Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20 tahun World
Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung di dalamnya mengupayakan
untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang di
sebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan
yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini
apabila tidak segera diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi
berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2015).
Menurut WHO tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Dengan
berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, insiden dan kematian akibat tuberkulosis telah
menurun, namun tuberkulosis diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan
1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan
penderita tuberkulosis terbanyak yaitu berturut-turut 23%, 10%, dan 10% dari seluruh penderita
di dunia (WHO, 2015).
Peningkatan tuberkulosis paru di tanggulangi dengan beberapa strategi dari Kementrian
Kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan perluasan pelayanan DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course). DOTS adalah salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai TB paru melalui penyuluhan sesuai dengan budaya setempat, mengenai
TB paru pada masyarakat miskin, memberdayakan masyarakat dan pasien TB paru, serta
menyediakan akses dan standar pelayanan yang diperlukan bagi seluruh pasien TB paru. Studi
sebelumnya mengungkapkan bahwa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan untuk penyakit
tuberculosis tidak efektif dan terbatas. Petugas kesehatan baik dari pemerintah atau swasta
kurang dilatih dalam diagnosis danpengobatan tuberculosis serta kurangnya keterampilan3
komunikasi yang dibutuhkan untuk memotivasi pasien guna meningkatkan kepatuhan dalam
upaya penyembuhan tuberculosis (Mushtaqdkk, 2011).

1
BAB II

ILUSTRASI KASUS

IDENTIFIKASI
Nama : TN. YR
Umur : 36 tahun
Alamat : Dusun Suka Mulya
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : Pedagang
MRS : 03 Juni 2021
No. RM : 7370196xx

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak nafas dan batuk yang memberat 2 hari SMRS

a. Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang laki-laki berusia 36 tahun datang ke IGD dengan
keluhan Sesak nafas bersamaan dengan batuk yang memberat 2 hari terakhir ini, pasien
mengatakan batuk nya berdahak lebih kurang 1 bulan ini, dahaknya susah keluar dan
berwarna agak coklat, dan pasien mengatakan merasa demam namun tidak tinggi lebih
kurang 1 bulan juga, malam hari sering keluar keringat malam, akhir-akhir ini nafsu
makannya berkurang sehingga terdapat penurunan berat badan yang sebelum sudah ada
penurunan berat badan tapi sebulan semakin menurun drastis yang lalu berat badannya
60 dan sekarang 36 kg, mual (-), muntah (-). BAB dalam batas normal, BAK dalam batas
normal.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien menyangkal mempunyai riwayat batuk lama, DM, tumor/kanker. Pasien tidak
mempunyai riwayat hipertensi.

c. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

d. Riwayat Pengobatan :
Tidak Ada

e. Riwayat Sosial Ekonomi :


Pekerjaan saat ini adalah pedagang

2
PEMERIKSAAN FISIK
a Keadaan Umum: Compos Mentis
b Tanda Tanda Vital
TD: 90/80 mmHg HR: 100 x/ menit BB: 36 kg
T : 370C RR: 32 x /menit TB: 155 cm
c Status Generalisata
Kepala
 Mata: anemis (+/+), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), Ref.cahaya (+/+) 3 mm/3
mm
 Hidung: Septum medial, rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
 Telinga: Simetris, otorrhea (-/-), fistula (-/-)
 Mulut: dalam batas normal
Leher
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, Retraksi intracosta (+)
Palpasi : Fremitus menurun kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler, murmur(-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), Sikatriks(-), Venektasi(-), Jejas(-)
Palpasi : Soepel, Nyeri Tekan(-), Nyeri Lepas(-), Defans Muscular(-)
Perkusi : Timpani
Auskulkasi : Suara peristaltic (+) Normal

Genitalia : Bengkak (-), merah(-), nyeri(-)


Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema pre tibial (-/-)

3
Gambaran :

Cor :
Jantung tidak membesar (CTR <50%), aorta dan mediastinum superior tidak membesar,

Pulmo :
Trakea ditengah, kedua hilus tidak menebal, corokan bronkovaskular kedua paru meningkat
Tampak fibro infiltrate di lapangan paru kanan kiri dengan kavitas dilapangan tengah paru
kanan kiri, kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostofrenikus lancip.
Jaringan lunak dinding dada terlihat baik.

Kesan : Gambaran TB paru lesi luas aktif

4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN
Hemoglobin : 8,1 g%
Hematokrit : 22, 6 %
MCV : 71.5 fl
MCH : 25,5 pg
MCHC : 35,6 g/dl
Trombosit : 364.000/ul
Leukosit : 5900/ul
Granulosit : 75%
Limfosit : 15%

Pemeriksaan lab:
GDS : 115 mg/dl
HIV : Non Reaktif
HbsAg : Non Reaktif
CT :-
BT :-
Pemeriksaan Sputum
Sewaktu : +
Pagi :+
Sewaktu : +

DIAGNOSIS KERJA

Tb Paru Aktif + Anemia + Faringitis


RENCANA TINDAKAN

- Oksigen 3-5 liter/menit via nasal canul (klp)


- IVFD NS 20tpm
- Resfar drip 1x200mg
- Azitromisin tab 1x500mg
- OAT Kategori 1,
- Prohepar caps 1x1
- Rawat Inap ruangan Flamboyan

5
6
FOLLOW UP PASIEN

Follow up 4 Juni 2021 05 Juni 2021 06 Juni 2021 07 Juni 2021 8 Juni 2021
S Sesak nafas (+), Sesak Nafas (+),Demam Sesak Nafas udah mulai Sesak Nafas udah mulai Batuk (+), Sesak nafas (-),
Batuk (+) (-), Batuk (+), Mual- berkurang (+), Batuk (+), berkurang (+),Batuk (+), Demam (-),
Demam (-), Mual- muntah (-) Demam (-), Mual- Demam (-), Mual-munta Mual-muntah (-)
muntah (-) BAK dbn muntah(-) (-) BAK dbn
BAK dbn BAB dbn BAK dbn BAK dbn BAB dbn
BAB dbn BAB dbn BAB dbn

O TD :90/70 mmHg TD : 90/70 mmHg TD : 90/ 70 mmHg TD : 90/ 70 mmHg TD : 90/ 70 mmHg
HR : 85 x/menit HR : 82 x/menit HR : 83 x/menit HR : 80 x/menit HR : 80 x/menit
RR : 32 x/menit RR : 30 x/menit RR : 28 x/menit RR : 28 x/menit RR : 26 x/menit
S : 37 oC (per axiler) S : 36,8 oC (per axiler) S : 37oC (per axiler) S : 36.7oC (per axiler) S : 36.7oC (per axiler)
GDS: 115 mg/dl GDS: 115 mg/dl GDS: 115 mg/dl GDS: 100 mg/dl GDS: 100 mg/dl
Kepala Mata: Konjungtiva Mata: Konjungtiva Mata: Konjungtiva anemis, Mata: Konjungtiva Mata: Konjungtiva
anemis, sklera tidak anemis, sklera tidak sklera tidak ikterik anemis, sklera tidak anemis, sklera tidak ikterik
ikterik ikterik Leher: dbn ikterik Leher: dbn
Leher: dbn Leher: dbn Mulut: dbn Leher: dbn Mulut: dbn
Mulut: dbn Mulut: dbn Mulut: dbn

Thorax Cor : Cor : Cor : Cor : Cor :


I : Ictus Cordis tidak I : Ictus Cordis tidak I : Ictus Cordis tidak I : Ictus Cordis tidak I : Ictus Cordis tidak
terlihat terlihat terlihat terlihat terlihat
P : Ictus Cordis tidak P : Ictus Cordis tidak P : Ictus Cordis tidak P : Ictus Cordis tidak P : Ictus Cordis tidak
teraba teraba teraba teraba teraba
P : Batas jantung P : Batas jantung P : Batas jantung normal P : Batas jantung normal P : Batas jantung normal
normal normal A : Irama reguler, murmur A : Irama reguler, A : Irama reguler, murmur
A : Irama reguler, A : Irama reguler, (-), gallop (-) murmur (-), gallop (-) (-), gallop (-)
murmur (-), gallop (-) murmur (-), gallop (-) Pulmo : Pulmo : Pulmo :
Pulmo : Pulmo : I : Simetris kanan dan kiri I : Simetris kanan dan I : Simetris kanan dan kiri
I : Simetris kanan I : Simetris kanan dan kiri
dan kiri kiri
P : Fremitus P : Fremitus melemah P : Fremitus melemah kiri P : Fremitus melemah P : Fremitus melemah kiri
7
melemah kiri & kanan kiri & kanan & kanan kiri & kanan & kanan
P : Sonor seluruh P : Sonor seluruh P : Sonor seluruh lapangan P : Sonor seluruh P : Sonor seluruh lapangan
lapangan paru lapangan paru paru lapangan paru paru
A : Vesikuler, rhonki A : Vesikuler, rhonki A : Vesikuler, rhonki (+/ A : Vesikuler, rhonki (+/ A : Vesikuler, rhonki (+/+),
(+/+), wheezing (-/-) (+/+), wheezing (-/-) +), wheezing (-/-) +), wheezing (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen Inspeksi:simetris,perut Inspeksi:simetris,perut Inspeksi:simetris,perut Inspeksi:simetris,perut Inspeksi:simetris,perut


pasien tidak Pasien tidak Pasien tidak pasien tidak pasien tidak
membuncit,tidak membuncit,tidak ada membuncit,tidak ada membuncit,tidak ada membuncit,tidak ada
Ada pembesaran pembesaran pembesaran vena/venektasi pembesaran pembesaran
vena/venektasi vena/venektasi -Palpasi: tidak ada nyeri vena/venektasi vena/venektasi
-Palpasi: tidak ada nyeri -Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri -Palpasi: tidak ada nyeri -Palpasi: tidak ada nyeri
tekan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas, hepar dan lien tidak tekan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri
lepas, hepar dan lien lepas, hepar dan lien teraba lepas, hepar dan lien tidak lepas, hepar dan lien tidak
tidak teraba tidak teraba -Perkusi: timpani teraba teraba
-Perkusi: timpani -Perkusi: timpani -Auskultasi: ada bising -Perkusi: timpani -Perkusi: timpani
-Auskultasi: ada bising -Auskultasi: ada bising usus -Auskultasi: ada bising -Auskultasi: ada bising
usus usus usus usus

Genital Inspeksi:tidak Inspeksi:tidak ada Inspeksi:tidak ada Inspeksi:tidak ada Inspeksi:tidak ada
ada benjolan, benjolan, merah, benjolan, merah (-), benjolan, merah (-), benjolan, merah (-),
merah, nyeri (-) nyeri (-) nyeri(-) nyeri(-) nyeri(-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 Akral hangat, CRT < 2 Akral hangat, CRT < 2 Akral hangat, CRT < 2 Akral hangat, CRT < 2
detik, Oedema (-) detik, Oedema (-) detik, Oedema (-) detik, Oedema (-) detik, Oedema (-)
Asessment Tb Paru lesi Aktif + Tb Paru lesi Aktif + Tb Paru lesi Aktif + Anemia Tb Paru lesi Aktif + Tb Paru lesi Aktif + Anemia
Anemia + Faringitis Anemia + Faringitis + Faringitis Anemia + Faringitis + Faringitis

T Terapi - IVFD Futrolit 20 tpm - IVFD Futrolit 20 tpm - IVFD Futrolit 20 tpm - IVFD Futrolit 20 tpm - IVFD Futrolit 20 tpm
-inf Gabaxa 1x200mg -inf Gabaxa 1x200mg -inf Gabaxa 1x200mg -inf Gabaxa 1x200mg -inf Gabaxa 1x200mg
-Pro Hepar 1x1 -Pro Hepar 1x1 -Pro Hepar 1x1 -Pro Hepar 1x1 -Pro Hepar 1x1
-Inf. Resfar 1x200mg -Inf. Resfar 1x200mg -Inf. Resfar 1x200mg Inf. Resfar 1x200mg Inf. Resfar 1x1200mg
-Inf. Garena 1x400mg -Inf. Garena 1x400mg -Inf. Garena 1x400mg -Inf. Garena 1x400mg -Inf. Garena 1x400mg
8
-Neurosanbe drip 1 amp -Neurosanbe drip 1 amp -Neurosanbe drip 1 amp -Neurosanbe drip 1 amp -Neurosanbe drip 1 amp
- Inj Furtison 2x1 amp - Inj Furtison 2x1 amp - Inj Furtison 2x1 amp - Inj Furtison 2x1 amp - Inj Furtison 2x1 amp
-OAT Kat 1 x 2 tab -OAT Kat 1 x 2 tab -OAT Kat 1 x 2 tab -OAT Kat 1 x 2 tab -OAT Kat 1 x 2 tab
Pasien dipulangkan, dan
dilanjutkan OAT kat 1
diPuskesmas

9
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. PARU

1. Anatomi Paru

Anatomi paru Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru.

Saluran napas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara atmosfer dan

kantung udara (alveolus). Alveolus merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara

udara dan darah. Saluran napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung

membuka ke dalam faring (tenggorokkan), yang berfungsi sebagai saluran bersama

untuk sistem pernapasan dan pencernaan. Udara dari faring diteruskan ke laring atau

voice box yang terletak di pintu masuk trakhea, trakhea terbagi menjadi dua cabang

utama, bronkus kanan dan kiri yang masing masing menjadi cabang yang lebih kecil

yang dikenal sebagai bronkiolus. Ujung bronkiolus terminal berkelompok alveolus,

kantung- kantung udara halus tempat pertukaran gas antara udara dan darah.

Paru merupakan salah satu organ penting tubuh yang berasal dari endoderm.

Saat mudigah berusia sekitar 4 minggu, terbentuk diverticulum respiratorium (lung bud)

sebagai suatu benjolan dari dinding ventral usus depan yang diinduksi oleh factor

transkripsi TBX4 dalam pembentukannya. Awalnya, tunas paru mempunyai hubungan

terbuka dengan usus depan, namun dengan terbentuknya septum trakeoesofageal

keduanya terpisah, membagi usus depan menjadi tunas paru di sebelah anterior dan

esofagus di sebelah posterior.

Tunas paru berkembang menjadi dua bronkus utama, yang kanan membentuk
10
tiga bronkus sekunder dan tiga lobus, yang kiri membentuk dua bronkus sekunder dan

dua lobus. Gangguan pemisahan usus depan oleh septum trakeosogafeal menyebabkan

atresia esofagus dan fistula trakeaesofagus.

Paru berada dalam rongga thorax yang dilindungi oleh tulang sternum, costae

dan cartilago costalis. Paru dibagi menjadi beberapa lobus oleh fisura yaitu tiga lobus di

paru kanan yang dibagi oleh fisura oblique dan fisura horizontalis, dan dua lobus di paru

kiri yang dibagi oleh fisura oblique. Tiap paru memiliki apeks yang mencapai ujung

sternal kosta pertama dan basis paru terletak di diafragma. Paru dilapisi oleh lapisan

pembungkusnya yaitu pleura yang terdiri dari Sistem perdarahan paru terdiri pembuluh

darah pulmonalis dan bronkialis. Arteri pulmonalis yang masing – masing arteri

pulmonalis kanan dan kiri terbagi menjadi 10 cabang yang biasanya mengikuti apeks

posterolateral atau superior dari bronkus segmentalis menuju alveoli untuk

mendistribusikan darah yang miskin oksigen. Terjadi pertukaran oksigen dan

karbondioksida dalam alveolus. Darah yang sudah kaya akan oksigen meninggalkan

kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis

akan bermuara ke atrium kiri jantung. Arteri bronkialis memberi darah untuk nutrisi bagi

paru. Arteri bronkialis merupakan cabang dari aorta torakalis descenden. Vena bronkialis

yang superfisial mengalirkan darah dari bronkus extrapulmonar, pleura.

Viseralis dan limfonodi pada hilus pulmonal. Sebelah kanan menuju vena

azygos, sebelah kiri menuju vena hemiazygos asesorius atau vena intercostalis suprema.

Paru mempunyai dua anyaman pembuluh limfe yang terletak superfisial dan profundal.

Anyaman superfisial terletak dibawah pleura pulmonalis. Pembuluh-pembuluh yang

profundal mengikuti cabang-cabang vasa pulmonales dan percabangan bronkus ( tidak

sampai alveolus). Semua cairan limfe paru mengalir ke trunkus limfatikus

bronkomediastinales.

11
Pleksus pulmonalis terdiri dari serabut eferen dan aferen saraf otonom. Pleksus

pulmonalis dibentuk oleh cabang-cabang nervus vagus dan ganglia simpatis 1 sampai 5.

Serabut aferen dari nervus vagus berfungsi bronkokonstriktor dan sekretomotor. Serabut

serabut simpatis aferen berfungsi bronkodilatator. Nervus frenikus merupakan syaraf

motoris untuk diafragma, juga merupakan saraf sensible untuk bagian sentral diafragma

pleura dan bagian pleura mediastinalis yang berbatasan dengan saraf ini. Nervus

interkostalis bersifat sensible untuk pleura kostalis dan pleura diafragmatika.

Gambar 1. Anatomi Paru

12
2. Fisiologi Paru

Paru sebagai organ respirasi mempunyai fungsi respiratorik. Respirasi

mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan, yaitu proses respirasi eksterna dan

respirasi interna (respirasi sel). Respirasi eksterna merujuk kepada seluruh rangkaian

pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara lingkungan eksternal dan sel

tubuh. Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses metabolik

intrasel yang dilakukan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan

CO2.

Sistem respirasi atau pernapasan tidak hanya memiliki fungsi respiratorik saja,

tetapi juga menjalankan fungsi nonrespiratorik yaitu sebagai rute mengeluarkan air dan

panas, meningkatkan aliran balik vena, mempertahankan keseimbangan asam dan basa,

sebagai organ penciuman, berbicara, serta merupakan sistem pertahanan terhadap benda

asing dan sistem pertahanan imunologi tubuh.

Partikel yang masuk sistem respirasi yang lebih besar dari 10 µm akan tertahan

di rongga hidung dan partikel berukuran 2 sampai 10 µm akan tertangkap oleh epitel

bersilia yang berlapiskan mukus. Partikel yang lebih kecil dibersihkan oleh makrofag

alveolus. Makrofag akan menelan partikel debu dan mikroorganisme patogen yang

masuk ke alveoli paru dan bertindak pula sebagai Antigen Precenting Cell (APC). Sel

makrofag akan mensekresikan interleukin, TNF (Tumor Necrosis Factor) dan kemokin.

Interleukin dan TNF akan mengaktifkan sistem imun sistemik dan kemokin akan

menarik sel-sel darah putih ke lokasi inflamasi.

Terjadi proses imunologis rumit dalam jaringan limfoid bronkus, terutama di

kelenjar getah bening yang mengandung limfosit T dan B yang berinteraksi dengan

makrofag paru. 17 Defensin dan cathelicidins adalah peptida antimikroba yang terdapat
13
di sel epitel dari saluran respirasi. Neutrofil, limfosit, makrofag dan Natural Killer cell

(sel NK) hadir dalam paru dan bertindak sebagai pertahan terhadap bakteri dan virus.

Komponen penting dari sistem imun disebut BALT (bronchus-associated lymphatic

tissue).

14
3. Histologi Paru

Sistem pernapasan terdiri atas paru dan saluran pernapasan yang terdiri dari

bagian konduksi dan bagian respiratorik. Bagian konduksi sistem pernapasan terdiri atas

saluran pernapasan ekstrapulmonal maupun intrapulmonal. Saluran pernapasan

ekstrapulmonal terdiri dari trakea, bronkus dan bronkiolus besar. Bronkiolus merupakan

saluran pernapasan intrapulmonal dan bagian akhir dari saluran konduksi. Bagian

respiratorik terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, sakus alveolaris dan

alveoli.

Histologi bronkus intrapulmonal mirip dengan histologi trakea dan bronkus

ekstrapulmonal, akan tetapi bronkus intrapulmonal diidentifikasi oleh adanya lempeng

tulang rawan hialin. Bronkus juga dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia

dengan sel goblet. Dinding bronkus intrapulmonal terdiri dari lamina propia yang tipis,

lapisan tipis otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkialis, lempeng tulang rawan

hialin, dan adventisia. Bronkus intrapulmonal bercabang menjadi bronkiolus yang tulang

rawan di sekitar bronkus berkurang.

Bronkiolus berdiameter 5 mm atau kurang, tidak memiliki tulang rawan atau

kelenjar dalam mukosanya, hanya sebaran sel goblet di dalam epitel segmen awal.

Bronkiolus dilapisi epitel bertingkat silinder bersilia yang semakin memendek dan

sederhana sampai menjadi epitel selapis silinder bersilia atau epitel selapis kuboid pada

bronkiolus terminalnya. Epitel bronkiolus terminal mengandung sel Clara yang tidak

mimiliki silia dan memiliki granul sekretori di dalam apeksnya. Sel Clara diketahui

menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan

inflamasi.

15
Bronkiolus terminalis bercabang menjadi dua atau lebih bronkiolus

respiratorius. Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa

bronkiolus terminalis. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi epitel kuboid bersilia dan

sel Clara, dindingnya diselingi oleh banyak alveolus yang semakin ke distal jumlahnya

semakin banyak. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel bronkiolus

respitorius.

Duktus alveolaris merupakan kelanjutan dari bronkiolus respiratorius dengan

alveoli yang bermuara ke dalamnya. Alveoli merupakan suatu invaginasi kecil yang

dilapisi oleh selapis tipis sel alveolus gepeng atau sel pneumosit tipe 1. Alveoli yang

berdekatan dipisahkan oleh septum intraalveolaris atau dinding alveolus yang terdiri dari

sel alveolus selapis gepeng, serat jaringan ikat halus dan kapiler. Alveoli juga

mengandung makrofag alveolaris dan juga ditemukan sel alveolus besar atau pneumosit

tipe 2.Struktur pada dinding alveoli dikhususkan untuk difusi antar lingkungan eksterna

dan interna, sehingga berlangsung pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara

dengandarah.

Gambar 2. .Sediaan bronkus terminalis dengan sebagian bronkiolus respiratorius dan alveolus.

16
B. TB PARU

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang

disebabkan M. tuberculosis, yang sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat

mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Basil Mycobacterium tuberculosis

mempunyai ukuran cukup kecil yaitu 0,5- 4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan

bentuk dari basil ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,

tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang

tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat) (Widoyono, 2011).

2. Etiologi

Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang

yang berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3 - 0,6 mm.

sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid

sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan dengan zat

kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu

menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. tuberculosis

senang tinggal di daerah apeks paru-paru 10 yang dimana terdapat kandungan

oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk

penyakit Tuberkulosis (Somantri, 2008). Kuman ini tahan pada udara kering

maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es).

Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat dormant. Dari

sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan

tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi

pada saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam

jaringan paru melalui saluran nafas (droplet infection) sampai alveoli, maka

terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyerang kelenjar getah bening

setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke), keduanya ini dinamakan

17
tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan

mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi

sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.

Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan

yang disebut tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan

paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk

kekebalan spesifik terhadap basil tersebut (Abdul, 2013 )

3. Manifestasi Klinis
a) Gejala sistemik/umum

o Penurunan nafsu makan dan berat badan.

o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala khusus

o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju

ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas

melemah yang disertai sesak.

o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

4. Patofisiologi

M. tuberculosis terkandung di dalam droplet ketika penderita TB

batuk, bersin atau berbicara. Droplet akan meninggalkan organisme yang

cukup kecil untuk terdeposit di dalam alveoli ketika dihirup. Ketika berada di

dalam alveoli, sistem imun akan merespon dengan mengeluarkan sitokin dan

limfokin yang menstimulasi monosit dan makrofag. M. tuberculosis mulai

18
berkembang biak di dalam makrofag. Dari beberapa makrofag. Beberapa dari

makrofag tersebut meningkatkan kemampuan untuk membunuh organisme,

sedangkan yang lainnya dapat dibunuh oleh basil. Setelah 1 – 2 bulan pasca

paparan, di paru – paru terlihat lesi patogenik yang disebabkan oleh infeksi

(Brooks et al., 2010).

a. TB Primer TB primer adalah penyakit TB yang timbul dalam 5

tahun pertama setelah terjadinya infeksi bakteri M. tuberculosis untuk pertama

kalinya (infeksi primer). TB pada anak – anak umumnya adalah TB primer.

Pada seseorang yang belum pernah kemasukan bakteri M. tuberculosis, tes

tuberkulin negatif karena sistem imun seluler belum mengenal bakteri M.

tuberculosis. Bila orang ini terinfeksi M. tuberculosis segera difagositosis oleh

makrofag, bakteri M. tuberculosis tidak akan mati sedangkan makrofagnya

dapat mati. Dengan demikian bakteri ini dapat berkembang biak secara leluasa

selama 2 minggu pertama di alveolus paru dengan kecepatan 1 bakteri

menjadi 2 bakteri setiap 20 jam. Setelah 2 minggu bakteri bertambah menjadi

100.000. sel - sel limfosit akan berkenalan dengan M. tuberculosis untuk

pertama kalinya dan akan menjadi limfosit T yang tersensitisasi dan

mengeluarkan berbagai jenis limfokin. Beberapa jenis limfokin akan

merangsang limfosit dan makrofag untuk membunuh M. tuberculosis.

Disamping itu juga terbentuk limfokin lain yaitu Skin Reactivity Factor (SRF)

yang menyebabkan timbulnya reaksi hipersensivitas tipe lambat pada kulit

berupa indurasi dengan diameter 10 mm atau lebih dikenal sebagai reaksi

tuberculin (tes Mantoux ). Adanya konversi reaksi tuberculin dari negatif

menjadi positif belum tentu menjadi indikator bahwa sudah ada kekebalan.

Makrofag tidak selamanya dapat membedakan kawan atau lawan sehingga

menimbulkan kerusakan jaringan dalam bentuk nekrosis/ pengkejuan dan

disusul dengan likuifaks/ pencairan. Pada tahap ini bentuk patologi TB

19
ditemukan dalam proporsi yang tidak sama yaitu berupa tuberkel – tuberkel

yang berupa pengkejuan di tengah (sentral) yang dikelilingi oleh sel – sel

epiteloid (berasal dari sel – sel makrofag) dan sel– sel limposit. M.

tuberculosis dapat musnah dengan perlahan atau tetap berkembang biak di

dalam makrofag, tetap tinggal selama bertahun – tahun sampai puluhan tahun.

Dalam waktu kurang dari 1 jam setelah masuk ke dalam alveoli, sebagian M.

tuberculosis akan terangkut oleh aliran limfa ke dalam kelenjar – kelenjar

limfa regional dan sebagian ikut masuk ke dalam aliran darah dan tersebar ke

organ lain. Perubahan seperti ini dialami oleh kelenjar – kelenjar limfa serta

organ yang sempat dihinggapi M. tuberculosis. Kombinasi tuberkel dalam

paru dan limfadenitis regional disebut kompleks primer.

b. TB Sekunder TB sekunder adalah penyakit TB yang baru timbul

setelah lewat 5 tahun sejak terjadi infeksi primer. Bila sistem pertahanan

tubuh melemah M. tuberculosis yang sedang tidur dapat aktif kembali disebut

reinfeksi endogen. Dapat pula terjadi super infeksi M. tuberculosis dari luar

disebut reinfeksi eksogen. TB pada orang dewasa adalah TB sekunder karena

reinfeksi endogen (Danusantoso, 2012).

4. Diagnosa
• Anamnesis
Anamnesa suspek TB dengan keluhan umum ( malaise , anorexia,

berat badan turun, cepat lelah ), keluhan karena infeksi kronik ( keringat

pada malam hari), keluhan karena ada proses patologis di paru ( batuk

lebih dari 2 minggu, batuk bercampur darah, sesak nafas, demam dan nyeri

dada)

• Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan memeriksa fungsi

pernafasan antara lain frekuensi pernafasan, jumlah dan warna dahak,

frekuensi batuk serta pengkajian nyeri dada. Pengkajian paru – paru

20
terhadap konslidasi dengan mengevaluasi bunyi nafas, fremitus serta hasil

pemeriksaan perkusi. Kesiapan emosional pasien dan persepsi tentang

tuberculosis perlu dikaji (Humaira, 2013).

• Pemeriksaan Penunjang

o Tes Tuberkulin
Tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensivitas

tipe lambat yang mencerminkan potensi sistem imun seseorang khususnya

terhadap M. tuberculosis. Pada seseorang belum terinfeksi M. tuberculosis,

sistem imunitas seluler tentunya belum terangsang untuk melawan M.

tuberculosis maka tes tuberkulin hasilnya negatif. Sebaliknya bila seseorang

pernah terinfeksi M. tuberculosis dalam keadaan normal sistem imun ini

sudah terangsang secara efektif 3 – 8 minggu setelah infeksi primer dan tes

tuberkulin menjadi positif.

o Foto Rontgen Paru


Foto rontgen paru memegang peranan penting karena berdasar

letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan dapat diduga adanya lesi

TB. Foto rontgen paru dapat menggambarkan secara objektif

kelainan anatomic paru dan kelainan – kelainan bervariasi mulai dari

bintik kapur, garis fibrotic, bercak infiltrate, penarikan trakea,

kavitas. Kelainan ini dapat berdiri sendiri atau ditemukan bersama –

sama.

o Pemeriksaan Serologi
Berbeda dengan tes tuberkulin, tes serologi menilai Sistem Imunitas

Humoral (SIH ) khususnya kemampuan produksi antibodi dari kelas IgG

terhadap sebuah antigen dalam M. tuberculosis. Bila seseorang belum

pernah terinfeksi M. tuberculosis, SIH- nya belum diaktifkan maka tes

serologi negatif. Sebaliknya bila seseorang sudah pernah terinfeksi M.

tuberculosis, SIH- nya sudah membentuk IgG tertentu sehingga hasil tes

akan positif.

21
o Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi meliputi pemeriksaan dahak, sekret

bronkus dan bahan aspirasi cairan pleura. Pemeriksaan dahak antara

lain pemeriksaan mikroskopis, kultur dan tes resistensi. Tentunya nilai

tertinggi pemeriksaan dahak adalah hasil kultur yang positif, yakni

yang tumbuh adalah M. tuberculosis yang sesungguhnya. Namun

kultur ini tidak dapat dilakukan di semua laboratorium di Indonesia

dan pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu yang lama

sekitar 3 minggu. Oleh sebab itu pemeriksaan dahak secara

mikroskopis sudah dianggap cukup untuk menentukan diagnosis TB

dan sudah dibenarkan pemberian pengobatan dalam rangka

penyembuhan penderita TB (Danusantoso, 2012)

Dalam upaya pengendalian TB secara nasional maka diagnosis

TB paru untuk orang dewasa ditegakkan terlebih dahulu dengan

pemeriksaan bakteriologis yaitu pemeriksaan mikroskopis langsung,

biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakterilogis negatif

maka penegakkan diagnosis TB dengan pemeriksaan foto toraks.

Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan

foto toraks saja karena foto toraks tidak selalu memberikan gambaran

yang spesifik pada TB paru dan tidak dibenarkan mendiagnosis TB

dengan tes tuberkulin saja. Untuk kepentingan diagnosis dengan cara

pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung dari penderita TB

dengan contoh uji dahak SPS (sewaktu – pagi – sewaktu)

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2

hari yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu. Diagnosis TB paru pada orang

dewasa ditegakkan dengan penemuan kuman TB (BTA). Pada

program TB nasional dengan penemuan kuman TB pada pemeriksaan


22
dahak secara mikroskopis merupakan diagnosis yang utama.

Pemeriksaan lain yaitu pemeriksaan rontgen (foto toraks), biakan dan

uji kepekaaan yang digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis dengan

pemeriksaan foto toraks saja karena foto toraks tidak selalu

menggambarkan khas pada paru TB. Gambaran kelainan foto toraks

tidak selalu menunjukkan aktivitas penyakit (Kementerian Kesehatan

RI, 2009).

Petugas menjelaskan petunjuk / prosedur mengeluarkan dahak

pada penderita antara lain : sisa- sisa makanan dibersihkan dengan

cara berkumur dengan air, jika memakai gigi palsu, dilepaskan

sebelum berkumur, tarik nafas dalam 2 sampai 3 kali dan setiap kali

nafas dihembuskan dengan kuat, tutup pot dibuka dan didekatkan ke

mulut, berdahak dengan kuat dan dimasukkan ke dalam pot dahak.

Jika dahak sulit dikeluarkan lakukan olahraga ringan atau malam hari

sebelum tidur minum banyak air/ 1 tablet gliseril guayakolat 200 mg,

pot berisi dahak diserahkan kepada petugas laboratorium dengan

menempatkan pot dahak di tempat yang telah disediakan

(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Pemeriksaan dahak bertujuan untuk menegakkan diagnosis,

menilai keberhasilan pengobatan dan untuk menentukan potensi

penularan. Pemeriksaan dahak dengan mengumpulkan 3 contoh uji

dahak yang dikumpulkan 2 hari kunjungan yaitu dahak sewaktu,

dahak pagi dan dahak sewaktu (SPS).

a. Dahak sewaktu (S) adalah dahak yang dikeluarkan oleh penderita

suspek TB saat pertama berkunjung ke fasyankes. Pada saat pulang,

penderita membawa pot pagi untuk mengeluarkan dahak pagi (P)

setelah bangun tidur.


23
b. Dahak pagi ( P ) adalah dahak yang dikeluarkan di rumah setelah

bangun tidur kemudian pot dibawa dan diserahkan kepada petugas

laboratorium fasyankes

c. Dahak sewaktu ( S ) adalah dahak yang dikeluarkan setelah

penderita menyerahkan dahak pagi kepada petugas laboratorium

(Kementerian Kesehatan RI, 2014)

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan

ini terutama ditujukan pada TB Paru:

a. Tuberkulosis Paru BTA positif.

1. 1 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

2. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

3. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

4. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak

ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.

b. Tuberkulosis Paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB Paru BTA negatif harus meliputi:

1. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.

2. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.

3. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi

pasien dengan HIV negatif.

4. Ditentukan (Pertimbangan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

24
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis

Apa yang dilihat Apa yang dilaporkan


Tidak ditemukan BTA BTA negative
minimal 100 lapang
pandang
1-9 BTA dalam 100 lapang Tuliskan jumlah BTA yang
pandang ditemukan/ 100 lapang
pandang
10- 99 BTA dalam 100 1+
lapang pandang
1-10 BTA dalam 1 lapang 2+
pandang, periksa minimal
50 lapang pandang
Lebih dari 10 BTA dalam 1 3+
lapang pandang, periksa
minimal 20 lapang pandang

Skema pelaporan ini mengacu pada skala International union

Against Tuberculosis and Lung Diseases (IUATLD) dan World

Health Organization (WHO) (Kementerian Kesehatan RI, 2012)

5. Penatalaksanaan

1. Pengobatan TB Paru menurut Kemenkes RI (2014) yaitu:


a. Tujuan Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis

(OAT).

Tabel 2.1. Jenis, sifat dan dosis OAT

Dosis yang
Jenis OAT Sifat direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3 x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pirazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 0
Etambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Sumber: Kemenkes RI, 2014
25
b. Prinsip Pengobatan

Pengobatan TB Paru dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai

berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis

obat, dalam dosis cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (Monoterapi). Pemakaian

OAT Kombinasi Dosis Tetap (KDT) lebih menguntungkan dan sangat

dianjurkan.

26
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaiatu tahap awal (intensif) dan

lanjutan.

1) Tahap Intensif

Pada tahap intensif, klien mendapat obat setiap hari dan perlu

diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat

bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tetap,

biasanya klien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu

2 minggu, sebagian besar klien TB BTA positif menjadi BTA

negatif (konversi) dalam 2 bulan.

2) Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan, klien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan

penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan (Kemenkes RI, 2014).

2. Panduan OAT di Indonesia

Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia (Kemenkes RI, 2014) antara lain:

a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

1) Pasien baru TB Paru BTA Positif

2) Pasien TB Paru BTA Negatif foto thoraks positif

3) Pasien TB Paru ekstra paru.

27
Tabel 2.2. Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1

Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 x


Berat selama 58 hari RHZE seminggu selama 16
Badan (150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 table 4KDT 2 table 2KDT
38-54 kg 3 table 4KDT 3 table 2KDT
55-70 kg 4 table 4KDT 4 table 2KDT
≥71 kg 5 table 4KDT 5 table 2KDT
Sumber: Kemenkes RI, 2014

b. Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA Positif yang telah diobati

sebelumnya:

1) Pasien kambuh

2) Pasien gagal

3) Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).

Tabel 2.3. Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2

Tahap Lanjutan
Berat Tahap Intensif tiap hari RHZE 3 x seminggu RH
Badan (150/75/400/275) + S (150/150) + E
(275)
Selama 56 hari Selama 28 Selama 20
Hari minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT +
Streptomisin inj. 2 tab
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4KDT Etambutol 3
Streptomisin inj. tab 2KDT + 3
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 4 tab 4KDT tab Etambutol
mg Streptomisin inj. 4 tab 2KDT +
≥71 kg 5 tab 4KDT + 1000 5 tab 4KDT 4 tab
mg Streptomisin inj. Etambutol 5
tab 2KDT + 5
tab Etambutol
Sumber: Kemenkes RI, 2014

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah seperti paduan paket untuk tahap intensif

kategori 1 yang diberikan selama 28 hari.

28
Tabel 2.4. Dosis KDT untuk sisipan

Berat Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE


Badan (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
≥71 kg 5 tablet 4KDT
Sumber: Kemenkes RI, 2014

d. Kategori Anak (2HRZ/4HR)

Prinsip dasar pengobatan TB Paru adalah minimal 3 macam obat dan

diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari,

baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus

disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 2.5. Dosis OAT Kombipak pada anak

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10-20 kg BB 20-32 kg


Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 600 mg
Sumber: Kemenkes RI, 2014

Tabel 2.6. Dosis OAT KDT pada anak

Berat Badan 2 bulan tiap hari RHZ 4 bulan tiap hari RH


(kg) (75/50/150) (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 4 tablet 3 tablet
Sumber: Kemenkes RI, 2014

3. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Paru.

Pemantaun dan hasil pengobatan TB Paru menurut Kemenkes RI (2014),

yaitu:

a. Pemantauan Kemajuan Pengobatan TB

29
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa

dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.

Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan

pemeriksaan radiologi dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju

Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan

pengobatan karena tidak spesifik pada TB Paru. Untuk memantau

kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak 2 kali

(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen atau keduanya positif,

hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

b. Hasil Pengobatan TB Paru

1) Sembuh

Klien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan ulang dahak (follow up) hasilnya negatif akhir

pengobatan (AP) dan minimal satu pemeriksaan follow up

sebelumnya negatif.

2) Pengobatan Lengkap

Adalah klien yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap

tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.

3) Meninggal

Adalah klien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab

apapun.

30
4) Pindah

Adalah klien yang pindah berobat ke unit dengan register TB Paru yang lain

dan hasil pengobatan tidak diketahui.

5) Default (putus berobat)

Adalah Klien yang tidak berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih

sebelum masa pengobatan selesai.

6) Gagal

Klien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

4. Perjalanan Alamiah TB Paru yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun 50% dari klien TB Paru akan meninggal,

25% sembuh sendiri dengan daya tahan tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang

dapat menular (Kemenkes RI, 2014).

6. Komplikasi

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan


komplikasi, menurut Suyono (2011), komplikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi Dini

a. Pleuritis

b. Efusi pleura

c. Empiema

d. Laringitis

e. Menjalar ke organ lain (usus)

f. Poncets arthropathy

31
2. Komplikasi Lanjut

a. Obstruksi jalan nafas (SOPT: Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)

b. Kerusakan parenkim berat (SOPT/Fibrosa Paru, kor pulmonal)

c. Amiloidasis

d. Karsinoma Paru

e. Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS).

7. Prognosis

Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan

pengobatan.  Tuberkulosis extra-pulmonary membawa prognosis yang lebih

buruk.Seorang yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam hidupnya jatuh

sakit karena TB.  Namun penderita gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti orang yang

terkena HIV, malnutrisi, diabetes, atau perokok, memiliki risiko lebih tinggi jatuh sakit

karena TB.Rekurensi pengidap TB yang mendapat terapi DOT (Directly Observed

Treatment) berkisar 0-14%. Di negara-negara dengan angka TB yang tinggi, rekurensi

biasanya terjadi setelah pengobatan tuntas, hal ini cenderung dikarenakan oleh reinfeksi

daripada relaps.Prognosis buruk terdapat pada penderita TB extra pulmonary, gangguan

kekebalan tubuh, lanjut usia, dan riwayat terkena TB sebelumnya.  Prognosis baik bila

diagnosis dan pengobatannya dilakukan sedini mungkin.

32
BAB IV

KESIMPULAN

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan

Microbackterium Tuberculosis, yang sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat

mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Yang mana gejalanya respiratorik sesak nafas,

batuk berdarah bahkan sesak nafas atau gejala sistemik penurunan nafsu makan, berat

badan menurun, berkeringat malam, demam meriang, badan lemah dan malaise.

Tiap tahunnya penderita tuberculosis paru meningkat tiap tahunnya , ada

beberapa sebab yang berhubungan dengan peningkatan penderita tuberculosis paru antara

lainnya kurangnya kesadaran masyarakat dalam melakukan suspek suptum, kurangnya

pengetahuan/informasi pada masyarakat tentang penularan tuberculosis paru, kelalaian

dalam berobat, sehingga sebagai tenaga Kesehatan harus memberikan perhatian khusus

pada masyarakat yang terpapar dengan Microbakterium Tuberculosis sehingga penderita

TB dapat diminimalis jumlah penderitanya.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbas. achmadi. “Monitoring Of Side Effect Of-Anti-Tuberculosis Drugs (ATD) On The

Intensivw Phase Treatment Of Pulmonary TB Patient In Makassar”, Journal of Agromedicine

and Medical Sciences, Vol 3 no 1 (2017): h 19.

2. Amin, Z., Bahar, A., 2007. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo, A., W., dkk. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III. Ed 5. Jakarta: FKUI Jakarta

3. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. TBC Masalah Kesehatan

Dunia. http://www.depkes.go.id/article/view/1444/tbcmasalah-kesehatan-dunia.html [1

Oktober 2018]

4. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

34
35
36
37
38
39
40

Anda mungkin juga menyukai