Anda di halaman 1dari 8

Nama :

Nim :

Mata Kuliah : Politik Luar Negeri Indonesia

Kelas :E

Tugas Review Paper

Paper “Indonesia as a Maritime Power: Jokowi’s Vision, Strategies, and Obstacles


Ahead”

Presiden Indonesia, Joko Widodo, yang dipilih pada tahun 2014 menjanjikan pada
saat ia berkampanye pemilu 2014 lalu, bahwa jika ia terpilih ia akan fokus pada penguatan
keamanan maritim Indonesia, memperluas kanvas diplomasi regional yang mencakup seluruh
wilayah Indo-Pasifik, serta memproyeksikan angkatan laut Indonesia sebagai kekuatan
maritim regional yang dihormati di Asia Timur. Presiden Joko Widodo juga mempunyai
tujuan untuk mengubah Indonesia menjadi “poros maritim global” dengan menegaskan
kembali tujuannya setelah beliau terpilih supaya semua warga negara bekerja sama untuk
mengembangkan Indonesia menjadi poros maritim global, sebagai sebuah peradaban global.

Salah satu gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang Indonesia adalah
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim global, untuk meningkatkan konektivitas antar
pulau serta meningkatkan infrastruktur pelabuhan di kepulauan Indonesia yang mencakup
ribuan pulau. Infrastruktur pelabuhan di Indonesia saat ini berada dalam kondisi buruk
sehingga dapat menghambat perdagangan maritim internal maupun eksternal negara
Indonesia. Perdagangan dan maritim di Indonesia gagal memanfaat potensi-potensi yang
ada. Doktrin baru poros maritim global ini bertujuan bahwa pembenahan infrastruktur
maritim di Indonesia, termasuk pengembangan pelabuhan dan kapal agar menjadi lebih baik,
dapat mengubah Indonesia menjadi pusat perdagangan maritim. Serta konektivitas antar
pulau yang terhubung diharapkan dapat membuat pemanfaatan sumber daya alam bagi
internal bisa dimaksimalkan.

Visi Jokowi juga memikirkan pemasangan firewall defensif dalam bentuk angkatan
laut untuk melindungi aset-aset maritim, jalur laur, dan perairan teritorial dari ancaman
keamanan non-tradisional dan serangan dari eksternal. Jokowi memproyeksikan Indonesia
sebagai kekuatan maritim dengan menjanjikan menambag kemampuan angkatan laut
Indonesia. Jokowi telah mengusulkan pengembangan “sistem pertahanan 3 dimensi yang
terpadu” di bawah rencana jangka panjang yang rinciannya masi belum ditata.

Untuk mencapai tujuannya, Presiden Jokowi menerapkan pendekatan dengan cara


meningkatkan anggaran pertahanan menjadi 1,5 persen dari PDB dalam lima tahun, dan
menarik investasi asing. Alokasi 1,5 persen dari PDB terhadap anggaran pertahanan,
diharapkan akan menyumbangkan pendapatan yang sangat dibutuhkan untuk modernisasi
pertahanan dan kebangkitan industri pertahanan pribumi. Visi maritim Jokowi menghadapi
tantangan yang sama kuatnya, yang bersifat struktural dan mengakar. Memodernisasi
angkatan laut yang kurang diberi makan, kurang dilengkapi dan kekurangan sumber daya
akan membutuhkan kemauan dan dukungan politis yang cukup besar, sejumlah besar sumber
keuangan, pengetahuan teknis, fasilitas penelitian modern yang berdedikasi, dan debat
nasional yang kuat untuk mendukung tugas besar semacam itu. Lima tahun pertama masa
kepresidenan Jokowi berperan penting bagi pembentukan kerangka kebijakan yang
diperlukan untuk memperlancar idenya tentang Indonesia sebagai kekuatan maritim. 

Kesepakatan maritim Jokowi membuka sebuah kesempatan besar bagi Amerika


Serikat untuk mengkonsolidasikan hubungan pertahanan dan keamanannya dengan
Indonesia. Tiga bidang yang menonjol - pengembangan infrastruktur maritim, modernisasi
industri pertahanan dan peningkatan R & D asli di sektor pertahanan. Kemitraan
Komprehensif AS-Indonesia, yang ditandatangani pada tahun 2010, memberi Amerika
Serikat peran dalam modernisasi pertahanan Indonesia dan memfasilitasi peran Indonesia
dalam urusan regional dan global. Amerika Serikat menandatangani kesepakatan pertahanan
terbesar pada bulan Juni 2013, setuju untuk menjual helikopter serang Apache bersamaan
dengan pengalihan teknologi radar senilai lebih dari US $ 500 juta ke Indonesia. Amerika
Serikat dapat menggunakan momentum ini untuk mengkonsolidasikan kedua kemitraan
strategis bilateral dan strategi penyeimbangannya di negara terbesar dan terkuat di Asia
Tenggara.

Kesimpulan

Tanggapan regional terhadap artikulasi kebijakan maritim Jokowi telah dimatikan. Yang


terpenting di benak para pemimpin daerah adalah masalah bandwidth Jokowi untuk urusan
luar negeri dan tantangan domestik potensial yang diperkirakan akan menyibukkannya di
tahun-tahun mendatang. Jokowi hadir dengan sangat sedikit pengalaman dalam urusan luar
negeri. Memang, terlepas dari upaya menyambut untuk melafalkan posisi kebijakan luar
negeri, Jokowi kemungkinan akan menjadi presiden yang lebih nyaman dalam menangani
masalah domestik. Ini bisa dimengerti dan perlu mengingat besarnya agenda domestik, yang
ditambah dengan fakta bahwa, saat ini, Jokowi memimpin sebuah pemerintahan minoritas.

Paper “ Indonesia's Foreign Policy Under President Jokowi : More Domestic and
Nationalist Orientations”

Sejak menjabat di bulan Oktober 2014, Presiden Indonesia Jokowi telah menerapkan
gaya kebijakan luar negeri yang sangat berbeda sehingga secara signifikan menandai
keberangkatan multilateralisme pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada saat
ini, Indonesia telah menafsirkan doktrin bebas aktif dengan lebih signifikan. Dalam
pemerintahan SBY, Indonesia lebih banyak melakukan kerjasama dengan menambah teman
dan meminimalisir adanya konflik (Thousand Friends Zero Enemy), sedangkan pada
pemerintahan Presiden Jokowi Indonesia lebih menganggap bahwa semua negara adalah
teman dan Indonesia lebih meningkatkan partisipasi politiknya di dunia internasional.

Pemerintahan Presiden Jokowi melakukan perombakan terhadap orientasi politik yang


ada di Indonesia. Presiden Jokowi mengambil kebijakan untuk menutup celah yang belum
terlihat pada masa sebelumnya dan membuat orientasi kedalam atau orientasi domestik.
Presiden Jokowi memanfaatkan posisi politiknya dalam dunia internasional untuk
meningkatkan kepentingan politik dan kedaulatan politik Indonesia. Politik luar negeri
Indonesia pada masa ini dituntut untuk dapat mengembangkan interpretasi baru dari doktrin
bebas aktif yang telah dilakukan sebelumnya untuk menunjang posisi politik Indonesia pada
dunia Internasional. Perekonomiannya yang baru ditambah dengan doktrin kedaulatan dan
kepentingan nasional telah memberikan kepercayaan diri, yang mengarah pada sikap yang
lebih tegas. Presiden Jokowi merubah gaya politik Indonesia yang sebelumnya dinilai “low
profile” menjadi lebih ambisius dan tegas untuk menumbuhkan perekonomian di Indonesia.

Kecenderungan orientasi domestik, bukan nasionalisme, dalam kebijakan luar negeri


Indonesia tidak menghilangkan aktivisme Indonesia dalam diplomasi internasional. Setelah
menjabat sebagai presiden RI Jokowi melakukan beberapa kerjasama baik bileteral maupun
multilateral. Keterlibatan diplomatik ini sangat menegaskan peran aktif Indonesia di berbagai
forum regional dan internasional. Jokowi memperkenalkan dirinya di forum internasional
tersebut dan mempromosikan kebijakan ekonominya dan doktrin maritim sebagai sinyal bagi
investasi asing di Indonesia.

Setelah dua tahun menjabat, kebijakan luar negeri Presiden Joko tampaknya berhasil
memulihkan kedaulatan negara dan kebanggaan nasional. Orang-orang sebagian besar merasa
puas dengan apa yang telah dilakukan pemerintah dalam hal kebijakan luar negeri (free atau
independent) yang menekankan kepentingan nasional jangka pendek.

• Shok terapi ke kapal nelayan ilegal

Sebagai sebuah negara yang menjadi kekuatan tengah, Jokowi harus


mempertimbangkan demografi dan politik dalam negeri, termasuk mengelola sentimen
nasionalisme yang meningkat dalam pembuatan kebijakan luar negeri. Penyitaan kapal
penangkap ikan adalah cara Jokowi untuk mengatakan kepada orang Indonesia bahwa dia
tidak akan melakukan pushover dalam hal mempertahankan kedaulatan dan sumber daya
nasional negara.

Melalui Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti, Jokowi meluncurkan kebijakan "shock


therapy" untuk kapal tenggelam yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah
laut Indonesia. Dia memerintahkan Angkatan Laut untuk meledakkan kapal asing yang
diduga melakukan kegiatan penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia. ini sangat populer
dan dipandang sebagai pertanda bahwa Indonesia akhirnya bertindak bersama dalam
reklamasi kedaulatan maritim.

Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Susi Pudjiastuti mencatat bahwa sejak
Indonesia (negara kepulauan terbesar di dunia) memiliki dua pertiga wilayahnya yang terdiri
dari air, ia harus memiliki kedaulatan atas perairan teritorialnya untuk memastikan
kesatuannya. Menteri Susi sebelumnya mengatakan bahwa negara tersebut dapat meledakkan
70 kapal asing - sebuah jumlah yang bertepatan dengan tahun ke 70 kemerdekaan Indonesia.
Jumlah tersebut menjadikannya sebagai tumpahan massal terbesar sejak Presiden Jokowi
pertama kali memperkenalkan tindakan kerasnya terhadap penangkapan ikan ilegal di
perairan Indonesia sejak berkuasa.

Dengan adanya penenggelaman kapal tersebut, telah mengejutkan negara tetangga


Indonesia, yang terbiasa dengan sikap santai pejabat Indonesia di pemerintahan sebelumnya.
Beberapa di antaranya sekarang memperingatkan bahwa kebijakan ini mengancam
pengembangan komunitas ASEAN yang lebih erat. Namun, kebjikan ini dapat dikatakan
berhasil dalam tujuannya. Akan sangat bermanfaat bagi Indonesia untuk bekerjasama dengan
negara lain, untuk mendorong sebuah kesepakatan komprehensif dalam memerangi
penangkapan ikan secara ilegal dan untuk mempromosikan praktik perikanan yang
berkelanjutan, sambil memperkuat status Indonesia sebagai pemimpin alam kawasan Asia
Tenggara.

Kebijakan Presiden Jokowi untuk mengubah ruang maritim Indonesia adalah tiga
cabang. Cabang pertama, menangani penguatan internal. Tindakan keras terhadap
penangkapan ikan secara ilegal hanyalah salah satu aspeknya. Cabang kedua, Upgrade
kemampuan angkatan laut dan angkatan udara. Ketiga, melibatkan pembangunan 24
pelabuhan laut di seluruh nusantara serta meningkatkan fasilitas pendukung lainnya di sektor
maritim. Dengan Memperkuat pelaksanaan kebijakan ini di wilayah laut Indonesia telah
menandai meningkatnya tegangnya kebijakan luar negeri yang berorientasi domestik di era
Jokowi.

• Hukuman Mati bagi penyelundup Narkoba

Presiden Jokowi juga telah memperkenalkan kembali hukuman mati bagi


penyelundup narkoba setelah absen di bawah pemerintahan SBY. Brasil dan Belanda
memanggil kembali duta besar mereka setelah Indonesia mengeksekusi warganya pada bulan
Januari 2015. Indonesia telah memerintahkan persiapan untuk eksekusi dua penyelundup obat
bius Australia - Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, bagian dari kelompok yang dikenal
dengan nama Bali Nine. Perkembangan terakhir, bagaimanapun, menunjukkan bahwa
hukuman mati tidak mengganggu hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara
tersebut.

Presiden Jokowi senantiasa menekankan bahwa menjatuhkan hukuman mati terhadap


narapidana terkait narkoba adalah hak kedaulatan Indonesia, yang harus dihormati oleh
semua negara lainnya. Pesannya jelas: eksekusi harus dilakukan, bahkan dengan risiko
kehilangan teman atau mengubahnya menjadi musuh. Kebijakan ini secara langsung
menandai retorika nasionalis dalam forays awal presiden yang baru menjadi kebijakan luar
negeri.

Persentase pendapat tentang lebih banyak suara yang menyetujui tentang hukuman
tersebut menimbulkan persepsi kebanggaan nasional adalah sesuatu yang penting untuk
dipegang. Lalu, langkah tersebut juga dipandang sebagai bagian dari perjuangan negara untuk
melawan tekanan asing. Namun, tindakan Jokowi tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada
konteks hubungan luar negeri Indonesia yang lebih luas. Kebijakan luar negeri Jokowi
merupakan kembali ke masa demokrasi terpimpin presiden pendiri Indonesia, Soekarno.
Ketika Jokowi berkuasa, dia berjanji untuk menentukan dan membela Indonesia. Kebijakan
luar negeri Jokowi lebih pragmatis daripada era SBY. Pernyataan vision and mission
'mengartikulasikan empat prioritas kebijakan luar negeri: melestarikan wilayah bahari
Indonesia; meningkatkan diplomasi kekuatan menengah; mengkonsolidasikan hubungan
ekonomi dan keamanan di Indo-Pasifik (terutama dengan negara-negara ASEAN lainnya);
dan merumuskan kebijakan luar negeri yang melibatkan dan mencerminkan kepentingan
masyarakat serta mereformasi kementerian luar negeri. Kebijakan yang diterapkan dalam
tujuan mengamankan wilayah maritim Indonesia juga merupakan upaya serius Indonesia
untuk mengelola sumber daya bahari dan melindungi perbatasan maritimnya.

Kesimpulan

Dua kasus tersebut sampai saat ini masih menuai kritik dari negara asing. Akan tetapi
hal tersebut sebagai perwujudan visi misi Presiden Jokowi yang dilihat dari orientasi global
masa SBY ke domestik dan nasionalis. Yang lebih penting lagi, pergeseran kebijakan luar
negeri untuk mempromosikan Indonesia di panggung internasional di era SBY hingga
menimbang orientasi domestik lebih dalam era Jokowi juga memperkuat kecenderungan
meningkatnya peran dan pengaruh Presiden sebagai salah satu pemain veto di Indonesia yang
demokratis. Meski demokrasi mendorong pemain lain untuk menentukan pembuatan
kebijakan luar negeri, kedua kasus tersebut menunjukkan peran dominan Presiden dalam
pengambilan keputusan kebijakan luar negeri di Indonesia.

Paper “Indonesian Foreign Policy under President Jokowi”

Presiden RI Joko Widodo dalam urusan luar negeri dan fokusnya pada masalah
domestik akan melihatnya mendelegasikan keputusan mengenai kebijakan luar negeri dan
keamanan kepada penasihat utamanya. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya persaingan
antara institusi yang dipimpin oleh para penasihat. Pada isu-isu dimana sebuah konsensus
tidak muncul, kompetisi ini akan membuat lebih sulit bagi pembuat kebijakan luar negeri
Indonesia untuk menentukan posisi yang jelas.
Penasihat terdekat Jokowi mengenai kebijakan luar negeri dan keamanan canggih dan
internasionalis, dengan pengalaman signifikan di luar negeri. Tapi yang lainnya, termasuk
anggota partainya sendiri dan kementerian luar negeri, mengambil sikap lebih nasionalis
mengenai isu-isu spesifik. Kebijakan luar negeri Indonesia cenderung tetap independen
namun bersandar Barat, sesuai dengan konsensus yang luas di Jakarta. Namun, suara-suara
nasionalis yang lebih besar dapat memberi pengaruh lebih besar terhadap kebijakan luar
negeri Indonesia di pinggiran, dan pada isu-isu terisolasi yang menangkap imajinasi elit
politik dan diplomatik. Dengan latar belakang ini, Australia mungkin merasa lebih sulit untuk
mengelola krisis dalam hubungan bilateral.

Pada tanggal 20 Oktober, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan pensiun
ke kediamannya di Cikeas di perbukitan selatan Jakarta. Penggantinya, Gubernur DKI Jakarta
Joko Widodo, mulai bertugas tanpa pengalaman puluhan tahun SBY dalam urusan militer
dan luar negeri. Namun hanya tiga minggu setelah menjabat, Jokowi, sebagai presiden
terpilih, diharapkan menghadiri rangkaian puncak internasional pertamanya, di Beijing,
Naypyitaw, dan Brisbane.

Tulisan ini pertama kali menguraikan peran SBY dalam kebijakan luar negeri
Indonesia untuk menggambarkan kekosongan yang dia tinggalkan. Ini kemudian mengulas
pernyataan Jokowi mengenai urusan luar negeri dan berpendapat bahwa kurangnya
pengalamannya di pentas dunia - dan yang lebih penting lagi, kurangnya pengalaman di
institusi yang menerapkan kebijakan luar negeri Indonesia - akan menghasilkan persaingan
yang lebih besar mengenai kebijakan luar negeri di Jakarta. Pada isu-isu dimana sebuah
konsensus tidak muncul, kompetisi ini akan membuat lebih sulit bagi pembuat kebijakan luar
negeri Indonesia untuk menentukan posisi yang jelas. Makalah ini juga mengidentifikasi
orang-orang penting yang memberikan nasehat kepada Jokowi mengenai kebijakan luar
negeri, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi pandangannya. Akhirnya, ini membahas
bagaimana konteks ini dapat mempengaruhi pandangan Indonesia tentang tempatnya di
wilayah Indo-Pasifik, pendekatannya terhadap perselisihan Laut Cina Selatan, dan
hubungannya dengan Australia.

Kesimpulan

Kredensial reformis Presiden Jokowi dan kenaikan yang melambung dari gubuk
bambu ke Istana Negara adalah alasan harapan dan perayaan bagi orang Indonesia dan orang
asing. Jika Presiden Jokowi dapat mengatasi penolakan domestik yang besar terhadap
agendanya, Presiden Jokowi mungkin akan memberikan kontribusi besar dan kemajuan
demokrasi di Indonesia. Namun, fokusnya pada reformasi domestik dan pengalamannya
dalam urusan luar negeri menunjukkan bahwa kepresidenannya akan mengarah pada posisi
yang kurang jelas mengenai isu-isu kebijakan luar negeri yang spesifik, apalagi
kepemimpinan Indonesia dalam urusan luar negeri, dan mungkin reaksi yang lebih nasionalis
dalam beberapa perselisihan internasional.

Anda mungkin juga menyukai