DISUSUN OLEH :
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052
Karya Tulis ini Diajukan Sebagai Salah Syarat Satu Ujian Akhir
Program Pada Program Studi Kebidanan Karawang Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung
DISUSUN OLEH :
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052
PERNYATAAN ORISINALITAS
Nim : P17324414052
Tanda Tangan :
Tanggal :
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
Disusun oleh:
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052
Pembimbing
Mengetahui
Ketua Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
Disusun oleh:
NUNU NUTRISIA ARISTA
NIM. P17324414052
Ugi Sugiarsih, SKM.MM Dr. Jundra Darwanty, SST, M.Pd Rahayu Pertiwi, MKM
NIP. 196809181989032001 NIP. 196906051991012001 NIP. 197612062006042001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kebidanan Karawang
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
I. Identitas
Nama : Nunu Nutrisia Arista
Sahabat-sahabatku Tercinta
Mamih (Dewi oktaviani), Nilam Poespita, Berlian (Intan Sri Rahayu) Nayleni
Yulieta Zahra, Umi (Fany Velinza Putri), Maria Ulfa Handayani, kalian yang
membuatku bertahan hingga saat ini dan selalu mewarnai hari-hariku di karawang,
canda tawa dan tingkah kekonyolan kalian yang akan selalu kuingat, dan
senantiasa memberikan semangat terimakasih banget ya. Apalah arti 3 tahun tanpa
kalian semua.
Untuk partner LTA-ku, partner begadangku dalam mengerjakan tugas akhir ini,
yang selalu membantuku Dewi Oktaviani dan Nilam Poespita, Triska, nurul
Wulan makasih ya udah nemenin begadang buat ngerjain LTA.
Makasih ya mih udah jadi sahabat terbaik selama ini, makasih karena selalu ada
disaat aku bener bener butuh orang buat cerita, makasih selalu nemenin kemana-
mana, makasih selalu ada disaat senang maupun susah.
Untuk sahabat kecilku Lela Arofah terimakasih atas do’a dan semangatnya.
meskipun kita jauhan, dan kekonyolannya meskipun hanya lewat media sosial yang
sering buatku terhibur dan ngakak dikala pusing mengerjakan tugas akhir ini,
mkasih juga selalu ada dikala nunu senang maupun susah.
Terimakasih nunu ucapkan yang sebesar besarnya, mungkin hanya itu yang dapat
Nunu ucapkan kepada ibu yang telah membantu Nunu pada saat itu. Dikala Nunu
sudah bingung tidak tahu lagi untuk meminta tolong kepada siapa dan ibu datang
seperti bidadari yang di utus oleh allah untuk membantu Nunu. Mungkin lewat ibu
lah allah memberikan serta mengabulkan doa Nunu saat itu. Hanya ucapan
terimakasih lah yang dapat Nunu ucapkan bu. Sampai kapanpun kebaikan ibu
tidak akan pernah Nunu lupakan sampai akhir hayat Nunu Nunu sayang ibu
Keluarga kecilku di Plered
Terimakasih kepada teh Dedah yang selalu menyiapkan makan, mulai dari
sarapan hingga makan malam, masakin dan mengingatkan untuk makan, berkat
doa dan dorongan semangat dari teh Deadahlah Nunu bisa menyelesaikan tugas
akhir ini. Makasih ya teh telah menghiasi hari hari Nunu selama 2 bulan di Plered
dengan canda dan tawa.
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny.C dengan Persalinan Kala I Fase Laten
Memanjang, Distosia Bahu dan Asfiksia Ringan Pada Bayi Baru Lahir Di Pustu
Cibogo Girang Plered Purwakarta 2017”.
Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan diploma III Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
Program Studi Kebidanan Karawang.
Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini tentunya didukung oleh berbagai pihak yang
telah berkontribusi baik dalam memberikan tambahan pengetahuan maupun
dukungan emosional. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat
Bapak/Ibu/Saudara/Saudari :
i
5. Seluruh Dosen dan Staff Program Studi D III Kebidanan Karawang Poltekkes
Kemenkes Bandung yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak ternilai
harganya.
6. Orang tua tercinta Bapak Acum Supriyadi , Ibu Uming Siti Aminah (Alm) serta
anggota keluarga lainnya yang telah memberikan dukungan baik dalam moril
maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis.
7. Bidan Devi Laila Selaviani Amd.Keb yang telah bersedia mengizinkan penulis
mengambil kasus diwilayah kerjanya dan yang telah bersedia memberikan
informasi mengenai kasus terkait serta memberikan bimbingan dan dukungan
semangat sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
8. Bidan Yuli Amd.Keb yang telah membimbing dan memberikan dukungan
semangat dan doa serta membantu penulis sehingga Laporan Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
9. Bidan Nisrina Rahmasarifirdaus Amd.Keb yang telah membimbing, dan
memberikan dukungan semangat dan doa serta membantu penulis sehingga
Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
10. Bidan Nining Artianingsih Amd.Keb yang telah membimbing dan membantu
penulis dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
11. Ny. Cicin dan keluarga yang telah bersedia menjadi subjek dalam penulisan
Laporan Tugas Akhir ini dan telah bersedia memberikan informasi mengenai
kasus terkait.
12. A. isam (tukang ojek langganan) yang telah setia, dan siap siaga mengantar
kapan pun dan kemana pun termasuk untuk kunjungan ke rumah pasien.
13. Sahabat Lela Arofah, Dewi Oktaviani, Nilam Poespita, Nayleni Yulieta Zahra,
Intan Sri Rahayu, Fany Velinza putri, Maria Ulfah Handayani yang selalu
senantiasa mendengarkan semua keluh kesah dalam kegiatan perkuliahan ,
memberikan dukungan semangat serta doa dalam semua kegiatan perkuliahan
dan yang selalu menghiasi hari-hari di perkuliahan, serta selalu memberikan
canda dan tawa setiap harinya.
ii
14. Teman sepembimbing Triska Yudha, Nurul wulan Novitasari, Evi Damayanti,
Reyka dan Hera Fadillah yang sama sama berjuang untuk menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini.
15. Teman-teman crew 22 yang sama-sama berjuang untuk lulus bersama.
16. Dan seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dan mendukung sehingga Laporan Tugas Akhir ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dan demi
perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan peneliti khususnya. Aamiin.
Karawang, 2017
iii
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG
LAPORAN TUGAS AKHIR, JULI 2017
Nunu Nutrisia Arista
NIM P17324414052
“ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.C G3P2A0 DENGAN PERSALINAN
KALA I FASE LATEN MEMANJANG DAN DISTOSIA BAHU DI PUSTU
CIBOGO GIRANG PLERED PURWAKARTA 2017”
vi + 73 halaman + lampiran
ABSTRAK
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 menunjukkan bahwa
angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup pada
2012. Menurut Bina Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI
pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000 kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran
hidup. Menurut profil kesehatan 2014 di Provinsi Jawa Barat angka kematian di
Kabupaten Purwakarta tahun 2014 tercatat ada 108 kematian pada neonatal, 138
kematian pada bayi, dan kematian pada ibu hamil tercatat 8 orang, ibu bersalin
sebanyak 10 orang dan ibu nifas sebanyak 10 orang. Angka kejadian persalilan kala I
memanjang di Indonesia sebesar 5% dari seluruh penyebab kematian ibu dan
persalinan kala I memanjang menjadi penyebab kematian langsung pada ibu, selain
itu distosia bahu dan asfiksi juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu dan bayi.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan persalinan kala I fase
laten memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia ringan pada Ny.C
dan bayinya di Pustu Cibogo Girang Plered Purwakarta. Metode yang digunakan
adalah teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi secara langsung,
dan bukti dokumentasi lainnya. Subjek dalam penulisan ini adalah Bidan pustu, klien
dan suami. Hasil asuhan kebidanan mengenai penatalaksanaan persalinan kala I
memanjang pada Ny.C dan distosia bahu tidak sesuai dengan wewenang Bidan dan
algoritma penatalaksanaan distosia bahu, karena seharusnya persalinan kala I fase
laten memanjang ini tidak ditolong oleh Bidan. Dalam hal ini disarankan, tindakan
rujukan menjadi hal yang lebih diperhatikan lagi untuk kedepannya.
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN LTA
LEMBAR PENGESAHAN LTA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LEMBAR PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
ABSTRAK .................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... v
v
2.4.1. Pengertian ..................................................................................... 23
2.4.2. Klasifikasi Asfiksia Neonaturum ................................................. 25
2.4.3. Tanda dan Gejala Asfiksia Neonaturum ...................................... 26
2.4.4. Faktor Penyebab Asfiksia Neonaturum ........................................ 28
2.4.5. Diagnosis Asfiksia Neonaturum ................................................... 29
2.4.6. Penanganan Asfiksia Neonaturum ............................................... 32
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
(12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan salah satunya
sendiri, tahun 2015 memiliki angka kematian ibu yaitu 126 per 100.000 kelahiran
hidup dengan jumlah 6400 kematian ibu per tahun. Pada tahun 2015 di Indonesia
Angka Kematian Neonatal yaitu 14 per 1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 74
kematian neonatus per tahun, sedangkan untuk Angka Kematian Bayi adalah 23 per
1.000 kelahiran hidup dengan jumlah 125 kematian bayi per tahun. Mengutip hasil
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDKI 2012 menunjukkan bahwa angka
kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup pada 2012.
terhadap tingginya AKI dan AKB di Indonesia. Menurut Bina Pelayanan Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat AKI pada tahun 2013 sebanyak 312/100.000
kelahiran hidup, dan AKB 40/1000 kelahiran hidup. Menurut Kabid Bina Pelayanan
Kesehatan Provinsi Jawa Barat dr. Niken Budiarti, MM, AK mengatakan di Jawa
Barat jumlah AKB mencapai 40,87/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Jawa
Barat, 2013). Menurut profil kesehatan 2014 di Provinsi Jawa Barat angka kematian
1
neonatus, bayi dan balita di Kabupaten Purwakarta tahun 2014 tercatat ada 108
kematian pada neonatal, 138 kematian pada bayi, dan kematian pada ibu hamil
tercatat 8 orang, ibu bersalin sebanyak 10 orang dan ibu nifas sebanyak 10 orang.
Pada tahun 2017 di Pustu Cibogo Girang Plered Purwakarta terhitung sejak bulan
Januari sampai dengan April jumlah persalinan ada 80 untuk jumlah kejadian
tahun 2013, angka kejadian persalilan kala I memanjang di indonesia sebesar 5% dari
ini ditunjang dari data tentang kejadian kala I memanjang adalah rupture uteri,
perdarahan, kelelahan pada ibu. Sedangkan dampak yang akan terjadi pada bayi yaitu
Menurut Diane dan Margaret (2009) penanganan kala I lama atau jika
oksitosin dan seksio sesaria. Adapun menurut Saifuddin (2010), penangannya dengan
nilai segera keadaan ibu dan janin, kaji kembali partograf, berikan dukungan emosi,
2
oleh komplikasi-komplikasi yang merugikan pada keluaran perinatal seperti distosia
kematian anak dibawah 5 tahun di dunia dan merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas bayi baru lahir. Selain itu, keadaan ini juga menjadi penyebab kematian
19% dari lima juta kematian bayi baru lahir setiap tahun. Di Indonesia, angka
kejadian asfiksia di rumah sakit provinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan angka kematian
karena asfiksia di rumah sakit pusat rujukan provinsi di Indonesia sebesar 41,94%.
(Dharmasetiawani, 2014).
1.2 Tujuan
Ny.C G3P2A0 dengan persalinan kala I fase laten memanjang dan distosia bahu di
distosia bahu pada Ny.C serta menegakkan diagnosa bayi baru lahir dengan
asfiksia ringan.
persalinan dengan distosia bahu dan asfiksia ringan pada bayi baru lahir.
1.2.2.3. Mampu melakukan asuhan kebidanan post natal care pada Ny.C dengan
3
1.2.2.4. Mampu melakukan asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan persalinan
distosia bahu.
1.3 Manfaat
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta
bahan untuk meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktik
Laporan Tugas Akhir dengan judul Asuhan Kebidanan Pada Ny. C dengan Kala
I Memanjang, Distosia Bahu dan Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia Ringan
pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang kesehatan sebagai bahan
referensi serta dapat mengaplikasikan teori yang telah di dapat di perkuliahan dalam
penanganan kasus persalinan dengan kala I memanjang, distosia bahu serta bayi baru
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Masalah persalinan lama diantaranya yaitu, fase laten lebih dari 8 jam,
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih dan bayi belum lahir, dan dilatasi
Partus lama (partus tak maju) yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya
pembukaan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Partus lama (partus tak maju) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak
adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif
laju pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama
sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam
pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak
pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam). Insiden ini
terjadi pada 5 persen persalinan dan pada primigravida insidensinya dua kali lebih
5
Friedman dan Sachtleben (2009), mendefinisikan fase laten
berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada
ibu multipara. Kedua patokan ini adalah persentil ke – 95. Dalam laporan
sebelumnya, Friedman menyajikan data mengenai durasi fase laten pada nulipara.
Durasi rata – ratanya adalah 8,6 jam dan rentangnya dari 1 sampai 44 jam. Dengan
demikian, lama fase laten sebesar 20 jam pada ibu nulipara dan 14 jam pada ibu
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu
(Saifuddin,2009).
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari
1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi
serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida (Oxorn, 2010).
Faktor penyebab partus lama menurut Saifudin (2007) & Mochtar (2011) :
Malpresentasi adalah semua presentasi janin selain vertex (presentasi bokong, dahi,
wajah, atau letak lintang). Malposisi adalah posisi kepala janin relative terhadap
6
pelvis dengan oksiput sebagai titik referansi. Janin yang dalam keadaan malpresentasi
Panggul sempit atau disporporsi sefalopelvik terjadi karena bayi terlalu besar dan
pelvic kecil sehingga menyebabkan partus macet. Cara penilaian serviks yang baik
Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan
terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan
< 150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 150 cm
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin, misal hidrosefalus, pertumbuhan
janin lebih dari 4000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.
Misalnya seperti tumor pelvis, stenosis vagina kongenital, perineum kaku dan tumor
vagina.
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea,
bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan
tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.
7
2.2.4. Tanda dan gejala partus lama
Pada kasus partus lama, akan ditemukan tanda –tanda kelelahan fisik dan
mental. Dimana tanda-tanda partus lama (tak maju) dapat diobservasi dengan :
2.2.4.2 Demam
2.2.4.4 Syok (nadi cepat, anuria, ektremitas dingin, kulit pucat, tekanan darah rendah
).
Tanda Klinis Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi
a. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat
dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,
b. Pada janin
1) Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif; air ketuban terdapat
8
2.2.4. Diagnosis
teratur
waspada partograf
9
oksiput anterior). malposisi
penurunan.
2.2.6.2.Tentukan keadaan janin : periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung
2.2.6.3.Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi
2.2.6.4.Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah
2.2.6.5.Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
10
c. Pemberian sedatif agar ibu dapat istirahat dan rasa nyerinya diredakan
preparat ini harus digunakan dengan dosis dan waktu tepat sebab dalam
d. Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini
kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta tidak
terdapat gawat janin ataupun ibu, tetapi suportif ibu diberikan dan persalinan
persalinan.
11
b. Apabila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.
pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan
d. Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau
NaCl.
2.2.6.9. Selama persalinan, semangat pasien harus didukung, kita harus membesarkan
2.2.6.10. Makanan yang dimakan dalam proses persalinan tidak akan tercerna dengan
bahaya muntah dan aspirasi. Karena itu, pada persalinan yang berlangsung
2.2.6.11. Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung kemih dan
rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan yang tidak enak dan
12
2.2.7.1.Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai dengan pecahnya ketuban. Bakteri di dalam
amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bacteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Peneumonia pada janin, akibat
Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke dalam
uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai
2.2.7.2.Ruptur Uteri
selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan
riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul
sedemikian besar sehingga kepala janin tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi
menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkin terbentuk cincin retraksi patologis
yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simpis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini,
Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat, disertai dengan
peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini
13
cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan ancaman
2.2.7.4.Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak
diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena
gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah
rectovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang
berkepanjangan.
pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat kelahiran bayi, dasar panggul
medapat tekanan langsung dari kepala janin serta tekanan ke bawah akibat upaya ibu
mengejan. Gaya – gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul sehingga
terjadi perubahan fungsional dan anatomi otot, saraf, dan jaringan ikat.
Efek yang akan terjadi pada janin dari kejaidan partus lama yaitu :
1. Kaput Suksedaneum
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran
cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnostic yang serius. Biasanya caput
succedaneum, bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
14
2. Molase Kepala Janin
bertumpang tindih satu sama lain di suttura-sutura besar, suatu proses yang disebut
molase (molding, moulage). Biasanya batas median tulang pariental yang berkontak
dengan promontorium bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya, hal yang sama
terjadi pada tulang-tulang frontal. Namun, tulang oksipital terdorong kebawah tulang
nyata.
serebeli. Robekan semacam ini dijumpai baik pada persalinan dengan komplikasi
2.3.1. Pengertian
obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak
berhasil untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan persentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Apabila distosia bahu didefinisikan
sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60
detik (Sarwono,2009).
15
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu
posterior berada di cekungan tulang sacrum atau di sekitar spina ischiadika , dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui
belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada
dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu
posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.
Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan
putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior
bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh
fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan
kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan
lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan
apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat
membaik dengan berjalannya waktu, tetapi skuele dapat terajdi pada 50 % kasus.
16
Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir,
Belum ada cara untuk memastikan akan terjadinya distosia bahu suatu
persalinan. Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas,
tetapi apabila terjadi komplikasi dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi
faktor risiko terjadinya distosia bahu dan mengkomunikasikan akibat yang dapat
Bayi cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih besar
dari kepalanya, sehingga mempunyai risiko terjadinya distosia bahu. Risiko akan
meningkat dengan bertambahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan
ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia, perbedaan ukuran tersebut lebih besar
dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga bayi makrosomia lebih berisiko. Dengan
persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-faktor yang meningkatkan risiko
adalah kala I lama, partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin, dan persalinan
vaginal dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa sebagian besar
17
kasus distosia bahu tidk dapat di prediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya
pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat menimbulkannya dapat dilakukan
dengan cara :
1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal berisiko tinggi :
janin luar biasa besar ( > 5 kg), janin sangat besar ( > 4,5 kg) dengan ibu diabetes,
janin besar ( > 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya,
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risiko cedera pada
janin.
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui, bantuan
2.3.4.1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.3.4.2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
2.3.4.4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
18
2.3.4.5. Begitu distosia dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus
segera dilakukan.
bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas
panggul akan semakin sulit dilahirkan apabila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisis McRobert, atau posisi dada-lutut.
Dorongan pada fundus juga tidak di perkenankan karena semakin menyulitkan bahu
pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah
kepala lahir akan terjadi penurunan PH arteria umbilicus dengan laju 0,04 unit/menit.
Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia
waktu antara 4-5 menit untuk melakukan maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi
Diagnosis
19
Manuver McRobert
Manuver Rubin
McRobert, yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi
sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki kearah luar (abduksi). Lakukan
episiotomi yang cukup lebar, gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan
tangannya untuk menekan bahu anterior agar mau masuk dibawah simpisis.
Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kea rah poterokaudal dengan mantap.
kepala. Maneuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar
20
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit
daripada diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior
Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi
bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan
tekanan suprapubik kea rah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior.
Sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih
dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah
daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblig atau transversa. Lebih
menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi menghadap
kea rah anterior (maneuver rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan yang
penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu lebih
arah posterior, lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan mantap untuk
maneuver wood
21
punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan
atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa
kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah dada bayi.
Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi
arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk
sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagittal pintu atas panggul 1-2 cm dan
posisi telentang atau litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien
menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada maneuver ini
berputar seperti uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan
jari dari tangan yang bersebrangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti
tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu
posterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan demikian, bahu posterior
menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah arkus pubis, sedangkan bahu
anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam
posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan.
22
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan
tindakan serta perwatan pasca tindakan. Perawatan pasca tindakan termasuk menulis
2.4.1. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir umumnya,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah
2008).
adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. (Manuaba et
al. 2013)
Saat dilahirkan bayi biasanya menangis aktif dan segera sesudah tali pusat
dijepit untuk merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120 sampai 140/menit dan sianosis sentral menghilang dengan cepat. Akan
tetapi beberapa bayi mengalami depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala
tonus otot yang menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang
wajar. Bayi – bayi ini dapat mengalami apnu atau menunjukkan upaya pernafasan
23
yang tidak cukup untuk kebutuhan ventilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan
kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada
2.4.1.1.Asfiksia intrauterine
2.4.1.5.Cacat bawaan
2.4.1.6.Hipoksia intrapartum.
Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan drah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apnu yang disebut apnu skunder. Selama apnu
skunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen didalam darah terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli bayi di isi dengan cairan paru – paru
janin. Cairan paru – paru janin harus dibersihkan terlebih dahulu apabila udara harus
masuk ke dalam paru – paru bayi baru lahir. Dalam kondisi demikian, paru – paru
24
memerlukan tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan cairan tersebut agar
paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi
Memerlukan resusitasi segera dan aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan
dosis 2,4 ml/kg BB, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg BB, diberi via vena
umbilicus.
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas normal
kembali.
Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, anemia
dan toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Asfiksia
graviditas tidak begitu penting seperti asfiksia yang terjadi sewaktu persalinan, karena
25
2. Asfiksia dalam persalinan
e) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya
g) Kalau plasenta sudah tua dapat terjadi postmaturitas (serotinus), disfungsi uri.
2. Paralisis pusat pernafasan, akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forceps,
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
26
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
Pada asfiksia sedang tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
berat, sedang atau ringan atau normal dapat dipakai penelitian apgar scor (Benson
2010).
27
2.4.4. Faktor Penyebab Asfiksia Neonaturum
2.4.4.1.Faktor ibu
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin.
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
berikut :
a. Faktor ibu
28
1). Preeklamsi dan eklamsi
c. Faktor bayi
2). Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
Neonatal, penilaian asfiksia pada bayi baru lahir adalah aspek yang sangat penting
dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan
29
merupakan dasar untuk menentukan kesimpulan dan tindakan berikutnya. Upaya
resusitasi yang efisien dan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan, yaitu
merupakan suatu siklus. Misalnya pada saat – saat anda melakukan rangsangan taktil
anda sekaligus menilai pernafasan bayi. Atas dasar penilaian ini anda akan
atau bahwa pernafasan tidak adekuat, anda sudah menentukan dasar pengambilan
adalah menilai denyut jantung bayi. Segera sesudah memulai suatu tindakan
selanjutnya adalah menilai dampaknya pada bayi dan membuat kesimpulan untuk
tahap berikutnya. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata – mata ditentukan oleh
1. Pernafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi atau
untuk membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Nilai apgar pada umumnya
dilaksanakan pada 1 menit dan menit sesudah bayi lahir. Akan tetapi, penilaian bayi
harus dimulai segera sesudah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan intervensi
berdasarkan penilaian pernafasan, denyut jantung, atau warna kulit bayi, maka
penilaian ini harus dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai
30
terlambat karena menungguu hasil penilaian Apgar 1 menit. Keterlambatan tindakan
Walaupun nilai apar tidak penting dalam pengambilan keputusan awal resusitasi,
tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas
upaya resusitasi. Jadi nilai apgar perlu dinilai pada 1 menit dan 5 menit. Apabila nilai
apgar kurang dari 7 penilaian nilai tambahan masih diperlukan yaitu tiap 5 menit
sampai 20 menit atau sampai dua kali penilaian menunjukkan nilai 8 dan lebih.
Sedangkan menurut buku ilmu Kebidanan penilian asfiksia pada bayi baru lahir
a. DJJ irregular dan frekuensinya lebih dari 160 atau kurang dari 100 x/menit
31
c. Analisa air ketuban/amnioskopi
d. Kardiotokografi
e. Ultrasonografi
b. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic seperti
2.4.6.1.Jangan dibiarkan bayi kedinginan (balut dengan kain). Bersihkan mulut dan
jalan nafas.
dari 35% dan lebih dari 24 jam, sehingga bayi menjadi buta.
2.4.6.4.Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari postpartum, jadi
keluar.
2.4.6.6.Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vit K 1-2 mg.
32
2.4.6.7.Berikan transfusi darah via tali pusat atau pemberian glukosa.
33
BAB III
Ibu mengaku hamil anak ketiga, telah melahirkan seorang anak hidup
dua kali dan tidak pernah keguguran. Ibu mengaku bahwa persalinan pertama pada
tahun 2012 dilakukan dirumah dan ditolong oleh paraji, dengan melahirkan anak
berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 2500 gram dan panjang badan 49
cm. selama kehamilan pertama ibu mengatakan tidak ada penyulit sampai persalinan
tiba. Ibu mengatakan anak pertama meninggal dunia setelah berusia dua hari setelah
kelahiran di karenakan kekurangan nutrisi dengan adanya kelainan pada bagian bibir,
(Labiopalatoskiziz). Persalinan yang kedua pada tahun 2013 dilakukan dirumah dan
ditolong oleh bidan dan melahirkan anak berjenis kelamin perempuan dengan berat
badan 3500 gram dan panjang badan 49 cm, ibu mengaku tidak ada penyulit dari
kehamilan, persalinan maupun nifasnya. Anak yang kedua kini berusia empat tahun
tetapi tidak tinggal bersama ibu dikarenakan ibu dan suami telah bercerai.
selama kehamilan di Pustu Cibogo Girang oleh Bidan D. Ny.C periksa ke bidan D
sebanyak tujuh kali selama kehamilannya, Ny. C periksa dua kali pada trimester I,
tiga kali pada trimester II dan dua kali pada trimester III. Ny.C pertama kali
34
mengetahui kehamilannya pada usia kehamilan 10 (sepuluh) minggu dan mengaku
hari pertama haid terakhirnya (HPHT) yaitu tanggal 20 – 06 – 2016 dan taksiran
persalinan (TP) tanggal 27 – 03 – 2017 dengan keluhan pusing, dan mual tetapi
dirasakan hanya kadang – kadang, hasil pemeriksaan LILA 24 cm (non KEK), tinggi
badan 148 cm, penggunaan kontrasepsi sebelum hamil yaitu suntik KB 1 bulan.
Selama kehamilan yang ketiga ini ibu di imunisasi TT sebanyak dua kali yaitu
imunisasi TT1 pada usia kehamilan 10-12 minggu dan TT2 pada usia kehamilan 18
yaitu cek golongan darah dengan hasil golongan darah O, selain itu ibu tidak
diketahui jumlah Hb ibu selama kehamilan. Selama kehamilan, Ny.C mendapat tablet
Fe sebanyak 160 tablet dan berdasarkan hasil wawancara tablet Fe diminum setiap
hari secara teratur sesuai dengan anjuran Bidan yaitu 1 tablet setiap hari dan diminum
malam hari sebelum tidur dan Ny.C selalu menghabiskan tablet Fe yang diberikan.
pendidikan kesehatan tentang pola nutrisi yang baik dan benar untuk ibu hamil untuk
mengantisipasi berat badan ibu dan taksiran berat badan janin, dilihat dari catatan
buku KIA yang bidan D, lakukan hanya memberikan anjuran untuk ANC rutin,
istirahat yang cukup, banyak minum air putih, serta memberitahukan jadwal
usia kehamilan 26 minggu yaitu kenaikan berat badan ibu mencapai hingga 10 kg
35
karena berat badan pada usia kehamilan 20 minggu yaitu 55 kg, terlihat TFU yang
36
Tabel 3.1 Tabel Data Kehamilan yang Tercatat Dalam Buku KIA
Ber Kapan
at Letak Nasihat harus
Hasil
bad Usia janin yang Kembali
Keluhan pemeriksaan Tindakan
Tgl TD an Kehami TFU DJJ disampai
Sekarang Laboratoriu (terapi)
( lan kan
m
Kg
)
Antacid Anc 30-09-
syr 3x1, rutin 2016
Mual Pct X setiap
30-08- +pusing 8-10 - 3x1, bulan
100/70 51 - - Pp test (+)
2016 kadang mg B6 x 3x1,
kadang B
Complex
X 3x1
TT1, Fe Buku 08-10-
11 – 12 - xxx KIA 2016
8-9-2016 T.A.K 110/70 52 - -
mg diminum dibaca
1x1
3 jari Balt - 11-11-
16 (+) , Fe xxx
11-10- diba (+) 2016
T.A.K 90/60 52 minggu 136 - diminum
2016 wah x
4 hari /m 1x1
pusat
1-11- T.A.K 90/60 54 18 1 jari Balt (+) - TT2, Fe 1-12-2016
37
2016 minggu diba (+) 142 xxx -
x
2 hari wah /m diminum
mg pusat 1x1
1 jari Balt Golongan Istirahat 17-12-
(+) Fe xxx
17-11- 21 mg diba (+) darah : O cukup 2016
T.A.K 100/70 55 137 diminum
2016 1 hari wah x HIV :
/m 1x1
pusat negatif (-)
Balt Pct 22-01-
(+) dominum 2017
3x1, Fe Banyak
(+)
22-12- 25-26 sepus xxx minum
T.A.K 110/70 65 144 -
2016 mg at x diminum air putih
/m
1x1 ,
likokalk
2x1
Sakit perut Kep (+) Pct x, 10-02-
27-01- 34
sebelah 100/70 68 32 mg 153 - etabion x . - 2017
2017 cm x
kanan /m kalk
Sumber : Buku KIA Ny.C
38
3.1.2. Data Primer
Ny.C datang ke pustu pukul 22.30 WIB diantar oleh keluarga dan paraji,
mengeluh mulas-mulas sejak jam 20.00 WIB, Ny.C mengatakan belum keluar lendir
vital, TFU dan pemeriksaan dalam, hasil pemeriksaan tekanan darah 120/80 mmHg,
Nadi 73x/menit, suhu 36,60c dan respirasi 20x/menit, TFU 37 cm, leopold I teraba
agak bulat lunak dan tidak melenting, leopold II bagian kiri teraba keras memanjang
dan ada tahanan dan bagian kanan teraba bagian-bagian kecil janin, leopold III teraba
bulat kerasa dan tidak dapat digoyangkan, leopold IV sejajar, perlimaan 3/5, djj
149x/menit, frekuensi his dua kali dalam 10 menit, interval his 5 menit sekali, durasi
his 30 detik dan hasil pemeriksaan dalam vulva/vagina tidak ada kelainan, portio
tebal lunak, pembukaan 3 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala, denominator
belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II dan tidak ada
bagian – bagian yang menyertai, kaki tidak oedema. Setelah dilakukan pemeriksaan,
dan pembukaan, Ny. C pun melakukan anjuran bidan tersebut, dan melakukan
pemantauan kala I.
tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 75x/menit, suhu 36,60c dan respirasi 21x/menit,
39
frekuensi his dua kali dalam 10 menit, interval his 5 menit sekali, durasi his 30 detik,
djj 147x/menit dan hasil pemeriksaan dalam vulva/vagina tidak ada kelainan, portio
tebal lunak, pembukaan 3 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala, denominator
belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II dan tidak ada
bagian – bagian yang menyertai. Bidan menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan lagi
untuk mempercepat penurunan kepala, istirahat, makan dan minum untuk menambah
tenaga ibu pada saat proses persalinan nanti, ibu melakukan anjuran tersebut yaitu ibu
TTV, djj, his, dan pemeriksaan dalam dan hasil dari pemeriksaan yaitu tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 21x/menit, dan suhu 36,70c, frekuensi his dua
kali dalam 10 menit dengan durasi his 35 detik dan interval his 5 menit sekali, djj
151x/menit, dan hasil pemeriksaan dalam yaitu vulva/vagina tidak ada kelainan ,
portio tebal lunak, pembukaan 5 cm, keadaan ketuban utuh, presentasi kepala,
denominator belum teraba, molase belum teraba, penurunan terendah hodge II, dan
keluarga pasien, pasien menolak rujukan dengan alasan anak pertama dan keduanya
lahir di bidan tersebut jadi anak yang ketiga pun ingin lahir dibidan D. Padahal Bidan
telah menyampaikan informed consent kepada pasien tentang resiko yang akan terjadi
apabila tetap ditolong di Pustu Cibogo Girang. Akhirnya Bidan mengajarkan cara
40
adaptasi rasa nyeri yaitu dengan Tarik nafas panjang dari hidung dan dikeluarkan
apabila ibu sudah merasa lelah ibu boleh tidurang dengan posisi miring kiri agar
suplai oksigen dari ibu ke janinnya tersuplai dengan baik. Ny. C selalu melakukan
anjuran bidan dengan berjalan-jalan kecil, apabila terasa lelah ny.C duduk dan
berbaring dengan posisi miring ke kiri. Setelah itu bidan melakukan pemantauan djj,
his, nadi setiap 30 menit sekali dikarenakan Ny.C sudah masuk dalam masa
Di bawah ini adalah tabel pemantaua persalinan kala I fase aktif pada Ny.C.
41
Tanggal 21 Maret 2017 Pukul 10.30 WIB
Ny. C mengeluh merasa lemas dan sudah lelah seakan tidak ada tenaga
lagi, bidan segera melakukan tindakan pemasangan infus di tangan bagian kanan
dengan larutan RL 500 ml dengan 20 tetes per/jam dengan tujuan untuk mengganti
cairan tubuh yang hilang agar tidak terasa lemas lagi. Selain itu bidan juga melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil pemeriksaan dalam batas normal yaitu
tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 72x/menit, respirasi 22x/menit, dan suhu 36,70c.
selain itu bidan juga melakukan pemeriksaan bagian abdomen yang meliputi djj
150x/menit, his 4 kali dalam 10 menit, dengan durasi his 40 detik dan interval his 3
menit, hasil pemeriksaan dalam yang dilakukan oleh bidan ialah vulva/vagina tidak
ada kelainan, oedema dan varises, portio tipis dan lunak, pembukaan 7 cm , keadaan
ketuban utuh, presentasi kepala, denominator UUK kiri depan, molase 1, penurunan
bagian terendah hodge III, dan tidak ada bagian yang menyertai. Bidan selalu
menganjurkan kepada ibu untuk makan dan minum agar menambah tenaga pada saat
proses persalinan, bidan menganjurkan ibu untuk berbaring dengan posisi miring
kearah kiri agar suplay oksigen dari ibu ke janinnya tersuplay dengan baik, dan
memberitahukan ibu cara adaptasi rasa nyeri dengan cara menarik nafas panjang dari
hidung dan keluarkan melalui mulut secara perlahan-lahan. Setelah itu bidan
mempersiapkan partus set yang telah di sterilisasi di auto claf, kemudian bidan
meminta kepada keluarga perlengkapan bayi dan ibu yang harus di persiapkan untuk
proses persalinan, bidan juga menyiapkan oksigen dan alat resusitasi dan oksigen
(O2), tetapi tidak menyiapkan D5 untuk bayinya. Setelah semuanya di siapkan bidan
melakukan pemantaua djj dan his setiap 30 menit sekali dikarenakan Ny.C sudah
42
masuk masa persalinan kala I dengan fase aktif, dan hasil observasi djj, his, nadi
sebagai berikut. Di bawah ini adalah tabel pemantauan kala I fase aktif pada Ny. C.
Ny.C mengatakan mulasnya semakin sering dan ada rasa ingin meneran,
setelah itu bidan memakai apron, handscoon dan sandal lalu bidan melakukan
pemeriksaan dalam dan hasilnya pembukaan sudah lengkap, ketuban masih utuh,
kemudian bidan melakukan amniotomi dengan hasil ketuban jernih, kemudian, bidan
baik dan benar yaitu kedua kaki memegang kedua mata kaki, ketika meneran bidan
membuka matanya dan melihat ke arah perut ketika meneran. Setelah dilakukan
pimpinan persalinan selama 20 menit, kepala bayi pun lahir tetapi mengalami distosia
bahu yang ditandai dengan ketika kepala sudah lahir tetapi bahu tidak bisa lahir,
43
dengan tarikan curam ke bawah untuk melahirkan bahu anterior dan bidan melakukan
selama 10 menit, bayi pun lahir spontan pukul 12.30 WIB bayi menangis merintih,
kulit berwarna kebiruan pada daerah telapak kaki dan tangan, tonus otot tidak aktif
dan nafas megap-megap dan ada pernafasan cuping hidung. Bidan segera melakukan
sekaligus memberikan rangsangan taktil pada punggung bayi dan di tepuk - tepuk
pada bagaian telapak kaki bayi, setelah 3 menit baru bayi menangis kencang, dan
bidan segera membawa bayi ke meja pemeriksaan untuk dilakukan perawatan bayi
baru lahir. Setelah itu bidan melakukan informed consent untuk dilakukan
penyuntikan oksitosin 10 iu di 1/3 paha atas bagian luar dan bidan melakukan
manajemen aktif kala III, plasenta lahir pukul 12.40 WIB dengan kotiledon dan
selaputnya utuh.
laserasi pada jalan lahir Ny.C tetapi hanya lecet saja pada bagian mukosa vagina.
Kemudian bidan membersihkan ibu dari cairan ketuban dan darah dan membereskan
alat bekas pakai, dan melakukan pemantauan kala IV. Hasil pemantaua kala IV dalam
batas normal dan bidan memberikan vitamin A 1 tab, paracetamol 1 tab, dan
memantau jumlah perdarahan, TFU, kontraksi uterus, TTV, keadaan kandung kemih.
44
Menurut hasil wawncara yang dilakukan bidan mengatakan yang dilebih dipantau
oleh bidan adalah jumlah perdarahan dan kontraksi uterus dikhawatirkan terjadi
atonia uteri, karena pada saat proses persalinan kala I ibu mengalami kelelahan, hasil
pemantauan kontraksi uterus ibu teraba keras dan jumlah perdarahan dalam batas
normal yaitu ± 150 cc. Bidan menganjurkan ibu untuk makan dan minum setelah itu
bidan memberikan obat per oral yaitu paracetamol 1 tablet, amoxilin 1 tablet,
metronidazole 1 tablet, dan tablet Fe 1 tablet serta vit A 1 tablet dan menganjurkan
Pada pukul 19.00 dilakukan pemeriksaan post natal care 6 jam oleh bidan,
pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan TTV, TFU, jumlah perdarahan, TTV ibu
dalam batas normal yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/m, respirasi 22 x/m
dan suhu 36.7 0C, TFU 2 jari di bawah pusat dan jumlah perdarahan dalam batas
normal. Pada 6 jam ibu sudah bisa mobilisasi miring kanan dan kiri serta berjalan ke
kamar mandi untuk mengganti pembalut, mandi dan berganti pakaian untuk pulang.
Pukul 19.30 Ny.C meminta pulang kepada bidan dan dikarenakan bidan
telah memastikan keadaan ibu dalam batas normal maka bidan mengizinkan Ny.C
untuk pulang. Bidan memberikan obat kepada Ny.C untuk dibawa kerumah yaitu, Vit
menganjurkan Ny.C untuk kunjungan ulang ke pustu pada hari ke 3 atau hari ke 7
45
Tanggal 28 Maret 2017 pukul 10.00 WIB (KF2)
Hasil pemeriksaan pada Ny.C dalam batas normal yaitu tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 78 x/m, respirasi 20 x/m, dan suhu 36,70C, TFU sudah tidak teraba,
diastasis recti ½ , pengeluaran lochea sanguinolenta, tanda homan negatif, dan Ny.C
mengatakan tidak ada keluhan. Berdasarkan hasil wawancara pada post partum 3 hari
Ny.C melakukan kunjungan ke BPM Bidan K (Bidan desa di Liung Gunung), yang
bidan lakukan hanya memeriksa berat badan, tekanan darah, dan TFU, pengeluaran
pervaginam serta memberikan penkes istrihat yang baik dan benar untuk ibu nifas
serta memberitahukan kepada ibu bahwa tidak ada pantangan makanan untuk ibu
nifas serta memberikan katusi, dan tablet Fe dan Bidan K menganjurkan ibu untuk
Ny. C mengatakan tidak ada keluhan pada saat ini, begitupun hasil
pemeriksaan Ny.C dalam batas normal yaitu tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 74
x
/m, respirasi 19 x/m, dan suhu 36,80C, TFU sudah tidak teraba, diastasis recti 1/1 ,
pengeluaran lochea serosa, tanda homan negatif. Pada saat dilakukan wawancara
ternyata Ny.C baru saja melakukan kunjungan ulang ke BPM bidan K pada hari ini
pukul 08.00 WIB, pemeriksaan yang Bidan lakukan adalah memeriksa tekanan darah,
TFU, berat badan, dan pengeluaran pervaginam, serta memberikan penkes tentang
pola istirahat yang baik dan benar untuk ibu nifas dan menganjurkan menyusui
bayinya secara rutin serta menganjurkan untuk kunjungan ulang pada hari ke 30 post
partum.
46
Tanggal 18 April 2017 Pukul 11.00 WIB (KF4)
Pada hari ini Ny.C mengatakan tidak ada keluhan dan hasil pemeriksaan
pada Ny.C dapat dikatakan dalam batas normal dengan hasil pemeriksaan tekanan
darah yaitu 110/80 mmHg, nadi 77 x/m, respirasi 20 x/m, dan suhu 36,50C, pengeluaran
lochea alba, dan tanda homan negatif. Berdasarkan hasil wawancara Ny.C baru akan
untuk kunjungan ulang pada hari ke 30 post partum untuk melakukan imunisasi pada
Bidan melakukan pemantauan pada bayi dan memastikan ada atau tidaknya
masalah potensial dari distosia bahu yang dialami oleh bayi yaitu seperti fraktur
dilakukannya pemeriksaan oleh bidan ternyata bayi tidak mengalami fraktur klavikula
maupun humerus dan tidak terjadi cedera fleksus brakhialis. Pada 6 jam bayi
dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan yaitu mengukur
suhu tubuh bayi yaitu 36,60C, denyut jantung bayi 145x/menit, pernafasan bayi 47
x/menit, warna kulit kemerahan dan mengukur lingkar kepala fronto occipitalis yaitu
36 cm, panjang badan bayi 50 cm dan berat badan bayi 3900 gram serta melakukan
47
Ny.C mengatakan pada saat ini bahwa tidak ada keluhan pada bayinya,
dan hasil pemeriksaan pada bayi Ny.C adalah bunyi jantung bayi 156 x/m, suhu
36,60C, respirasi 46 x/m, lingkar kepala 36 cm, panjang badan 50 cm, berat badan 3900
gram, scelera putih, konjungtiva merah muda, refleks rooting dan sucking positif,
tidak ada pernafasan cuping hidung dan tarikan pada dinding dada, tidak ada
pembesaran hepar, tidak ada tanda tanda infeksi pada tali pusat, warna kulit
kemerahan, refleks graps positif, refleks babynski positif, dan tidak ada tanda tanda
3.2 Pembahasan
Dalam pelayanan ANC Bidan sudah melakukan pemeriksaan test HCG, LILA,
penimbangan berat badan, tinggi badan, tekanan darah, TFU, pemeriksaan leopold
I,II,III,IV, golongan darah, pemeriksaan test HIV, detak jantung janin, oedema pada
kaki dan memberikan pendidikan kesehatan untuk ANC rutin, serta pemberian tablet
Fe sebanyak 160 tablet selama kehamilan, dan pemberian imunisasi TT1 dan TT2
Data penunjang yang didapatkan dari hasil pemeriksaan yang Bidan lakukan
pada pertama kali pasien kontak ke nakes ialah mempertanyakan HPHT yaitu tanggal
20-06-2016, hasil pemeriksaan LILA 24 cm (non KEK), hasil test HCG dalam urine
pada Ny.C positif (+) pada saat pertama kali Ny.C datang ke tenaga kesehatan, pada
saat pertama kali datang ke Bidan D usia kehamilan pada Ny.C yaitu 10 minggu,
hasil pemeriksaan tinggi badan Ny.C 148 cm, pemberian imunisasi TT1 pada usia
48
kehamilan 10 – 12 minggu dan TT2 pada usia kehamilan 21 minggu 2 hari dan hasil
pemeriksaan golongan darah yaitu O. Namun masih ada beberapa asuhan yang belum
terlihat seperti Bidan tidak melakukan pemeriksaan Hb pada Ny.C selama kehamilan.
status kesehatan ibu hamil dan infeksi yang ada bisa segera mendapat terapi. Pada
awal trimester ketiga sebaiknya beberapa pemeriksaan Hb dicek ulang Hal ini untuk
mengevaluasi ulang karena pada trimester ketiga beberapa penyakit bisa muncul
seperti kondisi anemia bisa muncul kembali akibat hemodilusi pada tubuh ibu hamil.
Menurut Depkes RI, 2009 pelayanan atau asuhan standar minimal 10 T adalah
sebagai berikut :
14 T ANC meliputi :
1. Timbang berat badan dan ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan.
5. Pemberian imunisasi TT
6. Pemeriksaan Hb
7. Pemeriksaan VDRL
49
12. Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi
dapat dilakukan standar minimal pelayanan ANC yaitu 7 T (nomor 1-7 pada 10 T di
atas). Pelayanan antenatal ini hanya dapat diberikan oleh tenaga kesehatan
profesional dan tidak diberikan oleh dukun bayi.” (Kutipan Sihombing, 2012 dari
Prawiroharjo, 2010).
sebagian besar ibu hamil yang memeriksakan hemoglobin sebanyak 70%. Hal ini
Penelitian ini sesuai dengan teori Khoifin, salah satu indikator penilaian anemia
adalah kadar hemoglobin. Menurut WHO ibu hamil dikatakan anemia jika kadar hb <
masyarakat, khususnya ibu hamil akan mudah dalam mengakses informasi yang
kadar hemoglobin dalam kehamilan. Diharapkan dengan adanya informasi yang jelas
dan lengkap tentang perdarahan maka ibu hamil akan memeriksakan hemoglobinnya
dan perdarahan dalam kehamilan dapat dicegah lebih dini. pemeriksaan hemoglobin
sangat penting untuk dilakukan terutama pada ibu hamil untuk menghindari
50
komplikasi yang akan terjadi pada kehamilan, proses persalinan dan setelah
persalinan.
Hal lain yang belum terlihat dari asuhan ini adalah bidan tidak
mengantisipasi TFU yang lebih besar dari usia kehamilan yang menandakan adanya
kemungkinan bayi besar, dimana dalam kasus ini tidak ditemukan konseling pola
nutrisi yang Bidan berikan kepada Ny.C selama kehamilan. Untuk mencegah atau
mengantisipasi bayi besar perlu memperhatikan kenaikan berat badan ibu dan
kenaikan TFU ibu dengan cara memperhatikan nutrisi atau pola makan ibu, tetapi
pada kasus ini tidak terlihat antisipasi bidan dalam melakukan tindakan mencegah
terjadinya kenaikan berat badan ibu yang dapat mempengaruhi taksiran berat badan
janin. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada Ny.C bahwa pengakuan Ny.C
gram. Berat badan ibu hamil dipantau untuk mengetahui apakah pertambahan berat
badannya tergolong normal atau tidak. Pertambahan berat badan yang tak normal bisa
dipengaruhi oleh perkembangan janin yang terhambat atau gangguan lain. Menurut
penelitian Irawati, menunjukkan IMT pra hamil merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap berat badan bayi lahir, berarti ibu yang mempunyai
pertambahan berat badan selama kehamilan kurang dari 9,1 kg berisiko melahirkan
bayi dengan berat lahir <3.000 g dibanding ibu yang mempunyai pertambahan berat
badan lebih dari 9,1 kg. Pada ibu hamil dengan kondisi overweight harus menjaga
51
pola makan dengan diet seimbang ibu hamil. Hindari makanan yang memicu gula
darah tinggi misalnya makanan yang terlalu manis, berlemak dan makanan yang
dan sayur-sayuran juga sangat baik untuk ibu hamil dan bisa mempertahankan rasa
Antisipasi terhadap bayi besar belum terlihat pada asuhan yang bidan
lakukan serta asuhan pada 10 T belum dilakukan oleh bidan karena bidan tidak
Pada kasus ini sudah terlihat Bidan dapat mendiagnosa kasus yang
dialami pada Ny.C yaitu G3P2A0 gravida 39 minggu 1 hari inpartu dengan kala I fase
laten memanjang, yang ditandai dengan hasil pemantauan pembukaan serviks dari
3cm ke 4 cm lebih dari 8 jam. Bidan melakukan pemantauan his, pembukaan serviks,
penurunan kepala dan TTV dengan menggunakan partograf dan ternyata partograf
telah melewati garis waspada dan hasil djj dalam batas normal. Hasil pemantauan his
didapatkan hasil pemeriksaan his pada Ny.C hanya 2 x/10 menit dengan durasi his 25
detik, pembukaan 3 cm, molase belum teraba, denominator belum teraba, penurunan
kepala hodge II. Ny.C mengalami fase laten memanjang dikarenakan dari pembukaan
3 cm ke pembukaan 4 cm lebih dari 8 jam, dan pukul 10.30 WIB tanggal 21 Maret
52
Apabila ditemukan tanda dan gejala seperti serviks tidak membuka, tidak di dapatkan
his/his tidak teratur, maka hal tersebuh dapat di diagnosa kemungkinan pasien belum
dalam keadaan inpartu. Apabila ditemukan dan gejala seperti pembukaan serviks
tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam inpartu dengan his yang teratur, maka keadaan
tersebuh didiagnosa kala I fase laten memanjang. Apabila ditemukan tanda dan gejala
seperti pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf , maka keadaan
tersebut didiagnosa fase aktif memanjang. Apabila frekuensi his kurang dari 3 his per
10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik tetapi pembukaan serviks dan turunnya
bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik maka hal tersebut
didiagnosa sebagai inersia uteri. Apabila ditemukan tanda dan gejala seperti
pembukaan serviks dan turunnya janin yang di presentasi tidak maju dengan kaput,
terdapat molase hebat, odema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat janin,
oleh Bidan, karena diagnosa yang ditegakkan oleh Bidan hanya diagnosa ibu
sedangkan diagnosa janin dan masalah potensial dari diagnosa tersebut belum
1. Pernyataan Standar
secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang
tepat.
53
2. Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah
rujukan
Diagnosa potensial yang akan terjadi pada ibu akibat persalinan kala I memanjang
1. Peradarahan
2. Rupture uteri
3. Rupture perineum
4. Cedera panggul
6. Pembentukan fistula
Sedangkan masalah potensial pada bayinya dengan suspek bayi besar yaitu :
Akan terjadi distosia bahu, dan masalah potensial dari distosia bahu ialah :
2. Fraktur klavikula
Menurut Mochtar (2011) tanda klinis kala I lama terjadi pada ibu dan juga pada janin
meliputi:
1. Pada ibu
54
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat
dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks,
2. Pada janin
Bidan melakukan pemantauan klinis yang dialami oleh Ny.C seperti Bidan memantau
keadaan umum Ny.C dan didapatkan hasil bahwa Ny.C merasakan keletihan dan
berkeringat seperti yang disebutkan oleh Mochtar (2011) tanda klinis kala I
memanjang. Selain itu Bidan juga melakukan pemantauan klinis pada janin, tetapi
tidak terdapat tanda dan gejala klinis pada janin seperti yang disebutkan oleh Mochtar
(2011).
Tindakan Bidan pada kasus ini telah sesuai dengan teori dalam buku
Asrinah, dkk (2013) yaitu Bidan melakukan tindakan kolaborasi jika terdapat adanya
indikasi dalam situasi darurat dimana Bidan harus segera bertindak dalam rangka
menyelamatkan jiwa pasien. Pada kasus ini bidan telah melakukan tindakan
55
kolaborasi dengan Dokter Obgyn dari RB Dian melalui telepon, dengan hasil advis
dokter yaitu :
Namun ada hal lain yang tidak dilakukan oleh bidan dari asuhan ini
adalah bidan tidak melakukan tindakan rujukan hanya karena setelah dilakukan
informed consent untuk tindakan rujukan pasien menolak untuk dirujuk dengan
alasan riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu di lakukan pemeriksaan dan
Menurut Dinkes, (2009) bahwa kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya
ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi
Obstetri dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat
rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak
tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi
siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana
transfortasi yang harus tersedia, orang yang ditunjuk menjadi donor darah dan uang
untuk asuhan medik, transfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKUDO (Bidan,
Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang, Dokumen) dapat di gunakan untuk
56
Mengingat tugas dan wewenang bidan berdasarkan hukum kewenangan
Bidan yang diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
dengan perujukkan, dan pada huruf g yaitu pemberian uterotonika manajemen aktif
Hak Bidan
dengan profesinya.
pelayanan kesehatan.
5. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
ataupun pelatihan.
Dalam kasus ini bidan tidak melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan
57
Penatalaksanaan yang bidan lakukan mengenai asuhan mandiri yang
bidan lakukan untuk merangsang mulas yaitu dengan cara menganjurkan Ny.C untuk
berjalan – jalan ringan, berbaring dengan miring ke kiri agar suplay oksigen dari ibu
ke janin tersuplai dengan baik, selain itu juga bidan menganjurkan Ny.C untuk makan
dan minum untuk menambah asupan nutrisi untuk ibu. Karena Ny.C mengeluh lemas
dan letih .
untuk mobilisasi berbaring miring kiri dan menganjurkan Ny.C untuk berjalan-jalan
2) Tentukan keadaan janin: Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung
3) Jika terdapat gawat janin lakukan rujukan dan kolaborasi dengan dokter Obgyn
untuk dilakukan sectio caesarea kecuali jika syarat dipenuhi lakukan ekstraksi
4) Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur darah
5) Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
58
6) Perbaiki keadaan umum dengan:
b) Pemberian intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Dehidrasi ditandai adanya
c) Pemberian therapy misoprostol 0,4 mg sesuai dengan advis dokter, obat ini
diberikan apabila Djj dalam batas normal tidak dianjurkan untuk DJJ >160x/m
dan DJJ < 120x/m, tidak dianjurkan diberikan misoprostol bila terdapat
persalinan.
59
(1) Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi
(2) Apabila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm
d) Lakukan induksi dengan oksitosin drip 5 unit dalam 500 cc dekstrosa atau NaCl,
terhadap 22 ibu bersalin yang diamati sebelum diberikan stimulasi puting susu dan
diamati setelah diberikan stimulasi pada puting susu, menunjukkan bahwa sebagian
besar responden sebelum dilakukan stimulasi puting susu kontraksi uterus tidak
yaitu (45,5%), dan hampir seluruh responden yang mengalami kontraksi uterus
setelah dilakukan stimulasi putting susu yaitu (86,3%) dan yang tidak mengalami
yaiyu (13,7%), setelah dilakukan uji fisher exact probability test didapatkan hasil
menit dan penurunan pengunaan oksitosin, terutama pada ibu nulipara. WHO
60
Sedangkan kurangnya penanganan gerakan putar-putar putting susu sekitar 30% yang
Menurut asumsi penulis tindakan bidan dalam hal tindakan rujukan belum
sejalan dengan teori, dikarenakan bidan tidak melakukan tindakan rujukan hanya
karena pasien menolak rujukan, padahal tertera dalam hak Bidan bahwa Bidan berhak
3.2.2.2. Pemantauan Kala II, Kala III Apabila Terjadi Masalah Potensial
Pada kasus ini belum terlihat asuhan kebidanan pada penatalaksanaan bayi
besar dalam persalinan kala I memanjang yang dapat menimbulkan masalah potensial
pada ibu seperti perdarahan, rupture uteri, cedera panggul dan rupture perineum,
sedangkan masalah potensial yang akan terjadi pada bayi yaitu akan terjadi fraktur
klavikula, cedera fleksus brakhialis, fraktur skavula dan humerus , asuhan yang bidan
lakukan yang dilakukan Bidan hanya mempersiapkan alat partus set, oksigen (O2),
potensial dari persalinan kala I memanjang dengan suspek bayi besar dan perdarahan
pada kala III harusnya bidan menyediakan ambulan untuk transportasi dilakukannya
tindakan rujukan, D5 dan persiapan pendonor darah atau persiapan darah untuk
Pemimpin persalinan dapat mencurigai adanya kemungkinan distosia bahu dan harus
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang sulitnya persalinan
61
dan resiko yang mungkin terjadi. Kandung kemih pasien harus dikosongkan dan
ruang persalinan harus cukup luas sebagai tempat jika dibutuhkan personil dan
terjadi distosia bahu. Studi Cochrane menunjukan bahwa tidak ada temuan yang jelas
(karena tidak terbukti dapat mengubah keadaan panggul ibu atau memberikan
tekanan eksternal ke panggul ibu sebelum kelahiran dapat membantu bahu bayi dapat
melewati jalan lahir). Selain itu, jika dibandingkan penggunaan manuver McRoberts
pada posisi litotomi dengan tempat tidur broken down sehingga bokong ibu dapat
menempel pada tempat tidur sebelum didiagosis distosia bahu untuk mengurangi
traksi kepala janin pada persalinan normal untuk wanita multipara. Oleh karena itu
distosia bahu.
Tindakan bidan belum sesuai untuk penanganan masalah potensial yang akan terjadi
3.2.2.3. Diagnosa
Pada kasus ini sudah terlihat Bidan dapat mendiagnosa kasus yang
dialami pada Ny.C yaitu G3P2A0 gravida 39 minggu 1 hari inpartu kala II dengan
persalinan distosia bahu. Diagnosa yang ditegakkan oleh bidan telah tertulis masalah
potensial dari persalinan dengan distosia bahu yaitu akan terjadi perdarahan post
partum pada ibu diakibatkan karena rupture perineum, dan dapat menyebabkan
fraktur klavikula, fraktur humerus dan fraktur skavula serta cedera fleksus brakhialis
62
pada bayinya. Bidan dapat menegakkan diagnose tersebut dengan data penunjang
yang didapatkan seperti setelah dilakukan pimpinan persalinan kepala bayi lahir
tetapi bahu tidak lahir dalam kurun waktu ± 80 detik, setelah dilakukan traksi kepala
tidak dapat melahirkan bahu anterior maupun posterior yang tertahan di simpisis
pubis.
Melihat tanda-tanda yang dialami pada bayi Ny.C yaitu kepala bayi lahir
tetapi bahu tidak lahir dalam kurun waktu ± 80 detik setelah dilakukan traksi kepala
tidak dapat melahirkan bahu anterior maupun posterior yang tertahan disimpisi pubis,
serta ditandai dengan adanya turtle sign, bidan segera mendiagnosa Ny.C G3P2A0
3. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang simfisis
pubis.
2. Kepala bayi tetap melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali (turtle sign).
63
1. Jarak waktu lahir antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60
detik.
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
3. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
5. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di kranial
simfisis pubis.
Penegakkan diagnosa yang bidan lakukan telah sesuai dengan data penunjang yang
bahu pada teori buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukam (2013) dan alogaritma penanganan distosia bahu. Namun ada hal lain yang
lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan, padahal menurut buku saku
Tatalaksana umum
64
1. Minta bantuan tenaga kesehatan lain, untuk menolong persalinan dan resusitasi
untuk menekuk keuda tungkainya dan mendekatkan lututnys sejauh mungkin kea
rah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk menekan fleksi kedua lutut ibu
kearah dada.
3. Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan secara simultan kearah
4. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tinggi, lakukan tarikan yang
mantap dan terus menerus kearah aksial (searah tulang punggung janin) pada kepaa
Tatalaksana khusus
Bayi berhasil
lahir
pervaginam
Ya Tidak
Bayi berhasil
lahir
pervaginam
Ya Tidak
Rujuk
4-40%. Menurut penelitian Suneet P Chauhan & Co menunjukan hasil diantara objek
penelitian yang pernah ataupun tidak pernah mengalami fraktur yang berulang
terdapat nilai yang signifikan terhadap terjadinya BPI jika dilakukan 3 atau lebih
66
manuver dalam penatalaksanaan distosia bahu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
distosia bahu dan penggunaan manuver dalam penatalaksanaan distosia bahu sering
duhubungkan dengan kelemahan otot di atas, BPI juga dapat terjadi pada persalinan
pervaginam.
intrauterin adalah akibat tekanan endogeneous propulsive dari uterus ketika bayi
berada pada OUE, kegagalan bahu untuk berputar, kelainan tekanan intrauterin akibat
ini dapat menyebabkan BPI. Selain itu, tekanan berlebihan saat traksi juga dapat
menyebabkan PBI. Cedera tidak hanya disebabkan oleh karena traksi namun juga
diakibatkan oleh masalah potensial dari persalinan kala I memanjang dengan suspek
bayi besar, seperti atonia uteri, rupture perineum dan rupture uteri, perlu diperhatikan
pemantauan post partum selama 2 jam, 1 jam pertama setiap 15 menir sekali dan 1
jam kedua setiap 30 menit sekali untuk memantau TTV, TFU, kontraksi uterus,
keadaan kandung kemih dan jumlah perdarahan. Menurut Kutipan Sihombing, 2012
67
dari Depkes RI, 2009, adapun pemeriksaannya meliputi anamnesa keluhan pasien,
ukur tanda-tanda vital pasien, pemeriksaan rambut, muka, mata, hidung, mulut, leher,
payudara, perut (TFU dan kontraksi), ekstremitas, dan genetalia (pemeriksaan edema
dan lochea). Selain itu dilakukan pemeriksaan laboratorium rutin atau atas indikasi.
uterus dan jumlah perdarahan karena dikhawatirkan ibu mengalami atonia uteri yang
disebabkan karena ibu kelelahan pada saat persalinan kala I yang memanjang. selain
itu Bidan juga memantau ada atau tidaknya dampak dari persalinan kala I memanjang
pada Ny.C. Bidan melakukan pemantauan awal selama 2 jam untuk memantau TTV,
TFU, kontraksi uterus, jumlah perdarahan, dan keadaan kandung kemih. Hasil
berkontraksi dengan baik, TFU 2 jari dibawah pusat, kandung kemih teraba kosong,
jumlah perdarahan ± 150 cc, dan TTV 120/80 mmHg, nadi 78x/m, suhu 36,70C.
Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Sosa Et Al yang dilakukan pada 11.323
sebesar 18,6%, Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu yang melahirkan bayi
makrosomia berisiko 2,36 (95% CI 1,93-2,88) kali lebih besar untuk mengalami
68
perdarahan postpartum dibandingkan ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir
normal.
Pada kasus ini bidan dapat menegakkan diagnosa sesuai dengan diagnosa
yang ditegakkan didalam teori yaitu bayi baru lahir dengan asfiksia dengan masalah
potensial yang dapat terjadi seperti kejang, perdarahan otak, dan hiperbilirubin.
Bidan dapat mendiagnosa kasus tersebut dengan data penunjang yang didapatkan
yaitu ketika bayi lahir spontan pukul 12.30 WIB bayi menangis merintih, kulit
berwarna kebiruan pada daerah telapak kaki dan tangan, tonus otot tidak aktif dan
nafas megap-megap.
Menurut buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Penilaian untuk
melakukan resusitasi semata – mata ditentukan oleh tiga tanda yang penting yaitu :
1. Pernafasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita memulai resusitasi
Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bayi yang
lahir dengan mengalami persalinan lama pada kelompok kasus proporsinya hampir
lima kali lebih besar (43%) dibanding kelompok kontrol (8,5%). Terbukti adanya
69
Bayi yang lahir dengan asfiksia neonatorum, setelah dikontrol persalinan tindakan
dan kasus rujukan berperan sebagai confounder, atau mempunyai pengaruh terhadap
Dalam melakukan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia,
bidan telah melakukan penanganan sesuai dengan tindakan resusitasi awal yaitu :
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar . Tindakan resusitasi bayi baru lahir
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm. – Menghisap
mulut, hidung dan kadang trachea. – Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa
2. Memulai pernafasan :
Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan – Memakai VTP bila perlu
seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari
paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi :
70
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara – Kompresi dada.
Menurut asumsi penulis tindakan penanganan asfiksia pada bayi baru lahir yang
Resusitasi pada bayi baru lahir engan asfiksia. Bidan diberikan wewenang melakukan
resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia yang sering terjadi pada
partus lama, KPD, persalinan dengan tindakan pada bayi dengan BBLR, utamanya
riwayat persalinan kala I memanjang distosia bahu dan asfiksia maka dilakukan
pemantauan 2 jam setelah bayi lahir. Asuhan kebidanan yang dilakukan oleh bidan
yaitu melakukan pemeriksaan fisik seperti lingkar kepala pemberikan vit K dan salep
mata, serta memeriksa adanya fraktur klavikula, skavula, humerus dan fleksus
brakhialis dengan melakukan rangsangan refleks morrow pada bayi dan molase pada
bayi yang diakibatkan karena persalinan dengan distosia bahu dan persalinan kala I
memanjang. Namun ada hal lain yang belum terlihat dari asuhan ini adalah bidan
tidak melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk memastikan tidak
terjadi fraktur klavikula, fraktur skavula, cedera fleksus brakhialis dan fraktur
humerus, seperti melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak atau bagian
71
sesudah persalinan) dapat membantu mengetahui kapan terjadi BPI. Hasil
untuk berkembang. Jika ditemukan dalam periode neonatal dini, harus segera
ditangani dengan berkolaborasi dengan dokter anak dan dokter orthopedic sehingga
pada akhirnya kecacatan akibat distosia bahu seperti fraktur klavikula dan humerus
72
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
4.1.1 Penegakkan diagnosa seperti di dalam teori belum dilakukan oleh bidan.
4.1.2 Tindakan bidan dalam menatalaksanakan kasus kala I fase laten, distosia bahu
belum sesuai dengan tupoksi dan hak bidan, karena bidan tidak melakukan
4.1.3 Antisipasi yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
post natal care dengan persalinan kala I memanjang dan distosia bahu sudah
dilakukan.
4.1.4 Antisipasi pada bayi baru lahir dengan distosia bahu belum terlihat karena
bidan tidak melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anak dan radiologi.
4.2 SARAN
Dari hasil penelitian ini, maka muncul beberapa saran untuk pihak-pihak tertentu,
diantaranya:
oleh lahan praktik serta kualitas pelayanan kebidanan berdasarkan standar pelayanan.
Untuk kedepannya memantau kenaikan berat badan , TFU serta tindakan rujukan
73
4.2.2. Untuk Institusi Pendidikan
mengenai kala I memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia agar
mengenai kala I memanjang, distosia bahu dan bayi baru lahir dengan asfiksia agar
dapat menjadi acuan dan berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan
ilmu baru bagi kemajuan di bidang kesehatan sebagai bahan referensi dalam proses
perkuliahan.
berbagai referensi dan mengaplikasikan teori yang didapat dari perkuliahan dalam
74
DAFTAR REFERENSI
75
Hubungan konsumsi Tablet Fe dengan Pemeriksaan Hemoglobin. 2012.
http://ojs.akbidylpp.ac.id/index.php/Prada/article/viewFile/15/14 diakses pada
tanggal 03 Juli 2017 pukul 00.08 WIB
Saifudin, Abdul Bari dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
76
Zulhaida, Lubis. 2008. Status Gizi Ibu Hamil serta Pengaruhnya Terhadap Bayi yang
Dilahirkan. http:// www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. diakses pada tanggal
15 Juni 2017 pukul 13.00 WIB
77
DAFTAR LAMPIRAN
3. Buku KIA
4. Informed consent
6. Partograf
78