Anda di halaman 1dari 9

1.

Keselamatan Pasien (Patient safety)

Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/

Menkes/Per/VIII/2011 disebutkan bahwa keselamatan pasien (Patient safety)

rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih

aman meliputi asesmen resiko identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan resiko pasien. Pelaporan dan analisa insiden, kemampuan belajar dari

insiden dan tindak lanjutnya serta implememntasi solusi untuk meminimalkan

timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan

akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (6).

2. Standart Keselamatan Pasien

Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera

dirumah sakit, maka standar keselamatan pasien dalam rumah sakit sangatlah

diperlukan. Standar keselamatan ini diatur dalam PERMENKES RI Nomor

1691/Menkes/PER/VIII/2011 BAB III mengenai Standar keselamatan Pasien

Pasal 7 disebutkan bahwa setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar

Keselamatan Pasien. Standar keselamatan pasien tersebut meliputi :

a. Hak Pasien

b. Mendidik pasien dan keluarga

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

d. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien.


e. Peran kepemiminan dalam meningkatkan keselamatan pasien.

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien

g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan.

3. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Nomor 1691/ Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan

Pasien Rumah Sakit BAB IV pasal 8. Sasaran keselamatan pasien merupakan

syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi

Akreditasi Rumah Sakit, dalam penyusunan sasaran keselamatan pasien ini

mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solution dari WHO Patient

Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit
(6)
PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint Commision International (JCI) . Enam

sasaran (Six Goals Patien Safety) yaitu: (6)(5)

a. Ketepatan identifikasi pasien

Kesalahan karena keliru dalam identifikasi pasien sangatlah rentan

terjadi dihampir semua tahapan diagnosa atau pengobatan. Kesalahan tersebut

bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami

disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi rumah sakit,

adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.

b. Meningkatkan komunikasi efektif

Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat dan lengkap, jelas dan

yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan

kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui

telepon. Tidak hanya melalui lisan ataupun telepon kesalahan komunikasi


mudah terjadi ketika pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti

melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.

c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

Obat – obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication) adalah

obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel

event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan

(adverse outcome) seperti obat-obatan yang terlihat mirip dan keengarannya

mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun

Alike/LASA). Obat –obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan

pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,

kalium klorida 2 meq/ml atau lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih

pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat). Cara yang

paling efektif untuk mengurangi / menghindari kejadian tersebut adalah

dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai.

d. Kepastian tepat lokasi-tepat prosedur-tepat pasien operasi

Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau

yang tidak adekuat antara tim bedah, kurang / tidak melibatkan pasien di

dalam penandaan lokasi (Site marking), dan tidak ada prosedur untuk

verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat,

penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung

komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan

dengan tulisan tangan yang tidak dapat dibaca dan pemakaian singkatan

adalah faktor-faktor yang berkontribusi yang sering terjadi.

Penandaan yang digunakan oleh rumah sakit harus konsisten dan harus

dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat

disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi

(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel leel

(tulang belakang).

e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

Tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan adalah

pencegahan dan pengendalian infeksi, peningkatan biaya untuk mengetasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan

keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.

Infeksi yang dijumpai biasanya adalah infeksi saluran kemih, infeksi pada

aliran darah (blood stream infection) dan pneumonia. Dalam penanggulangan

pusat dari eliminasi infeksi tersebut dan infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan

(hand hygiene) yang tepat.

f. Pengurangan pasien jatuh

Dalam konteks populasi/ masyarakat yang dilayani, pelayanan yang

disediakan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi pasien risiko

pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cidera bila

sampai jatuh. Evaluasi tersebut dilihat dari aspek riwayat jatuh, obat dan

telaah terhadap kosumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat

bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program evaluasi tersebut haruslah

diterapkan oleh rumah sakit untuk mengurangi jumlah pasien jatuh.

4. Tujuan Keselamatan Pasien


Merawat pasien yang sakit dengan tujuan agar pasien sembuh dari sakitnya

dan sehat kembali merupakan tujuan dari sakitnya merupakan tujuan dari rumah

sakit. Tujuan dari keselamatan pasien yaitu : (10)

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunkan kejasian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

d. Terlaksananya program-program pencegahab sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan

5. Langkah-Langkah Menuju Keselamatan Pasien

Kenyataan masih adanya pasien yang menjadi korban adverse evens (AEs)

atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang berdampak negatif dan berakibat fatal

pada pasien maka dalam pencapaian tujuan keselamatan pasien, perlu adanya

langkah-langkah menuju keselamatan pasien. Langkah-langkah tersebut diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1691 / Menkes /

Per / VIII / 2011 BAB V (Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit)

Pasal 9 ayat 2 yaitu:

a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

b. Memimpin dan mendukung staf

c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko

d. Mengembangkan sistem pelaporan

e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan

g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien


A. Konsep Identifikasi Pasien

1. Definisi Identifikasi Pasien

Identifikasi pasien adalah proses pengumpulan data dan mencatat segala

keterangan mengenai seseorang sehingga bisa disamakan dengan orang tersebut

dengan tujuan untuk membedakan dengan orang lain. Keadaan yang dapat

mengarahkan terjadinya error / kesalahan dalam mengidentifikasi pasien adalah

pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak

sadar sepenuhnya, bertukar tepat tidur, kamar, lokasi didalam rumah sakit,

mungkin mengalami disabilitas sensori atau akibat situasi lain (5).

Cara – cara identifikasi pasien :(2)

a. Mengetahui wajah secara umum, membandingkan foto yang tertera pada tanda

pengenal dengan wajah asli

b. Memperoleh keterangan pribadi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, pekerjaan,

alamat, dan agama.

c. Penggabungan dari perkenalan wajah dengan keterangan pribadi

2. Tujuan Identifikasi Pasien

Tujuan yang ingin dicapai pada pelaksanaan identifkasi pasien adalah pasien

mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang seharusnya didapatkan oleh pasien,

tidak terjadi kelalaian maupun kesalahan dalam penatalaksanaan perawat dan

pengobatan serta keamanan dan keselamatan pasien yang menjadi fokus utama (6).

Dalam instrumen akreditasi rumah sakit dijelaskan bahwa tujuan dari sasaran

ketepatan identifikasi adalah (5) :


a. Mengidentifikasi pasien sebagai individu yang akan mendapatkan pelayanan

atau pengobatan.

b. Untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

3. Starategi pengidentifikasian pasien

World Health Organization dalam pembahasannya mengenai Patient Safety

Solution khususnya Identification Patient menyarankan strategi yang harus

dipertimbangkan mengenai ketepatan identifikasi pasien. Strategi tersebut adalah


(8)
:

a. Rumah sakit harus mempunyai sistem organisasi tentang Patient Safety yang

baik yang meliputi :

1) Menekankan tanggung jawab kepada petugas kesehatan (perawat) untuk

memeriksa dan mencocokkan identifikasi pasien yang benar dengan

tindakan yang akan diberikan (pengambilan spesimen dan prosedur lain).

2) Mendorong penggunaan setidaknya dua pengidentifikasi (misalnya nama

dan tanggal lahir) untuk memverifikasi identitas pasien dan tidak

menggunakan nomor kamar atau nomor tempat tidur.

3) Standarisasi pendekatan prosedur identifikasi pasien meskipun pelayanan

yang berbeda.

4) Menyediakan protokol yang jelas untuk mengidentifikasi pasien yang tidak

memiliki identifikasi dan nama yang sama.

5) Pendekatan non verbal dapat dikembangkan dan digunakan untuk

mengidentifikasi pasien koma dan bingung.

6) Mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam semua tahapan proses

identifikasi.
7) Mendorong pelabelan yang digunakan untuk pemeriksaan darah dan

spesimen lain.

8) Menyediakan untuk pemeriksaan ulang untuk mencegah kesalahan

identifikasi pasien.

b. Memberikan pelatihan tentang prosedur pemeriksaan/ verifikasi identitas

pasien dan mengembangkan keprofesionalan bagi pekerja kesehatan.

c. Mendidik pasien tentang pentingnya identifikasi yang benar dengan cara yang

positif dan menjaga provesi mereka.

4. Pelaksanaan identifikasi pasien

Pelaksanaan identifikasi pasien ditekankan pada verifikasi identifikasi pasien,

termasuk keterlibatan pasien dalam proses dan pasrtisipasi pasien dalam

konfirmasi. Adanya perkembangan kebijakan dalam ketepatan identifikasi adalah

untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah,

pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau pemberian

pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan tersebut tentunya dengan protokol

identifikasi seorang pasien yang meliputi nama pasien, nomor rekam medis,

tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code dan lain-lain. Dilarang

menggunakan nomor kamar atau lokasi untuk mengidentifikasi pasien (5)(6).

Ketepatan identifikasi yang ditentukan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit

(KARS) yaitu :

a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identifikasi pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.


b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.

c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis

d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur.

e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten

pada semua situasi dan lokasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Hennemen (2010) “Patient Identification

Errors Are Common in a Simulated Setting”. Penelitian yang dilakukan adalah

melibatkan prospektif, skenario simulasi pasien dengan perangkat eye-trecking.

Simulasi penelitian ini melibatkan perawat dalam pemberian obat intravena,

pemberian label spesimen darah dan penerapan gelang identifikasi. Hasil

penelitian menunjukkan 61 % (37/61) tenaga kesehatan melakukan kesalahan

identitas (61 % perawat, 94 % teknisi, 29 % rekan layanan darurat). 74 % dari

tenaga kesehatan (74/100) gagal untuk mencocokkan gelang identifikasi (87 %

perawat, 49 % teknisi ). 27 % dari pekerja kesehatan (36 / 133) gagal untuk

mencocokkan gelang identitas sebelum melakukan tugas mereka (33 % perawat, 9

% teknisi, 33 % layanan darurat). 15 % (5/33) petugas kesehatan yang

menyelesaikan prosedur memverifikasi identitas pasien dengan kesalahan

identifikasi masih belum mengenali kesalahannya (11).

Dapat disimpulkan bahwa masih banyak tenaga keperawatan yang melakukan

kesalahan dalam mencocokkan identitas pasien sehingga peningkatan

pengetahuan mengenai ketepatan identifikasi pasien sangat diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai