Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes
mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain. 1

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Terdapat dua kategori utama DM, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 dulu
disebut insulin dependent atau juvenile/childhood-onset diabetes, ditandai dengan kurangnya
produksi insulin. Diabetes tipe 2, dulu disebut non-insulin-dependent atau adult-onset diabetes,
disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh. Dibetes tipe 2 merupakan 90%
dari seluruh diabetes. Sedangkan diabetes gestasional adalah hiperglikemi yang didapatkan saat
kehamilan. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau impaired glucos tolenrance (IGT) dan
glukosa darah puasa terganggu (GDP terganggu) atau impaired fasting Glycaemia (IFG)
merupakan kondisi transisi antara normal dan diabetes. Orang dengan IGT atau IFG berisiko
tinggi berkembang menjadi DM tipe 2.1,8

2.3 Faktor risiko diabetes


Faktor risiko diabetes melitus bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko Yang tidak dapat
dimodifikasi dan Yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko Yang tidak dapat dimodifikasi adalah
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi adalah :9
1. Usia
Menurut Perkeni 2015 bahwa kelompok usia 45 tahun ke atas adalah kelompok yang
berisiko tinggi mengalami DM, menurut WHO (2016) bahwa usia di atas 30 tahun kadar
gula darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl pada saat 2
jam setelah makan.
2. Ras dan etnik
Ras atau etnik yang dimaksud contohnya seperti suku atau kebudayaan setempat dimana
suku atau budaya dapat menjadi salah satu factor risiko DM yang berasal dari lingkungan
sekitar.
3. Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus
Seorang anak yang merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM (Ayah, Ibu,
lakilaki, saudara perempuan) berisiko menderita DM dan pada umumnya apabila seorang
menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai resiko DM sebanyak 10 %.
4. Jenis kelamin
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan dan pasca
menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi. Selain
itu, pada wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal hormone
progesterone menjadi tinggi sehingga meningkatkan system kerja tubuh untuk
merangsang sel-sel berkembang. Selanjutnya, tubuh akan memberikan sinyal lapar dan
pada puncaknya menyebabkan system metabolism tubuh tidak bias menerima langsung
asupan kalori sehingga menggunakan secara total sehingga terjadi peningkatan kadar
gula darah saat kehamilan.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah :


1. Berat badan lebih, obesitas abdominal/ sentral
Pada orang yang menderita obesitas, dalam tubuhnya terjadi peningkatan
pelepasan asam lemak bebas ( Free Fatty Acid/ FFA ) dari lemak visceral yaitu lemak
pada rongga perut yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan juga lebih
sensitif terhadap homon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja
insulin dimana sel beta kelenjar prankeas akan mengalami kelelahan dan tidak
mampu untuk memproduksi insulin yang cukup untuk mengimbangi kelebihan
masukan kalori. Sehingga kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu
peningkatan produksi glukosa hepatic melalui proses glukoneosis. Peningkatan
jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan
berkorelasi negative dengan sensitivitas insulin.
2. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan
mengeluarkan tenaga dan energy. Aktivitas fisik sangat berperan dalam mengontrol
gula darah. Pada saat tubuh melakukan aktifitas fisik maka sejumlah glukosa akan
diubah menjadi energy. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat
sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang
berolahraga, zat makan yang masuk ke dalam tubuh tidak di baar tetapi ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah
glukosa menjadi energy maka akan timbul DM. setelah beraktivitas fisik selama 10
menit, glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali dari jumlah kebutuhan pada
keadaan biasa.
3. Hipertensi
Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes mellitus yang disebabkan penebalan
pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi
menyempit. Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi
hiperisnulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar gukosa darah normal.
Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan terjadilah DM tipe 2.
4. Disiplidemia (HDL <35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Disiplidemia merupakan salah satu factor utama dari aterosklerosis dan penyakit
jantung coroner. Aterosklerosis dapat menyebabkan aliran darah terganggu.
Disiplidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom metabolic selain
diabetes mellitus dan hipertensi.
5. Merokok
Asap rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin)
merangsang kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa.

2.4 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memprediksikan kenaikan jumlah penyandang DM
di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Internasional Diabetes Federation (IDF) memprediksikan adanya kenaikan jumlah penyandang
DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035.3
Berdasarkan data dari IDF 2014, Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik
2 peringkat dibandingkan dengan tahun 2013 dengan 7,6 juta orang penyandang DM. Penelitian
epidemiologi yang dilakukan hingga tahun 2005 menyatakan bahwa pervalensi diabetes melitus
di Jakarta pada tahun 1982 sebesar 1,6%, tahun 1992 sebesar 5,7% dan tahun 2005 sebesar
12,8%.2 Pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke 7 dunia untuk prevalensi penderita
diabetes tertinggi di dunia bersama dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko dengan jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta. Lebih dari 60% laki-laki
dan 40% perempuan dengan diabetes meninggal sebelum berusia 70 tahun di wilayah regio asia
tenggara.3
Peningkatan prevalensi DM dibeberapa negara berkembang akibat peningkatan angka
kemakmuran di negara yang bersangkutan akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan
pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama dikota-kota besar menyebabkan
meningkatnya angka kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit DM. DM
merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat
menurunkansumber daya manusia.4
Insidens DM tipe-1 sangat bervariasi baik antar negara maupun di dalam suatu negara. Di
beberapa negara barat kasus DM tipe-1 terjadi 5-10% dari seluruh jumlah penderita diabetes, dan
lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DM tipe-1. Insidens tertinggi
terdapat di Finlandia yaitu 43/100.000 dan insidens yang rendah di Jepang yaitu 1,5-2/100.000
untuk usia kurang 15 tahun. Insidens DM tipe-1 lebih tinggi pada ras Kaukasia dibandingkan ras-
ras lainnya. Diperkirakan diseluruh dunia 80.000 anak-anak berusia kurang dari 15 tahun akan
berkembang menjadi DM tipe-1. Data registri nasional DM tipe-1 pada anak dari PP IDAI
hingga tahun 2014 didapatkan 1021 kasus. Terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak
yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM
tipe-1 berusia >20 tahun.10

2.5 Patofisiologi
DM tipe-1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa
yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan oleh kerusakan sel β pankreas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan
terhenti. Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein. Autoantibodi yang berkaitan dengan diabetes adalah glutamicacid
decarboxylase 65 autoantibodies (GAD); tyrosine phosphataselike insulinoma antigen 2 (IA2);
insulin autoantibodies (IAA); dan β-cellspecifi c zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8).
Ditemukannya satu atau lebih dari autoantibodi ini membantu konfi rmasi diagnosis DM tipe-1.9
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot,
liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal
(defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi
glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya
gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.1,9
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut :
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis
dan DPP-4 inhibitor.1,8
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.1
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.1,9
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam
plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan
resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan
yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini
adalah tiazolidindion.1,9
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent insulinotrophic
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin
segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa
menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor.
Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang mmecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian
diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang
bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.1
6. Sel Alpha Pancreas:
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam
keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang
menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.1
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose
coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya
tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh
obatnya.1
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.1
2.6 Gejala Klinis

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:11

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.

 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria,
serta pruritus vulva pada wanita.

2.7 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan


glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena. Penggunaan darah vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh
WHO. Untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah
vena dengan sistem enzimatik dengan hasil :11

1. Gejala klasik + GDP ≥126mg/dl


2. Gejala klasik + GDS ≥200mg/dl
3. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥200mg/dl
4. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDP ≥126mg/dl
5. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GDS ≥200mg/dl
6. Tanpa gejala klasik + 2x Pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl
7. HbA1c ≥6.5%

Meskipun TTGO dengan beban glukosa 75 g lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
pemeriksaan glukosa darah puasa, TTGO memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
dilakukan berulang-ulang. Apabila hasil pemeriksaan TTGO tidak memenuhi kriteria DMT2,
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (toleransi glukosa terganggu/ impaired glucose
tolerance) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu/ impaired fasting glucose). Diagnosis
TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa darah 2 jam setelah TTGO
antara 140-199 mg/dL. Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa darah
puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL.11

2.8 Komplikasi

2.8.1 Ketoasidosis Diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan
hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya
insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas
akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam kreb cycle tersebut
juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang kemudian di oksidasi untuk menjadi
sumber energi akibat sinyaling sel yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end
produk berupa benda keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein
dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya KAD.
Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap
tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah,
sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau
aseton. 12

2.8.2 Koma Hiperosmolar Non Ketotik


Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari
600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan
ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes tipe non insulin dependen karena
pada keadaan ini pasien akan jatuh kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar
insulin darah nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah keadaan
hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia. 12

2.8.3 Hipoglikemia
Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala
klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar,
mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan
kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir
dan gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik :
pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang. 12

2.8.4 Mikroangiopati
Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis12

2.8.5 Retinopati Diabetik


Retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan inkompetens
vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik mikroaneurisma dan
vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan
disetiap lapisan retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina
menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan
sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada retinopati
diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang merangsang neovaskularisasi
yang menyebabkan kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi
yang rapuh ini berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi saat
berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat penurunan
penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes memeriksakan matanya 3
tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap tahun bila sudah mulai ada kerusakan
mikro untuk mencegah kebutaan. Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol
memperlambat progresivitas kerusakan retina. 12

2.8.6 Nefropati Diabetik


Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada
minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut menjadi proteinuria akibat
hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi
nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan
hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai
vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus
dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi
keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.12

2.8.7 Neuropati Diabetik


Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit
di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.12

2.8.8 Makroangiopati
2.8.8.1 Pembuluh Darah Jantung Atau Koroner Dan Otak
Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan
terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi eperti riwayata keluarga PJK atau
DM12

2.8.8.2 Peripheral Arterial Disease (PAD)


Peripheral arterial disease (PAD) adalah gangguan struktur dan fungsi aorta,
cabang viseralnya, dan gangguan arteri yang memperdarahi ekstremitas bawah yang disebabkan
oleh proses aterosklerosis atau tromboemboli. Gangguan vaskular terjadi pada arteri non koroner
yang memerdarahi ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, aorta abdominalis,
dan semua percabangan yang keluar dari aorta iliaka. Arteri ekstremitas bawah yang sering
terdapat gangguan vaskular adalah arteri femoralis dan poplitea (80-90%), arteri tibialis dan
peroneal (40-50%), dan arteri aorto-iliaka (30%).13

Faktor Risiko
Faktor risiko PAD mirip dengan etiologi penyakit arteri coroner. Faktor yang termasuk
factor risiko klasik adalah merokok, diabetes, riwayat keluarga, hipertensi dan hiperlipidemia.
Risiko ini meningkat pada pasien dengan usia ≥ 70 tahun. Pada pasien yang 50-69 tahun dengan
riwayat diabetes atau meroko dan pada pasien 40-49 tahun dengan diabetes dan satu atau lebih
aterosklerosis terkait factor risiko, klaudakasio intermiten, kelainan pada palpasi denyut
ekstremitas bawah atau aterosklerosis pada arteri non perifer (misalnya, coroner, karotis, dan
arteri ginjal). Pada jenis kelamin baik yang simptomatik maupun asimptomatik, sedikit lebih
besar pada pria daripada wanita, terutama pada kelompok usia yang lebih muda. Pada pasien
dengan klaudikasio intermiten, rasio laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah antara 1:1 Dan
2:1. Rasio ini meningkat pada beberaoa studi setidaknya 3:1 paa tahap penyakit yang llebih
parah. Terdapat pula studi yang menyatakan bahwa klaudikasio intermiten didominasi oleh jenis
kelamin wanita. Pada penelitian Framingham didapatkan bahwa klaudikasio intermiten juga
prevalensi dua kali ebih banyak pada pria dibandingkan wanita.13

Patofisiologi PAD
Faktor risiko terjadinya PAD adalah aterosklerosis, penyakit degeneratif, keluhan
displasia, inflamasi vaskular (arteritis), arteritis, trombosis in situ, dan tromboemboli. Tetapi
penyebab utama PAD adalah aterosklerosis. Endotelium normalnya berfungsi mempertahankan
homeostasis pembuluh darah. Endotel berfungsi meregulasi proses inflamasi di pembuluh darah
dengan cara menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi alirah darah. Endotelium normal
akan memproduksi nitrit oksidase yang berfungsi menghambat aktivasi trombosit, adhesi,
agregasi dan mediator lain yang berperan pada proses antitrombotik. Pada PAD yang penyebab
utamanya adalah aterosklerotik, akan terjadi disfungsi endotel. Disfungsi endotel tersebut akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada produksi oksida nitrat
Prevalensi dan risiko PAP lebih tinggi pada individu dengan diabetes dibandingkan tanpa
diabetes, yaitu dua kali lebih sering pada pasien dengan DM.. Peningkatan risiko ini independen
dan dapat menambahkan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Perkembangan klinis pasien PAP
juga lebih buruk pada pasien dengan diabetes daripada mereka yang tidak. Klaudikasio
intermiten terjadi dua kali lebih banyak pada pasien dengan diabetes daripada pasien non
diabetes. Penyakit arteri perifer (PAP) pada orang dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2)
merupakan salah satu komplikasi makrovaskular utama. PAP juga merupakan salah satu faktor
risiko utama ulkus diabetik dan amputasi ekstremitas bawah pada pasien DM. Pasien diabetes
dengan PAP memiliki kemungkinan 7-15 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami amputasi
dibanding pasien non diabetes dengan PAP. Pada pasien diabetes didapatkan dua tipe kerusakan
vaskular, yaitu tipe non oklusif yang dijumpai pada mikrosirkulasi dan tipe oklusif pada
makrosirkulasi seperti pada arteri koroner, pembuluh darah perifer dan sebagainya dimana hal ini
ditandai dengan proses aterosklerosis. DM merupakan faktor risiko yang sangat berpengaruh
terhadap terjadinya ateroskerosis obliteran dan pasien DM sering mengalami klaudikasio
intermiten.
Terdapat proses-proses yang terjadi pada pasien diabetes seperti hiperglikemia, asam
lemak bebas yang berlebih, dan resistensi insulin. Hal tersebut berpengaruh terhadap sel endotel
pembuluh darah. Sel endotel arteri merupakan organ yang aktif secara biologi memproduksi zat
vasodilator seperti endothelium derived relaxing factors (EDRF) atau dikenal nitric oxide (NO).
Dapat terjadi vasokonstriksi, peningkatan sel-sel radang hingga trombosis oleh karena proses-
proses yang terjadi pada pasien DM. Penyebab yang paling utama adalah gangguan atau
penurunan bioavailabilitas dari NO karena disfungsi endotel yang terjadi pada pasien DM tipe 2.
NO adalah stimulus yang penting dari vasodilatasi dan mengurangi terjadinya peradangan
melalui modulasi interaksi leukosit dan dinding pembuluh darah. Selain itu, NO juga membatasi
migrasi dan proliferasi vascular smooth muscle cell (VSMC) serta membatasi aktivasi dari faktor
pembekuan darah. Oleh karena itu, berkurangnya NO pada pasien DM akan mengganggu
pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis. Mekanisme berkurangnya NO pada pasien
diabetes adalah hiperglikemia, resistensi insulin, dan asam lemak bebas berlebih. Hiperglikemia
menghambat endothelium nitric oxide sintetase (eNOS) dan meningkatkan produksi reactive
oxygen species (ROS). Konsekuensi dari resistensi insulin adalah pembebasan berlebih dari
asam lemak bebas (FFA). FFA mengaktifasi protein kinase C, penghambatan phospatidil inositol
kinase (PI-3 kinase) (sebagai agonis pathway eNOS) dan produksi ROS. Selain efek disfungsi
endotel, terjadi juga aktifasi RAGE (reseptor advanced glycation end product), dan peningkatan
peradangan lokal yang diperantarai oleh peningkatan faktor transkripsi, NFkB dan aktivator
protein-1. Peningkatan pro inflamasi lokal ini, bersama-sama dengan hilangnya fungsi normal
NO yang dihubungkan dengan peningkatan kemotaksis leukosit, adhesi, transmigrasi, dan
transformasi dalam foam cell. Proses in yang memperhebat peningkatan stres oksidatif.45
Peningkatan produksi superoksida radikal tidak hanya menyebabkan peningkatan inaktivasi NO,
tetapi juga meningkatkan sintesis prostanoid yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dengan
adanya pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil.13,14

Ankle Brachial Index


Ankle brachial index adalah rasio tekanan darah sistolik pada pergelangan kaki dengan
lengan. Pemeriksaan ini diukur dengan pada pasien dengan posisi terlentang menggunakan
doppler vaskuler dan sphygmomanometer. Cara mengukur ABI yaitu dengan melihat rasio yang
berasal dari tekanan sistolik pergelangan kaki (dorsalis pedis dan tibialis posterior) setiap kaki
kanan dan kiri lalu dibandingkan dengan lengan brakialis. Normalnya tekanan aliran darah
ekstremitas bawah sama atau sedikit. 14

Indikasi dan Kontraindikasi ABI


Adapun indikasi ABI adalah adanya gejala klaudikasio intermiten, usia lebih dari 70
tahun, usia lebih dari 50 tahun dengan riwayat merokok atau diabetes. Sementara kontraindikasi
ABI adalah rasa sakit hebat pada ekstremitas bwah, adanya thrombosis vena, dan nyeri hebat
terkait luka pada ekstremitas bawah. 13

Prosedur pengukuran Ankle Brachial Index


Cara melakukan pemeriksaan Ankle Brachial Index:15
1. Tanyakan kepada pasien tentang aktifitas yang dilakukan sebelum pemeriksaan yaitu
merokok, meminum caffeine, alcohol, aktivitas berat dan adanya nyeri (jika
dimungkinkan, saranan kepada pasien untuk menghindari stimulant atau latihan fisik
berat 1 jam sebelum pengukuran)
2. Lakukan pengukuran ABI pada kondisi lingkungan yang nyaman untuk mencegah
vasokonstriksi arteri.
3. Hasil ABI terbaik didapatkan ketika pasien rileks, nyaman dan kandung kencing kosong
4. Jelaskan prosedur kepada pasien
5. Lepaskan kaos kaki, sepatu dan pakaian yang ketat agar memungkinkan pemasangan
manset dan akses nadi dengan Doppler
6. Anjurkan pasien berbaring terlentang (supine), dengan posisi lengan dan kaki sama tinggi
dengan posisi jantung minimum selama 5-10 menit sebelum pengukuran. Tempatkan
bantal dibawah kepala pasien agar pasien merasa nyaman. Pilih ukuran manset tekanan
darah yang sesuai baik untuk lengan maupun kaki. Lebar manset minimal 40% dari
lingkar tungkai.
7. Sebelum pemasangan manset, pasang pelindung misal plastic wrap pada ekstremitas jika
terdapat luka atau perubahan pada intergitas kulit
8. Pasang selimut pada tungkai dan ekstremitas untuk mencegah kedinginan
9. Pasang manset di lengan kanan atas dan jangan sampai menutupi arteri kemudian palpasi
nadi brachialis
10. Tandai nadi brachialis hasil palpasi dengan gel ultrasound
11. Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri brachialis dengan sudut 45-60
derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Pompa manset
hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanan darah sistolik. Kempiskan manset
perlahan, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan
tekanan darah systolic brachialis. Bersihkan gel dari kulit pasien
12. Pasang manset tensimeter di pergelangan kaki dan pastikan ukurannya sesuai. Palpasi
nadi dorsalis pedis.
13. Tandai nadi dorsalis pedis hasil palpasi dengan gel ultrasound
14. Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri dorsalis pedis dengan sudut
45-60 derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Pompa
manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanan darah sistolik. Kempiskan
manset perlahan, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan
tekanan darah systolic dorsalis pedis. Bersihkan gel dari kulit pasien
15. Palpasi nadi posterior tibial dan tandai nadi hasil palpasi dengan gel ultrasound
16. Tempatkan probe vascular Doppler ultrasound diatas arteri posterior tibial dengan sudut
45-60 derajat dan ubahlan posisi probe hingga terdengar suara yang terjelas. Pompa
manset hingga 20 mmHg diatas menghilangnya tekanan darah sistolik. Kempiskan
manset perlahan, perhatikan suara pertama yang dideteksi oleh probe hasilnya merupakan
tekanan darah systolic posterior tibial. Bersihkan gel dari kulit pasien
17. Lakukan pengukuran selanjutnya di posterior tibial kiri, dorsalis pedis kiri, dan lengan
kiri
18. Ulangi pengukuran pada diakhir urutan dan kedua hasil pengukuran pada lengan kanan
harus dirata-rata terkecuali bila perbedaan antara kedua pengukuran pada lengan kanan
melebihi 10 mmHg. Dalam kasus ini, hanya pengukuran lengan kanan kedua yang
digunakan.

Perhitungan Nilai ABI


Cara menghitung skor ABI yaitu dengan cara tekanan sistolik tertinggi pada ankle (arteri
dorsalis pedis atau arteri tibia posterior) dibagi dengan tekanan sistolik tertinggi pada lengan
(arteri brakialis).15

Gambar 1 : cara perhitungan ankle brachial Index16

Interpretasi nilai ABI menurut American Diabetes Association14


1. 0,91-1,3 : normal
2. 0,9 – 0,8 : ringan
3. 0,79 – 0,5 : sedang
4. <0,50 : berat
Diabetes Melitus

Umur Fungsi Insulin > Nikotin Merokok


Tubuh <
>45 tahun

Fungsi pankreas
Asupan energy
Obesitas dan kalori terganggu
berlebih

Jenis Disiplidemia
Kelamin Pemeriksaan
Dan Hipertensi
Gula Darah

Hamil TTGO GDP GDS Aktivitas


kurang
Hiperglikemia
Progesteron >

Komplikasi

Akut Kronik

Hipoglikemia Hiperglikemi Mikrovaskularr Makrovaskular


a

Neuropati PAD
Retinopati Nefropati PJK

ABI
Kerangka Konsep

Kadar Gula Darah Nilai Ankle


Sewaktu Barchial Index

Anda mungkin juga menyukai