Anda di halaman 1dari 8

 

Contoh Book Review

FILSAFAT ILMU
Karya : Jujun S. Suriasumatri
Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Tahun : 1984 (Cet. I)
Tebal : 384 hlm

Oleh:
Dr. Halid, M.Ag.
(Fakultas Adab dan Humaniora
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

  1
 

Pengantar 
Pembahasan ini akan menyajikan sebuah buku berjudul Filsafat Ilmu karya
Jujun S. Suriasumantri. Buku yang dalam pembahasannya lebih bercorak
“filosofis-populer ”  ini, banyak menyajikan beragam contoh, lustrasi, dan gambar

yang berhubungan dengan beragam kehidupan: agama, sastra, budaya, matematika


(ilmu deret hitung), dan lainnya.
Disebut lebih bercorak “filosofis-
“filosofis- populer”
 populer” karena Filsafat Ilmu karya
Suriasumantri ini, lebih banyak menampilkan aspek aplikatif dari sebuah ilmu,
 bukan memfokuskan pada nalar teoretis sebuah ilmu. Hal mungkin mungkin
karena latar belakang sang penulis yang bukan berasal dari konsentrasi disiplin
ilmu filsafat sehingga uraiannya lebih banyak mengarah pada “refleksi” dan bukan
 pada “kontemplasi” sebagai ciri khas sebuah filsafat.
 Book review  (mungkin bisa juga disebut critical review) ini akan
menampilkan aspek kekuatan dan kelemahan yang terkandung di dalamnya. Hal
ini penting karena sebagai sebuah karya akademis, kritik merupakan bagian dari
dinamika ilmiah yang merupakan syarat utama bangunan keilmuan. Di samping
itu, book review  ini tentu juga akan menyajikan aspek luar yang ditampilkan
( perform
 perform) oleh buku tersebut. Mudah-mudahan apa yang disajikan dalam tulisan
 berikut — 
 — meskipun penulis — akan
meskipun ringkas dan tentu saja bersifat subyektif dari penulis — 
akan
memberikan perspektif baru tentang apa dan bagaimana yang seharusnya disajikan
dalam book review itu. Semoga…!!!

Performa Buku
Filsafat Ilmu karya Suriasumantri ini termasuk salah satu buku terbitan
Pustaka Sinar Harapan yang masuk dalam kategori karya-karya akademik. Buku
ini boleh dibilang sukses, terutama dari segi penjualan, karena sudah mengalami
lebih dari 8 kali cetak ulang dalam kurun waktu 10 tahun. Ini berarti dalam sekitar
satu tahun, buku ini selalu mengalami cetak ulang.
Buku setebal 383 halaman ini menampilkan banyak pembahasan atau topik
yang terbagi ke dalam beberapa bab. Masing-masing bab terdiri dari sub-bab

  2
 

(topik) yang berkelanjutan atau berurutan di antara bab-bab tersebut. Berikut


gambaran umum tentang buku tersebut :

Kata Pengantar oleh: Andi Hakim Nasution


Bab I : “Ke Arah Pemikiran Filsafat” yang membahas tentang
ten tang 1) ilmu dan
filsafat.
Bab II : “Dasar -dasar Pengetahuan” yang terdiri dari pembahasan tentang:
2) penalaran; 3) logika; 4) sumber pengetahuan; dan 5) kriteria
kebenaran.
Bab III : “Ontologi: Hakikat Apa yang Dikaji” yang terdiri dari: 6)
metafisika; 7) asumsi; 8) peluang; 9) beberapa asumsi dalam ilmu;
dan 10) batas-batas penjelajahan ilmu.
Bab IV : “Epistemologi: Cara Mendapatkan Pengetahuan yang Benar” yang

terdiri dari: 11) jarum sejarah pengetahuan; 12) pengetahuan; 13)


metode ilmiah; dan 14) struktur pengetahuan ilmiah.
Bab V : “Sarana Berpikir Ilmiah” yang terdiri dari: 15) sarana berpikir
ilmiah; 16) bahasa; 17) matematika; dan 18) statistika.
Bab VI : “Aksiologi: Nilai Kegunaan Ilmu” yang terdiri dari: 19) ilmu dan
moral; 20) tanggung jawab sosial ilmuwan; 21) nuklir
nuk lir dan pilihan
moral; dan 22) revolusi genetika.
Bab VII : “Ilmu dan Kebudayaan” yang terdiri dari:
terdiri dari: 23) manusia dan
kebudayaan; 24) ilmu dan pengembangan kebudayaan nasional;
dan 25) dua pola kebudayaan.
Bab VIII : “Ilmu dan Bahasa” yang terdiri dari: 26) tentang terminologi: ilmu,
ilmu pengetahuan atau sains?; 27) quo vadis? dan 28) politik
 bahasa nasional.
Bab IX : “Penelitian dan Penulisan Ilmiah” yang terdiri dari: 29)
29 ) struktur
 penelitian dan penulisan ilmiah; 30) teknik penulisan ilmiah; dan
31) teknik notasi ilmiah.
Bab X : “Penutup” yang membahas tentang 32) hakikat dan kegunaan

ilmu.

  3
 

Daftar Pustaka
Indeks

Buku itu bersampul gambar dewa ganesha (dewa berkepala gajah) yang
didesain oleh Natasa T dengan tekstur ber- emboss. Keseluruhan sampul buku itu
 berwarna dasar biru tua dengan teks berwarna putih. Jika dilihat dari paduan
warnanya, buku ini sebenarnya menampilkan display  yang sederhana dan tidak
kaya ilustrasi. Hal ini memang menjadi salah satu ciri khas buku-buku yang
 bercorak akademis murni, berbeda dengan buku-buku non-akademis seperti
komik, fiksi, cerita anak, dan lainnya yang memang lebih banyak menampilkan
kekayaan imajinasi dan ilustrasi di sampul depannya.

Model Penulisan
Seperti telah disebutkan dalam “pengantar” tulisan ini, Filsafat Ilmu  yang
ditulis oleh Suriasumantri menggunakan pola atau model penulisan populer. Ada
 beberapa kemungkinan mengapa sang penulis menggunakan model seperti ini:
 pertama, pembahasan filsafat dengan menggunakan pola atau model tulisan
 populer lebih mudah dicerna oleh pembaca yang berbeda tingkat pendidikan dan
latar belakang keilmuannya.
Kedua, tulisan populer yang banyak menyisipkan contoh, ilustrasi, dan
gambar, akan lebih menarik untuk dibaca, setidaknya menghindari kesan jenuh
 bagi para pembaca. Seperti diketahui, sebagian besar buku-buku akademis
akad emis di tahun
 pertama Filsafat Ilmu ini diterbitkan (1984) memfokuskan pada tampilan teks-teks
saja, sehingga mengesankan bahwa buku-buku itu hanya khusus ditujukan pada
kalangan akademisi dengan sedikit-banyak mengernyitkan keningnya karena harus
serius dalam membacanya.
Ketiga, penyampaian filsafat dengan bahasa populer mengesankan adanya
upaya mempermudah maksud dan tujuan dari setiap topik yang dibahas. Upaya
mempermudah ini, bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif.
Dampak positifnya bisa dilihat misalnya dari adanya upaya memediasi pemikiran

filsafat ilmu dalam komunikasi yang mudah dicerna sehingga maksud dan

  4
 

tujuannya bisa dicapai. Namun dampak negatifnya justru bisa menimbulkan salah
tafsir dan kekeliruan dari topik kefilsafatan yang dimaksud.
Keempat , ada kemungkinan pembacaan dan penguasaan teori-teori filsafat
dari sang penulis yang tidak mencukupi, atau adanya kesulitan dari pihak sang

 penulis untuk menyampaikan topik-topik kefilsafatan yang bercorak konseptual


dan kontemplatif. Hal ini bisa dibandingkan misalnya dengan karya Louis O
Kattsoff (guru besar North Carolina University, Amerika) berjudul  Elements of
Philosophy  (diterjemah Soejono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat ,
terbitan Tiara Wacana, Yogyakarta, 1986 [cet. I]). Jika pembaca pernah membaca
karya Kattsoff, terlihat jelas adanya perbedaan yang cukup mencolok dengan
karya Suriasumantri tersebut (perbedaan antara keduanya akan dijelaskan secara
khusus dalam bahasan “Analisa Banding”).
Banding”).

Analisa Banding
Pada bagian ini, ada satu karya yang juga bersifat pengantar yang akan
dibandingkan dengan karya Suriasumantri, yaitu Pengantar Filsafat  karya
 karya Louis O
Kattsoff. Keduanya (Filsafat Ilmu dan Pengantar Filsafat ) sama-sama membahas
 problem umum yang berkaitan dengan dunia kefilsafatan, juga pertanyaan-
 pertanyaan mendasar seputar filsafat. Oleh karena itu, kedua karya yang sama-
sama mengalami lebih dari 8 kali cetak ulang ini, menarik untuk diperbandingkan.
Seperti telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa
Suriasumantri lebih banyak menggunakan pendekatan penulisan ilmiah-populer
dalam membahas persoalan filsafat ilmu yang ditulisnya. Suriasumantri berusaha
menampilkan filsafat ilmu dalam nuansa yang lebih ringan, menghibur, dan
 populis. Oleh karena itu, apa yang dibahasnya banyak menampilkan contoh,
ilustrasi, dan gambar untuk memberikan nuansa yang lebih rileks.
Hal tersebut berbeda dengan karya Kattsoff yang lebih banyak
menampilkan pola penulisan ilmiah-murni. Meskipun Kattsoff juga menampilkan
 banyak contoh (minus gambar, diagam, dan ilustrai) dalam kehidupan sehari-hari
(misalnya tentang hujan, cuaca, lukisan, dan lainnya), tetapi dia tetap terfokus

  5
 

 pada analisa konseptual-teoretis atau kontemplatif-teoretis. Sementara


Suriasumantri lebih terfokus pada analisa
an alisa populer-reflektif atau populer-filosofis.
Dari sisi bahan atau isi pembahasan yang ditampilkan, kedua penulis buku
tersebut juga berbeda. Misalnya ketika membahas tentang “ontologi” (tentang

hakikat apa atau hakikat apa yang ada). Dalam pembahasan tentang ontologi,
Suriasumantri membahas tentang: metafisika, asumsi, peluang, beberapa asumsi
dalam ilmu, dan batas-batas penjelajahan ilmu). Sedangkan Kattsoff (dalam
mambahas topik ontologi), membahas hal-hal berikut: yang ada (being), yang tiada
(non-being), kenyataan (reality), dan eksistensi (existence). Misalnya bahasan
tentang metafisika, Suriasumantri memasukkannya sebagai bagian dari ontologi.
Sedangkan Kattsoff memasukkannya ke dalam bagian dari pembahasan tentang
“kosmologi” (paham mengenai alam semesta).
Perbedaan dalam memasukkan satu topik yang sama ke dalam bidang
 pembahassan yang berbeda, disebabkan adanya perbedaan cara pandang
(perspektif) di antara keduanya. Suriasumantri berusaha mengeksplorasi
metafisika sebagai bagian dari hakikat sesuatu yang ada (ontologi) secara reflektif-
filosofis. Hal ini karena metafisika pada dasarnya merupakan bagian dari sesuatu
yang ada (being) yang keberadaannya berbeda dengan sesuatu yang ada pada
dimensi fisik. Namun Suriasumantri tidak melakukan analisa kontrastif
(perbedaan, perlawanan) dengan sesuatu yang tidak ada, realita, dan eksistensi.
Dia justru memasukkan bahasan tentang batasan tentang penjelajahan ilmu ke

dalam pembahasan tentang ontologi.


Hal itu berbeda dengan Kattsoff yang lebih memfokuskan pada hal-hal
mendasar seputar ontologi (terutama dari aspek teminologi dan konsepsi-konsepsi
teoretisnya. Kattsoff memasukkan topik-topik seperti: sesuatu yang ada, tidak ada,
kenyataan, dan eksistensi, ke dalam bagian dari bidang ontologi. Kattsoff berusaha
menyajikan topik-topik ke-ontologi-an secara lebih sistematis dan konsisten.
Sementara Suriasumantri memasukkan bidang kajian yang lain (seperti “ilmu”)
yang sebenarnya menjadi topik bahasan tersendiri, atau misalnya memasukkan
topik “asumsi” sebagai bagian dari bidang ontologi. Padahal, asumsi mestinya
mest inya

  6
 

(setidaknya menurut penulis) menjadi bagian dari sumber-sumber pengetahuan


atau sumber memperoleh pengetahuan, dan bukan wilayah ontologi.
Dalam hal menjelaskan kriteria atau paham kebenaran (koherensi,
korespondensi, empiris, dan pragmatisme), Suriasumantri hanya membahasnya

secara ringkas, hanya 5 halaman — minus


minus gambar menjadi 4 halaman — yaitu: 55  –  
yaitu: 55 – 
59. Sementara Kattsoff membahasnya hingga 13 halaman (172 - 184). Namun
meskipun ringkas, Suriasumantri menyajikannya dengan bahasa yang lebih
komunikatif dan sederhana sehingga lebh mudah dicerna oleh kalangan akademisi,
khususnya mahasiswa strata-1 (S1). Sedangkan Kattsoff terkesan lebih rumit dan
kompleks sehingga agar sulit ditangkap maksud dan tujuannya (kecuali oleh
kalangan yang memang sudah terbiasa dengan bidang filsafat). Dengan demikian,
secara simplistik bisa dinyatakan bahwa masing-masing memiliki keuatan dan
kelemahan.
Suriasumantri memiliki keunggulan dalam hal menyampaikan maksud dan
tujuan dari kriteria kebenaran, dan hal ini lebih mudah ditangkap nalar rata-rata
masyarakat umum (khususnya mahasiswa). Meskipun demikian, analisa yang
dipakai kurang luas dan tidak mendalam, misalnya tidak memasukkan kriteria
“empirisme” sebagai bagian dari kebenaran.
Kattsoff memiliki keunggulan dalam hal pembahasannya yang lebih
mendalam dan meluas. Misalnya dia memasukkan “empiris” sebagai bagian dari
kriteria-kriteria kebenaran (yang oleh Suriasumantri tidak dimasukkan). Tentu saja

hal ini merupakan data baru yang tidak didapat dalam tulisan Suriasumantri.
 Namun kelemahan Kattsoff terletak pada analisanya yang terlalu kontemplatif dan
rumit,, terutama ketika membahas tema “empiris” (atau empirisme) dan
rumit
“pragmatisme”. Bagi kalangan yang tidak terbiasa mendalami filsafat, perbedaan
antara keduanya tidak terlihat jelas, misalnya apakah empiris itu bagian dari
 pragmatisme, atau pragmatisme menjadi bagian dari empiris atau empirisme?
Kattsoff juga tidak memberikan ilustrasi atau contoh yang lebih jelas antara
keduanya (empiris dan pragmatisme), seperti yang dilakukannya pada dua kriteria
sebelumnya (koherensi dan korespondensi).

  7
 

Demikianlah analisa banding antara karya Suriasumantri (sebagai bahan


book review) dan Kattsoff (sebagai karya banding). Analisa ini bertujuan untuk
memperkaya cara pandang (perspektif) dan pembahasan dalam book review  ini,
sehingga nuansa yang disajikan dalam tulisan ini juga memasukkan unsur-unsur

critical review di dalamnya.

Penutup (kesimpulan)
Filsafat Ilmu yang ditulis Jujun S Suriasumantri termasuk salah satu karya
filsafat populer yang memiliki kreativitas cukup baik. Pada tahun buku itu
diterbitkan (1984), Filsafat Ilmu  termasuk karya di bidang filsafat yang cukup
kaya feature: ilustratif dan imajinatif. Hal ini termasuk salah satu terobosan baru
yang berbeda dari kebanyakan karya-karya filsafat di masa itu, di mana
kebanyakan lebih menampilkan ulasan-ulasan yang bertekstur deretan teks semata,

tidak dengan ilustrasi dan imajinasi. Terlepas dari plus-minus yang ada, Filsafat
 Ilmu karya Suriasumantri ini layak untuk dibaca, setidaknya sebagai pijakan awal
 bagi kalangan yang akan memahami masalah-masalah dasar kefilsafatan.
Dengan adanya book review  ini, diharapkan akan memotivasi kalangan
 pelajar (mahasiswa) agar mampu berpikir ilmiah, kreatif, dan inovatif, sehingga
mereka akan mampu meneruskan para panulis sebelumnya. Kalangan muda adalah
 penerus kalangan tua. Jika mereka tidak memiliki semangat membaca buku,
 bagaimana mungkin akan mampu menulis sebuah buku yang berkualitas?
Kehadiran book review  ini juga dimaksudkan untuk menggairahkan
kalangan muda agar jangan terlalu gandrung (adiktif) dengan dunia maya
(internet) dan mengabaikan serta menumpulkan kreativitas dalam hal tulis-
menulis. Bagaimana pun juga, karya tulis cetak tetap menjadi salah satu sarana
alternatif yang efektif dalam memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa di
masa yang akan datang. Semoga…!!!

  8

Anda mungkin juga menyukai