Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsumsi dan Fungsi Konsumsi

Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa

yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan. Barangbarang yang diproduksi digunakan oleh masyarakat

untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Fungsi

konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di

antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan

pendapatan nasional. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam

persamaan (Mankiw, 2003):

Fungsi konsumsi ialah : C = C + cY..........(i)

Di mana C adalah konstanta atau konsumsi rumah tangga ketika

pendapatan adalah 0, c adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal

di mana 0 < C > 1, di mana C adalah konsumsi dan Y adalah tingkat

pendapatan. Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara

pendapatan disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel

dengan tabungan, yaitu konsep kecenderungan mengkonsumsi dan

kecenderungan menabung. Kecenderungan mengkonsumsi dapat

dibedakan menjadi dua yaitu kecenderungan mengkonsumsi marginal dan

kecenderungan mengkonsumsi rata-rata. Kecenderungan mengkonsumsi

marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (Marginal Propensity to

Consume), didefinisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan

1
konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan

(Raharja, et.al, 2004):

ΔC
MPC = Δ Yd ................(ii)

Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC

(Average Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai

perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat

pendapatan disposibel pada ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd).

Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula (Nanga, 2005):

C
APC = Yd ................(iii)

Kecenderungan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu

kecenderungan menabung marginal dan kecenderungan menabung rata-

rata. Kecenderungan menabung marginal dinyatakan dengan MPS

(Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara

pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan disposibel

(ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula (Raharja,

et.al, 2004):

ΔS
MPS = ΔYd ................(iv)

Kecenderungan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS

(Average Propensity to Save), menunjukkan perbandingan di antara

tabungan (S) dengan pendapatan disposibel (Yd). Nilai APS dapat

dihitung dengan menggunakan formula (Nanga, 2005):

S
APS = Yd ................(v)

2
B. Teori Konsumsi Menurut Para Ahli

1. Fungsi Konsumsi Keynes

Keynes pada tahun 1930-an membuat tiga asumsi tentang teori

konsumsi. Pertama, dia berasumsi bahwa kecenderungan mengkonsumsi

marjinal (marginal propersity to consume) yaitu jumlah yang dikonsumsi

dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu. Asumsi ini

menjelaskan pada saat pendapatan seseorang semakin tinggi maka

semakin tinggi pula konsumsi dan tabungannya.

Teori keynes kedua adalah rasio konsumsi terhadap pendapatan,

yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity

to consume) turun ketika pendapatan naik. Menurut keynes, proporsi

tabungan orang kaya lebih besar daripada orang miskin. Jika diurutkan

dari orang sangat miskin sampai kaya akan terlihat proporsi tabungan

terhadap pendapatan yang semakin meningkat.

Terakhir, pendapatan merupakan determinan konsumsi yang

penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting. Ini berbeda

dengan ekonom klasik yang beranggapan semakin tinggi tingkat suku

bunga maka akan mendorong tingkat tabungan dan mengurangi

konsumsi.

2. Teori Konsumsi Kuznets

Teori ini merupakan bentuk anomali dari teori fungsi konsumsi

Keynes. Anomali tersebut berhubungan dengan dugaan Keynes tentang

kecenderungan mengkonsumsi rata-rata turun bila pendapatan naik.

Anomali pertama disebutkan secular stagnation yaitu kondisi depresiasi

3
yang berkepanjangan sampai ada kebijakan fiskal yang menggeser

/menaikkan permintaan agregat.Keadaan ini terjadi pada saat setelah

perang dunia kedua dimana tidak terjadi depresi padahal pendapatan

masyarakat setelah perang meningkat. Anomali kedua dikemukakan oleh

Simon Kuznets yang meneliti data konsumsi dan pendapatan. Dalam

penelitiannya ditemukan rasio antara konsumsi dengan pendapatan

ternyata stabil dari dekade ke dekade, walaupun telah terjadi kenaikan

pendapatan. Kedua anomali tersebut membuktikan fungsi konsumsi

Keynesian berlaku untuk data rumah tangga atau jangka pendek,

sedangkan jangka panjang fungsi konsumsi cenderung bersifat konstan.

3. Teori Konsumsi berdasar hipotesis siklus hidup (life cycle


hypothesis)

Ando, Brumberg, dan Modigliani (abad 18) memiliki hipotesis

bahwa faktor sosial ekonomi seseorang dapat mempengaruhi pola

konsumsi orang tersebut. Mereka membagi tiga bagian pola konsumsi

berdasarkan umur seseorang seperti pada grafik dibawah ini.

Grafik Siklus Hidup

4
Bagian I adalah umur 0 sampai dengan t 0 seseorang mengalami

dissaving dimana orang tersebut belum memiliki pendapatan akan tetapi

ia perlu konsumsi. Umur t0 sampai t1, orang masih melakukan dissaving

karena konsumsi yang lebih besar daripada pendapatan. Bagian II adalah

umur t1 sampai dengan t2 seseorang mengalami saving dimana

pendapatan lebih besar daripada konsumsi. Untuk bagian III adalah umur

t2 dimana orang kembali melakukan dissaving. Ia tidak cukup lagi

menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi pengeluaran.

Fungsi konsumsi dari teori ini adalah

C = aW

a adalah MPC yang nilainya tergantung dari umur, selera, dan

tingkat bunga, sedangkan W dipengaruhi oleh nilai sekarang penghasilan

dari kekayaan, nilai sekarang penghasilan dari balas jasa kerja, dan nilai

sekarang penghasilan dari upah yang diharapkan diterima seumur hidup.

Secara spesifik fungsi konsumsinya sebagai berikut:

Di mana C adalah pengeluaran konsumsi, a adalah MPC, A adalah

kekayaan, YL adalah penghasilan dari kerja, YLE adalah penghasilan

yang diharapkan seumur hidup sejak tahun ini, dan T adalah sisa umur

seseorang dihitung dari saat ini

4. Teori Konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen


(permanent income hypothesis)

M Friedman (1957) menjelaskan perilaku konsumsi dengan

menggunakan hipotesis pendapatan permanen. Dalam hipotesisnya,

5
pendapatan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan

permanen dan pendapatan sementara. Pendapatan permanen adalah

pendapatan yang diharapkan orang untuk terus bertahan dimasa depan.

Pendapatan sementara (pendapatan transitoris) adalah bagian

pendapatan yang tidak diharapkan terus bertahan. Nilai pendapatan ini

kadang positif dan kadang negatif. Ukuran pendapatan sendiri merupakan

penjumlahan dan pendapatan permanen dan pendapatan sementara atau

secara matematis ditulis:

Y = Yp + Yt

Dimana Y adalah pendapatan yang terukur, Yp adalah pendapatan

permanen, dan Yt adalah pendapatan sementara.

Untuk itu, Friedman beralasan bahwa konsumsi seharusnya

tergantung pada pendapatan permanen karena konsumen menggunakan

tabungan dan pinjaman untuk melancarkan konsumsi dalam menanggapi

perubahan pendapatan sementara. Jadi fungsi konsumsi menurut

Friedman adalah sebagai berikut:

C=αYP

Dimana α adalah konstanta yang mengukur bagian pendapatan

permanen yang dikonsumsi.

5. Teori Konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif (relative


income hypothesis)

James Duesenberry mengemukakan tentang teori konsumsi

dengan hipotesis pendapatan relatif dengan menggunakan dua asumsi,

yaitu :

6
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah

interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga

dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya

(tetangganya).

2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya, pola pengeluaran

seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola

pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.

Kedua asumsi tersebut menjadi dasar Duesenberry dalam

merumuskan teori konsumsi dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Fungsi jangka panjang Deusenberry menggunakan asumsi pertama,

dimana konsumsi seseorang sangat dipengaruhi pola konsumsi

masyarakat sekitar. Akibatnya dalam jangka panjang, kenaikan

penghasilan masyarakat secara keseluruhan tidak akan mengubah

distribusi penghasilan seluruh masyarakat. Deusenberry menggunakan

asumsi kedua dalam menurunkan fungsi konsumsi jangka pendek.

Menurutnya, besarnya konsumsi seseorang dipengaruhi oleh besarnya

penghasilan tertinggi yang pernah diperoleh. Proporsi kenaikan

pengeluaran konsumsi pada saat penghasilan naik lebih besar nilainya

dibandingkan proporsi penurunan pengeluaran konsumsi pada saat

penghasilan turun.

6. Model Pilihan-Antar Waktu Fisher (Fisher’s model intertemporal


choice)

Model pilihan antar waktu diperkenalkan oleh Irving Fisher. Fisher

menganalisa tentang seberapa rasional para konsumen dalam membuat

pilihan antar waktu (melakukan pilihan dalam periode waktu yang

7
berbeda. Apabila semakin banyak yang dia konsumsi saat ini, maka akan

semakin sedikit yang bisa dia konsumsi di masa yang akan datang. Model

ini melihat halangan-halangan yang dihadapi oleh konsumen dan

bagaimana mereka memilih antara konsumsi dan tabungan.

Dalam teorinya, Fisher menjabarkannya beberapa hal mengenai

konsumsi seseorang. Adapun penjabarannya tersebut: pertama,

konsumen harus memilih kombinasi dibawah garis anggaran. Kedua,

konsumen akan memilih kombinasi konsumsi yang diinginkan disepanjang

kurva indiferen. Ketiga, konsumen akan berusaha mencapai tingkat kurva

indiferen yang setinggi-tingginya, yaitu mencapai kondisi optimum.

Keempat, konsumen akan menaikkan tingkat konsumsinya jika

pendapatannya juga meningkat, Kelima, perubahan suku bunga riil

membuat perubahan kombinasi konsumsi. Yang terakhir, meminjam dan

menabung akan mempengaruhi konsumsi saat ini maupun yang akan

datang.

Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah

(government consumption) dan konsumsi rumah tangga (household

consumption/private consumption). Faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga, antara lain :

1. Faktor Ekonomi

Empat faktor yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu :

a. Pendapatan Rumah Tangga ( Household Income )

Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap

tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tongkat

8
konsumsi makin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat,

kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi

menjadi semakin besar atau mungkin juga pola hidup menjadi semakin

konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.

b. Kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth )

Tercakup dalam pengertian kekayaaan rumah tangga adalah

kekayaan rill (rumah, tanah, dan mobil) dan financial (deposito berjangka,

saham, dan surat-surat berharga). Kekayaan tersebut dapat

meningkatkan konsumsi, karena menambah pendapatan disposable.

c. Tingkat Bunga ( Interest Rate )

Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi keinginan konsumsi.

Dengan tingkat bunga yang tinggi, maka biaya ekonomi (opportunity cost)

dari kegiatan konsumsi akan semakin maha. Bagi mereka yang ingin

mengonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari

bankatau menggunakan kartu kredit, biaya bunga semakin mahal,

sehingga lebih baik menunda/mengurangi konsumsi.

d. Perkiraan Tentang Masa Depan (Household Expectation About The

Future)

Faktor-faktor internal yang dipergunakan untuk memperkirakan

prospek masa depan rumah tangga antara lain pekerjaan, karier dan gaji

yang menjanjikan, banyak anggota keluarga yang telah bekerja.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain kondisi

perekonomian domestic dan internasional, jenis-jenis dan arah kebijakan

ekonomi yang dijalankan pemerintah.

9
2. Faktor Demografi

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran

konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang

atau per keluarga relative rendah. Pengeluaran konsumsi suatu negara

akan sangat besar, bila jumlah penduduk sangat banyak dan pendapatan

per kapita sangat tinggi.

b. Komposisi Penduduk

Pengaruh komposisi penduduk terhadap tingkat konsumsi, antara lain :

 Makin banyak penduduk yang berusia kerja atua produktif (15-64

tahun), makin besar tingkat konsumsi. Sebab makin banyak

penduduk yang bekerja, penghasilan juga makin besar.

 Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat konsumsinya

juga makin tinggi, sebab pada saat seseorang atau suatu keluarga

makin berpendidikan tinggi maka kebutuhan hidupnya makin banyak.

 Makin banyak penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan (urban),

pengeluaran konsumsi juga semakin tinggi. Sebab umumnya pola

hidup masyarakat perkotaan lebih konsumtif disbanding masyarakat

pedesaan.

3. Faktor-faktor Non Ekonomi

Faktor-faktor non-ekonomi yang paling berpengaruh terhadap

besarnya konsumsi adalah faktor social budaya masyarakat. Misalnya

saja, berubahnya pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai

10
karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap lebih

hebat/ideal.

C. Lawi-lawi (Caulerpa sp)

Lawi- lawi (Caulerpa sp) adalah salah satu rumput laut hijau yang

tumbuh secara alami di perairan indonesia. Lawi- lawi (Caulerpa sp)

ditemukan tumbuh pada substrat koral atau pada substrat pasir-pecahan

karang. Lawi- lawi (Caulerpa sp) bersifat edible atau dapat dikomsumsi

oleh manusia. Caulerpa merupakan salah satu jenis alga hijau yang belum

banyak dimanfaatkan dan termasuk dalam Feather Seaweed. Feather

Seaweed dilaporkan sebagai makroalga yang dapat dimakan, mempunyai

zat bioaktif seperti anti bakteri, anti jamur, anti tumor dan bisa digunakan

untuk terapi tekanan darah tinggi dan gondok. Zat bioaktif adalah zat yang

termasuk meabolit sekunder yang bersifat aktif secara biologi dan dapat

digunakan untuk industri pangan dan farmasi (BBRP2B 2010).

Caulerpa sp memiliki kemampuan menghasilkan sumber

antioksidan (Fithrani. D, 2009). Sifat Caulerpa sp yang aman dikonsumsi

dan telah dimanfaatkan sebagian masyarakat pesisir sebagai sayuran

segar, memungkinkan rumput laut ini dapat dieksplorasi sebagai sumber

antioksidan alami.

Kondisi rumput laut (segar atau kering) dapat mempengaruhi

senyawa aktif karena kebanyakan komponen aktif tidak tahan terhadap

suhu tinggi selama pengeringan. Santoso dkk (2010), melaporakan bahwa

kandungan total fenol dan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH

ekstrak metanol dan etil asetat Caulerpa lentillifera segar lebih tinggi dari

11
Caulerpa Lentillifera yang dikeringkan. Perlakuan kondisi rumput laut ini

juga penting karena Caulerpa sp kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat

dalam bentuk segar sebagai salad, karena bila rumput laut segar

mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi, maka hal ini menjadi

mitovasi bagi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi rumput laut

segar tersebut.

D. Masyarakat pesisir

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup

bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki

kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada

pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2004). Tentu masyarakat pesisir

tidak saja nelayan, melainkan juga pembudidaya, pengolah ikan bahkan

pedagang ikan.

Menurut Saad dan Basuki (2004), masyarakat pesisir didefinisikan

sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber

kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada

pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Definisi inipun bisa juga

dikembangkan lebih jauh karena pada dasarnya banyak orang yang

hidupnya bergantung pada sumberdaya laut. Mereka terdiri dari nelayan

pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya,

pedagang ikan, pengolah ikan, pemasok faktor sarana produksi

perikanan. Dalam bidang non-perikanan, masyarakat pesisir bisa terdiri

dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi, serta kelompok

12
masyarakat lainnya yang memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan

pesisir untuk menyokong kehidupannya.

Namun untuk lebih operasional, Nikijuluw (2002) berpendapat,

bahwa definisi masyarakat pesisir yang luas ini tidak seluruhnya diambil,

tetapi hanya difokuskan pada kelompok nelayan dan pembudidaya ikan

serta pedagang dan pengolah ikan. Kelompok ini secara langsung

mengusahakan dan memanfaatkan sumberdaya ikan melalui kegiatan

penangkapan dan budidaya. Kelompok ini pula yang mendominasi

pemukiman di wilayah pesisir di seluruh Indonesia, di pantai pulau-pulau

besar dan kecil. Sebagian masyarakat nelayan pesisir ini adalah

pengusaha skala kecil dan menengah. Namun lebih banyak dari mereka

yang bersifat subsisten, menjalani usaha dan kegiatan ekonominya untuk

menghidupi keluarga sendiri, dengan skala yang begitu kecil sehingga

hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan jangka waktu sangat

pendek.

Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir

miskin di antaranya terdiri dari rumah tangga perikanan yang menangkap

ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan perahu tanpa motor, dan

perahu bermotor tempel. Dengan skala usaha ini, rumah tangga ini hanya

mampu menangkap ikan di daerah dekat pantai. Dalam kasus tertentu,

memang mereka dapat pergi jauh dari pantai dengan cara bekerjasama

sebagai mitra perusahaan besar. Namun usaha dengan hubungan

kemitraan seperti tidak begitu banyak dan berarti dibandingkan

dengan jumlah rumah tangga yang begitu banyak.

13
Kusnadi (2006) mengemukakan berdasarkan aspek geografis,

masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang hidup, tumbuh dan

berkembang dikawasan pesisir . Mereka menggantungkan kelangsungan

hidupnya dari upaya mengelola sumber daya alam yang tersedia

dilingkungannya, yakni di kawasan pesisir, perairan (laut). Secara umum,

sumberdaya perikanan (tangkap dan budidaya) merupakan salah satu

sumberdaya yang sangat penting untuk menunjang kelangsungan hidup

masyarakat pesisir. Karena itu sumberdaya perikanan mengambil peranan

yang besar sebagai pengerak dinamika ekonomi lokal didesa pesisir.

14
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan.... 2013 di Dusun Puntondo,

Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar.

Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa di desa ini terdapat petani budidaya lawi-lawi

(Caulerpa sp) dan hampir sebagian penduduknya mengkonsumsi lawi-

lawi.

B. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode

survei deskriptif yang dilengkapi dengan metode kualitatif dengan cara

wawancara mendalam. Menurut Singarimbun dan Effendi (1989)

penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap

fenomena sosial tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan

menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan :

1. Wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui

tanya jawab dengan masyarakat pesisir dengan bantuan kuesioner.

2. Pengamatan (observation) lapangan yaitu pengamatan dilakukan

dengan dua cara yaitu, pengamatan biasa dan berpartisipasi. Data

yang dikumpulkan melalui pengamatan biasa adalah data yang

15
dapat diamati oleh peneliti tampa menuntut keterlibatan secara

langsung. Jenis data yang diperoleh dengan cara ini adalah antara

lain, keadaan pemukiman penduduk, peranan dalam aktivitas

budidaya rumput laut, pola aktivitas dan kegiatan sehari hari

penduduk. Sedangkan pengamatan berpartisipasi dilakukan untuk

memperoleh data yang menuntut keterlibatan peneliti dalam setting

yang diteliti, seperti banyaknya komsumsi lawi-lawi dalam satu

keluarga, dan masyarakat pesisir.

3. Studi pustaka yaitu pengambilan data dengan membaca literatur

atau hasil-hasil penelitian yang relevan dengan tema penelitian.

D. Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder, dengan jenis data sebagai berikut:

1. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lapangan

melalui pengamatan (observasi), wawancara dengan menggunakan

kuesioner untuk responden yaitu masyarakat pesisir yang

mengkonsumsi Lawi0lawi (Caulerpa sp) di Dusun Puntondo, Desa

Laikang, Kabupaten Takalar. Disamping itu ada juga informan yang

ditentukan sendiri oleh peneliti seperti staf Dinas Perikanan dan

Kelautan Kabupaten Takalar yang dianggap mampu memberikan

informasi berdasarkan permasalahan yang dikaji.

2. Data sekunder bersumber dari instansi-instansi yang terkait serta

hasil-hasil laporan ataupun tulisan yang dianggap dapat mendukung

kegiatan penelitian.

16
E. Metode Pengambilan sampel

Ferguson (1976) dalam Sevilla (1995) menyatakan bahwa sample

merupakan beberapa bagian cuplikan kecil yang ditarik dari populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah masayarkat yang mengkonsumsi

Lawi-lawi (Caulerpa sp). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah metode pengambilan secara sengaja (purposive sampling), teknik

ini digunakan apabila anggota sampel yang dipilih secara khusus

berdasarkan tujuan penelitian. Pada penelitian ini diambil sampel

sebanyak 40 rumah tangga yang mengkomsumsi lawi-lawi. Sebagai

responden adalah kepala keluarga.

F. Teknik Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, setelah itu diolah dan dianalisa

secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif dipergunakan untuk

mendapatkan sebaran berbagai variabel untuk menjelaskan data

karakteristik pribadi, dan jumlah konsumsi Lawi-lawi (Caulerpa sp) pada

rumahtangga dan masyarakat pesisir. Analisis kualitatif digunakan untuk

menjelaskan hasil wawancara (data dan informasi yang diperoleh).

Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan hubungan

variabel atau sebaran variabel yang menjelaskan data dari jumlah

konsumsi Lawi-lawi (Caulerpa sp) pada rumahtangga dan masyarakat

pesisir, dengan perhitungan menggunakan kurun waktu per hari dan

dalam satu bulan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Acklay, Gardener (1992) Teori Ekonomi Makro, Terjemahan Paul


Sitohang, Erlangga, Jakarta.

Hikmat, Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung. HUP,


260 hal

Husain dan Purnomo. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi aksara.


Jakarta.

Putong, Iskandar (2003), Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Ghalia


Indonesia, Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai