Anda di halaman 1dari 25

Copyright (C) 2000 BPHN

PP 6/1995, PERLINDUNGAN TANAMAN

*34089 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP)

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 6 TAHUN 1995 (6/1995)

Tanggal: 28 PEBRUARI 1995 (JAKARTA)

Sumber: LN 1995/12; TLN NO. 3586

Tentang: PERLINDUNGAN TANAMAN

Indeks:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa tingkat produksi budidaya tanaman yang mantap sangat


menentukan bagi keberhasilan usaha tani, sehingga segala
bentuk kerugian yang dapat menurunkan tingkat produksi
budidaya tanaman perlu dicegah atau ditekan serendah
mungkin;

b. bahwa serangan organisme pengganggu tumbuhan terhadap


tanaman dapat menimbulkan kerugian yang dapat mengganggu
tingkat produksi budidaya tanaman, sehingga perlu ditempuh
berbagai upaya untuk melindungi tanaman dari serangan
organisme pengganggu tumbuhan;

c. bahwa upaya yang ditempuh untuk melindungi tanaman dari


serangan organisme pengganggu tumbuhan harus dilakukan
secara efektif dan aman agar tidak membahayakan keselamatan
manusia, kemampuan sumberdaya alam maupun kelestarian
lingkungan hidup, serta dapat mempertahankan dan
meningkatkan produksi budidaya tanaman;

d. bahwa berdasarkan hal-hal di atas dan sesuai dengan Pasal 27


dan Pasal 42 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistem Budidaya Tanaman, dipandang perlu mengatur
perlindungan tanaman dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;


2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2918);
3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan -
ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3215);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun
1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
*34090 5. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3495);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan
atas Peredaran Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
(Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN


TANAMAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah


kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh
organisme pengganggu tumbuhan;

2. Organisme pengganggu tumbuhan adalah semua organisme yang


dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian tumbuhan;

3. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,


daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya;
4. Eradikasi adalah tindakan pemusnahan terhadap tanaman,
organisme pengganggu tumbuhan, dan benda lain yang
menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan di
lokasi tertentu;

5. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tumbuh


dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta organisme renik
atau virus yang digunakan untuk melakukan perlindungan
tanaman;

6. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang


budidaya tanaman.

*34091 Pasal 2

(1) Perlindungan tanaman dilaksanakan pada masa pra tanam, masa


pertumbuhan tanaman, dan atau masa pasca panen.

(2) Perlindungan tanaman pada masa pra tanam sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sejak penyiapan lahan
atau media tumbuh lainnya sampai dengan penanaman.

(3) Perlindungan tanaman pada masa pertumbuhan tanaman


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sejak
penanaman sampai dengan panen.

(4) Perlindungan tanaman pada masa pasca panen sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sejak sesudah panen
sampai dengan hasilnya siap dipasarkan.

Pasal 3

(1) Perlindungan tanaman dilaksanakan melalui sistem


pengendalian hama terpadu.

(2) Perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilaksanakan melalui tindakan:

a. pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke


dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara Republik Indonesia;

b. pengendalian organisme pengganggu tumbuhan;

c. eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.

Pasal 4

Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan menggunakan sarana dan


cara yang tidak mengganggu kesehatan dan atau mengancam
keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan kerusakan
sumberdaya alam dan atau lingkungan hidup.

BAB II
PENCEGAHAN PENYEBARAN
ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN

Pasal 5

(1) Pencegahan masuknya ke dalam atau tersebarnya organisme


pengganggu tumbuhan dari suatu area ke area lain di dalam
wilayah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a, dilaksanakan dengan cara
mengenakan tindakan karantina pada setiap media pembawa
organisme pengganggu tumbuhan karantina yang dimasukkan ke
dalam atau *34092 dikirim dari suatu area ke area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Pemasukan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan


karantina baik berupa tumbuhan maupun bagian-bagian tumbuhan
ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib:
a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari negara asal dan
negara transit;

b. dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan yang telah


ditetapkan;

c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di


tempat-tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.

(3) Pengiriman media pembawa organisme pengganggu tumbuhan


karantina baik berupa tumbuhan maupun bagian-bagian tumbuhan
dari satu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik
Indonesia wajib:
a. dilengkapi sertifikat kesehatan dari area asal;

b. dilakukan melalui tempat-tempat pemasukan dan


pengeluaran yang telah ditetapkan;

c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di


tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk tindakan
karantina.

(4) Jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina, tempat serta


tata cara pemasukan dan atau pengeluaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri.

Pasal 6
(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) berupa:

a. pemeriksaan;
b. pengasingan;
c. pengamatan;
d. perlakuan;
e. penahanan;
f. penolakan;
g. pemusnahan;
h. pembebasan.

(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang karantina tumbuhan.

*34093 Pasal 7

(1) Dalam hal ditemukan atau terdapat petunjuk terjadinya


serangan organisme pengganggu tumbuhan karantina di suatu
area tertentu, Menteri dapat menetapkan area yang
bersangkutan untuk sementara waktu sebagai kawasan
karantina.

(2) Pemasukan atau pengeluaran media pembawa organisme


pengganggu tumbuhan karantina baik berupa tumbuhan atau
bagian-bagian dari tumbuhan ke dalam dan dari kawasan
karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (3).

BAB III
PENGENDALIAN ORGANISME
PENGGANGGU TUMBUHAN

Pasal 8

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan dengan


memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan
dalam satu kesatuan.

Pasal 9

(1) Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan


melalui tindakan pemantauan dan pengamatan terhadap
organisme pengganggu tumbuhan dan faktor yang mempengaruhi
perkembangannya serta perkiraan terjadinya serangan
organisme pengganggu tumbuhan.

(2) Apabila dari hasil pemantauan dan pengamatan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) diperkirakan akan timbul kerugian,
maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap organisme
pengganggu tumbuhan dengan memperhatikan faktor ekologi,
sosial dan efisiensi.

Pasal 10

(1) Tindakan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8


dilakukan baik dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan
organisme pengganggu tumbuhan.

(2) Tindakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan


dilaksanakan dengan:
a. cara fisik, melalui pemanfaatan unsur fisika tertentu;

b. cara mekanik, melalui penggunaan alat dan atau


kemampuan fisik manusia;

c. cara budidaya, melalui pengaturan kegiatan bercocok


tanam;
*34094 d. cara biologi, melalui pemanfaatan musuh alami
organisme pengganggu tumbuhan;

e. cara genetik, melalui manipulasi gen baik terhadap


orga- nisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap tanaman;

f. cara kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan atau

g. cara lain sesuai perkembangan teknologi.

(3) Pelaksanaan tindakan pengendalian organisme pengganggu


tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
sesuai persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 11

(1) Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan


oleh:
a. perorangan atau badan hukum yang memiliki dan/atau
menguasai tanaman;

b. kelompok dalam masyarakat yang dibentuk untuk


mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan;

c. pemerintah.

(2) Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan oleh Pemerintah


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c terutama
dilakukan apabila terjadi eksplosi.

(3) Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan oleh perorangan


atau badan hukum dan kelompok masyarakat serta pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 12

Sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dalam rangka


perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 berupa:
a. alat dan mesin;
b. musuh alami;
c. pestisida.

Pasal 13

(1) Alat dan mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a


dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung dalam
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan.

(2) Alat dan mesin yang dimanfaatkan secara langsung


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan untuk
mematikan, melemahkan, mengusir, atau mengumpulkan organisme
pengganggu tumbuhan.

*34095 (3) Alat dan mesin yang dimanfaatkan secara tidak


langsung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimaksudkan
untuk mendukung penggunaan musuh alami atau pestisida dalam
rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan mengenai alat dan


mesin serta tata cara penggunaannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur oleh Menteri.

Pasal 14

(1) Musuh alami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b


dimanfaatkan untuk pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan secara biologi.

(2) Dalam hal musuh alami yang dibutuhkan harus didatangkan dari
luar negeri, maka harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. musuh alami tersebut belum ada di Indonesia;

b. musuh alami yang ada di Indonesia belum cukup untuk


mengendalikan serangan organisme pengganggu tumbuhan; atau

c. untuk keperluan penelitian dalam rangka perlindungan


tanaman.

(3) Pemasukan musuh alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah dan atau badan
hukum Indonesia berdasarkan izin Menteri.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara


pemasukan musuh alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
diatur oleh Menteri.

Pasal 15

(1) Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme


pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat guna.

(2) Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme


pengganggu tumbuhan yang mempunyai dampak terhadap kesehatan
manusia dilakukan dengan memperhatikan persyaratan kesehatan
dan keselamatan kerja.

Pasal 16

(1) Penggunaan pestisida untuk pengendalian organisme pengganggu


tumbuhan dapat dilakukan dengan pesawat terbang.

(2) Penggunaan pestisida dengan pesawat terbang sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan izin Menteri.

*34096 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan


tata cara penggunaan pestisida dengan pesawat terbang dalam
rangka perlindungan tanaman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur oleh Menteri.

Pasal 17

Apabila diperlukan oleh pejabat yang berwenang, dalam rangka


pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, perorangan atau badan
hukum yang menggunakan pestisida sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 dapat diwajibkan untuk menyampaikan laporan.

Pasal 18

(1) Perorangan atau badan hukum, kelompok dalam masyarakat dan


instansi Pemerintah yang menggunakan pestisida dalam rangka
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan wajib memantau,
mencegah dan atau menanggulangi dampak negatif yang mungkin
timbul akibat penggunaan pestisida.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan, pencegahan dan


atau penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri
terkait.
Pasal 19

Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme


pengganggu tumbuhan merupakan alternatif terakhir, dan dampak
negatif yang timbul harus ditekan seminimal mungkin.

Pasal 20

(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penggunaan pestisida


dalam rangka pengendalian organisme pengganggu tumbuhan.

(2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) Menteri dapat menunjuk petugas pengawas pestisida.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan,


persyaratan, dan tata cara penunjukan petugas pengawas
pestisida sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur oleh Menteri.

Pasal 21

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan berupa satwa liar yang


dilindungi dilakukan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 22

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara


efektif, efisien dan aman sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan
oleh Menteri.
*34097
BAB IV
ERADIKASI

Pasal 23

(1) Eradikasi dilakukan apabila serangan organisme pengganggu


tumbuhan dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan
tanaman secara meluas.

(2) Organisme pengganggu tumbuhan dianggap sangat berbahaya dan


mengancam keselamatan tanaman secara meluas, apabila
organisme pengganggu tumbuhan tersebut telah atau belum
pernah ditemukan di wilayah yang bersangkutan dan sifat
penyebarannya sangat cepat serta belum ada teknologi
pengendaliannya yang efektif.

Pasal 24

(1) Selain dilakukan terhadap organisme pengganggu tumbuhan,


eradikasi dapat pula dilakukan terhadap:
a. tanaman atau bagian tanaman yang terserang organisme
pengganggu tumbuhan;

b. tanaman atau bagian tanaman yang belum terserang tetapi


diperkirakan akan rusak karena sifat organisme pengganggu
tumbuhan yang ganas;

c. inang lain; dan atau

d. benda lain yang dapat menyebabkan tersebarnya organisme


pengganggu tumbuhan.

(2) Pelaksanaan eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilakukan secara selektif atau secara keseluruhan dengan
tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara


eradikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur oleh Menteri.

Pasal 25

(1) Pelaksanaan eradikasi dilakukan oleh:


a. perorangan atau badan hukum, yang memiliki dan atau
menguasai tanaman atau benda lain yang harus dieradikasi;
dan atau

b. kelompok masyarakat yang berkepentingan, atas dasar


musyawarah.

(2) Dalam hal perorangan atau badan hukum yang memiliki atau
menguasai tanaman, atau kelompok masyarakat yang
berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
mampu *34098 melakukan eradikasi, maka Pemerintah dapat
melakukan eradikasi.

Pasal 26

(1) Kepada pemilik yang tanaman dan atau benda lainnya


dimusnahkan dalam rangka eradikasi dapat diberikan
kompensasi atau bantuan.

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat


diberikan atas tanaman dan atau benda lainnya yang tidak
terserang organisme pengganggu tumbuhan tetapi harus
dimusnahkan dalam rangka eradikasi.

(3) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan


atas tanaman dan atau benda lainnya yang dimusnahkan karena
terserang organisme pengganggu tumbuhan.

(4) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa


uang, penggantian sarana produksi, dan atau kemudahan untuk
melakukan usaha lain.

(5) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat berupa


sarana produksi.

(6) Kompensasi atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


diberikan oleh Pemerintah dengan mempertimbangkan situasi
dan kondisi pada saat dilakukan eradikasi, serta upaya yang
telah dilakukan oleh masyarakat setempat dalam meringankan
beban pemilik yang tanaman dan/atau benda lainnya
dimusnahkan dalam rangka eradikasi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi atau


bantuan oleh Pemerintah diatur oleh Menteri.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

(1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan yang


mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang
perlindungan tanaman kepada Daerah Tingkat I dan Daerah
Tingkat II dinyatakan tetap berlaku.

(2) Urusan pemerintahan di bidang perlindungan tanaman


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah
ditindaklanjuti dengan penyerahan secara nyata, tetap
dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I atau Daerah Tingkat II
yang bersangkutan.

*34099 Pasal 28

Peraturan pelaksanaan mengenai perlindungan tanaman yang


ting- katnya di bawah Peraturan Pemerintah yang telah ada pada
saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diatur yang
baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 29

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Pebruari 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Pebruari 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOERDIONO

PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 6 TAHUN 1995
TENTANG
PERLINDUNGAN TANAMAN

UMUM

Dalam pelaksanaan budidaya tanaman selalu dihadapkan pada


berbagai kendala, dan salah satu kendala utamanya adalah serangan
organisme pengganggu tumbuhan. Oleh karena itu perlindungan
tanaman terhadap *34100 organisme pengganggu tumbuhan selalu
menjadi bagian dari sistem budidaya tanaman.

Perlindungan tanaman pada hakekatnya adalah suatu rangkaian


kegiatan untuk mencegah atau mengurangi serangan organisme
pengganggu tumbuhan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan
eradikasi organisme pengganggu tumbuhan. Perlindungan tanaman
berazaskan efektivitas, efisiensi, dan keamanan terhadap manusia,
sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, sehingga diharapkan
tujuannya yaitu mempertahankan dan memantapkan produksi pada
tarap optimal dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan
melalui pelestarian kemampuan sumber daya alam dan lingkungan
hidup dapat tercapai.

Dalam pelaksanaannya perlindungan tanaman dilakukan dengan sistem


pengendalian hama terpadu, yaitu perpaduan dari berbagai teknik
pengendalian dalam suatu rencana. Adapun cara pengendaliannya
antara lain melalui cara fisik, mekanik, budidaya, biologi,
genetik, kimiawi, dan cara lain sesuai perkembangan teknologi.

Penggunaan pestisida yang tidak tepat dalam pengendalian


organisme pengganggu tumbuhan dapat menimbulkan akibat yang tidak
diinginkan, oleh karena itu penggunaan pestisida harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya dengan menekan seminimal mungkin dampak
negatif yang ditimbulkan.

Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab


masyarakat dan Pemerintah, oleh karena itu masyarakat baik secara
perorangan ataupun berkelompok perlu memahami usaha perlindungan
tanaman sehingga mampu mengambil keputusan dan tindakan yang
tepat dan sedini mungkin untuk menanggulangi serangan organisme
pengganggu tumbuhan pada tanaman, sehingga tidak berkembang
menjadi eks-plosi. Dalam keadaan tertentu penanggulangan serangan
organisme pengganggu tumbuhan disertai dengan eradikasi. Apabila
dilakukan eradikasi terhadap tanaman atau benda lain yang tidak
terserang organisme pengganggu tumbuhan kepada pemilik dapat
diberikan kompensasi, sedangkan dalam hal eradikasi yang
dilakukan terhadap tanaman atau benda lain yang terserang
organisme pengganggu tumbuhan, maka kepada pemilik dapat
diberikan bantuan. Peranan masyarakat merupakan kunci
keberhasilan perlindungan tanaman.

Dengan materi seperti yang dikemukakan di atas, disusunlah


Peraturan Pemerintah ini dengan tujuan untuk memberikan landasan
hukum bagi penyelenggaraan perlindungan tanaman.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas

Angka 2
Cukup jelas
*34101
Angka 3
Cukup jelas

Angka 4
Cukup jelas

Angka 5
Pestisida dapat berbentuk bahan aktif, bahan teknis,
atau formulasi. Bahan aktif adalah bagian dari bahan teknis atau
formulasi pestisida yang mempunyai daya kerja secara biologis
seperti yang direncanakan.
Bahan teknis adalah bahan yang dihasilkan dari suatu
proses pembuatan bahan aktif yang mengandung bahan aktif dan
bahan pengotor ikutan (assosiated impurities) atau dapat juga
mengandung bahan tambahan tertentu yang diperlukan.
Bahan teknis digunakan sebagai bahan baku pembuatan
formulasi. Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan
lainnya yang mempunyai daya kerja sebagai pestisida sesuai dengan
tujuan yang direncanakan.

Angka 6
Menteri yang bertanggung jawab di bidang budidaya
tanaman yaitu Menteri Pertanian atau Menteri Kehutanan.

Pasal 2

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan media tumbuh lainnya antara lain
adalah air, agar-agar, merang, tanah dalam pot dan lain-lain,
tetapi tidak termasuk lahan.

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 3

Ayat (1)
Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya
pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu
tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengendalian
yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah dan
mengurangi timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan
lingkungan hidup.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
*34102
Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)
Pelaksanaan perlindungan tanaman serta penggunaan
sarana dan cara dalam rangka perlindungan tanaman memang
bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi kerugian ekonomis yang
dapat ditimbulkan oleh organisme pengganggu tumbuhan terhadap
tanaman, tetapi di pihak lain pelaksanaan perlindungan tanaman
termasuk penggunaan sarana dan cara tertentu dapat mengganggu
kesehatan dan mengancam keselamatan manusia maupun menimbulkan
gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Misalnya, penggunaan pestisida maupun musuh alami organisme
pengganggu tumbuhan dalam rangka perlindungan tanaman tidak hanya
dapat memusnahkan organisme pengganggu tumbuhan, tetapi dapat
juga membahayakan manusia, hewan ataupun sumber daya yang lain.
Oleh karena itu penggunaan sarana atau cara tersebut tersebut
harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat mencegah dan atau
mengurangi kerugian-kerugian yang mungkin timbul sebagai dampak
sampingan penggunaan sarana atau cara tersebut.
Media pembawa organisme pengganggu tumbuhan karantina
adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan atau benda lain yang
dapat membawa organisme pengganggu tumbuhan karantina.

Ayat (2)
Huruf a
Sertifikat kesehatan dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang. Dianggap telah dimasukkan ke dalam wilayah negara
Republik Indonesia apabila telah dibebaskan dari tempat-tempat
dilakukannya tindakan karantina atau telah dilalulintasbebaskan
di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Sertifikat kesehatan tidak perlu disertakan pada
pemasukan media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang
tergolong benda lain.
Termasuk pengertian benda lain di antaranya bahan
patogenik, bahan biologik, makanan ikan, bahan pembuat makanan
ternak dan/atau ikan, sarana pengendalian hayati, biakan
organisme, tanah, kompos atau media pertumbuhan tumbuhan lainnya
dan vektor.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

*34103 Ayat (3)


Pengertian area meliputi daerah dalam suatu pulau,
antar pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah negara Republik
Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran organisme
pengganggu.
Dianggap telah di masukkan ke suatu area dari area lain
di dalam wilayah negara Republik Indonesia apabila telah
dibebaskan dari tempat-tempat dilakukannya tindakan karantina
atau telah dilepaskan di area tujuan di dalam wilayah negara
Republik Indonesia.

Huruf a
Sertifikat kesehatan tidak diperlukan bagi
pengiriman media pembawa organisme pengganggu tumbuhan yang
tergolong benda lain.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah
peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan, ikan, dan
tumbuhan, yang pada saat ini diatur dalam Undang-undang Nomor 16
Tahun 1992.

Pasal 7

Ayat (1)
Area yang dimaksud adalah area yang semula bebas dari
organisme pengganggu tumbuhan karantina.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Yang dimaksud dengan satu kesatuan adalah satu kesatuan yang
harmonis, yaitu memadukan teknologi, pengorganisasian, pelayanan
dan gerakan pengendalian dalam suatu sistem yang harmonis, untuk
mencegah kerugian ekonomis dan atau kerusakan lingkungan.

Pasal 9
Ayat (1)
*34104 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
organisme pengganggu tumbuhan antara lain keadaan pertanaman,
musuh alami, iklim/cuaca.

Ayat (2)
Dengan memperhatikan faktor ekologi, sosial dan
efisiensi maka diharapkan tindakan pengendalian yang dilakukan,
secara ekonomis menguntungkan dan secara teknis dapat
dipertanggungjawabkan serta pelaksanaannya dapat diterima oleh
masyarakat setempat. Faktor sosial yang diperhatikan dalam
pelaksanaan tindakan pengendalian antara lain kebiasaan
masyarakat setempat.

Pasal 10

Ayat (1)
Tindakan pengendalian dalam rangka pencegahan yaitu
upaya yang dilakukan sebelum tanaman terserang organisme
pengganggu tumbuhan, sedangkan tindakan pengendalian dalam rangka
penanggulangan yaitu upaya menyembuhkan tanaman setelah tanaman
terserang organisme pengganggu tumbuhan.

Ayat (2)
Huruf a
Cara fisik antara lain dilakukan dengan pengaturan
suhu, kelembaban, cahaya, radiasi, suara.

Huruf b
Cara mekanik antara lain dilakukan dengan
mematikan, menghalangi, mengusir, menangkap, mengumpulkan
organisme pengganggu tumbuhan baik menggunakan atau tanpa alat.

Huruf c
Cara budidaya antara lain dilakukan dengan
pengolahan lahan, pemupukan, sanitasi, penggunaan benih bermutu,
pengaturan pola tanam, waktu panen, jarak tanam, pergiliran
tanaman, pergiliran varietas, pengairan.

Huruf d
Cara biologi antara lain dilakukan dengan cara
konservasi, inokulasi dan inundasi musuh alami yang terdiri atas
predator atau parasit atau patogen.

Huruf e
Cara genetis, antara lain dilakukan dengan
pelepasan jantan mandul.
Manipulasi gen tanaman antara lain dilakukan
dengan penanaman varietas tahan/toleran terhadap organisme
pengganggu tumbuhan.

Huruf f
Cara kimiawi, antara lain dilakukan dengan
menggunakan zat peracun, zat pemikat, zat penolak, zat pemandul,
zat pengatur tumbuh, zat anti makan.
*34105
Huruf g
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a
Perorangan atau badan hukum yang memiliki dan atau
menguasai tanaman dalam mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan dapat melaksanakan sendiri atau melalui penjual jasa
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan.

Huruf b
Kelompok masyarakat yang dibentuk untuk keperluan
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan misalnya regu
pengendalian hama.

Huruf c
Cukup jelas

Ayat (2)
Eksplosi adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan
yang sifatnya mendadak, populasinya berkembang sangat cepat, dan
menyebar luas dengan cepat.
Pengendalian eksplosi yang dilakukan oleh Pemerintah
secara berjenjang mulai dari tingkat Kecamatan sampai dengan
tingkat Pusat.

Ayat (3)

Pedoman yang dimaksud disebarluaskan antara lain


melalui pendidikan, penyuluhan, penerangan, pelatihan atau
kursus, pengorganisasian massa.

Pasal 12

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Musuh alami adalah semua organisme yang dapat merusak,
mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian organisme
pengganggu tumbuhan.
Musuh alami antara lain dapat berupa predator, parasit,
parasitoid, dan patogen.

Huruf c
Cukup jelas

*34106 Pasal 13

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Dalam Pasal ini yang diartikan dengan tepat guna
adalah:

Tepat jenis yaitu disesuaikan jenis pestisida yang


digunakan dengan jenis organisme pengganggu tumbuhannya, misalnya
untuk mengendalikan serangga menggunakan insektisida,
mengendalikan cendawan menggunakan fungisida, mengendalikan gulma
menggunakan herbisida.

Tepat dosis yaitu banyaknya pestisida yang


diaplikasikan persatuan luas atau berat atau volume sasaran
disesuaikan dengan rekomendasi yang ditetapkan, misalnya
kg/hektar.

Tepat cara yaitu disesuaikan antara bentuk formulasi


pestisida dan alat aplikasi yang digunakan, misalnya
penyemprotan, perendaman, penaburan, pengolesan.

*34107 Tepat sasaran yaitu disesuaikan dengan jenis


komoditi tanaman serta jenis dan cara hidup organisme pengganggu
tumbuhan yang akan diaplikasi pestisida.

Tepat waktu yaitu pada waktu populasi organisme


pengganggu tumbuhan telah mencapai ambang pengendalian dan
sebagian besar dalam stadium peka, keadaan cuaca memenuhi syarat.

Tepat tempat yaitu disesuaikan dengan keadaan tempat


yang akan diaplikasi pestisida, misalnya lahan kering, lahan
berair, rawa, gudang.

Ayat (2)
Dalam penggunaan pestisida persyaratan kesehatan
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, sedangkan persyaratan
keselamatan kerja ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

Pasal 16

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Penggunaan pestisida dengan sarana pesawat terbang
sangat berbahaya, karena pestisida dapat terbawa angin sehingga
mengenai tanaman sekitar yang lebih luas, oleh karena itu
pemakaian pesawat terbang sebagai sarana penggunaan pestisida
hanya dapat dilakukan dengan izin dan sesuai dengan syarat dan
tata cara yang ditetapkan oleh Menteri.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Dalam rangka pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan pejabat yang berwenang dalam hal ini antara lain Kepala
Desa, Camat, Menteri Tani, Dinas Pertanian atau instansi teknis
lainnya dapat meminta laporan secara rutin setiap periode
tertentu atau sewaktu-waktu sesuai keperluan.

Pasal 18

Ayat (1)
Dampak negatif pestisida yang dapat terjadi terhadap
lingkungan alam dan kesehatan, yaitu antara lain :

- Keracunan bahkan kematian terhadap manusia, ternak


dan hewan piaraan lainnya, ikan dan biota air lainnya, musuh
alami dan hewan berguna lainnya, hewan liar, tanaman.

- Timbulnya organisme pengganggu tumbuhan sekunder,


resistensi, resurgensi.

*34108 - Masalah residu pada bahan pangan maupun bahan


lainnya.

- Pencemaran lingkungan.

Ayat (2)
Menteri dalam mengatur pemantauan dan penanggulangan
dampak negatif dengan memperhatikan dan mengacu peraturan yang
dikeluarkan oleh antara lain Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
Menteri Kesehatan.

Pasal 19
Penggunaan pestisida dalam pengendalian oganisme pengganggu
tumbuhan merupakan alternatif terakhir tidak berarti bahwa
penggunaan pestisida merupakan urutan terakhir dalam pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan.
Apabila berdasarkan teknik/teori pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan ini hanya dapat dikendalikan dengan pestisida
maka dalam pengendalian organisme pengganggu tumbuhan tersebut
dapat langsung menggunakan pestisida.

Pasal 20

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Penunjukan petugas pengawas pestisida dari instansi
lain dilakukan oleh Menteri Pertanian setelah berkonsultasi
dengan instansi terkait.
Instansi yang terkait dalam penggunaan pestisida antara
lain Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja dan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 21
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah di bidang
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, serta peraturan
lainnya.

Pasal 22
Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan harus diusahakan
agar dapat menekan populasi atau intensitas serangan organisme
pengganggu tumbuhan secara maksimal, memperoleh keuntungan
terutama ekonomi yang maksimal dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap tanaman sekitar dan lingkungan sekelilingnya.

Pasal 23

Ayat (1)
Cukup jelas

*34109 Ayat (2)


Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Yang dimaksud dengan inang lain yaitu tumbuhan
lain yang dapat terserang atau menjadi tempat hidup organisme
pengganggu tumbuhan.

Huruf d
Benda lain yang dapat menyebabkan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan antara lain sisa makanan, limbah
panen dan pasca panen, gudang dan sebagainya.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Kelompok masyarakat yang berkepentingan yaitu
masyarakat yang tidak memiliki dan atau menguasai tanaman atau
benda lain yang harus dieradikasi tetapi apabila eradikasi
tersebut tidak dilakukan akan menanggung kerugian.

Ayat (2)
Pemerintah dalam melakukan eradikasi dapat dengan
memerintahkan kepada masyarakat atau memberi bantuan dana.

Pasal 26

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas
*34110
Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)
Cukup jelas

Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Cukup jelas

--------------------------------

CATATAN

Kutipan: MEDIA ELEKTRONIK MILIK SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1995

Anda mungkin juga menyukai