Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. 1
2.4 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah penyandang DM
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Internasional Diabetes Federation (IDF) memprediksikan adanya kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.3
Berdasarkan data dari IDF 2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik
2 peringkat dibandingkan dengan tahun 2013 dengan 7,6 juta orang penyandang DM. Penelitian
epidemiologi yang dilakukan hingga tahun 2005 menyatakan bahwa pervalensi diabetes melitus
di Jakarta pada tahun 1982 sebesar 1,6%, tahun 1992 sebesar 5,7% dan tahun 2005 sebesar
12,8%.2 Pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke 7 dunia untuk prevalensi penderita
diabetes tertinggi di dunia bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta. Lebih dari 60% laki-laki
dan 40% perempuan dengan diabetes meninggal sebelum berusia 70 tahun di wilayah regio asia
tenggara.3
Peningkatan prevalensi DM dibeberapa negara berkembang akibat peningkatan angka
kemakmuran di negara yang bersangkutan akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar menyebabkan
meningkatnya angka kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit DM. DM
merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat
menurunkansumber daya manusia.4
Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Di
beberapa negara barat kasus DM tipe-1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah penderita diabetes, dan
lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DM tipe-1. Insidens tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000
untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi pada ras Kaukasia dibandingkan ras-
ras lainnya. Diperkirakan diseluruh dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15 tahun akan
berkembang menjadi DM tipe-1. Data registri nasional DM tipe-1 pada anak dari PP IDAI
hingga tahun 2014 didapatkan 1021 kasus. Terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak
yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM
tipe-1 berusia >20 tahun.10
2.5 Patofisiologi
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Autoantibodi yang berkaitan dengan diabetes adalah glutamicacid
decarboxylase 65 autoantibodies (GAD); tyrosine phosphataselike insulinoma antigen 2 (IA2);
insulin autoantibodies (IAA); dan β-cellspecifi c zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8).
Ditemukannya satu atau lebih dari autoantibodi ini membantu konfi rmasi diagnosis DM tipe-1.9
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.1,9
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis
dan DPP-4 inhibitor.1,8
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.1
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.1,9
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidindion.1,9
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang mmecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.1
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.1
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose
coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya
tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh
obatnya.1
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.1
2.6 Gejala Klinis
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.
2.7 Diagnosis
Meskipun TTGO dengan beban glukosa 75 g lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
pemeriksaan glukosa darah puasa, TTGO memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
dilakukan berulang-ulang. Apabila hasil pemeriksaan TTGO tidak memenuhi kriteria DMT2,
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu/ impaired glucose
tolerance) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu/ impaired fasting glucose). Diagnosis
TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa darah 2 jam setelah TTGO
antara 140-199 mg/dL. Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa darah
puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL.11
2.8 Komplikasi
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya
insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas
akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut
juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi
sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end
produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD.
Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap
tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah,
sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau
aseton. 12
2.8.3 Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar,
mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan
kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir
dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang. 12
2.8.4 Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis12
2.8.8 Makroangiopati
2.8.8.1 Pembuluh Darah Jantung Atau Koroner Dan Otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi eperti riwayata keluarga PJK atau
DM12
Faktor Risiko
Faktor risiko PAD mirip dengan etiologi penyakit arteri coroner. Faktor yang termasuk
factor risiko klasik adalah merokok, diabetes, riwayat keluarga, hipertensi dan hiperlipidemia.
Risiko ini meningkat pada pasien dengan usia ≥ 70 tahun. Pada pasien yang 50-69 tahun dengan
riwayat diabetes atau meroko dan pada pasien 40-49 tahun dengan diabetes dan satu atau lebih
aterosklerosis terkait factor risiko, klaudakasio intermiten, kelainan pada palpasi denyut
ekstremitas bawah atau aterosklerosis pada arteri non perifer (misalnya, coroner, karotis, dan
arteri ginjal). Pada jenis kelamin baik yang simptomatik maupun asimptomatik, sedikit lebih
besar pada pria daripada wanita, terutama pada kelompok usia yang lebih muda. Pada pasien
dengan klaudikasio intermiten, rasio laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah antara 1:1 Dan
2:1. Rasio ini meningkat pada beberaoa studi setidaknya 3:1 paa tahap penyakit yang llebih
parah. Terdapat pula studi yang menyatakan bahwa klaudikasio intermiten didominasi oleh jenis
kelamin wanita. Pada penelitian Framingham didapatkan bahwa klaudikasio intermiten juga
prevalensi dua kali ebih banyak pada pria dibandingkan wanita.13
Patofisiologi PAD
Faktor risiko terjadinya PAD adalah aterosklerosis, penyakit degeneratif, keluhan
displasia, inflamasi vaskular (arteritis), arteritis, trombosis in situ, dan tromboemboli. Tetapi
penyebab utama PAD adalah aterosklerosis. Endotelium normalnya berfungsi mempertahankan
homeostasis pembuluh darah. Endotel berfungsi meregulasi proses inflamasi di pembuluh darah
dengan cara menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi alirah darah. Endotelium normal
akan memproduksi nitrit oksidase yang berfungsi menghambat aktivasi trombosit, adhesi,
agregasi dan mediator lain yang berperan pada proses antitrombotik. Pada PAD yang penyebab
utamanya adalah aterosklerotik, akan terjadi disfungsi endotel. Disfungsi endotel tersebut akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada produksi oksida nitrat
Prevalensi dan risiko PAP lebih tinggi pada individu dengan diabetes dibandingkan tanpa
diabetes, yaitu dua kali lebih sering pada pasien dengan DM.. Peningkatan risiko ini independen
dan dapat menambahkan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Perkembangan klinis pasien PAP
juga lebih buruk pada pasien dengan diabetes daripada mereka yang tidak. Klaudikasio
intermiten terjadi dua kali lebih banyak pada pasien dengan diabetes daripada pasien non
diabetes. Penyakit arteri perifer (PAP) pada orang dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2)
merupakan salah satu komplikasi makrovaskular utama. PAP juga merupakan salah satu faktor
risiko utama ulkus diabetik dan amputasi ekstremitas bawah pada pasien DM. Pasien diabetes
dengan PAP memiliki kemungkinan 7-15 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami amputasi
dibanding pasien non diabetes dengan PAP. Pada pasien diabetes didapatkan dua tipe kerusakan
vaskular, yaitu tipe non oklusif yang dijumpai pada mikrosirkulasi dan tipe oklusif pada
makrosirkulasi seperti pada arteri koroner, pembuluh darah perifer dan sebagainya dimana hal ini
ditandai dengan proses aterosklerosis. DM merupakan faktor risiko yang sangat berpengaruh
terhadap terjadinya ateroskerosis obliteran dan pasien DM sering mengalami klaudikasio
intermiten.
Terdapat proses-proses yang terjadi pada pasien diabetes seperti hiperglikemia, asam
lemak bebas yang berlebih, dan resistensi insulin. Hal tersebut berpengaruh terhadap sel endotel
pembuluh darah. Sel endotel arteri merupakan organ yang aktif secara biologi memproduksi zat
vasodilator seperti endothelium derived relaxing factors (EDRF) atau dikenal nitric oxide (NO).
Dapat terjadi vasokonstriksi, peningkatan sel-sel radang hingga trombosis oleh karena proses-
proses yang terjadi pada pasien DM. Penyebab yang paling utama adalah gangguan atau
penurunan bioavailabilitas dari NO karena disfungsi endotel yang terjadi pada pasien DM tipe 2.
NO adalah stimulus yang penting dari vasodilatasi dan mengurangi terjadinya peradangan
melalui modulasi interaksi leukosit dan dinding pembuluh darah. Selain itu, NO juga membatasi
migrasi dan proliferasi vascular smooth muscle cell (VSMC) serta membatasi aktivasi dari faktor
pembekuan darah. Oleh karena itu, berkurangnya NO pada pasien DM akan mengganggu
pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis. Mekanisme berkurangnya NO pada pasien
diabetes adalah hiperglikemia, resistensi insulin, dan asam lemak bebas berlebih. Hiperglikemia
menghambat endothelium nitric oxide sintetase (eNOS) dan meningkatkan produksi reactive
oxygen species (ROS). Konsekuensi dari resistensi insulin adalah pembebasan berlebih dari
asam lemak bebas (FFA). FFA mengaktifasi protein kinase C, penghambatan phospatidil inositol
kinase (PI-3 kinase) (sebagai agonis pathway eNOS) dan produksi ROS. Selain efek disfungsi
endotel, terjadi juga aktifasi RAGE (reseptor advanced glycation end product), dan peningkatan
peradangan lokal yang diperantarai oleh peningkatan faktor transkripsi, NFkB dan aktivator
protein-1. Peningkatan pro inflamasi lokal ini, bersama-sama dengan hilangnya fungsi normal
NO yang dihubungkan dengan peningkatan kemotaksis leukosit, adhesi, transmigrasi, dan
transformasi dalam foam cell. Proses in yang memperhebat peningkatan stres oksidatif.45
Peningkatan produksi superoksida radikal tidak hanya menyebabkan peningkatan inaktivasi NO,
tetapi juga meningkatkan sintesis prostanoid yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dengan
adanya pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil.13,14
Fungsi pankreas
Asupan energy
Obesitas dan kalori terganggu
berlebih
Jenis Disiplidemia
Kelamin Pemeriksaan
Dan Hipertensi
Gula Darah
Komplikasi
Akut Kronik
Neuropati PAD
Retinopati Nefropati PJK
ABI
Kerangka Konsep