Roh yang berbicara melalui orang itu sudah banyak memperdaya kalian. Itu bukan
“ roh Siatas Barita, nenekmu, melainkan roh jahat. Masakan nenekmu menuntut darah
salah satu dari keturunanya! Segera Sibaso jatuh ke tanah. ”
— Ludwig Ingwer Nommensen[4]
Menghadapi keadaan yang menekan, Nommensen tetap ramah dan lemah lembut, hingga lama-
kelamaan membuat orang merasa enggan dan malu berbuat tidak baik padanya.[4] Pada satu malam
ketika para raja berada di rumahnya hingga larut malam dan tertidur lelap, Nommensen mengambil
selimut dan menutupi badan mereka, hingga pagi hari mereka terbangun dan merasa malu, melihat
perbuatan baik Nommensen. Sikap penolakan raja Batak ini disebabkan kekhwatiran bahwa
Nommensen adalah perintisan dari pihak Belanda.[4]