Aug;104:213-219.
11. Smith BW, Strahle J, Bapuraj JR, Muraszko KM, Garton HJ, Maher CO.
2013. Distribution of cerebellar tonsil position: implica-tions for
understanding Chiari malformation. J Neurosurg119:812– 819
12. Heiss JD, Snyder K, Peterson MM, Patronas NJ, Butman JA, Smith RK, et al.
2012. Pathophysiology of primary spinal syringomyelia. J Neurosurg Spine
17:367–380
13. Kahn EN, Muraszko KM, Maher CO. 2015. Prevalence of Chiari I
malformation and syringomyelia. Neurosurg Clin N Am 26:501–507
14. Vijayakumar A, Nanda A. 2018. Principles of Posterior Fossa Surgery.
Thieme. P.57-59
15. Dlouhy BJ, Dawson JD, Menezes AH. 2017. Intradural pathology and
pathophysiology associated with Chiari I malformation in children and adults
with and without syringomyelia. J Neurosurg Pediatr. Dec;20(6):526-541.
16. Singh, R., Arora, R., & Kumar, R. (2018). Clinical Notes on Chiari
Malformation. Journal of Craniofacial Surgery, 29(4), e417–e421.
doi:10.1097/scs.0000000000004424

34
17. Loukas M, Shayota BJ, Oelhafen K, et al. 2011. Associated disorders of
Chiari Type I malformations: a review. Neurosurg Focus 2011;31:E3
18. Abbott D, Brockmeyer D, Neklason DW, et al. 2017. Population-based
description of familial clustering of Chiari malformation type I. J Neurosurg
2017;3:1–6
19. Chen H. 2017. Chiari Malformation. In: Atlas of Genetic Diagnosis and
Counseling. Springer, New York, NY
20. Kamgarpour, A., Moradi, E., Showraki, A., Derakhshan, N., & Jamali, M.
2016. Chiari 0 Malformation With Multiple Café Au Lait Spots. Neurosurgery
Quarterly, 26(1), 69–70. doi:10.1097/wnq.0000000000000119
21. Tubbs RS, Beckman J, Naftel RP, Chern JJ, Wellons JC III, Rozzelle CJ, et al.
2011. Institutional experience with 500 cases of surgically treated pediatric
Chiari malformation Type I. J Neurosurg Pediatr 7:248–256
22. Piper, R. J., Pike, M., Harrington, R., & Magdum, S. A. 2019. Chiari
malformations: principles of diagnosis and management. BMJ, l1159.
doi:10.1136/bmj.l1159
23. McClugage III SG, Oakes WJ. 2019. The Chiari I Malformations. J Neurosurg
Pediatr 24:217–226, 2019
24. Rozzelle CJ. 2013. Clinical presentation of pediatric Chiari I mal-formations,
in Tubbs R, Oakes W (eds): The Chiari Malfor-mations. New York: Springer,
2013, pp 247–251
25. Albert, G. W., Menezes, A. H., Hansen, D. R., Greenlee, J. D. W., &
Weinstein, S. L. 2010. Chiari malformation Type I in children younger than
age 6 years: presentation and surgical outcome. Journal of Neurosurgery:
Pediatrics, 5(6), 554–561. doi:10.3171/2010.3.peds09489
26. Tubbs RS, Iskandar BJ, Bartolucci AA, Oakes WJ. 2004. A critical analysis of
the Chiari 1.5 malformation. J Neurosurg 101 (2Suppl):179–183
27. Liu, W., Wu, H., Aikebaier, Y., Wulabieke, M., Paerhati, R., & Yang, X.
2017. No significant difference between chiari malformation type 1.5 and type
I. Clinical Neurology and Neurosurgery, 157, 34–39.
doi:10.1016/j.clineuro.2017.03.024
28. Adle-Biassette H, Golden JA. 2018. Chiari Malformations in Developmental
Neuropathology. P.133-139
29. Tubbs RS, Yan H, Demerdash A, Chern JJ, Fries FN, Oskouian RJ, et al.
2016. Sagittal MRI often overestimates the degree of cerebellar tonsillar
ectopia: a potential for misdiagnosis of the Chiari I malformation. Childs
Nerv Syst 32:1245–1248
30. Atchley, T.J., Alford, E.N. & Rocque, B.G. 2019. Systematic review and
meta-analysis of imaging characteristics in Chiari I malformation: does
anything really matter?. Childs Nerv Syst. doi:10.1007/s00381-019-04398-4
31. Aliaga, L., Hekman, K. E., Yassari, R., Straus, D., Luther, G., Chen, J. Frim,
D. 2012. A Novel Scoring System for Assessing Chiari Malformation Type I
Treatment Outcomes. Neurosurgery, 70(3), 656–665.
doi:10.1227/neu.0b013e31823200a6
32. Low, S. Y. Y., Ng, L. P., Tan, A. J. L., Low, D. C. Y., & Seow, W. T. 2019.
The Seow Operative Score (SOS) as a decision-making adjunct for paediatric

35
Chiari I malformation: a preliminary study. Child‟s Nervous System.
doi:10.1007/s00381-019-04226-9
33. Lin W, Duan G, Xie J, Shao J, Wang Z, Jiao B. 2018. Comparison of Results
Between Posterior Fossa Decompression with and without Duraplasty for the
Surgical Treatment of Chiari Malformation Type I: A Systematic Review and
Meta-Analysis. World Neurosurg. Feb;110:460-474.e5.
34. Giammattei L, Borsotti F, Parker F, Messerer M. 2018. Chiari I
malformation: surgical technique, indications and limits. Acta Neurochir
(Wien). Jan;160(1):213-217
35. Goel A. 2015. Is atlantoaxial instability the cause of Chiari malformation?
Outcome analysis of 65 patients treated by atlantoaxial fixation. J Neurosurg
Spine. 2015;22(2):116–27.
36. Mancarella C., Delfini R., Landi A. 2019. Chiari Malformations. In: Visocchi
M. (eds) New Trends in Craniovertebral Junction Surgery. Acta
Neurochirurgica Supplement, vol 125. Springer, Cham
37. Rocque BG, Oakes WJ. 2015. Surgical treatment of Chiari I mal-formation.
Neurosurg Clin N Am26:527–531, 2015

36

Anda mungkin juga menyukai