ABDURRAHMAN MOUZA
NIP 198610022012121001
DIVISI PEDIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2020
I
DAFTAR ISI
Judul ………………………………………………… I
Pendahuluan ………………………………………………… 8
Epidemiologi ………………………………………………… 9
Patogenesis ………………………………………………… 10
Etiologi ………………………………………………… 14
Diagnosis ………………………………………………… 22
Tatalaksana ………………………………………………… 26
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ………………………………………………… 20
Gejala Klinis pada
malformasi Chiari I
Gambar 2 ………………………………………………… 25
Gambaran MRI pada
malformasi Chiari I
Gambar 3
Potongan Sagittal ………………………………………………… 26
dengan T2WI pada
craniocervical
junction
menunjukkan
ektopia serebeli dan
penebalan sisterna
CSF
Gambar 4 ………………………………………………… 26
Perbedaan anatomis
dari malformasi
Chiari I dan II
Gambar 5 ………………………………………………… 27
Potongan sagittal
pada pasien dengan
malformasi Chiari II
menunjukkan
ektopia serebeli dan
perpindahan kaudal
dari batang otak
Gambar 6 ………………………………………………… 27
Gambaran pada
malformasi Chiari
III
3
Gambar 7 …………………………………………………. 29
Penilaian skoring
total dari CCOS
Gambar 8 …………………………………………………. 29
Skoring CCOS pada
malformasi Chiari
Gambar 9 ………………………………………………… 31
Alur tatalaksana
pada malformasi
Chiari I
Gambar 10 ………………………………………………… 32
Alur tatalaksana
pada malformasi
Chiari II
Gambar 11 …………………………………………………. 34
Gambaran
pembukaan dura
pada celah
craniocervical,
menunjukkan
arachnoid veil
menyebabkan
obstruksi ventrikel
ke empat
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1 …………………… 18
Gejala Klinis pada malformasi Chiari I
Tabel 2 …………………... 30
Seow Operating Score (SOS)
5
KATA PENGANTAR
Dengan Rahmat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas
Kasih Sayang-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini. Untuk itu,
penulis mengucapkan rasa syukur kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji
bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, dengan terselesaikannya makalah ilmiah
ini sebagai karya tulis dalam Departemen Bedah Saraf Divisi Pediatri Fakultas
Kedokgteran Universitas Sumatera Utara.
Judul yang diangkat dalam karya tulis ilmiah ini adalah Malformasi
Arnold-Chiari. Judul ini juga diangkat dari salah satu penyakit kongenital dalam
keilmuan bedah saraf bidang neuropediatrik. Pada bidang neuropediatrik masalah
yang dijumpai seringkali bersifat kongenital, oleh karena itu makalah ilmiah ini
ditujukan sebagai perpanjangan tangan dalam pemberian informasi tentang
malformasi Arnold Chiari dimulai dari definisi sampai tatalaksana nya dalam
keilmuan bedah saraf.
Jika ada kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memohon
maaf atas adanya kelemahan pada makalah ilmiah ini dan penulis terbuka untuk
kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat
membuka wawasan tentang Malformasi Arnold-Chiari.
6
MALFORMASI ARNOLD-CHIARI
Abdurrahman Mouza
Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Malformasi Arnold-Chiari, yang juga dikenal sebagai malformasi Chiari, merupakan
kelompok deformitas yang terjadi pada otak bagian belakang yang terdiri atas serebelum,
pons dan medulla oblongata. Masalah yang terjadi pada malformasi Chiari adalah
herniasi dari konten pada fossa posterior yang keluar dari kranial hingga absennya
serebelum dengan atau tanpa defek intracranial maupun ekstrakranial seperti syrinx,
hidrosefalus, maupun disrafisme spinalis. Malformasi Chiari I merupakan diagnosis
pencitraan, yang ditegakkan jika terdapat adanya penurunan tonsil serebelum lebih dari 5
mm dibawah foramen magnum. Penentuan populasi sebenernya dari prevalensi
malformasi Chiari I cukup sulit, dimana pencitraan neurologis secara tipikal tidak
didapatkan pada pasien yang asimptomatis.Suatu penelitian menyatakan bahwa terdapat
305,726 kasus nasional pada Chiari tipe I, 119,632 kasus pada Chiari tipe II, 15,540
dengan kasus Chiari tipe III dan 79,663 kasus dengan Chiar tipe IV dari data pada tahun
2003-2012, dimana pasien dengan Chiari tipe III dan IV memiliki setidaknya satu
anomali system. Pathogenesis yang mendasar adanya malformasi Arnold-Chiari meliputi
teori berhentinya perkembangan, teori penumpukan, mekanisme hidrodinamik, oligo-
CSF, neuroskisis, teori pulsion, dissinkroni neuroektodermal-mesodermal spasial, teori
traksi, dan hipotesis molekuler genetik. Gejala tersering yang muncul pada dewasa dan
anak-anak adalah nyeri kepala pada region oksipital dan servikalis dan secara klasik, hal
ini diproduksi saat adanya aktivitas Valsava seperti batuk, bersin, ataupun tertawa. Nyeri
kepala dapat menjadi gejala yang sulit dinilai pada populasi nonverbal seperti anak-anak.
Gejala nyeri dapat di manifestasikan dalam bentuk menangis kuat, iritabel, gagal
bertumbuh dan opistothonus. Nyeri kepala yang diinduksi oleh Valsava merupakan
sekuel dari obstruksi CSF pada foramen magnum yang dihubungkan sengan malformasi
Chiari I. Pada malformasi Chiari II, gejala klinis pasien kadang tertutup dengan adanya
myelomeningocele dan hidrosefalus. Defek nervus kranialis, terutama yang berperan
dalam menelan dan respirasi dapat terganggu. Disfagia yang menyebabkan kesulitan
makan, regurgitasi nasalis, stridor, paralisis pita suara, dan adanya serangan apnea dapat
muncul. Episode sianotik biasanya berat dan menyebabkan mortalitas tinggi. Nystagmus,
retrocollis dan opisthothonus biasanya dapat terlihat. Modalitas pilihan dalam
mendiagnosis malformasi Chiari I adalah MRI untuk pasien dengan ektopia tonsil
serebeli dan jika dicurigai dengan malformasi Chiari I dengan syringomyelia. Pasien
dengan bukti atau kecurigaan adanya ektopia tonsillar harus dilakukan pemeriksaan MRI
spinal dan otak untuk menilai posisi tonsil dan batang otak dan adanya syrinx.
Malformasi Chiari II biasanya didiagnosis saat antenatal ataupun pencitraan postnatal.
Ultrasonografi memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 100% untuk mendiagnosis spina
bifida. Beberapa skoring yang saat ini di gunakan adalah Chicago Chiari Outcome Scale
(CCOS). Adanya tanda dan gejala klinis yang nyata adalah indikator kuat untuk
intervensi pembedahan. Dekompresi fossa posterior terkadang dilakukan walaupun tanpa
adanya indikator kuat dari indikasi pada pasien. Skoring luaran pasien (CCOS) berfungsi
untuk aspek luaran berdasarkan dekompresi fossa posterior. Tatalaksana pembedahan
pada pasien dengan malformasi adalah dilakukan dekompresi fossa posterior.
Kata Kunci : Malformasi Arnold-Chiari, dekompresi, anomali fossa posterior
7
MALFORMASI ARNOLD-CHIARI
Abdurrahman Mouza
PENDAHULAN
8
Deskripsi Chiari pada malformasi Chiari telah di modifikasi dengan
diagnostik MRI dan terdapat dua semiology tambahan, yaitu Chiari 0 dan Chiari
1.5, yang di deskripisikan berdasarkan temuan MRI nya yang unik. Pasien dengan
Chiari 0 memiliki ektopia serebelum kurang dari 2 mm dan diikuti dengan
siringomielia. Pasien dengan Chiari 1.5 memiliki penurunan batang otak dengan
tambahan adanya penurunan tonsil serebelum lebih dari 5 mm seperti yang terlihat
pada malformasi Chiari I (Tubbs, RS., et al 2004)
EPIDEMIOLOGI
Suatu penelitian yang dilakukan oleh Strahle, menyatakan bahwa dari 14.116
pasien pediatrik yang dilakukan pencitraan CT atau MRI, hanya ditemukan 3,6%
memiliki malformasi Chiari I (Strahle., et al 2011). Pada studi tersebut,
perbandingan antara pria dan wanita adalah 1:1, dengan 23% pasien memiliki
syrinx pada medulla spinalis dengan 86% dari total syrinx ditemukan pada regio
servikalis. Dengan syrinx lebih dominan ditemukan pada wanita 2,5 x lebih tinggi
dibanding pria, dan wanita cenderung tidak memiliki gejala dibandingkan dengan
pria (Strahle, et al 2011). Pada era modern saat ini, prevalensi pada pasien dengan
temuan malformasi Chiari I saat ini adalah 0,8%-3,7% pada pediatrik dan 0.24%-
0,97% pada orang dewasa dan terjadi pada pencitraan dengan MRI dan memiliki
insidensi 1 dari 1,000 kelahiran di dunia (Wilkinson, DA., et al 2017 dan
Langridge, B., et al 2017).
9
dari usia anak-anak menuju usia dewasa awal dan kemudian semakin meningkat
setelahnya (Smith, et al 2013).
Pada saat ini, studi epidemiologis pada malformasi Chiari I masih sedikit.
Penelitian saat ini memiliki bias deteksi dikarenakan adanya prevalensi
malformasi Chiari I yang didiagnosis hanya dengan kriteria MRI lebih tinggi
dibanding malformasi Chiari I yang didiagnosis dengan semiologi malformasi
Chiari I dan kriteria MRI secara bersamaan, dan tidak semua pasien dengan
semiologi malformasi Chiari I dilakukan pemeriksaan MRI (Heiss, JD., et al 2012
dan Kahn, EN., et al 2015).
PATOGENESIS
10
a. Berhentinya Perkembangan
Pemberian vitamin A pada sebuah studi yang dilakukan pada hamster yang
hamil dapat menginduksi malformasi Chiari tipe I dan II. Berdasarkan teori ini,
defek primer berasal dari mesodermal, melibatkan basis kranii, menyebabkan
fossa posterior yang kecil dan pendek yang tidak adekuat dalam menahan
perkembangan struktur neural pada region ini. Defek mesodermal paraksial
primer dapat memengaruhi embrio pada waktu kapanpun relatif terhadap
penutupan lipatan neural (neural fold). Penumpukan dari struktur neural dengan
otak belakang berukuran normal, pada fossa posterior yang kurang bertumbuh
menginduksi downward herniation pada otak bagian belakang.
11
c. Mekanisme Hidrodinamik
d. Oligo-CSF
e. Neuroskisis
Malformasi Chiari adalah sekuel dari neural cleft, yang menyebabkan cairan
keluar dari tabung saraf. Dapat terjadi mikrosefali embrionik, dan primordia
serebelar secara prematur teraproksimasi dan bergabung dengan fossa posterior
yang juga sudah berukuran kecil. Perkembangan lebih lanjut dari serbelum pada
fossa posterior yang berukuran kecil ini menyebabkan herniasi keluar dari
12
foramen magnum dengan adanya obstruksi dari ventrikel ke empat, menyebabkan
hidrosefalus, dimana mikrosefali menyebabkan pelipatan dan fusi pada level
midbrain, menyebabkan stenosis squaduktus.
f. Teori Pulsion
Pada teori in, hidrosefalus fetalis mendorong konten pada fossa posterior
kearah bawah dan dari atas. Teori ini pada awalnya di berikan oleh Chiari, tetapi
teori ini tidak mampu menjelaskan terjadinya malformasi Chiari tanpa
hidrosefalus dan anomaly yang lainnya.
h. Teori Traksi
Teori ini, menyatakan bahwa traksi oleh karena medulla spinalis yang
tetambat (tethered spinal cord) pada level bawah menghambat migrasi kearah atas
saat perkembangan awal, dimana serebelum dan batang otak tertarik ke bawah
saat kolumna vertebralis bertumbuh. Teori ini gagal menjelaskan anomali seperti
medullary kink, dan medulla spinalis tidak selalu tertambat pada malformasi
Chiari.
13
Beberapa studi yang menilai vimentin pada ependima pasien dengan malformasi
Chiari II, menunjukkan bahwa vimentin meningkat jumlahnya secara fokal pada
area disgenesis. Adanya peningkatan regulasi vimentin dapat menjadi penyebab
sekunder sebagai hasil ekspresi defektif dari gen lain. Observasi ini juga
mendukung teori molekuler genetik.
Pada malformasi Chiari II, fossa posterior berukuran lebih kecil lagi dari
malformasi Chiari I, dengan sisterna yang kurang berkembang karena
ketidakmampuan ekspansi sisterna sebagai konsekuensi derviasi CSF saat didalam
uterus menuju defek tabung saraf, dimana keseluruhannya menghasilkan herniasi
downward dengan kompresi struktur ini melewati foramen magnum (Dlouhy, BJ.,
et al 2017)
ETIOLOGI
14
osteopetrosis, hiperplasia eritroid, vitamin D resisten-rickettsia, dan
Neurofibromatosis tipe I. (Singh, R dan Kumar, R., 2018)
MANIFESTASI KLINIS
1. Malformasi Chiari 0
15
Pada sebuah laporan kasus yang dilakukan oleh Kamgarpour, A et al,
dilaporkan sebuah kasus malformasi Chiari 0 yang dating dengan keluhan café au
lait spots multipel, yang didiagnosis dengan Neurofibromatosis I dan mereka
menyimpulkan bahwa terdapat pola genetik pada kejadian malformasi Chiari 0
(Kamgarpour, A., et al 2017).
2. Malformasi Chiari I
Gejala klinis pada pasien dengan malformasi Chiari I berbeda sedikit jika
dibandingkan antara dewasa dan pediatrik. Pasien pediatrik lebih mungkin
memiliki gejala klinis dengan tanda-tanda disfungsi batang otak, seperti apnea
sentralis atau kesulitan makan. Hal ini mungkin karena kesulitan dalam
menentukan nyeri kepala dan melokalisasi nyeri pada anak-anak, menyebabkan
gejala muncul setelah sekuel neurologis muncul.
Gejala tersering yang muncul pada dewasa dan anak-anak adalah nyeri kepala
pada region oksipital dan servikalis. (Tubbs, RS., et al 2011). Secara klasik, hal
ini diproduksi saat adanya aktivitas Valsava seperti batuk, bersin, ataupun tertawa.
Nyeri kepala dapat menjadi gejala yang sulit dinilai pada populasi nonverbal
seperti anak-anak. Gejala nyeri dapat di manifestasikan dalam bentuk menangis
kuat, iritabel, gagal bertumbuh dan opistothonus.
16
Tabel 1. Gejala Klinis pada malformasi Chiari I (McClugage III, SG dan
Oakes, WJ., 2019)
Nyeri kepala yang diinduksi oleh Valsava merupakan sekuel dari obstruksi
CSF pada foramen magnum yang dihubungkan sengan malformasi Chiari I. Hal
ini dapat disebabkan oleh penurunan tonsil menuju foramen dengan obstruksi atau
oklusi jalur CSF pada arachnoid, menyebabkan peningkatan sementara dari TIK.
Nyeri kepala terlokalisir pada oksipital dan region servikal atas dan diinduksi
17
dengan aktivitas Valsava. Secara tipikal berlangsung sebentar, dalam hitungan
detik atau menit. Penting untuk menentukan spesifisitas nyeri kepala yang
berhubungan dengan malformasi Chiari I. pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
kronik, gejala migraine, atau nyeri kepala yang tidak diinduksi oleh Valsava,
tetapi hal ini tidak berhubungan dengan patofisiologi malformasi Chiari.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Albert G, et al apda tahun 2010, dari 39
kasus anak-anak dengan malformasi Chiari I, pasien anak-anak berusia dibawah 2
tahun dominan memiliki gejala disfungsi orofaringeal, dimana anak-anak dengan
usia 3-5 tahun datang dengan keluhan scoliosis, nyeri kepala dan terbanyak
dengan siringomielia. Disfungsi orofaringeal yang terjadi meliputi mengorok,
batuk, disfagia serta apnea sentralis. (Albert, G., et al 2010).
18
Saat membuat keputusan dalam memberikan terapi pasien dengan malformasi
Chiari I, perlu didapatkan anamnesis yang tepat. Anamnesis pada pasien dengan
gejala asimptomatis maupun gejala minimal kemungkinan besar stabil, dengan
>93% pasien memiliki klinis stabil atau membaik setelah pencitraan serial
(Loukas, M., et al 2008). Pada pasien ini, pencitraan serial menjadi pilihan
tindakan, mencakup pasien dengan nyeri kepala yang tidak diinduksi dengan
Valsava atau nyeri kepala atipikal, yang tidak membutuhkan pembedahan tanpa
adanya gejala yang mendukung.
19
Gambar 1. Gejala Klinis pada malformasi Chiari I (Piper, RJ., et al 2019)
20
3. Malfromasi Chiari 1.5
Studi tentang malformasi Chiari 1.5 sangat jarang dan manifestasi klinis serta
prognosis pembedahannya tidak jelas. Lebih lanjut, perubahan patologis dari
malformasi Chiari 1.5 dan malformasi Chiari I sangat mirip tetapi herniasi batang
otak tidak terjadi pada malformasi Chiari I, and tidak ada studi yang secara
sistematis menganalisis perbedaan diantara malformasi Chiari 1.5 dan malformasi
Chiari I terutama pada pasien dewasa.
Pada malformasi Chiar I dan 1.5, hanya memiliki persamaan ektopia tonsillar
>5 mm dan tanpa adanya penyakit primer, seperti tumor intracranial,
kraniosinostosis, hidrosefalus primer, trauma kepala atau riwayat lumbal pungsi.
Pembeda diantara kedua penyakit hanya dengan adanya herniasi batang otak. Pada
penelitian oleh Tubss RS et al pada 2004 dimana istilah malformasi Chiari 1.5
pertama kali diperkenalkan, tidak ada perbedaan diantara malformasi Chiari 1.5
dan I, dan pasien dengan malformasi Chiari 1.5 tidak berespon baik dengan
dekompresi fossa posterior, dan pasien biasanya dating dengan keluhan adanya
syringomyelia dan scoliosis (Tubbs, R., et al 2004). Tetapi pada penelitian
terakhir oleh Liu, W et al pada tahun 2017, disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan diantara malformasi Chiari I dan 1.5 (Liu, W., et al 2017).
4. Malformasi Chiari II
Pada malformasi Chiari II, gejala klinis pasien kadang tertutup dengan adanya
myelomeningocele dan hidrosefalus. Defek nervus kranialis, terutama yang
berperan dalam menelan dan respirasi dapat terganggu. Disfagia yang
menyebabkan kesulitan makan, regurgitasi nasalis, stridor, paralisis pita suara, dan
adanya serangan apnea dapat muncul. Episode sianotik biasanya berat dan
menyebabkan mortalitas tinggi. Nystagmus, retrocollis dan opisthothonus
biasanya dapat terlihat.
Pada presentasi lanjut dari malformasi Chiari II, dapat terjadi kesulitan dalam
control gerakan kepala, kelemahan pada tangan, dan peningkatan spastisitas
menyebabkan kuadriparesis. Pada beberapa kasus, kompresi langsung dari vermis
21
serebelaris juga berkontribusi dalam fenotipe klinis ini. Gejala utama bisanya
menyerupai gejala hidrosefalus (Adle-Biassette, H dan Golden JA., 2018).
Pada malformasi Chiari II, terdapat tanda peningkatan TIK, dimana pada
anak-anak biasanya memiliki gejala fontanella yang menonjol, ketidakmampuan
pada pandangan ke atas (sunset eye sign), dan peningkatan lingkar kepala. Selain
itu, juga terdapat nyeri kepala, muntah, gangguan penglihatan serta penurunan
kesadaran (Piper, RJ., et al 2019).
DIAGNOSIS
1. Malformasi Chiari I
22
Sebuah studi yang dilakukan oleh Barkovich dengan membandingkan
populasi pasien normal dengan malformasi Chiari I yang simptomatik,
menyatakan bahwa ektopia tonsillar <2 mm memiliki signifikansi minimal, dan
perpindahan tonsil kea rah kaudal >5 mm menjadi definisi dari malformasi Chiari
I. Penurunan tonsil juga meningkat berdasarkan umur, dengan distribusi biomodal
lebih sering terjadi pada awal masa anak0anak dan setelah dekade ke-7. MRI
sagittal dapat memberikan misdiagnosis dari herniasi tonsillar (Tubss, RS., et al
2016).
Pada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Atchley TJ et al pada tahun
2019, menyatakan bahwa tidak ada modalitas utama dalam memprediksi ataupun
mengidentifikasi pasien yang akan memiliki kemungkinan keberhasilan yang
tinggi. Pasien yang hanya dengan temuan tonsil ektopia memiliki kemungkinan
lebih baik dibandingkan dengan pasien yang memiliki temuan lain seperti
invaginasi basilar, dan skoliosis. (Atchley, TJ., et al 2019).
23
Gambar 2. Gambaran MRI pada malformasi Chiari I (Piper RJ., et al
2019)
24
Gambar 4. Perbedaan anatomis dari malformasi Chiari I dan II (Piper, RJ., et al
2019)
2. Malformasi Chiari II
Malformasi Chiari II biasanya didiagnosis saat antenatal ataupun pencitraan
postnatal. Ultrasonografi memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 100% untuk
mendiagnosis spina bifida. Spina bifida aperta dapat dideteksi saat usia kehamilan
12 minggu, tetapi gambaran struktural kranial pada malformasi Chiari II lebih
mungkin dideteksi saat adanya pemeriksaan anomali pada usia 20 minggu.
Temuan ini meliputi “lemon sign” (scalloping bilateral dari tulang frontalis), dan
“banana sign” (serebelum berukuran bulat dengan obliterasi sisterna magna).
Temuan awal ini harus dengan konsultasi dari ahli obstetrik, pediatrik, dan bedah
saraf (Piper, RJ., et al 2019).
25
Gambar 5. Potongan sagittal pada pasien dengan malformasi Chiari II
menunjukkan ektopia serebeli dan perpindahan kaudal dari batang otak (Piper,
RJ., et al 2019).
TATALAKSANA
26
Gambar 7. Penilaian skoring total dari CCOS (Aliaga., et al 2012)
27
Malformasi Chiari I bergejala dalam berbagai bentuk, dan guideline saat ini
untuk tatalaksana pembedahan tidak selalu jelas. Adanya tanda dan gejala klinis
yang nyata adalah indikator kuat untuk intervensi pembedahan. Dekompresi fossa
posterior terkadang dilakukan walaupun tanpa adanya indikator kuat dari indikasi
pada pasien. Skoring luaran pasien (CCOS) berfungsi untuk aspek luaran
berdasarkan dekompresi fossa posterior (Aliaga., et al 2012).
28
Gambar 9. Alur tatalaksana pada malformasi Chiari I (Piper, RJ., et al 2019)
29
Gambar 10. Alur tatalaksana pada malformasi Chiari II (Piper, RJ., et al 2019)
Jika pasien dengan malformasi Chiari belum memiliki gejala, maka dapat
dilakukan tindakan secara medis. Nyeri kepala dan nyeri lher diterapi dengan
menggunakan pelemas otot, NSAID dan penggunakan ccervical collar temporer.
Tetapi pada pasien dengan gejala, tidak ada perbaikan dalam gejala gait dengan
menggunakan terapi medis. Lebih dari 90% pasien dengan Chiari I tetap menjadi
asimptomatis bahkan jika memiliki siringomyelia (Lin, W., et al 2018 dan
Giammattei, L., et al 2018)
30
tekanan vena dan leher di fleksikan. Insisi dimulai dibawah protuberansi oksipital
eksterna menuju prosesus spinosus C2. Pastikan untuk tetap menjaga arkus
dorsalis C2 dan otot yang menyertai, dimana dapat menyebabkan deformitas
„swan neck‟ setelah operasi. Garis midline dikauter menggunakan monopolar dan
arkus posterior dari C1 dan aspek dorsal dari foramen magnum dibuka.
Pembukaan hanya terfokus ada struktur pada midline, jika terlalu ekstensif ke
lateral, pasien dapat mengalami cedera arteri vertebralis. Pembuangan tulang
dimulai dari foramen magnum dan harus memanjang dengan lebar 22-25 mm dan
tinggi 20-25 mm. Arkus dorsalis C1 dibuang, tetapi harus berhati-hati agar tidak
mengenai spasi dibawah arkus. Dekompresi tulang hanya terfokus pada area ini.
Selain itu, terdapat metode baru yang diusulkan oleh Goel pada tahun 2015,
dimana malformasi Chiari (dengan atau tanpa invaginasi basilar) merupakan
sekunder dari instabiliats atlantoaksial. Serebelum lebih sering mengalami atrofi
pada kasus malformasi Chiari. Sendi facet atlantoaksial merupakan sendi yang
paling mobil pada tubuh dan merupakan pusat mobilitas. Penyebab instabilitas
atlantoaksial adalah sendi nya. Instabilitas imulai dari sendi dan bermanifestasi
pada tulang di region tersebut. Goel et al memberikan metode baru yaitu fusi
posterior C1-C2 tanpa dekompresi fossa posterior. Pada pasien yang dioperasi
dengan fiksasi atlantoaksial, tonsil bermigrasi kembali ke posisi asal dan kavitas
syrinx kolaps setelah prosedur operasi. Fiksasi sendi yang tidak stabil akan
merusak kekuatan biomekanis dan membatasi gerakan leher. Pembukaan sendi
atlantoaksial dan menggunakan bone graft pada margin tersebut tidak hanya
31
memberikan stabilitas tetapi juga memperbesar permukaan tulang dan memfiksasi
region tersebut (Goel, A., 2015 dan Mancarella, C., et al 2019).
32
Setelah pembedahan, menurut penelitian yang dilakukan oleh McGluggage
III, SG dan Oakes, WJ pada tahun 2019 menyatakan bahwa karakteristik nyeri
kepala dengan tiga komponen klasik (oksipital atau high cervical yang tidak
diperberat dengan maneuver Valsava dan secara umum memiliki durasi detik atau
menit) akan mengalami perbaikan dan rekurensi minimal. Resolusi pada syrinx
atau reduksi signifikan terjadi dalam 80%-85% pasien setelah dekompresi.
Scoliosis dengan sudut <400 akan terstabilisasi atau membaik setelah dekompresi,
dan ini lebih baik pada infan berusia dibawah 10 tahun saat dilakukan tatalaksana.
Pasien dengan deficit nervus kranialis dan disfungsi medulla akan mengalami
pengembalian fungsi, bahkan jika patologis penyakit telah terjadi dalam waktu
yang lama, tetapi hal ini kurang dapat menurunkan gejala pada pasien dewasa
(McGluggage III, SG dan Oakes, WJ., 2019).
33
DAFTAR PUSTAKA
34
17. Loukas M, Shayota BJ, Oelhafen K, et al. 2011. Associated disorders of
Chiari Type I malformations: a review. Neurosurg Focus 2011;31:E3
18. Abbott D, Brockmeyer D, Neklason DW, et al. 2017. Population-based
description of familial clustering of Chiari malformation type I. J Neurosurg
2017;3:1–6
19. Chen H. 2017. Chiari Malformation. In: Atlas of Genetic Diagnosis and
Counseling. Springer, New York, NY
20. Kamgarpour, A., Moradi, E., Showraki, A., Derakhshan, N., & Jamali, M.
2016. Chiari 0 Malformation With Multiple Café Au Lait Spots. Neurosurgery
Quarterly, 26(1), 69–70. doi:10.1097/wnq.0000000000000119
21. Tubbs RS, Beckman J, Naftel RP, Chern JJ, Wellons JC III, Rozzelle CJ, et al.
2011. Institutional experience with 500 cases of surgically treated pediatric
Chiari malformation Type I. J Neurosurg Pediatr 7:248–256
22. Piper, R. J., Pike, M., Harrington, R., & Magdum, S. A. 2019. Chiari
malformations: principles of diagnosis and management. BMJ, l1159.
doi:10.1136/bmj.l1159
23. McClugage III SG, Oakes WJ. 2019. The Chiari I Malformations. J Neurosurg
Pediatr 24:217–226, 2019
24. Rozzelle CJ. 2013. Clinical presentation of pediatric Chiari I mal-formations,
in Tubbs R, Oakes W (eds): The Chiari Malfor-mations. New York: Springer,
2013, pp 247–251
25. Albert, G. W., Menezes, A. H., Hansen, D. R., Greenlee, J. D. W., &
Weinstein, S. L. 2010. Chiari malformation Type I in children younger than
age 6 years: presentation and surgical outcome. Journal of Neurosurgery:
Pediatrics, 5(6), 554–561. doi:10.3171/2010.3.peds09489
26. Tubbs RS, Iskandar BJ, Bartolucci AA, Oakes WJ. 2004. A critical analysis of
the Chiari 1.5 malformation. J Neurosurg 101 (2Suppl):179–183
27. Liu, W., Wu, H., Aikebaier, Y., Wulabieke, M., Paerhati, R., & Yang, X.
2017. No significant difference between chiari malformation type 1.5 and type
I. Clinical Neurology and Neurosurgery, 157, 34–39.
doi:10.1016/j.clineuro.2017.03.024
28. Adle-Biassette H, Golden JA. 2018. Chiari Malformations in Developmental
Neuropathology. P.133-139
29. Tubbs RS, Yan H, Demerdash A, Chern JJ, Fries FN, Oskouian RJ, et al.
2016. Sagittal MRI often overestimates the degree of cerebellar tonsillar
ectopia: a potential for misdiagnosis of the Chiari I malformation. Childs
Nerv Syst 32:1245–1248
30. Atchley, T.J., Alford, E.N. & Rocque, B.G. 2019. Systematic review and
meta-analysis of imaging characteristics in Chiari I malformation: does
anything really matter?. Childs Nerv Syst. doi:10.1007/s00381-019-04398-4
31. Aliaga, L., Hekman, K. E., Yassari, R., Straus, D., Luther, G., Chen, J. Frim,
D. 2012. A Novel Scoring System for Assessing Chiari Malformation Type I
Treatment Outcomes. Neurosurgery, 70(3), 656–665.
doi:10.1227/neu.0b013e31823200a6
32. Low, S. Y. Y., Ng, L. P., Tan, A. J. L., Low, D. C. Y., & Seow, W. T. 2019.
The Seow Operative Score (SOS) as a decision-making adjunct for paediatric
35
Chiari I malformation: a preliminary study. Child‟s Nervous System.
doi:10.1007/s00381-019-04226-9
33. Lin W, Duan G, Xie J, Shao J, Wang Z, Jiao B. 2018. Comparison of Results
Between Posterior Fossa Decompression with and without Duraplasty for the
Surgical Treatment of Chiari Malformation Type I: A Systematic Review and
Meta-Analysis. World Neurosurg. Feb;110:460-474.e5.
34. Giammattei L, Borsotti F, Parker F, Messerer M. 2018. Chiari I
malformation: surgical technique, indications and limits. Acta Neurochir
(Wien). Jan;160(1):213-217
35. Goel A. 2015. Is atlantoaxial instability the cause of Chiari malformation?
Outcome analysis of 65 patients treated by atlantoaxial fixation. J Neurosurg
Spine. 2015;22(2):116–27.
36. Mancarella C., Delfini R., Landi A. 2019. Chiari Malformations. In: Visocchi
M. (eds) New Trends in Craniovertebral Junction Surgery. Acta
Neurochirurgica Supplement, vol 125. Springer, Cham
37. Rocque BG, Oakes WJ. 2015. Surgical treatment of Chiari I mal-formation.
Neurosurg Clin N Am26:527–531, 2015
36