Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.C G3P2A0 DENGAN


PERSALINAN KALA I FASE LATEN MEMANJANG DAN
DISTOSIA BAHU DI PUSTU CIBOGO GIRANG PLERED
PURWAKARTA 2017

DISUSUN OLEH :
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN
KARAWANG
2017
LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.C G3P2A0 DENGAN


PERSALINAN KALA I FASE LATEN MEMANJANG DAN
DISTOSIA BAHU DI PUSTU CIBOGO GIRANG PLERED
PURWAKARTA 2017

Karya Tulis ini Diajukan Sebagai Salah Syarat Satu Ujian Akhir
Program Pada Program Studi Kebidanan Karawang Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung

DISUSUN OLEH :
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052

KEMENKES REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN BANDUNG PROGRAM STUDI KEBIDANAN
KARAWANG
2017
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

PERNYATAAN ORISINALITAS

LTA ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : NUNU NUTRISIA ARISTA

Nim : P17324414052

Tanda Tangan :

Tanggal :
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Laporan Tugas Akhir dengan judul

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. C G3P2A0 DENGAN PERSALINAN KALA


I FASE LATEN MEMANJANG DAN DISTOSIA BAHU DI PUSTU CIBOGO
GIRANG PLERED PURWAKARTA 2017

Disusun oleh:
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada sidang akhir

Pembimbing

Dr. Jundra Darwanty, SST, M.Pd


NIP. 196906051991012001

Mengetahui
Ketua Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Dr. Jundra Darwanty, SST, M.Pd


NIP. 19690605199101200
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

LEMBAR PENGESAHAN LTA

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Laporan Tugas Akhir dengan judul

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. C G3P2A0 DENGAN PERSALINAN KALA


I FASE LATEN MEMANJANG DAN DISTOSIA BAHU DI PUSTU CIBOGO
GIRANG PLERED PURWAKARTA 2017

Disusun oleh:
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji


Karawang, Juni 2017

Susunan Dewan Penguji

Ketua Penguji Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Ugi Sugiarsih, SKM.MM Dr. Jundra Darwanty, SST, M.Pd Rahayu Pertiwi, MKM
NIP. 196809181989032001 NIP. 196906051991012001 NIP. 197612062006042001

Mengetahui
Ketua Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Dr. Jundra Darwanty, SST, M.Pd


NIP. 196906051991012001
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas
Nama : Nunu Nutrisia Arista

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 03 Juli 1996

Nama orang tua : Ayah : Acum Supriyadi


Ibu : Uming Siti Aminah (Alm)

Alamat : Kp. Galian Kumejing RT/RW 001/04 No 113 Desa


Sukamurni Kec. Sukakarya Kab. Bekasi

II. Riwayat Pendidikan


1. TK Mawar – Jakarta (2001 – 2002)

2. SDN Cibogo 1 – Bogor (2002 – 2008)

3. SMPN Ciseeng 01 – Bogor (2008 – 2011)

4. SMAN 1 Sukatani – Bekasi (2011 – 2014)

5. Mahasiswa Poltekkes Bandung


Prodi Kebidanan Karawang (2014 - 2017)
Lembar Persembahan
Alhamdulllahirabbil’alamin…. Alhamdulllahirabbil ‘alamin….
Alhamdulllahirabbil alamin….
Tak henti-hentinya mengucap syukur pada-Mu ya Rabb karena berkat kehendak
kasih sayang-Mu Nunu dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Serta shalawat dan salam kepada kekasih-Mu, Rasulullah SAW dan para sahabat
yang mulia.
Semoga sebuah karya ini menjadi amal shaleh bagi Nunu dan menjadi kebanggaan
bagi keluargaku tercinta dan orang-orang yang nunu sayangi.
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan
kusayangi.
Mama dan Bapa
Mah, pak mungkin hanya ini sebagai tanda cinta, hormat dan rasa terima kasih
tiada terhingga yang dapat nunu persembahkan karya Laporan Tugas Akhir ini
kepada mama yang sudah tenang di alam sana dan bapa yang selalu memberikan
kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga, bapa yang
selalu mendo’akan Nunu dan menasehati Nunu untuk selalu berbuat lebih baik .
Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat mama dan bapa bahagia, karena
Nunu sadar selama ini Nunu belum bisa berbuat lebih, belum bisa membahagiakan
mama dan bapa, Nunu sadar selama ini Nunu hanya bisa merepotkan kalian.
Sesungguhnya dan sejujurnya karna kalian lah nunu berjuang hingga saat ini,
semoga kelak Nunu bisa benar-benar membalas semua jerih payah yang kalian
berikan selama ini. Allhamdulillah ya mah akhirnya Nunu bisa mewujudkan apa
yang mama inginkan, mungkin pilihan mama ini lah yang akan menjadi langkah
awal kesuksesan nunu dimasa depan. Terimakasih mama bapa nunu sayang kalian

Adiku Fitria Nurhidayah
Terima kasih adikku tersayang, Fitria Nurhidayah yang paling mengharukan saat
berkumpul bersama. Walaupun teteh sering marah-marah sama cici , galak sama cici
tapi itu demi kebaikan cici, dan sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna
yang tak akan bisa tergantikan. Terimakasih atas doa, kritikan, dukungan selama
ini, hanya karya ini yang dapat teteh persembahkan. Maaf belum bisa menjadi
panutan seutuhnya, maaf belum bisa kasih apa apa buat cici, tapi teteh akan selalu
berusaha menjadi yang terbaik untuk kalian 

Sahabat-sahabatku Tercinta
Mamih (Dewi oktaviani), Nilam Poespita, Berlian (Intan Sri Rahayu) Nayleni
Yulieta Zahra, Umi (Fany Velinza Putri), Maria Ulfa Handayani, kalian yang
membuatku bertahan hingga saat ini dan selalu mewarnai hari-hariku di karawang,
canda tawa dan tingkah kekonyolan kalian yang akan selalu kuingat, dan
senantiasa memberikan semangat terimakasih banget ya. Apalah arti 3 tahun tanpa
kalian semua.

Untuk partner LTA-ku, partner begadangku dalam mengerjakan tugas akhir ini,
yang selalu membantuku Dewi Oktaviani dan Nilam Poespita, Triska, nurul
Wulan makasih ya udah nemenin begadang buat ngerjain LTA.
Makasih ya mih udah jadi sahabat terbaik selama ini, makasih karena selalu ada
disaat aku bener bener butuh orang buat cerita, makasih selalu nemenin kemana-
mana, makasih selalu ada disaat senang maupun susah.

Untuk sahabat kecilku Lela Arofah terimakasih atas do’a dan semangatnya.
meskipun kita jauhan, dan kekonyolannya meskipun hanya lewat media sosial yang
sering buatku terhibur dan ngakak dikala pusing mengerjakan tugas akhir ini,
mkasih juga selalu ada dikala nunu senang maupun susah.

Untuk teman-teman almamaterku dan teman-teman seperjuanganku


Terimakasih Meisya 22 atas kebersamaan selama 3 tahun, semoga kita diberikan
kelancaran sampai akhir dan lulus bersama semuanya, Aamiin

Dr. Jundra darwanty, SST., M.Pd

selaku dosen pembimbing tugas akhirku, terima kasih banyak bu….


Terimakasih atas bimbingan, saran dan kesabaran yang telah ibu berikan kepadaku
Semoga ilmu yang ibu berikan dapat bermanfaat untukku
Dan semoga Allah dapat membalas kebaikan ibu.

Terimakasih nunu ucapkan yang sebesar besarnya, mungkin hanya itu yang dapat
Nunu ucapkan kepada ibu yang telah membantu Nunu pada saat itu. Dikala Nunu
sudah bingung tidak tahu lagi untuk meminta tolong kepada siapa dan ibu datang
seperti bidadari yang di utus oleh allah untuk membantu Nunu. Mungkin lewat ibu
lah allah memberikan serta mengabulkan doa Nunu saat itu. Hanya ucapan
terimakasih lah yang dapat Nunu ucapkan bu. Sampai kapanpun kebaikan ibu
tidak akan pernah Nunu lupakan sampai akhir hayat Nunu  Nunu sayang ibu 
Keluarga kecilku di Plered

Terimakasih Nunu ucapkan kepada Bidan Nining Amd.Keb, Bidan Nisrina


Rahmasarifirdaus Amd.Keb, Bidan Devi Laila Selaviani Am.Keb, Bidan Yuli
Am.Keb yang telah membimbing Nunu dari awal pembuatan tugas akhir ini hingga
akhirnya tugas akhir ini dapat terselesaikan, terimakasih juga telah menjadi tempat
curhat dan tempat berkeluh kesah disaat Nunu sudah binggung dalam mengerjakan
tugas akhir ini. Terimakasih pula atas doa dan dorongan semangat yang kalian
berikan terhadap Nunu selama ini, makasih ya bu Nining, teh Anis, teh Devi, teh
Yuli yang telah menghiasi hari hariku selama di Plered.

Terimakasih kepada teh Dedah yang selalu menyiapkan makan, mulai dari
sarapan hingga makan malam, masakin dan mengingatkan untuk makan, berkat
doa dan dorongan semangat dari teh Deadahlah Nunu bisa menyelesaikan tugas
akhir ini. Makasih ya teh telah menghiasi hari hari Nunu selama 2 bulan di Plered
dengan canda dan tawa.

Nunu sayang kalian semua 


Seluruh Dosen Pengajar Di Poltekkes Bandung Prodi Kebidanan Karawang
Terimakasih banyak untuk semua ilmu, didikan dan pengalaman yang sangat
berarti yang telah kalian berikan kepada kami…
Semoga kami dapat mengaplikasikannya dengan baik kepada masyarakat
Sesuai dengan ilmu yang telah kami dapat dari seluruh dosen Poltekkes Bandung
Prodi Kebidanan Karawang

Nunu Nutrisia Arista


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny.C dengan Persalinan Kala I Fase Laten
Memanjang, Distosia Bahu dan Asfiksia Ringan Pada Bayi Baru Lahir Di Pustu
Cibogo Girang Plered Purwakarta 2017”.
Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan diploma III Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
Program Studi Kebidanan Karawang.

Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini tentunya didukung oleh berbagai pihak yang
telah berkontribusi baik dalam memberikan tambahan pengetahuan maupun
dukungan emosional. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari :

1. DR. H. Oesman Syarif, MKM selaku direktur Politeknik Kesehatan Kementrian


Kesehatan Bandung.
2. Dr. Hj. Jundra Darwanty, SST, M.Pd selaku Ketua Program Studi D III
Kebidanan Karawang Poltekkes Kemenkes Bandung dan selaku pembimbing
dalam penyusunan laporan tugas akhir ini yang selalu memberikan bimbingan,
arahan dan dukungan kepada penulis sehingga laporan tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
3. Rahayu Pertiwi, MKM selaku dosen penguji yang tiada lelah membimbing
penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
4. Ugih Sugiarsih, SKM.MM selaku Ketua Penguji dalam penyusunan laporan
tugas akhir ini yang selalu memberikan bimbingan, arahan sehingga laporan
tugas akhir ini dapat terselesaikan.

i
5. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi D III Kebidanan Karawang Poltekkes
Kemenkes Bandung yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai
harganya.
6. Orang tua tercinta Bapak Acum Supriyadi , Ibu Uming Siti Aminah (Alm) serta
anggota keluarga lainnya yang telah memberikan dukungan baik dalam moril
maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis.
7. Bidan Devi Laila Selaviani Amd.Keb yang telah bersedia mengizinkan penulis
mengambil kasus diwilayah kerjanya dan yang telah bersedia memberikan
informasi mengenai kasus terkait serta memberikan bimbingan dan dukungan
semangat sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
8. Bidan Yuli Amd.Keb yang telah membimbing dan memberikan dukungan
semangat dan doa serta membantu penulis sehingga Laporan Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
9. Bidan Nisrina Rahmasarifirdaus Amd.Keb yang telah membimbing, dan
memberikan dukungan semangat dan doa serta membantu penulis sehingga
Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
10. Bidan Nining Artianingsih Amd.Keb yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
11. Ny. Cicin dan keluarga yang telah bersedia menjadi subjek dalam penulisan
Laporan Tugas Akhir ini dan telah bersedia memberikan informasi mengenai
kasus terkait.
12. A. isam (tukang ojek langganan) yang telah setia, dan siap siaga mengantar
kapan pun dan kemana pun termasuk untuk kunjungan ke rumah pasien.
13. Sahabat Lela Arofah, Dewi Oktaviani, Nilam Poespita, Nayleni Yulieta Zahra,
Intan Sri Rahayu, Fany Velinza putri, Maria Ulfah Handayani yang selalu
senantiasa mendengarkan semua keluh kesah dalam kegiatan perkuliahan ,
memberikan dukungan semangat serta doa dalam semua kegiatan perkuliahan
dan yang selalu menghiasi hari-hari di perkuliahan, serta selalu memberikan
canda dan tawa setiap harinya.

ii
14. Teman sepembimbing Triska Yudha, Nurul wulan Novitasari, Evi Damayanti,
Reyka dan Hera Fadillah yang sama sama berjuang untuk menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini.
15. Teman-teman crew 22 yang sama-sama berjuang untuk lulus bersama.
16. Dan seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dan demi
perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan peneliti khususnya. Aamiin.

Karawang, 2017

Nunu Nutrisia Arista

iii
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR, JULI 2017
Nunu Nutrisia Arista
NIM P17324414052
“ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.C G3P2A0 DENGAN PERSALINAN
KALA I FASE LATEN MEMANJANG DAN DISTOSIA BAHU DI PUSTU
CIBOGO GIRANG PLERED PURWAKARTA 2017”
vi + 73 halaman + lampiran

ABSTRAK

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 menunjukkan bahwa
angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup pada
2012. Menurut Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI
pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran
hidup. Menurut profil kesehatan 2014 di Provinsi Jawa Barat angka kematian di
Kabupaten Purwakarta tahun 2014 tercatat ada 108 kematian pada neonatal, 138
kematian pada bayi, dan kematian pada ibu hamil tercatat 8 orang, ibu bersalin
sebanyak 10 orang dan ibu nifas sebanyak 10 orang. Angka kejadian persalilan kala I
memanjang di Indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu dan
persalinan kala I memanjang menjadi penyebab kematian langsung pada ibu, selain
itu distosia bahu dan asfiksi juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu dan bayi.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan persalinan kala I fase
laten memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia ringan pada Ny.C
dan bayinya di Pustu Cibogo Girang Plered Purwakarta. Metode yang digunakan
adalah teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi secara langsung,
dan bukti dokumentasi lainnya. Subjek dalam penulisan ini adalah Bidan pustu, klien
dan suami. Hasil asuhan kebidanan mengenai penatalaksanaan persalinan kala I
memanjang pada Ny.C dan distosia bahu tidak sesuai dengan wewenang Bidan dan
algoritma penatalaksanaan distosia bahu, karena seharusnya persalinan kala I fase
laten memanjang ini tidak ditolong oleh Bidan. Dalam hal ini disarankan, tindakan
rujukan menjadi hal yang lebih diperhatikan lagi untuk kedepannya.

Kata Kunci : Persalinan Kala I Fase Laten Memanjang, Distosia Bahu,


Asfiksia Ringan
Daftar pustaka : 25 (2005-2017)

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN LTA
LEMBAR PENGESAHAN LTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LEMBAR PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
ABSTRAK .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 3
1.2.1 Tujuan Umum................................................................................ 3
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 3
1.3 Manfaat ................................................................................................. 4
1.3.1 Untuk Lahan Praktik ..................................................................... 4
1.3.2 Untuk Institusi Pendidikan ............................................................ 4
1.3.3 Untuk Peneliti ................................................................................ 4

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................... 5


2.1 PERSALINAN LAMA ......................................................................... 5
2.1.1. Pengertian Persalinan Lama ......................................................... 5
2.2 KALA I MEMANJANG ....................................................................... 5
2.2.1. Pengertian Kala I Memanjang ...................................................... 5
2.2.2. Klasifikasi Kala I Memanjang ...................................................... 6
2.2.3. Etiologi Partus Lama .................................................................... 6
2.2.4. Tanda dan gejala Kala I Memanjang ............................................ 8
2.2.5.Diagnosis ....................................................................................... 9
2.2.6. Penatalaksanaan Kala I Memanjang............................................. 10
2.2.7. Dampak Persalinan Lama Pada Ibu dan Janin ............................. 12

2.3 DISTOSIA BAHU ............................................................................... 15


2.3.1. Pengertian Distosia Bahu ............................................................. 15
2.3.2. Komplikasi Distosia Bahu ............................................................ 16
2.3.3. Faktor Resiko dan Pencegahannya ............................................... 17
2.3.4. Diagnosis Distosia Bahu .............................................................. 18
2.3.5. Penanganan Distosia Bahu ........................................................... 19

2.4 ASFIKSIA NEONATURUM ............................................................. 23

v
2.4.1. Pengertian ..................................................................................... 23
2.4.2. Klasifikasi Asfiksia Neonaturum ................................................. 25
2.4.3. Tanda dan Gejala Asfiksia Neonaturum ...................................... 26
2.4.4. Faktor Penyebab Asfiksia Neonaturum ........................................ 28
2.4.5. Diagnosis Asfiksia Neonaturum ................................................... 29
2.4.6. Penanganan Asfiksia Neonaturum ............................................... 32

BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN ................................................. 34


3.1 Kronologi Kasus ................................................................................... 34
3.1.1. Data Penunjang............................................................................. 34
3.1.2. Data Primer................................................................................... 39
3.2 Pembahasan ........................................................................................... 48
3.2.1 Ante Natal Care (berdasarkan buku KIA) ..................................... 48
3.2.2 Intra Natal Care ............................................................................. 52
3.2.3 Post Natal Care .............................................................................. 68
3.2.4 Bayi Baru Lahir ............................................................................. 69

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 73


4.1 Kesimpulan ........................................................................................... 73
4.2 Saran ...................................................................................................... 73
4.2.1. Untuk Lahan Praktik .................................................................. 73
4.2.2. Untuk Institusi Pendidikan ......................................................... 74
4.2.3. Untuk Peneliti ............................................................................ 74

DAFTAR REFERENSI ............................................................................ 75


DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. 78

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Diagnosis........................................................................... 9


Tabel 2.2 Tabel Nilai APGAR .................................................................... 31
Tabel 3.1 Tabel Data Kehamilan yang Tercatat Dalam Buku KIA ............ 37
Tabel 3.2 Tabel Lembar Observasi kala I Fase Aktif ................................. 40
Tabel 3.3 Tabel Lembar Observasi kala I Fase Aktif ................................. 42

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.

Pola penyebab langsung dimana-mana sama, diantaranya yaitu perdarahan (25%,

biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan

(12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan salah satunya

yaitu disebabkan oleh partus macet (8%). (Prawirohardjo, 2010). Di Indonesia

sendiri, tahun 2015 memiliki angka kematian ibu yaitu 126 per 100.000 kelahiran

hidup dengan jumlah 6400 kematian ibu per tahun. Pada tahun 2015 di Indonesia

Angka Kematian Neonatal yaitu 14 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 74

kematian neonatus per tahun, sedangkan untuk Angka Kematian Bayi adalah 23 per

1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 125 kematian bayi per tahun. Mengutip hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 menunjukkan bahwa angka

kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup pada 2012.

Jawa Barat termasuk provinsi yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap tingginya AKI dan AKB di Indonesia. Menurut Bina Pelayanan Kesehatan

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000

kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran hidup. Menurut Kabid Bina Pelayanan

Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Niken Budiarti, MM, AK mengatakan di Jawa

Barat jumlah AKB mencapai 40,87/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa

Barat, 2013). Menurut profil kesehatan 2014 di Provinsi Jawa Barat angka kematian

1
neonatus, bayi dan balita di Kabupaten Purwakarta tahun 2014 tercatat ada 108

kematian pada neonatal, 138 kematian pada bayi, dan kematian pada ibu hamil

tercatat 8 orang, ibu bersalin sebanyak 10 orang dan ibu nifas sebanyak 10 orang.

Pada tahun 2017 di Pustu Cibogo Girang Plered Purwakarta terhitung sejak bulan

Januari sampai dengan April jumlah persalinan ada 80 untuk jumlah kejadian

persalinan kala I fase laten memanjang sebanyak 5 kasus.

Persalinan kala I memanjang salah satu penyebab langsung dari kematian

ibu, berdasarkan data Internasional NGO On Indonesian Development (INFID) pada

tahun 2013, angka kejadian persalilan kala I memanjang di indonesia sebesar 5% dari

seluruh penyebab kematian ibu (Friska, 2010).

Komplikasi pada persalinan kala I memanjang yang akan terjadi, dampak

ini ditunjang dari data tentang kejadian kala I memanjang adalah rupture uteri,

perdarahan, kelelahan pada ibu. Sedangkan dampak yang akan terjadi pada bayi yaitu

hipoksia, asfiksia, caput succedaneum dan molase.

Menurut Diane dan Margaret (2009) penanganan kala I lama atau jika

kemajuan persalinan berlangsung lambat, dapat di atasi dengan amniotomi, infus

oksitosin dan seksio sesaria. Adapun menurut Saifuddin (2010), penangannya dengan

nilai segera keadaan ibu dan janin, kaji kembali partograf, berikan dukungan emosi,

perubahan posisi, dan berikan cairan baik oral maupun parental.

Kegawatdaruratan obstetrik lainnya adalah distosia bahu, kematian ibu

yang berhubungan dengan kelahiran bayi makrosomia disebabkan oleh perdarahan

postpartum dan distosia, sedangkan kematian bayi akibat makrosomia disebabkan

2
oleh komplikasi-komplikasi yang merugikan pada keluaran perinatal seperti distosia

bahu, apgar skor rendah, asfiksia.

Asfiksia neonatorum merupakan penyebab tersering kelima pada

kematian anak dibawah 5 tahun di dunia dan merupakan salah satu penyebab utama

morbiditas bayi baru lahir. Selain itu, keadaan ini juga menjadi penyebab kematian

19% dari lima juta kematian bayi baru lahir setiap tahun. Di Indonesia, angka

kejadian asfiksia di rumah sakit provinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan angka kematian

karena asfiksia di rumah sakit pusat rujukan provinsi di Indonesia sebesar 41,94%.

(Dharmasetiawani, 2014).

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada

Ny.C G3P2A0 dengan persalinan kala I fase laten memanjang dan distosia bahu di

Pustu Cibogo Girang Plered Purwakarta.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1. Mampu menegakkan diagnosa persalinan kala I fase laten memanjang,

distosia bahu pada Ny.C serta menegakkan diagnosa bayi baru lahir dengan

asfiksia ringan.

1.2.2.2. Mampu melakukan penatalaksaan persalinan kala I fase laten memanjang,

persalinan dengan distosia bahu dan asfiksia ringan pada bayi baru lahir.

1.2.2.3. Mampu melakukan asuhan kebidanan post natal care pada Ny.C dengan

persalinan kala I fase laten memanjang, distosia bahu pada Ny.C.

3
1.2.2.4. Mampu melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan persalinan

distosia bahu.

1.3 Manfaat

1.3.1 Untuk Lahan Praktik

Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta

bahan untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktik

serta untuk evaluasi dalam pelayanan kebidanan.

1.3.2 Untuk Institusi Pendidikan

Laporan Tugas Akhir dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ny. C dengan Kala

I Memanjang, Distosia Bahu dan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Ringan

diharapkan mampu menjadi acuan dan berguna untuk memberikan informasi,

pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang kesehatan sebagai bahan

referensi dalam proses perkuliahan.

1.3.3 Untuk Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan penulis dalam

mendeskripsikan kasus dan menganalisa kasus tersebut menurut berbagai macam

referensi serta dapat mengaplikasikan teori yang telah di dapat di perkuliahan dalam

penanganan kasus persalinan dengan kala I memanjang, distosia bahu serta bayi baru

lahir dengan asfiksia ringan.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PERSALINAN LAMA

2.1.1. Pengertian Persalinan Lama

Masalah persalinan lama diantaranya yaitu, fase laten lebih dari 8 jam,

persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih dan bayi belum lahir, dan dilatasi

serviks dikanan garis waspada pada persalinan fase aktif (Saifuddin,2009).

Partus lama (partus tak maju) yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya

pembukaan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Partus lama (partus tak maju) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak

dapat turun karena faktor mekanis (Sarwono, 2002).

2.2 Kala I Memanjang

2.2.1. Pengertian Kala I Memanjang

Pengertian Kala I memanjang Persalinan dengan kala I memanjang

adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif

laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama

sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam

pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak

pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini

terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih

besar daripada multigravida (Saifuddin, 2009).

5
Friedman dan Sachtleben (2009), mendefinisikan fase laten

berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada

ibu multipara. Kedua patokan ini adalah persentil ke – 95. Dalam laporan

sebelumnya, Friedman menyajikan data mengenai durasi fase laten pada nulipara.

Durasi rata – ratanya adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1 sampai 44 jam. Dengan

demikian, lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu

multipara mencerminkan nilai maksimum secara statistik.

2.2.2. Klasifikasi Kala I memanjang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

2.2.2.1. Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase).

Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu

(Saifuddin,2009).

2.2.2.2. Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase).

Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari

1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi

serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010).

2.2.3. Etiologi Partus Lama

Faktor penyebab partus lama menurut Saifudin (2007) & Mochtar (2011) :

2.2.3.1. His tidak efisien (in adekuat)

2.2.3.2. Faktor janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar).

Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi,

wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap

6
pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi

dan malposisi kemungkinan menyebabkan partus lama atau partus macet.

2.2.3.3. Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina,tumor).

Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan

pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks yang baik

adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetre

klinis terbatas. (Saifudin AB, 2007)

2.2.3.4. Anatomi tubuh ibu melahirkan.

Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan

terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan

< 150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 150 cm

terjadi ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar kepala janin.

2.2.3.5. Abnormalitas pada janin

Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin, misal hidrosefalus, pertumbuhan

janin lebih dari 4000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.

2.2.3.6. Abonormalitas sistem reproduksi

Misalnya seperti tumor pelvis, stenosis vagina kongenital, perineum kaku dan tumor

vagina.

2.2.3.7. Riwayat persalinan.

Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea,

bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan

tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.

7
2.2.4. Tanda dan gejala partus lama

Pada kasus partus lama, akan ditemukan tanda –tanda kelelahan fisik dan

mental. Dimana tanda-tanda partus lama (tak maju) dapat diobservasi dengan :

2.2.4.1 Dehidrasi dan ketoasidosis ( ketonuria, nadi cepat, mulut kering )

2.2.4.2 Demam

2.2.4.3 Nyeri abdomen

2.2.4.4 Syok (nadi cepat, anuria, ektremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah rendah

).

Tanda Klinis Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi

pada ibu dan juga pada janin meliputi :

a. Pada ibu

Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat

dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,

cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.

b. Pada janin

1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat

mekonium, kental kehijauhijauan, berbau.

2) Kaput suksedaneum yang besar.

3) Moulage kepala yang hebat.

4) Kematian janin dalam kandungan.

5) Kematian janin intra partal.

8
2.2.4. Diagnosis

Tabel 2.1 Tabel Diagnosis


Tanda dan gejala Diagnosa

Serviks tidak membuka, tidak di dapatkan Belum inpartu

his/his tidak teratur.

Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm Fase laten memanjang

sesudah 8 jam inpartu dengan his yang

teratur

Pembukaan serviks melewati kanan garis Fase aktif memanjang

waspada partograf

 Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit Inersia uteri

dan lamanya kurang dari 40 detik

 Pembukaan serviks dan turunnya bagian Disproporsi

janin yang dipresentasi tidak maju, sefalopelvik

sedangkan his baik

 Pembukaan serviks dan turunnya janin yang Obstruksi kepala

di presentasi tidak maju dengan kaput,

terdapat molase hebat, odema serviks, tanda

rupture uteri imminens, gawat janin.

 Kelainan presentasi (selain vertex dengan Malpresentasi atau

9
oksiput anterior). malposisi

 Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama

mengedan, tetapi tidak ada kemajuan

penurunan.

Sumber : Sarwono (2009)

2.2.6. Penatalaksanaan Kala I Memanjang

Penatalaksanaan Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2007) dan Oxorn (2010),

penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:

2.2.6.1.Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.

2.2.6.2.Tentukan keadaan janin : periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung

frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.

2.2.6.3.Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi

lakukan ekstraksi vacum atau forceps dengan advis dokter.

2.2.6.4.Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah

pikirkan kemungkinan gawat janin.

2.2.6.5.Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,

pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat

menyebabkan gawat janin.

2.2.6.6.Perbaiki keadaan umum dengan :

a. Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.

b. Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai

adanya aseton dalam urine harus dicegah.

10
c. Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan

dengan pemberian analgetik (tramadol atau pethidine 25 mg). Semua

preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam

jumlah yang berlebihan dapat mengganggu kontraksi dan membahayakan

bayinya dan dilakukan sesuai dengan advis dokter.

d. Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini

digunakan untuk memberikan perubahan pembukaan.

e. Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil

mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko

infeksi. Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.

f. Apabila hasil – hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan

kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak

terdapat gawat janin ataupun ibu, tetapi suportif ibu diberikan dan persalinan

diberikan berlangsung secara spontan. (Oxorn, 2017)

2.2.6.7.Apabila kontraksi tidak adekuat lakukan hal berikut :

a. Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam

persalinan.

b. Rehidrasi melalui infus atau minum.

c. Merangsang puting susu.

d. Mandi selama persalinan fase aktif.

e. Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.

2.2.6.8.Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.

a. Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.

11
b. Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.

c. Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvic disproportion)

atau berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki

kontraksi dan mempercepat kemajuan persalinan dan apabila kecepatan

pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan

penilaian kontraksi uterus.

d. Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau

NaCl.

2.2.6.9. Selama persalinan, semangat pasien harus didukung, kita harus membesarkan

hatinya dan menghindari kata-kata yang dapat menimbulkan kekhawatiran

dalam diri pasien.

2.2.6.10. Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan

baik. Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga menimbulkan

bahaya muntah dan aspirasi. Karena itu, pada persalinan yang berlangsung

lama dipasang infuse untuk pemberian kalori.

2.2.6.11. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan

rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan yang tidak enak dan

merintangi kemajuan persalinan tetapi juga menyebabkan organ tersebut

lebih mudah cedera dibanding dalam keadaan kosong.

2.2.7. Dampak Persalinan Lama Pada Ibu dan Janin

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu

atau keduanya sekaligus. Pada ibunya dapat berakibat yaitu :

12
2.2.7.1.Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya

pada partus lama, terutama bila disertai dengan pecahnya ketuban. Bakteri di dalam

amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga

terjadi bacteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Peneumonia pada janin, akibat

aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.

Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam

uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai

terjadi persalinan lama.

2.2.7.2.Ruptur Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius

selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan

riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul

sedemikian besar sehingga kepala janin tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi

penurunan, segmen bawah uterus menjadi sangat teregang kemudian dapat

menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkin terbentuk cincin retraksi patologis

yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan

melintang di uterus antara simpis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini,

diindikasikan persalinan perabdominan segera.

2.2.7.3.Cincin Retraksi Patologis

Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai dengan

peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini

13
cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman

akan rupturnya segmen bawah uterus.

2.2.7.4.Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi

tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak

diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena

gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah

melahirkan dengan munculnya vistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau

rectovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang

berkepanjangan.

2.2.7.5.Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan

pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul

medapat tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya ibu

mengejan. Gaya – gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga

terjadi perubahan fungsional dan anatomi otot, saraf, dan jaringan ikat.

Efek yang akan terjadi pada janin dari kejaidan partus lama yaitu :

1. Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput

suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran

cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic yang serius. Biasanya caput

succedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.

14
2. Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain di suttura-sutura besar, suatu proses yang disebut

molase (molding, moulage). Biasanya batas median tulang pariental yang berkontak

dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya, hal yang sama

terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang

parietal. Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang

nyata.

Holland melihat bahwa molase yang parah dapat menyebabkan

perdarahan subdural fetal akibat robekannya septum durameter, terutama tentorium

serebeli. Robekan semacam ini dijumpai baik pada persalinan dengan komplikasi

maupun persalinan normal.

2.3 DISTOSIA BAHU

2.3.1. Pengertian

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver

obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak

berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan persentasi kepala, setelah

kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak

didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Apabila distosia bahu didefinisikan

sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60

detik (Sarwono,2009).

15
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu

memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih

dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu

posterior berada di cekungan tulang sacrum atau di sekitar spina ischiadika , dan

memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui

belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada

dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu

posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.

Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan

putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior

dengan kepala (disebut dengan turtle sign).

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan

bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh

fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan

kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan

lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan

kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

2.3.2. Komplikasi Distosia Bahu

Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele,

apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat

membaik dengan berjalannya waktu, tetapi skuele dapat terajdi pada 50 % kasus.

16
Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir,

episiotomi ataupun atonia uteri.

2.3.3. Faktor Risiko dan Pencegahannya

Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu suatu

persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas,

tetapi apabila terjadi komplikasi dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi

tuntutan terhadap penolong persalinan. Untuk mengurangi risiko morbiditas pada

bayi dan mencegah terjadinya tuntutan, penolong persalinan perlu mengidentifikasi

faktor risiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat

terjadi pada ibu serta keluarganya.

Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih besar

dari kepalanya, sehingga mempunyai risiko terjadinya distosia bahu. Risiko akan

meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan

ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar

dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih berisiko. Dengan

demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu diperlukan pada setiap pertolongan

persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang meningkatkan risiko

makrosomia. Adanya DOPE (diabetes, obesity, prolonged pregnancy, excessive fetal

size or maternal weight gain) akan meningkatkan risiko kejadian. Keadaan

intrapartum yang banyak dilaporkan berhubungan dengan kejadian distosia bahu

adalah kala I lama, partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan

vaginal dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa sebagian besar

17
kasus distosia bahu tidk dapat di prediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya

pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat menimbulkannya dapat dilakukan

dengan cara :

1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal berisiko tinggi :

janin luar biasa besar ( > 5 kg), janin sangat besar ( > 4,5 kg) dengan ibu diabetes,

janin besar ( > 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya,

kala II yang memanjang dengan janin besar.

2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

3. Selalu bersiap – siap bila sewaktu – waktu terjadi.

4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan

suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada

janin.

5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui, bantuan

diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalinan, resusitasi

bayi, dan tindakan anestesi (bila perlu).

2.3.4. Diagnosis Distosia Bahu

Distosia bahu dapat dieknali apabila didapatkan adanya :

2.3.4.1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.

2.3.4.2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.

2.3.4.3. Dagu tertarik dan menekan perineum.

2.3.4.4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di

kranial simfisis pubis.

18
2.3.4.5. Begitu distosia dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus

segera dilakukan.

2.3.5. Penanganan Distosia Bahu

Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta

bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu

posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas

panggul akan semakin sulit dilahirkan apabila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk

mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut,

dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisis McRobert, atau posisi dada-lutut.

Dorongan pada fundus juga tidak di perkenankan karena semakin menyulitkan bahu

untuk dilahirkan dan berisiko menimbulkan ruptura uteri. Di samping perlunya

asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan

pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah

kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteria umbilicus dengan laju 0,04 unit/menit.

Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia

waktu antara 4-5 menit untuk melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi

cedera hipoksik pada otak.

Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut :

Diagnosis

Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

19
Manuver McRobert

(Posisi McRobert, episiotomy bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Manuver Rubin

(Posisi tetap McRobert, rotasi bahu, tekanan suprapubic, tarikan kepala)

Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau maneuver wood

(Sumber : Sarwono, 2002).

Langkah pertama : Manuver McRobert

Maneuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi

McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi

sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi). Lakukan

episiotomi yang cukup lebar, gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan

mempermudah bahu posterior melewati kearah posterior menggunakan pangkal

tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk dibawah simpisis.

Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kea rah poterokaudal dengan mantap.

Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang

berlebihan karena akan mencederai fleksus brakhialis. Setelah bahu anterior

dilahirkan, langkah selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi

kepala. Maneuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar

distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

Langkah kedua : Manuver Rubin

20
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit

daripada diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior

perlu diubah menjadi posisi oblik transversa untuk memudahkan melahirkannya.

Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi

bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan

tekanan suprapubik kea rah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior.

Sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih

dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah

daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblig atau transversa. Lebih

menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi menghadap

kea rah anterior (maneuver rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang

diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu

anteroposterior atau punggung bayi menghadap kearah posterior. Ketika dilakukan

penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih

abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan suprasimpisis ke

arah posterior, lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan mantap untuk

melahirkan bahu anterior.

Langkah ketiga : Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau

maneuver wood

Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan

mengidentifikasi dulu posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang

bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,

21
punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan

atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa

kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah dada bayi.

Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi

bahu anterior masuk ke bawah simpisis. Dengan bantuan tekanan suprasimpisis ke

arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk

melahirkan bahu anterior.

Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi

sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagittal pintu atas panggul 1-2 cm dan

pengaruh gravitasi akan membantu bau posterior melewati promontorium. Pada

posisi telentang atau litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien

menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada maneuver ini

bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.

Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerakan lurus, tetapi

berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan

mempermudah melahirkannya. Maneuver Wood dilakukan dengan menggunakan dua

jari dari tangan yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti

tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu

posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior

menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu

anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam

posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.

22
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan

selanjutnya adalah melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca

tindakan serta perwatan pasca tindakan. Perawatan pasca tindakan termasuk menulis

laporan dilembar catatan medik dan memberikan konseling pasca tindakan.

2.4 ASFIKSIA NEONATURUM

2.4.1. Pengertian

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas

secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir umumnya,

umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat

hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah

yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Saifuddin

2008).

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendefinisikan asfiksia bayi baru lahir

adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat

setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. (Manuaba et

al. 2013)

Saat dilahirkan bayi biasanya menangis aktif dan segera sesudah tali pusat

dijepit untuk merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada

frekuensi 120 sampai 140/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan

tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala

tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang

wajar. Bayi – bayi ini dapat mengalami apnu atau menunjukkan upaya pernafasan

23
yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan

kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada

saat lahir ini mencakup :

2.4.1.1.Asfiksia intrauterine

2.4.1.2.Bayi kurang bulan

2.4.1.3.Obat – obat yang diberikan atau diminum oleh ibu

2.4.1.4.Penyakit neomuskular bawaan (kongenital)

2.4.1.5.Cacat bawaan

2.4.1.6.Hipoksia intrapartum.

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.

Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau

kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap –

megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan drah bayi juga mulai

menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah

sampai bayi memasuki periode apnu yang disebut apnu skunder. Selama apnu

skunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen didalam darah terus

menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan

menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila

resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.

Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi di isi dengan cairan paru – paru

janin. Cairan paru – paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus

masuk ke dalam paru – paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru – paru

24
memerlukan tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar

alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan paru –

paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi

daripada tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.

2.4.2. Klasifikasi Asfiksia Neonaturum

Klasifikasi asfiksia menurut nilai APGAR

2.4.2.1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera dan aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena

selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan

dosis 2,4 ml/kg BB, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg BB, diberi via vena

umbilicus.

2.4.2.2. Asfiksia ringan sedang (APGAR 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal

kembali.

2.4.2.3. Bayi normal atau sedikit asfiksia ( nilai APGAR 7-9)

2.4.2.4. Bayi normal nilai APGAR 10

Klasifikasi asfiksia menurut kehamilan dan persalinan

1. Asfiksia dalam kehamilan

Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, anemia

dan toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Asfiksia

graviditas tidak begitu penting seperti asfiksia yang terjadi sewaktu persalinan, karena

tidak dapat dilakukan tindakan untuk menolong janin.

25
2. Asfiksia dalam persalinan

Dapat disebabkan oleh :

1. Kekurangan O2 misalnya pada :

a) Partus lama (CPD, serviks kaku, dan atonia uteri/inersia uteri)

b) Rupture uteri yang membakat, kontraksi uterus yang terus menerus

mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.

c) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta

d) Prolapsus, tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul

e) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya

f) Perdarahan banyak, misalnya plasenta previa dan solusio plasenta

g) Kalau plasenta sudah tua dapat terjadi postmaturitas (serotinus), disfungsi uri.

2. Paralisis pusat pernafasan, akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forceps,

atau trauma dari dalam seperti akibat obat bius.

2.4.3. Tanda dan Gejala Asfiksia

Tanda dan gejala asfiksia menurut Dewi (2011) :

2.4.3.1 Asfiksia berat pada bayi (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan

perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada

asfiksia berat adalah sebagai berikut :

a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.

b. Tidak ada usaha panas

c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

26
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan

e. Bayi tampat pucat bahkan berwarna sampai berwarna kelabu

f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

2.4.3.2. Asfiksia sedang pada bayi (nilai APGAR 4-6)

Pada asfiksia sedang tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:

a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit

b. Usaha panas lambat

c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

e. Bayi tampak sianosis

f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan

2.4.3.3.Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :

a. Takipnea dengan nafas > 60 kali per menit

b. Bayi tampak sianosis

c. Adanya retraksi sela iga

d. Bayi merintih (grunting)

e. Adanya pernafasan cuping hidung

f. Bayi kurang aktivitas

Untuk menentukan tingkatan asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia

berat, sedang atau ringan atau normal dapat dipakai penelitian apgar scor (Benson

2010).

27
2.4.4. Faktor Penyebab Asfiksia Neonaturum

Menurut Vivian (2010) asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor

yakni, faktor ibu, plasenta, fetus dan neonatus.

2.4.4.1.Faktor ibu

Apabila ibu mengalami hipoksia, maka janin juga akan mengalami

hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia dan komplikasi lainnya.

2.4.4.2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain – lain.

2.4.4.3. Faktor Fetus

Kompresi umbilicus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu

dan janin.

2.4.4.4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal

berikut :

a. Pemakaian anastesi yang berlebihan pada ibu

b. Trauma yang terjadi selama persalinan

c. Kelainan kongenital pada bayi.

Menurut Waspodo dkk, dan menurut Depkes (2009), faktor – faktor

penyebab timbulnya asfiksia adalah :

a. Faktor ibu

28
1). Preeklamsi dan eklamsi

2). Perdarahan abnormal

3). Partus lama dan partus macet

4). Demam selama persalinan

5). Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC dan HIV

6). Kehamilan lewat waktu

b. Faktor tali pusat

1). Lilitan tali pusat

2). Tali pusat pendek

3). Simpul tali pusat

4). Prolapse tali pusat

c. Faktor bayi

1). Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)

2). Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi

vakum, ekstraksi forceps)

3). Kelainan bawaan (kongenital)

4). Air ketuban bercampur dengan meconium (warna kehijauan)

2.4.5. Diagnosis Asfiksia Neonaturum

Menurut buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal, penilaian asfiksia pada bayi baru lahir adalah aspek yang sangat penting

dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan

dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Penilaian selanjutnya

29
merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya

resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu

penilaian, pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Rangkaian tindakan ini

merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat – saat anda melakukan rangsangan taktil

anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan

menentukan langkah – langkah selanjutnya.

Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas

atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan

kesimpulan untuk tindakan berikutnya yaitu memberikan ventilasi dengan tekanan

positif (VTP). Sebaliknya apabila pernafasannya normal, maka tindakan selanjutnya

adalah menilai denyut jantung bayi. Segera sesudah memulai suatu tindakan

selanjutnya adalah menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk

tahap berikutnya. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata – mata ditentukan oleh

tiga tanda yang penting yaitu :

1. Pernafasan

2. Denyut jantung

3. Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau

untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Nilai apgar pada umumnya

dilaksanakan pada 1 menit dan menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi

harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi

berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung, atau warna kulit bayi, maka

penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai

30
terlambat karena menungguu hasil penilaian Apgar 1 menit. Keterlambatan tindakan

sangat membahayakan terutama pada bayi yang mengalami depresi berat.

Walaupun nilai apar tidak penting dalam pengambilan keputusan awal resusitasi,

tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas

upaya resusitasi. Jadi nilai apgar perlu dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai

apgar kurang dari 7 penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit

sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 dan lebih.

Nilai APGAR Score

Tabel 2.2 Tabel Nilai APGAR


Score 0 1 2
A : Appearance (warna kulit) Kebiruan Badan kemerahan, Seluruh badan
ekstremitas berwarna
kebiruan kemerahan

P : Pulse (denyut nadi) Tidak ada < 100 > 100


G : Grimace (refleks) Tidak ada Merintih, menangis Menangis kuat
Respon lemah, meringis
A : Activity (tonus otot) Tidak ada Gerakan lemah Aktif
Gerakan

R : Respiration (pernafasan) Tidak ada Lemah, tidak Pernafasan baik


Teratur dan teratur
Sumber : Sarwono (2002).

Sedangkan menurut buku ilmu Kebidanan penilian asfiksia pada bayi baru lahir

dapat di tegakkan dengan diagnosis in utero yaitu :

a. DJJ irregular dan frekuensinya lebih dari 160 atau kurang dari 100 x/menit

b. Terdapat mekonium dalam air ketuban (letak kepala)

31
c. Analisa air ketuban/amnioskopi

d. Kardiotokografi

e. Ultrasonografi

Setelah bayi lahir :

a. Bayi tampak pucat dan kebiru – biruan serta tidak bernafas

b. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic seperti

kejang, nystagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis.

2.4.6. Penangan Asfiksia Neonaturum

2.4.6.1.Jangan dibiarkan bayi kedinginan (balut dengan kain). Bersihkan mulut dan

jalan nafas.

2.4.6.2.Lakukan resusitasi (respirasi artifisialis) dengan alat yang dimasukkan ke

dalam mulut untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg. Dapat juga

dilakukan mouth to mouth respiration, heart message (masase jantung), atau

menekan dan melepaskan dada bayi.

2.4.6.3.Pemberian O2 harus hati – hati, terutama pada bayi premature. Bisa

menyebabkan lenticularfribrosis oleh pemberian O2 dalam konsentrasi lebih

dari 35% dan lebih dari 24 jam, sehingga bayi menjadi buta.

2.4.6.4.Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari postpartum, jadi

kepala dapat direndahkan, supaya lendir yang menyumbat pernafasan dapat

keluar.

2.4.6.5.Pemberian coramine, lobeline, sekarang tidak dianjurkan lagi.

2.4.6.6.Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vit K 1-2 mg.

32
2.4.6.7.Berikan transfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.

33
BAB III

KASUS & PEMBAHASAN

3.1 Kronologis Kasus

3.1.1. Data Penunjang

3.1.1.1. Antenatal Care Berdasarkan Buku KIA dan Wawancara

Ibu mengaku hamil anak ketiga, telah melahirkan seorang anak hidup

dua kali dan tidak pernah keguguran. Ibu mengaku bahwa persalinan pertama pada

tahun 2012 dilakukan dirumah dan ditolong oleh paraji, dengan melahirkan anak

berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 2500 gram dan panjang badan 49

cm. selama kehamilan pertama ibu mengatakan tidak ada penyulit sampai persalinan

tiba. Ibu mengatakan anak pertama meninggal dunia setelah berusia dua hari setelah

kelahiran di karenakan kekurangan nutrisi dengan adanya kelainan pada bagian bibir,

menurut pengakuan ibu antara bibir dan bagian hidungnya terbelah

(Labiopalatoskiziz). Persalinan yang kedua pada tahun 2013 dilakukan dirumah dan

ditolong oleh bidan dan melahirkan anak berjenis kelamin perempuan dengan berat

badan 3500 gram dan panjang badan 49 cm, ibu mengaku tidak ada penyulit dari

kehamilan, persalinan maupun nifasnya. Anak yang kedua kini berusia empat tahun

tetapi tidak tinggal bersama ibu dikarenakan ibu dan suami telah bercerai.

Pada kehamilan yang ketiga ini, ibu melakukan pemeriksaan rutin

selama kehamilan di Pustu Cibogo Girang oleh Bidan D. Ny.C periksa ke bidan D

sebanyak tujuh kali selama kehamilannya, Ny. C periksa dua kali pada trimester I,

tiga kali pada trimester II dan dua kali pada trimester III. Ny.C pertama kali

34
mengetahui kehamilannya pada usia kehamilan 10 (sepuluh) minggu dan mengaku

hari pertama haid terakhirnya (HPHT) yaitu tanggal 20 – 06 – 2016 dan taksiran

persalinan (TP) tanggal 27 – 03 – 2017 dengan keluhan pusing, dan mual tetapi

dirasakan hanya kadang – kadang, hasil pemeriksaan LILA 24 cm (non KEK), tinggi

badan 148 cm, penggunaan kontrasepsi sebelum hamil yaitu suntik KB 1 bulan.

Selama kehamilan yang ketiga ini ibu di imunisasi TT sebanyak dua kali yaitu

imunisasi TT1 pada usia kehamilan 10-12 minggu dan TT2 pada usia kehamilan 18

minggu 2 hari. Selama kehamilan ibu hanya dilakukan pemeriksaan laboratorium

yaitu cek golongan darah dengan hasil golongan darah O, selain itu ibu tidak

dilakukan pemeriksaan laboratorium yang lainnya seperti Hb, sehingga tidak

diketahui jumlah Hb ibu selama kehamilan. Selama kehamilan, Ny.C mendapat tablet

Fe sebanyak 160 tablet dan berdasarkan hasil wawancara tablet Fe diminum setiap

hari secara teratur sesuai dengan anjuran Bidan yaitu 1 tablet setiap hari dan diminum

malam hari sebelum tidur dan Ny.C selalu menghabiskan tablet Fe yang diberikan.

Berdasarkan hasil wawancara selama kehamilan bidan tidak memberikan

pendidikan kesehatan tentang pola nutrisi yang baik dan benar untuk ibu hamil untuk

mengantisipasi berat badan ibu dan taksiran berat badan janin, dilihat dari catatan

buku KIA yang bidan D, lakukan hanya memberikan anjuran untuk ANC rutin,

anjuran untuk membaca buku KIA, memberikan pendidikan kesehatan tentang

istirahat yang cukup, banyak minum air putih, serta memberitahukan jadwal

kunjungan ulang ke Bidan D. Ny C mengalami peningkatan berat badan drastis pada

usia kehamilan 26 minggu yaitu kenaikan berat badan ibu mencapai hingga 10 kg

35
karena berat badan pada usia kehamilan 20 minggu yaitu 55 kg, terlihat TFU yang

lebih besar pada usia kehamilan 32 minggu dengan TFU 34 cm.

Di bawah ini adalah tabel mengenai hasil pemeriksaan Ny.C selama

kehamilan, yang didapatkan dari catatan buku KIA Ny.C.

36
Tabel 3.1 Tabel Data Kehamilan yang Tercatat Dalam Buku KIA

Ber Kapan
at Letak Nasihat harus
Hasil
bad Usia janin yang Kembali
Keluhan pemeriksaan Tindakan
Tgl TD an Kehami TFU DJJ disampai
Sekarang Laboratoriu (terapi)
( lan kan
m
Kg
)
Antacid Anc 30-09-
syr 3x1, rutin 2016
Mual Pct X setiap
30-08- +pusing 8-10 - 3x1, bulan
100/70 51 - - Pp test (+)
2016 kadang mg B6 x 3x1,
kadang B
Complex
X 3x1
TT1, Fe Buku 08-10-
11 – 12 - xxx KIA 2016
8-9-2016 T.A.K 110/70 52 - -
mg diminum dibaca
1x1
3 jari Balt - 11-11-
16 (+) , Fe xxx
11-10- diba (+) 2016
T.A.K 90/60 52 minggu 136 - diminum
2016 wah x
4 hari /m 1x1
pusat
1-11- T.A.K 90/60 54 18 1 jari Balt (+) - TT2, Fe 1-12-2016

37
2016 minggu diba (+) 142 xxx -
x
2 hari wah /m diminum
mg pusat 1x1
1 jari Balt Golongan Istirahat 17-12-
(+) Fe xxx
17-11- 21 mg diba (+) darah : O cukup 2016
T.A.K 100/70 55 137 diminum
2016 1 hari wah x HIV :
/m 1x1
pusat negatif (-)
Balt Pct 22-01-
(+) dominum 2017
3x1, Fe Banyak
(+)
22-12- 25-26 sepus xxx minum
T.A.K 110/70 65 144 -
2016 mg at x diminum air putih
/m
1x1 ,
likokalk
2x1
Sakit perut Kep (+) Pct x, 10-02-
27-01- 34
sebelah 100/70 68 32 mg 153 - etabion x . - 2017
2017 cm x
kanan /m kalk
Sumber : Buku KIA Ny.C

38
3.1.2. Data Primer

3.1.2.1. Intra Natal Care

Tanggal 20 Maret 2017, Pukul 22.30 WIB

Ny.C datang ke pustu pukul 22.30 WIB diantar oleh keluarga dan paraji,

mengeluh mulas-mulas sejak jam 20.00 WIB, Ny.C mengatakan belum keluar lendir

bercampur darah serta air-air. Kemudian bidan melakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital, TFU dan pemeriksaan dalam, hasil pemeriksaan tekanan darah 120/80 mmHg,

Nadi 73x/menit, suhu 36,60c dan respirasi 20x/menit, TFU 37 cm, leopold I teraba

agak bulat lunak dan tidak melenting, leopold II bagian kiri teraba keras memanjang

dan ada tahanan dan bagian kanan teraba bagian-bagian kecil janin, leopold III teraba

bulat kerasa dan tidak dapat digoyangkan, leopold IV sejajar, perlimaan 3/5, djj

149x/menit, frekuensi his dua kali dalam 10 menit, interval his 5 menit sekali, durasi

his 30 detik dan hasil pemeriksaan dalam vulva/vagina tidak ada kelainan, portio

tebal lunak, pembukaan 3 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala, denominator

belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II dan tidak ada

bagian – bagian yang menyertai, kaki tidak oedema. Setelah dilakukan pemeriksaan,

bidan menganjurkan Ny.C untuk berjalan-jalan agar mempercepat penurunan kepala

dan pembukaan, Ny. C pun melakukan anjuran bidan tersebut, dan melakukan

pemantauan kala I.

Tanggal 21 Maret 2017 pukul 02.30 WIB

Setelah 4 jam kemudian bidan melakukan pemeriksaan pada Ny.C yaitu

tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 75x/menit, suhu 36,60c dan respirasi 21x/menit,

39
frekuensi his dua kali dalam 10 menit, interval his 5 menit sekali, durasi his 30 detik,

djj 147x/menit dan hasil pemeriksaan dalam vulva/vagina tidak ada kelainan, portio

tebal lunak, pembukaan 3 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala, denominator

belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II dan tidak ada

bagian – bagian yang menyertai. Bidan menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan lagi

untuk mempercepat penurunan kepala, istirahat, makan dan minum untuk menambah

tenaga ibu pada saat proses persalinan nanti, ibu melakukan anjuran tersebut yaitu ibu

berjalan-jalan disekitar ruangan bersalin, makan dan minum.

Tanggal 21 Maret 2017 Pukul 06.30 WIB

Bidan melakukan pemeriksaan kembali pada Ny.C, yaitu pemeriksaan

TTV, djj, his, dan pemeriksaan dalam dan hasil dari pemeriksaan yaitu tekanan darah

120/80 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 21x/menit, dan suhu 36,70c, frekuensi his dua

kali dalam 10 menit dengan durasi his 35 detik dan interval his 5 menit sekali, djj

151x/menit, dan hasil pemeriksaan dalam yaitu vulva/vagina tidak ada kelainan ,

portio tebal lunak, pembukaan 5 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala,

denominator belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II, dan

tidak ada bagian-bagian yang menyertai. Bidan melakukan tindakan kolaborasi

dengan dokter Obgyn melalui telepon untuk tindakan selanjutnya, dokter

menganjurkan untuk dilakukan tindakan rujukan, setelah dikonfirmasikan kepada

keluarga pasien, pasien menolak rujukan dengan alasan anak pertama dan keduanya

lahir di bidan tersebut jadi anak yang ketiga pun ingin lahir dibidan D. Padahal Bidan

telah menyampaikan informed consent kepada pasien tentang resiko yang akan terjadi

apabila tetap ditolong di Pustu Cibogo Girang. Akhirnya Bidan mengajarkan cara

40
adaptasi rasa nyeri yaitu dengan Tarik nafas panjang dari hidung dan dikeluarkan

melalui mulut secara perlahan-lahan, bidan menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan

apabila ibu sudah merasa lelah ibu boleh tidurang dengan posisi miring kiri agar

suplai oksigen dari ibu ke janinnya tersuplai dengan baik. Ny. C selalu melakukan

anjuran bidan dengan berjalan-jalan kecil, apabila terasa lelah ny.C duduk dan

berbaring dengan posisi miring ke kiri. Setelah itu bidan melakukan pemantauan djj,

his, nadi setiap 30 menit sekali dikarenakan Ny.C sudah masuk dalam masa

persalinan kala I fase aktif.

Di bawah ini adalah tabel pemantaua persalinan kala I fase aktif pada Ny.C.

Tabel 3.2 Tabel Lembar Observasi kala I Fase Aktif

Jam Djj His Nadi Penurunan


Kepala
07.00 WIB 149x/m 2x/10m durasi 35 det 73
interval 5 menit
07.30 WIB 152x/m 2x/10m durasi 35 det 73
interval 5 menit
08.00 WIB 152x/m 2x/10m durasi 37 det 72
interval 5 menit
08.30 WIB 150x/m 3x/10menit durasi 37 det 73
interval 3 menit
09.00 WIB 147x/m 3x/10menit durasi 38 det 71
interval 3 menit
09.30 WIB 149x/m 3x/10menit durasi 37 det 74
interval 3 menit
10.00 WIB 150x/m 3x/10menit durasi 38 det 73
interval 3 menit
Sumber : lembar observasi pada Ny.C

41
Tanggal 21 Maret 2017 Pukul 10.30 WIB

Ny. C mengeluh merasa lemas dan sudah lelah seakan tidak ada tenaga

lagi, bidan segera melakukan tindakan pemasangan infus di tangan bagian kanan

dengan larutan RL 500 ml dengan 20 tetes per/jam dengan tujuan untuk mengganti

cairan tubuh yang hilang agar tidak terasa lemas lagi. Selain itu bidan juga melakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil pemeriksaan dalam batas normal yaitu

tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/menit, respirasi 22x/menit, dan suhu 36,70c.

selain itu bidan juga melakukan pemeriksaan bagian abdomen yang meliputi djj

150x/menit, his 4 kali dalam 10 menit, dengan durasi his 40 detik dan interval his 3

menit, hasil pemeriksaan dalam yang dilakukan oleh bidan ialah vulva/vagina tidak

ada kelainan, oedema dan varises, portio tipis dan lunak, pembukaan 7 cm , keadaan

ketuban utuh, presentasi kepala, denominator UUK kiri depan, molase 1, penurunan

bagian terendah hodge III, dan tidak ada bagian yang menyertai. Bidan selalu

menganjurkan kepada ibu untuk makan dan minum agar menambah tenaga pada saat

proses persalinan, bidan menganjurkan ibu untuk berbaring dengan posisi miring

kearah kiri agar suplay oksigen dari ibu ke janinnya tersuplay dengan baik, dan

memberitahukan ibu cara adaptasi rasa nyeri dengan cara menarik nafas panjang dari

hidung dan keluarkan melalui mulut secara perlahan-lahan. Setelah itu bidan

mempersiapkan partus set yang telah di sterilisasi di auto claf, kemudian bidan

meminta kepada keluarga perlengkapan bayi dan ibu yang harus di persiapkan untuk

proses persalinan, bidan juga menyiapkan oksigen dan alat resusitasi dan oksigen

(O2), tetapi tidak menyiapkan D5 untuk bayinya. Setelah semuanya di siapkan bidan

melakukan pemantaua djj dan his setiap 30 menit sekali dikarenakan Ny.C sudah

42
masuk masa persalinan kala I dengan fase aktif, dan hasil observasi djj, his, nadi

sebagai berikut. Di bawah ini adalah tabel pemantauan kala I fase aktif pada Ny. C.

Tabel 3.3 Tabel Lembar Observasi kala I Fase Aktif

Jam Djj His Nadi Penurunan


Kepala
11.00 WIB 152x/m 4x/10 menit durasi his 74 Hogde III
45 detik interval 2 menit
11.30 WIB 150x/m 5x10 menit durasi 45 74
detik interval 2 menit
12.00 WIB 153x/m 5x/10 menit durasi 45 76 Hodge IV
detik interval 2 menit.

Sumber : Lembar observasi pada Ny.C

Tanggal 21 Maret 2017 Pukul 12.00 WIB

Ny.C mengatakan mulasnya semakin sering dan ada rasa ingin meneran,

setelah itu bidan memakai apron, handscoon dan sandal lalu bidan melakukan

pemeriksaan dalam dan hasilnya pembukaan sudah lengkap, ketuban masih utuh,

kemudian bidan melakukan amniotomi dengan hasil ketuban jernih, kemudian, bidan

menganjurkan ibu untuk memposisikan dirinya senyaman mungkin untuk proses

persalinan kala II (Ny.C memilih posisi dorsal recumbent).

Bidan memimpin persalinan dan memberitahukan cara meneran yang

baik dan benar yaitu kedua kaki memegang kedua mata kaki, ketika meneran bidan

menganjurkan Ny.C untuk mengangkat kepalanya dan menganjurkan Ny.C untuk

membuka matanya dan melihat ke arah perut ketika meneran. Setelah dilakukan

pimpinan persalinan selama 20 menit, kepala bayi pun lahir tetapi mengalami distosia

bahu yang ditandai dengan ketika kepala sudah lahir tetapi bahu tidak bisa lahir,

43
dengan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu anterior dan bidan melakukan

maneuver Mc Robert untuk melahirkan bahu, setelah dilakukan maneuver Mc Robert

selama 10 menit, bayi pun lahir spontan pukul 12.30 WIB bayi menangis merintih,

kulit berwarna kebiruan pada daerah telapak kaki dan tangan, tonus otot tidak aktif

dan nafas megap-megap dan ada pernafasan cuping hidung. Bidan segera melakukan

tindakan membersihkan jalan pernafasan bayi dengan delee, mengeringkan bayi

sekaligus memberikan rangsangan taktil pada punggung bayi dan di tepuk - tepuk

pada bagaian telapak kaki bayi, setelah 3 menit baru bayi menangis kencang, dan

bidan segera membawa bayi ke meja pemeriksaan untuk dilakukan perawatan bayi

baru lahir. Setelah itu bidan melakukan informed consent untuk dilakukan

penyuntikan oksitosin 10 iu di 1/3 paha atas bagian luar dan bidan melakukan

manajemen aktif kala III, plasenta lahir pukul 12.40 WIB dengan kotiledon dan

selaputnya utuh.

Setelah itu bidan melakukan pengecekan laserasi, ternyata tidak ada

laserasi pada jalan lahir Ny.C tetapi hanya lecet saja pada bagian mukosa vagina.

Kemudian bidan membersihkan ibu dari cairan ketuban dan darah dan membereskan

alat bekas pakai, dan melakukan pemantauan kala IV. Hasil pemantaua kala IV dalam

batas normal dan bidan memberikan vitamin A 1 tab, paracetamol 1 tab, dan

amoxicillin 1 tab untuk diminum oleh Ny.C.

3.1.2.2 Post Natal Care

Bidan melakukan pemantauan selama 2 jam postpartum untuk

memantau jumlah perdarahan, TFU, kontraksi uterus, TTV, keadaan kandung kemih.

44
Menurut hasil wawncara yang dilakukan bidan mengatakan yang dilebih dipantau

oleh bidan adalah jumlah perdarahan dan kontraksi uterus dikhawatirkan terjadi

atonia uteri, karena pada saat proses persalinan kala I ibu mengalami kelelahan, hasil

pemantauan kontraksi uterus ibu teraba keras dan jumlah perdarahan dalam batas

normal yaitu ± 150 cc. Bidan menganjurkan ibu untuk makan dan minum setelah itu

bidan memberikan obat per oral yaitu paracetamol 1 tablet, amoxilin 1 tablet,

metronidazole 1 tablet, dan tablet Fe 1 tablet serta vit A 1 tablet dan menganjurkan

ibu untuk meminum obat tersebut setelah ibu makan.

Pada pukul 19.00 dilakukan pemeriksaan post natal care 6 jam oleh bidan,

pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan TTV, TFU, jumlah perdarahan, TTV ibu

dalam batas normal yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/m, respirasi 22 x/m

dan suhu 36.7 0C, TFU 2 jari di bawah pusat dan jumlah perdarahan dalam batas

normal. Pada 6 jam ibu sudah bisa mobilisasi miring kanan dan kiri serta berjalan ke

kamar mandi untuk mengganti pembalut, mandi dan berganti pakaian untuk pulang.

Tanggal 21 Maret 2017 Pukul 19.30 WIB

Pukul 19.30 Ny.C meminta pulang kepada bidan dan dikarenakan bidan

telah memastikan keadaan ibu dalam batas normal maka bidan mengizinkan Ny.C

untuk pulang. Bidan memberikan obat kepada Ny.C untuk dibawa kerumah yaitu, Vit

A 1 tab, paracetamol 10 tab, amoxicillin 10 tab, dan metronidazole 10 tab. Dan

menganjurkan Ny.C untuk kunjungan ulang ke pustu pada hari ke 3 atau hari ke 7

untuk dilakukan pemeriksaan pada Ny.C dan bayinya.

45
Tanggal 28 Maret 2017 pukul 10.00 WIB (KF2)

Hasil pemeriksaan pada Ny.C dalam batas normal yaitu tekanan darah

120/80 mmHg, nadi 78 x/m, respirasi 20 x/m, dan suhu 36,70C, TFU sudah tidak teraba,

diastasis recti ½ , pengeluaran lochea sanguinolenta, tanda homan negatif, dan Ny.C

mengatakan tidak ada keluhan. Berdasarkan hasil wawancara pada post partum 3 hari

Ny.C melakukan kunjungan ke BPM Bidan K (Bidan desa di Liung Gunung), yang

bidan lakukan hanya memeriksa berat badan, tekanan darah, dan TFU, pengeluaran

pervaginam serta memberikan penkes istrihat yang baik dan benar untuk ibu nifas

serta memberitahukan kepada ibu bahwa tidak ada pantangan makanan untuk ibu

nifas serta memberikan katusi, dan tablet Fe dan Bidan K menganjurkan ibu untuk

kunjungan ulang pada dua minggu setelah persalinan.

Tanggal 04 April 2017 Pukul 13.00 WIB (KF3)

Ny. C mengatakan tidak ada keluhan pada saat ini, begitupun hasil

pemeriksaan Ny.C dalam batas normal yaitu tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 74
x
/m, respirasi 19 x/m, dan suhu 36,80C, TFU sudah tidak teraba, diastasis recti 1/1 ,

pengeluaran lochea serosa, tanda homan negatif. Pada saat dilakukan wawancara

ternyata Ny.C baru saja melakukan kunjungan ulang ke BPM bidan K pada hari ini

pukul 08.00 WIB, pemeriksaan yang Bidan lakukan adalah memeriksa tekanan darah,

TFU, berat badan, dan pengeluaran pervaginam, serta memberikan penkes tentang

pola istirahat yang baik dan benar untuk ibu nifas dan menganjurkan menyusui

bayinya secara rutin serta menganjurkan untuk kunjungan ulang pada hari ke 30 post

partum.

46
Tanggal 18 April 2017 Pukul 11.00 WIB (KF4)

Pada hari ini Ny.C mengatakan tidak ada keluhan dan hasil pemeriksaan

pada Ny.C dapat dikatakan dalam batas normal dengan hasil pemeriksaan tekanan

darah yaitu 110/80 mmHg, nadi 77 x/m, respirasi 20 x/m, dan suhu 36,50C, pengeluaran

lochea alba, dan tanda homan negatif. Berdasarkan hasil wawancara Ny.C baru akan

melakukan kunjungan pada tanggal 20 April 2017 karena Bidan K menganjurkan

untuk kunjungan ulang pada hari ke 30 post partum untuk melakukan imunisasi pada

bayinya dan memberikan konseling alat kontrsepsi kepada Ny.C.

3.1.4 Bayi Baru Lahir

Bidan melakukan pemantauan pada bayi dan memastikan ada atau tidaknya

masalah potensial dari distosia bahu yang dialami oleh bayi yaitu seperti fraktur

klavikula, humerus, cedera fleksus brakhialis. Setelah dipastikan dengan

dilakukannya pemeriksaan oleh bidan ternyata bayi tidak mengalami fraktur klavikula

maupun humerus dan tidak terjadi cedera fleksus brakhialis. Pada 6 jam bayi

dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan yaitu mengukur

suhu tubuh bayi yaitu 36,60C, denyut jantung bayi 145x/menit, pernafasan bayi 47

x/menit, warna kulit kemerahan dan mengukur lingkar kepala fronto occipitalis yaitu

36 cm, panjang badan bayi 50 cm dan berat badan bayi 3900 gram serta melakukan

imunisasi Hb0. Keadaan bayi dalam batas normal.

Tanggal 28 Maret 2017 pukul 10.00 WIB (KN2 dan KN3)

47
Ny.C mengatakan pada saat ini bahwa tidak ada keluhan pada bayinya,

dan hasil pemeriksaan pada bayi Ny.C adalah bunyi jantung bayi 156 x/m, suhu

36,60C, respirasi 46 x/m, lingkar kepala 36 cm, panjang badan 50 cm, berat badan 3900

gram, scelera putih, konjungtiva merah muda, refleks rooting dan sucking positif,

tidak ada pernafasan cuping hidung dan tarikan pada dinding dada, tidak ada

pembesaran hepar, tidak ada tanda tanda infeksi pada tali pusat, warna kulit

kemerahan, refleks graps positif, refleks babynski positif, dan tidak ada tanda tanda

adanya fraktur brakhialis dan humerus.

3.2 Pembahasan

3.2.1 Antenatal Care

Dalam pelayanan ANC Bidan sudah melakukan pemeriksaan test HCG, LILA,

penimbangan berat badan, tinggi badan, tekanan darah, TFU, pemeriksaan leopold

I,II,III,IV, golongan darah, pemeriksaan test HIV, detak jantung janin, oedema pada

kaki dan memberikan pendidikan kesehatan untuk ANC rutin, serta pemberian tablet

Fe sebanyak 160 tablet selama kehamilan, dan pemberian imunisasi TT1 dan TT2

(berdasarkan buku KIA Ny.C).

Data penunjang yang didapatkan dari hasil pemeriksaan yang Bidan lakukan

pada pertama kali pasien kontak ke nakes ialah mempertanyakan HPHT yaitu tanggal

20-06-2016, hasil pemeriksaan LILA 24 cm (non KEK), hasil test HCG dalam urine

pada Ny.C positif (+) pada saat pertama kali Ny.C datang ke tenaga kesehatan, pada

saat pertama kali datang ke Bidan D usia kehamilan pada Ny.C yaitu 10 minggu,

hasil pemeriksaan tinggi badan Ny.C 148 cm, pemberian imunisasi TT1 pada usia

48
kehamilan 10 – 12 minggu dan TT2 pada usia kehamilan 21 minggu 2 hari dan hasil

pemeriksaan golongan darah yaitu O. Namun masih ada beberapa asuhan yang belum

terlihat seperti Bidan tidak melakukan pemeriksaan Hb pada Ny.C selama kehamilan.

Menurut Manuaba (2008), idealnya tes laboratorium seperti Hb dilakukan

pada trimester pertama begitu positif hamil. Tujuannya untuk mengenali

status kesehatan ibu hamil dan infeksi yang ada bisa segera mendapat terapi. Pada

awal trimester ketiga sebaiknya beberapa pemeriksaan Hb dicek ulang Hal ini untuk

mengevaluasi ulang karena pada trimester ketiga beberapa penyakit bisa muncul

seperti kondisi anemia bisa muncul kembali akibat hemodilusi pada tubuh ibu hamil.

Menurut Depkes RI, 2009 pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah

sebagai berikut :

14 T ANC meliputi :

1. Timbang berat badan dan ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan.

2. Ukur tekanan darah

3. Ukur tinggi fundus uteri

4. Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan

5. Pemberian imunisasi TT

6. Pemeriksaan Hb

7. Pemeriksaan VDRL

8. Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara

9. Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil

10. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

11. Pemeriksaan protein urine atas indikasi

49
12. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi

13. Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok

14. Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria

“Apabila suatu daerah tidak bisa melaksanakan 14 T sesuai kebijakan

dapat dilakukan standar minimal pelayanan ANC yaitu 7 T (nomor 1-7 pada 10 T di

atas). Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan

profesional dan tidak diberikan oleh dukun bayi.” (Kutipan Sihombing, 2012 dari

Prawiroharjo, 2010).

Berdasarkan penelitian Detty Afriyanti. S, didapatkan hasil bahwa

sebagian besar ibu hamil yang memeriksakan hemoglobin sebanyak 70%. Hal ini

disebabkan karena kekhawatiran akan terjadinya perdarahan persalinan akibat

anemia, anemia didapat dengan cara melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin.

Penelitian ini sesuai dengan teori Khoifin, salah satu indikator penilaian anemia

adalah kadar hemoglobin. Menurut WHO ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hb <

11 gr %. Peran petugas kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan perdarahan

sangat signifikan, dengan adanya petugas kesehatan khususnya bidan diharapkan

masyarakat, khususnya ibu hamil akan mudah dalam mengakses informasi yang

berhubungan dengan kehamilannya terutama masalah pentingnya memeriksakan

kadar hemoglobin dalam kehamilan. Diharapkan dengan adanya informasi yang jelas

dan lengkap tentang perdarahan maka ibu hamil akan memeriksakan hemoglobinnya

dan perdarahan dalam kehamilan dapat dicegah lebih dini. pemeriksaan hemoglobin

sangat penting untuk dilakukan terutama pada ibu hamil untuk menghindari

50
komplikasi yang akan terjadi pada kehamilan, proses persalinan dan setelah

persalinan.

Hal lain yang belum terlihat dari asuhan ini adalah bidan tidak

mengantisipasi TFU yang lebih besar dari usia kehamilan yang menandakan adanya

kemungkinan bayi besar, dimana dalam kasus ini tidak ditemukan konseling pola

nutrisi yang Bidan berikan kepada Ny.C selama kehamilan. Untuk mencegah atau

mengantisipasi bayi besar perlu memperhatikan kenaikan berat badan ibu dan

kenaikan TFU ibu dengan cara memperhatikan nutrisi atau pola makan ibu, tetapi

pada kasus ini tidak terlihat antisipasi bidan dalam melakukan tindakan mencegah

terjadinya kenaikan berat badan ibu yang dapat mempengaruhi taksiran berat badan

janin. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada Ny.C bahwa pengakuan Ny.C

tidak pernah mendapatkan konseling tentang pola nutrisi.

Dari beberapa penelitian Eka Nurhayati menunjukkan bahwa untuk setiap

kenaikan 1 kg di penambahan berat badan, berat lahir akan bertambah 16,7-22,6

gram. Berat badan ibu hamil dipantau untuk mengetahui apakah pertambahan berat

badannya tergolong normal atau tidak. Pertambahan berat badan yang tak normal bisa

dipengaruhi oleh perkembangan janin yang terhambat atau gangguan lain. Menurut

penelitian Irawati, menunjukkan IMT pra hamil merupakan faktor yang paling

berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir, berarti ibu yang mempunyai

pertambahan berat badan selama kehamilan kurang dari 9,1 kg berisiko melahirkan

bayi dengan berat lahir <3.000 g dibanding ibu yang mempunyai pertambahan berat

badan lebih dari 9,1 kg. Pada ibu hamil dengan kondisi overweight harus menjaga

51
pola makan dengan diet seimbang ibu hamil. Hindari makanan yang memicu gula

darah tinggi misalnya makanan yang terlalu manis, berlemak dan makanan yang

terlalu tinggi kolesterolnya. Konsumsilah makanan yang berserat seperti buah-buahan

dan sayur-sayuran juga sangat baik untuk ibu hamil dan bisa mempertahankan rasa

kenyang lebih lama.

Antisipasi terhadap bayi besar belum terlihat pada asuhan yang bidan

lakukan serta asuhan pada 10 T belum dilakukan oleh bidan karena bidan tidak

melakukan pemeriksaan Hb pada Ny.C selama kehamilan.

3.2.2 Intra Natal care

Pada kasus ini sudah terlihat Bidan dapat mendiagnosa kasus yang

dialami pada Ny.C yaitu G3P2A0 gravida 39 minggu 1 hari inpartu dengan kala I fase

laten memanjang, yang ditandai dengan hasil pemantauan pembukaan serviks dari

3cm ke 4 cm lebih dari 8 jam. Bidan melakukan pemantauan his, pembukaan serviks,

penurunan kepala dan TTV dengan menggunakan partograf dan ternyata partograf

telah melewati garis waspada dan hasil djj dalam batas normal. Hasil pemantauan his

didapatkan hasil pemeriksaan his pada Ny.C hanya 2 x/10 menit dengan durasi his 25

detik, pembukaan 3 cm, molase belum teraba, denominator belum teraba, penurunan

kepala hodge II. Ny.C mengalami fase laten memanjang dikarenakan dari pembukaan

3 cm ke pembukaan 4 cm lebih dari 8 jam, dan pukul 10.30 WIB tanggal 21 Maret

2017 NY.C mengeluh merasa lemas dan letih.

Menurut Saifuddin (2002) diagnosis persalinan lama yaitu :

52
Apabila ditemukan tanda dan gejala seperti serviks tidak membuka, tidak di dapatkan

his/his tidak teratur, maka hal tersebuh dapat di diagnosa kemungkinan pasien belum

dalam keadaan inpartu. Apabila ditemukan dan gejala seperti pembukaan serviks

tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam inpartu dengan his yang teratur, maka keadaan

tersebuh didiagnosa kala I fase laten memanjang. Apabila ditemukan tanda dan gejala

seperti pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf , maka keadaan

tersebut didiagnosa fase aktif memanjang. Apabila frekuensi his kurang dari 3 his per

10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik tetapi pembukaan serviks dan turunnya

bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik maka hal tersebut

didiagnosa sebagai inersia uteri. Apabila ditemukan tanda dan gejala seperti

pembukaan serviks dan turunnya janin yang di presentasi tidak maju dengan kaput,

terdapat molase hebat, odema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat janin,

maka hal tersebut dapat didiagnosa sebagai disproporsi sefalopelvik.

Namun diagnosa yang ditegakkan seperti di dalam teori belum dilakukan

oleh Bidan, karena diagnosa yang ditegakkan oleh Bidan hanya diagnosa ibu

sedangkan diagnosa janin dan masalah potensial dari diagnosa tersebut belum

dituliskan oleh Bidan. Menurut Standar Asuhan Kebidanan (lampiran Bab II

Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/VIII/2007 : Perumusan

Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan

1. Pernyataan Standar

Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya

secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang

tepat.

53
2. Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah

a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan

b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

c. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan

rujukan

Diagnosa potensial yang akan terjadi pada ibu akibat persalinan kala I memanjang

dan kemungkinan bayi besar yaitu :

1. Peradarahan

2. Rupture uteri

3. Rupture perineum

4. Cedera panggul

5. Cincin retraksi patologis

6. Pembentukan fistula

Sedangkan masalah potensial pada bayinya dengan suspek bayi besar yaitu :

Akan terjadi distosia bahu, dan masalah potensial dari distosia bahu ialah :

1. Cedera fleksus brakhialis

2. Fraktur klavikula

3. Fraktur skavula dan humerus

Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin

meliputi:

1. Pada ibu

54
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat

dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,

cairan ketuban yang berbau, terdapat mekonium.

2. Pada janin

1. Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban

terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.

2. Kaput suksedaneum yang besar.

3. Moulage kepala yang hebat.

4. Kematian janin dalam kandungan.

5. Kematian janin intra partal.

Bidan melakukan pemantauan klinis yang dialami oleh Ny.C seperti Bidan memantau

keadaan umum Ny.C dan didapatkan hasil bahwa Ny.C merasakan keletihan dan

berkeringat seperti yang disebutkan oleh Mochtar (2011) tanda klinis kala I

memanjang. Selain itu Bidan juga melakukan pemantauan klinis pada janin, tetapi

tidak terdapat tanda dan gejala klinis pada janin seperti yang disebutkan oleh Mochtar

(2011).

3.2.2.1. Penatalaksanaan kala I memanjang

Tindakan Bidan pada kasus ini telah sesuai dengan teori dalam buku

Asrinah, dkk (2013) yaitu Bidan melakukan tindakan kolaborasi jika terdapat adanya

indikasi dalam situasi darurat dimana Bidan harus segera bertindak dalam rangka

menyelamatkan jiwa pasien. Pada kasus ini bidan telah melakukan tindakan

55
kolaborasi dengan Dokter Obgyn dari RB Dian melalui telepon, dengan hasil advis

dokter yaitu :

a Lakukan pemantauan pada ibu dan janin

b Lakukan pemasangan infus RL 500 ml dengan 20 tetes per menit.

c Lakukan tindakan rujukan segera.

Namun ada hal lain yang tidak dilakukan oleh bidan dari asuhan ini

adalah bidan tidak melakukan tindakan rujukan hanya karena setelah dilakukan

informed consent untuk tindakan rujukan pasien menolak untuk dirujuk dengan

alasan riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu di lakukan pemeriksaan dan

dilakukan pertolongan persalinan dengan Bidan D.

Menurut Dinkes, (2009) bahwa kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya

ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi

keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui

lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus kegawatdaruratan

Obstetri dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat

rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak

tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi

siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana

transfortasi yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang

untuk asuhan medik, transfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDO (Bidan,

Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen) dapat di gunakan untuk

mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan.

56
Mengingat tugas dan wewenang bidan berdasarkan hukum kewenangan

Bidan yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

1464/Menkes/Per/X/2010 dengan indikasi partus tak maju bidan boleh melakukan

pertolongan pada huruf c yaitu penanganan kagawatdaruratan yang dilanjutkan

dengan perujukkan, dan pada huruf g yaitu pemberian uterotonika manajemen aktif

kala III pada postpartum.

Hak Bidan

1. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai

dengan profesinya.

2. Bidan berhak bekerja sesuai standar profesi pada setiap jenjang/tingkat

pelayanan kesehatan.

3. Bidan berhak menolak keingianan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan

dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi.

4. Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya

dicemarkan baik oleh pasien, keluarga atau profesi lainnya.

5. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan

ataupun pelatihan.

6. Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan

jabatan yang sesuai.

7. Bidan berhak mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.

Dalam kasus ini bidan tidak melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan

tupoksinya dan haknya sebagai Bidan.

57
Penatalaksanaan yang bidan lakukan mengenai asuhan mandiri yang

bidan lakukan untuk merangsang mulas yaitu dengan cara menganjurkan Ny.C untuk

berjalan – jalan ringan, berbaring dengan miring ke kiri agar suplay oksigen dari ibu

ke janin tersuplai dengan baik, selain itu juga bidan menganjurkan Ny.C untuk makan

dan minum untuk menambah asupan nutrisi untuk ibu. Karena Ny.C mengeluh lemas

dan letih .

Setelah bidan melakukan asuhan mandiri dengan menganjurkan Ny.C

untuk mobilisasi berbaring miring kiri dan menganjurkan Ny.C untuk berjalan-jalan

untuk mempercepat penurunan kepala.

Penatalaksanaan Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2007) dan Oxorn (2010),

penanganan umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:

1) Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.

2) Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung

frekuensinya minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.

3) Jika terdapat gawat janin lakukan rujukan dan kolaborasi dengan dokter Obgyn

untuk dilakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi

vacum atau forceps.

4) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah

pikirkan kemungkinan gawat janin.

5) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,

pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang dapat

menyebabkan gawat janin.

58
6) Perbaiki keadaan umum dengan:

a) Beri dukungan semangat kepada pasien selama persalinan.

b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya

aseton dalam urine harus dicegah.

c) Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini

digunakan untuk memberikan perubahan pembukaan. Pemberian misoprostol

diberikan apabila Djj dalam batas normal tidak dianjurkan untuk DJJ >160x/m

dan DJJ < 120x/m, tidak dianjurkan diberikan misoprostol bila terdapat

meconium dalam air ketuban.

d) Pemeriksaan rectum atau vaginal harus dikerjakan dengan frekuensi sekecil

mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien dan meningkatkan resiko infeksi.

Setiap pemeriksaan harus dilakukan dengan maksud yang jelas.

7) Apabila kontraksi tidak adekuat

a) Menganjurkan untuk mobilisasi dengan berjalan dan mengubah posisi dalam

persalinan.

b) Rehidrasi melalui infus atau minum.

c) Merangsang puting susu.

d) Mandi selama persalinan fase aktif.

e) Lakukan penilaian frekuensi dan lamanya kontraksi berdasarkan partograf.

8) Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal tiap 4 jam.

a) Apabila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan sectio secarea.

b) Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.

c) Apabila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalopelvicdisproportion) atau

59
(1) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi

dan mempercepat kemajuan persalinan.

(2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm

per jam lakukan penilaian kontraksi uterus.

d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl,

sesuai dengan advis dokter.

Berdasarkan hasil penelitian Aprilia Anggraeni dan Nurul hidayah M,Kep

terhadap 22 ibu bersalin yang diamati sebelum diberikan stimulasi puting susu dan

diamati setelah diberikan stimulasi pada puting susu, menunjukkan bahwa sebagian

besar responden sebelum dilakukan stimulasi puting susu kontraksi uterus tidak

meningkat yaitu (54,5%), sedangkan responden yang kontraksi uterusnya meningkat

yaitu (45,5%), dan hampir seluruh responden yang mengalami kontraksi uterus

setelah dilakukan stimulasi putting susu yaitu (86,3%) dan yang tidak mengalami

peningkatakn kontraksi uterus stelah dilakukan stimulasi rangsangan putting susu

yaiyu (13,7%), setelah dilakukan uji fisher exact probability test didapatkan hasil

0,01<0,022<0,05 sehingga H0 ditolak oleh H1 diterima yang berarti ada pengaruh

rangsangan putting susu terhadap peningkatan kontraksi uterus pada persalinan.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Fraser Et Al mengatakan bahwa

perangsangan putting susu mengakibatkan persalinan lebih pendek dengan 60-120

menit dan penurunan pengunaan oksitosin, terutama pada ibu nulipara. WHO

memperkirakan dengan adanya stimulasi putting susu menyebabkan sekitar 70%

mengalami peningkatan kontraksi uterus setelah dilakukan stimulasi puttig susu.

60
Sedangkan kurangnya penanganan gerakan putar-putar putting susu sekitar 30% yang

tidak mengalami kontraksi (Anominity 2005).

Menurut asumsi penulis tindakan bidan dalam hal tindakan rujukan belum

sejalan dengan teori, dikarenakan bidan tidak melakukan tindakan rujukan hanya

karena pasien menolak rujukan, padahal tertera dalam hak Bidan bahwa Bidan berhak

untuk menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan

peraturan perundangan dan kode etik/profesi.

3.2.2.2. Pemantauan Kala II, Kala III Apabila Terjadi Masalah Potensial

Pada kasus ini belum terlihat asuhan kebidanan pada penatalaksanaan bayi

besar dalam persalinan kala I memanjang yang dapat menimbulkan masalah potensial

pada ibu seperti perdarahan, rupture uteri, cedera panggul dan rupture perineum,

sedangkan masalah potensial yang akan terjadi pada bayi yaitu akan terjadi fraktur

klavikula, cedera fleksus brakhialis, fraktur skavula dan humerus , asuhan yang bidan

lakukan yang dilakukan Bidan hanya mempersiapkan alat partus set, oksigen (O2),

dan set resusitasi saja.

Namun dalam hal kegawatdaruratan untuk mencegah terjadinya masalah

potensial dari persalinan kala I memanjang dengan suspek bayi besar dan perdarahan

pada kala III harusnya bidan menyediakan ambulan untuk transportasi dilakukannya

tindakan rujukan, D5 dan persiapan pendonor darah atau persiapan darah untuk

antisipasi apabila dibutuhkan untuk transfusi darah.

Pemimpin persalinan dapat mencurigai adanya kemungkinan distosia bahu dan harus

memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang sulitnya persalinan

61
dan resiko yang mungkin terjadi. Kandung kemih pasien harus dikosongkan dan

ruang persalinan harus cukup luas sebagai tempat jika dibutuhkan personil dan

peralatan tambahan.Beberapa tenaga medis dipersiapkan sebagai tenaga bantuan jika

terjadi distosia bahu. Studi Cochrane menunjukan bahwa tidak ada temuan yang jelas

untuk mendukung penggunaan profilaksis untuk mencegah terjadinya distosia bahu

(karena tidak terbukti dapat mengubah keadaan panggul ibu atau memberikan

tekanan eksternal ke panggul ibu sebelum kelahiran dapat membantu bahu bayi dapat

melewati jalan lahir). Selain itu, jika dibandingkan penggunaan manuver McRoberts

pada posisi litotomi dengan tempat tidur broken down sehingga bokong ibu dapat

menempel pada tempat tidur sebelum didiagosis distosia bahu untuk mengurangi

traksi kepala janin pada persalinan normal untuk wanita multipara. Oleh karena itu

penggunaan tempat tidur break down tidak direkomendasikan untuk mencegah

distosia bahu.

Tindakan bidan belum sesuai untuk penanganan masalah potensial yang akan terjadi

dengan persalinan kala I fase laten memanjang, distosia bahu.

3.2.2.3. Diagnosa

Pada kasus ini sudah terlihat Bidan dapat mendiagnosa kasus yang

dialami pada Ny.C yaitu G3P2A0 gravida 39 minggu 1 hari inpartu kala II dengan

persalinan distosia bahu. Diagnosa yang ditegakkan oleh bidan telah tertulis masalah

potensial dari persalinan dengan distosia bahu yaitu akan terjadi perdarahan post

partum pada ibu diakibatkan karena rupture perineum, dan dapat menyebabkan

fraktur klavikula, fraktur humerus dan fraktur skavula serta cedera fleksus brakhialis

62
pada bayinya. Bidan dapat menegakkan diagnose tersebut dengan data penunjang

yang didapatkan seperti setelah dilakukan pimpinan persalinan kepala bayi lahir

tetapi bahu tidak lahir dalam kurun waktu ± 80 detik, setelah dilakukan traksi kepala

tidak dapat melahirkan bahu anterior maupun posterior yang tertahan di simpisis

pubis.

Melihat tanda-tanda yang dialami pada bayi Ny.C yaitu kepala bayi lahir

tetapi bahu tidak lahir dalam kurun waktu ± 80 detik setelah dilakukan traksi kepala

tidak dapat melahirkan bahu anterior maupun posterior yang tertahan disimpisi pubis,

serta ditandai dengan adanya turtle sign, bidan segera mendiagnosa Ny.C G3P2A0

gravida 39 minggu 1 hari dengan keadaan persalinan distosia bahu.

Diagnosis distosia bahu menurut Saifuddin (2010) :

1. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap dekat dengan vulva.

2. Dagu tertarik dan menekan perineum

3. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis

pubis.

Diagnosis distosia bahu menurut Kementrian RI (2013) :

1. Kesulitan melahikan wajah dan dagu

2. Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign).

3. Kegagalan paksi luar kepala bayi

4. Kegagalan turunnya bahu.

Diagnosa distosia bahu menurut Sarwono (2014) :

63
1. Jarak waktu lahir antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60

detik.

2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.

3. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.

4. Dagu tertarik dan menekan perineum.

5. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial

simfisis pubis.

Penegakkan diagnosa yang bidan lakukan telah sesuai dengan data penunjang yang

telah dikaji oleh bidan tersebut.

3.2.2.4. Penanganan distosia bahu

Dalam melakukan asuhan pertolongan persalinan dengan distosia bahu bidan

sudah melakukan asuhan pertolongan persalinan sesuai dengan penanganan distosia

bahu pada teori buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan

Rujukam (2013) dan alogaritma penanganan distosia bahu. Namun ada hal lain yang

belum dilakukan oleh bidan yaitu melakukan episiotomy sebelum melakukan

tindakan maneuver Mc.Robert yang bertujuan untuk mengurangi obstruksi jaringan

lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan, padahal menurut buku saku

Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013

penanganan distosia bahu adalah sebagai berikut :

Tatalaksana umum

64
1. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan resusitasi

neonatus bila diperlukan. Bersiapkan untuk kemungkinan perdarahan pascasalin

atau robekan perineumsetelah tatalaksana.

2. Lakukan maneuver Mc.Robert. dalam posisi ibu berbaring telentang, mintalah ia

untuk menekuk keuda tungkainya dan mendekatkan lututnys sejauh mungkin kea

rah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu

kearah dada.

3. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan kearah

lateral bawah pada daerah suprasimfisis untuk membantu persalinan bahu.

4. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tinggi, lakukan tarikan yang

mantap dan terus menerus kearah aksial (searah tulang punggung janin) pada kepaa

janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisis pubis.

Tatalaksana khusus

1. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan

Buatlah episiotomy untuk memberi ruangan yang cukup untuk memudahkan

manuver internal .atau untuk mengurangi obstruksi jaringan lunak dan

memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.

Algoritma penanganan distosia bahu

Bagan 3.1 Bagan Penanganan Distosia Bahu

Persalinan macet karena distosia


bahu

Minta tolong dan posisikan ibu


65
Lakukan tindakan episiotomi

Lakukan maneuver Mc.Roberts


dan penekanan suprasimfisis

Bayi berhasil
lahir
pervaginam

Ya Tidak

Lakukan maneuver untuk rotasi


internal atau lakukan maneuver
melahirkan lengan posterior

Bayi berhasil
lahir
pervaginam

Ya Tidak

Rujuk

Sumber : Kementrian RI (2013)

Angka kejadian yang ditemukan dari berbagai penelitian bervariasi antara

4-40%. Menurut penelitian Suneet P Chauhan & Co menunjukan hasil diantara objek

penelitian yang pernah ataupun tidak pernah mengalami fraktur yang berulang

terdapat nilai yang signifikan terhadap terjadinya BPI jika dilakukan 3 atau lebih

66
manuver dalam penatalaksanaan distosia bahu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

penatalaksanaan distosia bahu sangat berhubungan dengan terjadinya cedera pleksus

brachialis. Penggunaan 3 manuver akan menaikkan risiko terjadinya cedera pleksus

brachialis jika dibandingkan dengan penggunaan 2 manuver atau kurang. Walaupun

distosia bahu dan penggunaan manuver dalam penatalaksanaan distosia bahu sering

duhubungkan dengan kelemahan otot di atas, BPI juga dapat terjadi pada persalinan

pervaginam.

Mekanisme yang mungkin terjadi pada cedera akibat persalinan

intrauterin adalah akibat tekanan endogeneous propulsive dari uterus ketika bayi

berada pada OUE, kegagalan bahu untuk berputar, kelainan tekanan intrauterin akibat

kelainan pada uterus (fibroid, septum intrauterin, uterus bikornuate).Semua kondisi

ini dapat menyebabkan BPI. Selain itu, tekanan berlebihan saat traksi juga dapat

menyebabkan PBI. Cedera tidak hanya disebabkan oleh karena traksi namun juga

bisa diakibatkan oleh karena tenaga pendorong ibu.

3.2.3. Post Natal Care

3.2.3.1. Tindakan Bidan dalam pemantauan post natal

Untuk mencegah atau mengantisipasi terjadinya perdarahan post partum yang

diakibatkan oleh masalah potensial dari persalinan kala I memanjang dengan suspek

bayi besar, seperti atonia uteri, rupture perineum dan rupture uteri, perlu diperhatikan

pemantauan post partum selama 2 jam, 1 jam pertama setiap 15 menir sekali dan 1

jam kedua setiap 30 menit sekali untuk memantau TTV, TFU, kontraksi uterus,

keadaan kandung kemih dan jumlah perdarahan. Menurut Kutipan Sihombing, 2012

67
dari Depkes RI, 2009, adapun pemeriksaannya meliputi anamnesa keluhan pasien,

ukur tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan rambut, muka, mata, hidung, mulut, leher,

payudara, perut (TFU dan kontraksi), ekstremitas, dan genetalia (pemeriksaan edema

dan lochea). Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin atau atas indikasi.

Berdasarkan hasil wawancara bidan lebih memantau ketat pada kontraksi

uterus dan jumlah perdarahan karena dikhawatirkan ibu mengalami atonia uteri yang

disebabkan karena ibu kelelahan pada saat persalinan kala I yang memanjang. selain

itu Bidan juga memantau ada atau tidaknya dampak dari persalinan kala I memanjang

pada Ny.C. Bidan melakukan pemantauan awal selama 2 jam untuk memantau TTV,

TFU, kontraksi uterus, jumlah perdarahan, dan keadaan kandung kemih. Hasil

pemeriksaan kontraksi uterus Ny. C teraba keras yang menandakan uterus

berkontraksi dengan baik, TFU 2 jari dibawah pusat, kandung kemih teraba kosong,

jumlah perdarahan ± 150 cc, dan TTV 120/80 mmHg, nadi 78x/m, suhu 36,70C.

KF 1 pada 6 – 48 jam, asuhan yang dilakukan adalah :

1. Memantau jumlah perdarahan

2. Memastikan involusi uterus

3. Pemberian ASI pertama

4. Memantau kontraksi uterus

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Sosa Et Al yang dilakukan pada 11.323

kelahiran pervaginam di amerika latin, menunjukkan bahwa proporsi makrosomia

sebesar 18,6%, Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan bayi

makrosomia berisiko 2,36 (95% CI 1,93-2,88) kali lebih besar untuk mengalami

68
perdarahan postpartum dibandingkan ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir

normal.

1.2.4. Bayi Baru Lahir

1.2.4.1. Diagnosa asfiksia pada bayi baru lahir

Pada kasus ini bidan dapat menegakkan diagnosa sesuai dengan diagnosa

yang ditegakkan didalam teori yaitu bayi baru lahir dengan asfiksia dengan masalah

potensial yang dapat terjadi seperti kejang, perdarahan otak, dan hiperbilirubin.

Bidan dapat mendiagnosa kasus tersebut dengan data penunjang yang didapatkan

yaitu ketika bayi lahir spontan pukul 12.30 WIB bayi menangis merintih, kulit

berwarna kebiruan pada daerah telapak kaki dan tangan, tonus otot tidak aktif dan

nafas megap-megap.

Menurut buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Penilaian untuk

melakukan resusitasi semata – mata ditentukan oleh tiga tanda yang penting yaitu :

1. Pernafasan

2. Denyut jantung

3. Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi

atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bayi yang

lahir dengan mengalami persalinan lama pada kelompok kasus proporsinya hampir

lima kali lebih besar (43%) dibanding kelompok kontrol (8,5%). Terbukti adanya

hubungan bermakna antara persalinan lama dengan kejadian asfiksia neonatorum.

69
Bayi yang lahir dengan asfiksia neonatorum, setelah dikontrol persalinan tindakan

dan kasus rujukan berperan sebagai confounder, atau mempunyai pengaruh terhadap

hubungan persalinan lama dengan kejadian asfiksia neonatorum.

1.2.4.2. Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir

Dalam melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia,

bidan telah melakukan penanganan sesuai dengan tindakan resusitasi awal yaitu :

1. Membersihkan jalan nafas dengan suction.

2. Mengeringkan seluruh tubuh bayi kecuali telapak tangan.

3. Memberikan rangsangan taktil.

Setelah dilakukan tindakan tersebut bayi segera menangis kencang.

Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar . Tindakan resusitasi bayi baru lahir

mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka :

Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. – Menghisap

mulut, hidung dan kadang trachea. – Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa

ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.

2. Memulai pernafasan :

Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan – Memakai VTP bila perlu

seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari

paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi :

70
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara – Kompresi dada.

Menurut asumsi penulis tindakan penanganan asfiksia pada bayi baru lahir yang

dilakukan oleh bidan sudah sejalan dengan teori.

Sedangkan kewenangan bidan menurut IBI yaitu :

Resusitasi pada bayi baru lahir engan asfiksia. Bidan diberikan wewenang melakukan

resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia yang sering terjadi pada

partus lama, KPD, persalinan dengan tindakan pada bayi dengan BBLR, utamanya

prematur. Selanjutnya bayi tersebut dirawat di fasilitas.

3.2.4.3. Pemantauan bayi dengan riwayat persalinan distosia bahu

Untuk mencegah atau mengantisipasi masalah potensial yang terjadi dari

riwayat persalinan kala I memanjang distosia bahu dan asfiksia maka dilakukan

pemantauan 2 jam setelah bayi lahir. Asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan

yaitu melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala pemberikan vit K dan salep

mata, serta memeriksa adanya fraktur klavikula, skavula, humerus dan fleksus

brakhialis dengan melakukan rangsangan refleks morrow pada bayi dan molase pada

bayi yang diakibatkan karena persalinan dengan distosia bahu dan persalinan kala I

memanjang. Namun ada hal lain yang belum terlihat dari asuhan ini adalah bidan

tidak melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk memastikan tidak

terjadi fraktur klavikula, fraktur skavula, cedera fleksus brakhialis dan fraktur

humerus, seperti melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak atau bagian

radiologi untuk penggunaan elektromielografi sesaat setelah persalinan (24-48 jam

71
sesudah persalinan) dapat membantu mengetahui kapan terjadi BPI. Hasil

elektromielografi dari denervasi otot normalnya membutuhkan 10 sampai 14 hari

untuk berkembang. Jika ditemukan dalam periode neonatal dini, harus segera

ditangani dengan berkolaborasi dengan dokter anak dan dokter orthopedic sehingga

pada akhirnya kecacatan akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula dan humerus

dapat sembuh tanpa cacat.

72
BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

4.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

4.1.1 Penegakkan diagnosa seperti di dalam teori belum dilakukan oleh bidan.

4.1.2 Tindakan bidan dalam menatalaksanakan kasus kala I fase laten, distosia bahu

belum sesuai dengan tupoksi dan hak bidan, karena bidan tidak melakukan

tindakan rujukan pada Ny.C.

4.1.3 Antisipasi yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan

post natal care dengan persalinan kala I memanjang dan distosia bahu sudah

dilakukan.

4.1.4 Antisipasi pada bayi baru lahir dengan distosia bahu belum terlihat karena

bidan tidak melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dan radiologi.

4.2 SARAN

Dari hasil penelitian ini, maka muncul beberapa saran untuk pihak-pihak tertentu,

diantaranya:

4.2.1. Untuk Lahan Praktik

Diharapkan lahan praktik dapat meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan

oleh lahan praktik serta kualitas pelayanan kebidanan berdasarkan standar pelayanan.

Untuk kedepannya memantau kenaikan berat badan , TFU serta tindakan rujukan

menjadi hal yang lebih diperhatikan lagi.

73
4.2.2. Untuk Institusi Pendidikan

Pihak institusi pendidikan diharapkan menambah buku-buku maupun jurnal terbaru

mengenai kala I memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia agar

dapat mempermudah dan menambah referensi dalam melakukan penelitian-penelitian

mengenai kala I memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia agar

dapat menjadi acuan dan berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan

ilmu baru bagi kemajuan di bidang kesehatan sebagai bahan referensi dalam proses

perkuliahan.

4.2.3. Untuk Peneliti

Setelah penulis melakukan analisis, diharapkan peneliti mampu meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan dalam mendeskripsikan kasus – kasus menurut

berbagai referensi dan mengaplikasikan teori yang didapat dari perkuliahan dalam

penatalaksaan dan penanganan kasus – kasus yang ditemukan.

74
DAFTAR REFERENSI

Aji, Dinar Sandi. 2017. Trauma Pada Saat Lahir.


https://ar.scribd.com/document/337003386/dia-122-slide-trauma-pada-saat-lahir-
pdf diakses pada tanggal 03 Juli 2017 pukul 02.00 WIB

Anggraeni, Aprilia. 2015. Pengaruh Rangsangan Putting Susu Terhadap Peningkatan


Kontraksi Uterus pada Ibu Inpartu Kala II Di Polindes Anyelir Tunggal Pager
Pungging Mojokerto.
http://ejurnalp2m.poltekkesmajapahit.ac.id/index.php/HM/article/viewFile/63/53
diakses pada tanggal 10 juni 2017 pukul 14.45 WIB

Azrul. 2016. KALA I MEMANJANG DI RUANG VK RSUD CIAMIS


KABUPATEN CIAMIS.
http://www.ejournal.stikesmucis.ac.id/file.php?file=preview_mahasiswa&id=1051
&cd=0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d50001df6&name=13DB277050.pdf diakses pada
tanggal 23 Juni 2017 Pukul 11.00 WIB

Budiastuti, A. 2016. Hubungan Makrosomia dengan Perdarahan Postpartum di


Indonesia Tahun 2012 (Analisis Data SDKI 2012) The Associaton of Macrosomia
and Postpartum Hemorrage in Indonesia 2012 (Analysis of SDKI 2012).
journal.fkm.ui.ac.id/epid/article/download/1314/517.pdf diakses pada tanggal 21
Juni 2017 Pukul 02.30 WIB

Brilianingtyas, L. 2014. BAB I. Sarwono Prawirohardjo, 2010.


http://digilib.unila.ac.id/2415/9/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 19 April 2017
Pukul 10.00 WIB
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.
EGC.

Cunningham, F. G. 2006. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Depkes RI. 2011. Buku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta :


Departemen Kesehatan.
Documentslide.com. 2016. 171315102 Distosia Bahu – Document.
http://documentslide.com/documents/171315102-distosia-bahu.html# diakses pada
tanggal 02 Juli 2017 pukul 20.00 WIB

75
Hubungan konsumsi Tablet Fe dengan Pemeriksaan Hemoglobin. 2012.
http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/article/viewFile/15/14 diakses pada
tanggal 03 Juli 2017 pukul 00.08 WIB

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan


Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Nurhayati, Eka. 2016. Indeks Massa Tubuh (IMT) Pra Hamil dan Kenaikan Berat
Badan Ibu Selama Hamil Berhubungan dengan Berat Badan Bayi Lahir.
http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/article/download/219/213 diakses
pada tanggal 15 Juni 2017 pukul 23.00 WIB

Oxorn, H, William.R.F (2010).Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi


Persalinan.Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC

Saifudin, Abdul Bari dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari, 2014, ILMU KEBIDANAN SARWONO PRAWIROHARDJO,


Jakarta: P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Simkin, Penny, dkk. (2007). Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, dan Bayi.
Jakarta: Arcan
Wahyuningsih, Heni Puji. 2005. Etika Profesi Kebidanan. Yogjakarta: Fitramaya
WHO. 2015. Angka Kematian Ibu (AKI) – Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodati
n-ibu.pdf diakses pada tanggal 13 Juni 2017 pukul 10.00 WIB
Wulandari, Vina Eka. 2013. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.
http://eprints.undip.ac.id/44195/4/VINA_EKA_WULANDARI_G2AOO9193_BA
BIIKTI.pdf diakses pada tanggal 18 Juni 2017 Pukul 15.00 WIB
Www.jendelacito.info › Ibu Hamil. 2014. 8 Pemeriksaan Laboratorium yang Penting
Selama Kehamilan. http://www.jendelacito.info/2014/03/8-pemeriksaan-
laboratorium-yang-penting.html diakses pada tanggal 19 Juni 2017 pukul 12.00
WIB

76
Zulhaida, Lubis. 2008. Status Gizi Ibu Hamil serta Pengaruhnya Terhadap Bayi yang
Dilahirkan. http:// www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. diakses pada tanggal
15 Juni 2017 pukul 13.00 WIB

77
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin pengambilan kasus

2. Surat balasan pengambilan kasus

3. Buku KIA

4. Informed consent

5. Surat penolakan rujukan

6. Partograf

78

Anda mungkin juga menyukai