Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. H.M. Arief Hermanu, Sp. A
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN…...........................................................................................3
STATUS PASIEN……..........................................................................................3
2.2 Epidemiologi………………......................................................................12
2.6 Diagnosis………………………................................................................19
2.7. Tatalaksana.................................................................................................21
2.8. Prognosis....................................................................................................23
III. KESIMPULAN..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu
tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat para ahli terbanyak kejang
demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5%
anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita
kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.(1)
Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf tersering pada
anak. Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia
dan riwayat keluarga, dan riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia,
usia kehamilan dan bayi berat badan lahir rendah).(2)
STATUS PASIEN
Tanggal masuk RS : 10 Januari 2020 Pukul 15.45 WIB
No Reg/MR : 264-343
Identitas Pasien
Nama : An. NT
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 15 bulan
Alamat : Kranggan, Bekasi
3
Anamnesa
Keluhan Utama : Kejang demam
Riwayat Pengobatan
Di rumah: Paracetamol sirup
Identitas Orangtua
1. Ayah
Nama : Tn. D
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Ibu
Nama : Ny. N R
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
4
Status Pediatri
Nama : An. NT
Usia : 15 bulan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign
Nadi : 104 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 38,4oC
Respiratory rate : 29 x/menit
BB : 11 kg
Status gizi : cukup
5
Pemeriksaan generalis
Kepala : CA-/-, SI-/-, mata cowong (-), edema palpebral (-), pupil isokor +3/+3, ubun-
ubun cekung (-)
Faring : hiperemis, T2/T2. Detritus (-), uvula di tengah
Telinga : membrane timpani intak, hiperemis aruikula dekstra et sinistra
Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak napas simetris (+), retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal, m (-), g (-)
Pulmo : ves/ves, RH (-), Wh (-)
Abdomen : datar, BU(+) 8x/m, supel, nyeri tekan (-), timpani
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”, turgor agak lambat
Status Neurologis
Refleks meningen : Laseq (+), Kerniq (+), Kaku kuduk (-)
Refleks Fisiologis :
- Biceps : ++/++
- Tricpes : ++/++
- Knee Pes Refleks : ++/++
- Achilles Pes Refleks : ++/++
Refleks Patologis :
- Babinski : -/-
- Chadock : -/-
- Oppenhaim : -/-
- Gordon : -/-
- Schufner : -/-
- Klonus lutut : -/-
- Klonus kaki : -/-
Diagnosis Kerja :
- Kejang demam kompleks e.c suspek Meningtis
- Tonsilofanringitis Akut
- Otitis Media Akut
Planning IGD
6
1. Terapi :
1. O2 1 lpm nasal kanul
2. Diazepam supp 10 mg
3. Parasetamol drip 200 mg (IV)
2. Monitoring : Vital sign dan keluhan
3. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, tindakan yang
akan dikukan, prognosa dan pengobatan
4. Konsultasi : Konsul dokter spesialis anak
7
Berat Jenis 1.010 1.005-1.030
pH 7.0 5.5-8.0
Protein Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton +/Positif Negatif
Urobilinogen 0.2 eu/dl 0.2-1
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Samar Negatif Negatif
Mikroskopis Urine
Epitel +/Positif Positif
Leukosit 0-1 /LPB 1-3
Eritrosit 0-1 /LPB 0-1
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri +/Positif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Follow up di Ruangan
(Hari rawat ke 1) 10/01/2020
S : demam (-), kejang (-), anak lemas
O : KU/Kes : TSS/CM HR : 100x/menit RR : 25x/menit T : 36,9°C
Mata : CA -/-, SI -/-, cekung -/-
THT : dbn
Thoraks : retraksi (-) cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, BU (+) 8 x/ m, supel, Nyeri tekan -, timpani
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <2, turgor baik
Neurologi : Tanda Rangsang Meningen -/-
A : - KDS e.c Tonsilofaringitis Akut
OMA
P:
IVFD Tridex Plain 14 tpm
Inj. Bactesyn 2x500 mg IV
Inj. Dexametason 2x 1,5 mg
Drip Paracetamol 3x150 mg
Inj. Fenobarbital 2x50 mg
Stesolid supp 5 mg k/p bila kejang
Otopain tetes telinga 3x3 tetes telinga kanan dan kiri
8
(Hari rawat ke 2) 11/01/2020
S : demam naik turun, kejang (-)BAB cair 2 x berampas, intake makanan baik,
anak aktif
O : Ku/Kes : TSS/CM HR : 93x/m RR : 20x/m T : 37,1°C
Mata : CA -/-, SI -/-, cekung -/-
THT : dbn
Thoraks : retraksi (-) cor/pulmo dbn
Abdomen : datar, BU (+) 6 x/ m, supel, Nyeri tekan -, timpani
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <2, turgor baik
Neurologi : Tanda Rangsang Meningen -/-
A : - KDS e.c Tonsilofaringitis Akut
OMA
Diare Akut
P:
IVFD Tridex Plain 14 tpm
Inj. Bactesyn 2x500 mg IV
Drip Paracetamol 3x150 mg k/p
Inj. Fenobarbital 2x50 mg
Stesolid supp 5 mg k/p bila kejang
Otopain tetes telinga 3x3 tetes telinga kanan dan kiri
Liprolac 2x1
Orezinc syr 1x 5ml
Cek Feses lengkap
9
Neurologi : Tanda Rangsang Meningen -/-
Feses Lengkap
Warna Hijau Kuning
Bentuk Lembek
Lendir Negatif 1.005-1.030
Darah Negatif Negatif
pH 7.0
Mikroskopis Feses
Telur cacing Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Serat makanan +/Positif +/Positif
Serat tumbuhan Negatif Negatif
Serat otot Negatif Negatif
Lemak Negatif Negatif
Amylum Negatif Negatif
Leukosit 1-3 /LP 1-3
Eritrosit 0-1 /LP 0-1
Epitel +/Positif +/Positif
Lain-lain
Bakteri +/Positif +/Positif
Jamur +/Positif Negatif
Darah Samar Negatif Negatif
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam terjadi pada 2 - 4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami
kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi sistem saraf pusat ataupun
epilepsi yang kebetulan terjadi bersamaan dengan timbulnya demam.(3)
Kejang demam adalah kejang yang terkait dengan demam dan usia, serta tidak
didapatkan infeksi intrakranial ataupun kelainan lain di otak. Demam adalah kenaikan suhu
tubuh di atas 380C rektal atau di atas 37,80C aksila. Pendapat para ahli terbanyak kejang
demam terjadi pada waktu anak berusia antara 3 bulan sampai 5 tahun. Berkisar 2% - 5%
anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita
kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan 22 bulan. Insiden
bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan.(1)
2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar 2 – 5%. Di Asia
prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila dibandingkan Eropa dan di Amerika.
Di Jepang kejadian kejang demam berkisar 8,3% - 9,9%. Sedangkan di Hong Kong angka
kejadian kejang demam sebesar 0,35%. Dan di China mencapai 0,5 – 1,5%. Bahkan di Guam
insiden kejang demam mencapai 14%.(1)
Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda bankitan
kejang demam pada usia 6 bulan. Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf
tersering pada anak. Berkisar 2 – 5% anak dibawah 5 tahun pernah mengalami bangkitan
kejang demam. Lebih dari 90% pendertita kejang demam terjadi pada anak berusia dibawah 5
tahun. Terbanyak kasus bangkitan kejang demam terjadi pada anak berusia antara 6 bulan
sampai dengan 22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi pada usia 18 bulan.(4)
12
2.3 Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks.(5)
Tabel 3.1 Perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
Sebagian besar 63% kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 35%
berupa kejang demam kompleks.
14
mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam meningkat menjadi 59% - 64%, tetapi
sebaliknya apabila kedua orang tua penderita tidak pernah mempunyai riwayat kejang demam
maka resiko terjadinya kejang demam hanya 9%.(5)
d. Usia saat ibu hamil
Usia ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang akan
dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35tahun dapat mengakibatkan
berbagai konplikasi dalam kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan dan persalinan
dapat menyebabkan prematuritas, bayi berat lahir rendah, penyulit persalinan dan partus
lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dan asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi
hipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan
yang memadai.(5)
e. Kehamilan dengan eklamsia dan hipertensi
Ibu yang mengalami komplikasi kehamilan seperti plasenta previa dan eklamsia
dapat menyebabkan asfiksia pada bayi. Eklamsia dapat terjadi pada kehamilan primipara atau
usia pada saat hamil diatas 30 tahun. Penelitian terhadap penderita kejang pada anak sebesar
9% disebabkan oleh karena adanya riwayat eklamsia selama kehamilan. Asfiksia disebabkan
oleh karena adanya hipoksia pada bayi yang dapat berakibat timbulnya kejang. Hipertensi
pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang sehingga berakibat
keterlambatan pertumbuhan intrauterin dan bayi berat lahir rendah.(5)
f. Kehamilan primipara atau multipara
Urutan persalinan dapat menyebabkan terjadinya kejang. Insiden kejang
ditemukan lebih tinggi pada anak pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pada
primipara lebih sering terjadi penyulit persalinan. Penyulit persalinan yang mungkin terjadi
adalah partus lama, persalinan dengan alat, dan kelainan letak. Penyulit persalinan dapat
menimbulkan cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak
sehingga terjadi perdarahan atau udem otak. Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan otak
dengan kejang sebagai manifestasi klinisnya.(5)
g. Pemakaian bahan toksik
Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin selama kehamilan ibu, seperti
menelan obat-obatan tertentu yang daopat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum
alkohol atau mengalami cedera atau mendapat penyinaran dapat menyebabkan kejang.
Merokok dapat mempengaruhi kehamilan dan perkembangan janin, bukti ilmiah
15
menunjukkan bahwa merokok selama kehamilan meningkatkan resiko kerusakan pada janin.
Dampak lain dari merokok pada saat hamil adalah terjadinya plasenta previa. Plasenta previa
dapat menyebabkan perdarahan berat pada kehamilan atau persalinan dan bayi sungsang
sehingga diperlukan seksio sesarea. Keadaan ini dapat menyebabkan trauma lahir yang
berakibat terjadinya kejang.(5)
h. Asfiksia
Trauma persalinan akan menimbulkan asfiksia perinatal atau perdarah
intrakranial. Penyebab yang paling banyak akibat gangguan prenatal dan proses persalinan
adalah asfiksia, yang akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus dan selanjutnya
menimbulkan kejang. Pada asfiksia perinatal akan terjadi hipoksia dan iskemi di jaringan
otak. Keadaan ini dapat menimbulkan bangkitan kejang, baik pada stadium akut dengan
frekuensi bergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan lamanya asfiksia
berlangsung. Bangkitan kejang biasanya mulai timbul 6 – 12 jam setelah lahir dan didapat
pada 50% kasus, setelah 12 – 24 jam bangkitan kejang menjadi lebih sering dan hebat. Pada
75% - 90% kasus akan didapatkan gejala sisa gangguan neurologis yaitu diantaranya kejang.
Hipoksia dan iskemia akan menyebabkan peninggian cairan dan Na intraseluler sehingga
terjadi edema otak. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan
yang memadai.(5)
i. Bayi berat lahir rendah
Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat menyebabkan asfiksia atau iskemia otak
dan perdarahan intraventrikular. Iskemia otak dapat menyebabkan kejang. Bayi dengan
BBLR dapat mengalami gangguan metabolisme yaitu hipoglikemia dan hipokalsemia.
Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan otak pada periode perinatal. Adanya kerusakan
otak, dapat menyebabkan kejang pada perkembangan selanjutnya.(5)
j. Kelahiran premature dan postmatur
Pada bayi premature, perkembangan alat-alat tubuh kurang sempurna sehingga
belum berfungsi dengan baik. Pada 50% bayi premature menderita apnea, asfiksia berat, dan
sindrom gangguan pernapasan sehingga bayi menjadi hipoksia. Keadaan ini menyebabkan
aliran darah ke otak berkurang. Bila keadaan ini sering timbul dan tiap serangan lebih dari 20
detik maka kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih besar.(5)
Pada bayi yang dilahirkan lewat waktu atau postmatur akan terjadi proses penuaan
plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat
16
dialami oleh bayi yang lahir postmatur ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, dan
kelainan neurologic.(5)
k. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari 1 jam.
Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan kala II 1,5 jam. Sedangkan pada
multigravida , kala I selama 7 jam dan kala II 1 – 5 jam. Persalinan yang sukar dan lama
meningkatkan resiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin. Manifestasi klinis dari
cedera mekanik dan hipoksia dapat berupa kejang.(5)
l. Persalinan dengan alat
Persalinan yang sulit termasuk persalinan dengan bantuan alat dan kelainan letak
dapat menyebabkan trauma lahir atau cedera mekanik pada kepala bayi. Persalinan yang sulit
terutama bila terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik, dapat menyebabkan
perdarahan subdural. Perdarah subarachnoid dapat terjadi pada bayi premature dan cukup
bulan karena trauma. Manifestasi neurologis dari perdarahan tersebut dapat berupa iritabel
dan kejang. Cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak,
sehingga terjadi perdarahan atau udem otak, keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan otak,
dengan kejang sebagai manifestasi klinisnya.(5)
m. Perdarahan intrakranial
Merupakan akibat trauma atau asfiksia dan jarang diakibatkan oleh gangguan
perdarahan primer atau anomaly kongenital. Perdarahan subdural biasanya berhubungan
dengan persalinan yang sulit terutama terdapat kelainan letak dan disproporsi sefalopelvik.
Perdarahan dapat terjadi karena laserasi vena-vena, biasanya disertai kontusio serebral yang
akan memberikan gejala kejang-kejang. Perdarahan subarachnoid terutama terjadi pada bayi
premature yang biasanya bersama-sama dengan perdarahan intraventrikular. Keadaan ini
akan menimbulkan gangguan struktur serebral dengan kejang sebagai salah satu manifestasi
klinisnya.(5)
n. Infeksi sistem saraf pusat (SSP)
Resiko untuk perkembangan kejang akan menjadi lebih tinggi bila serangan
berlangsung bersamaan dengan terjadinya infeksi SSP seperti meningitis, ensefalitis, dan
terjadinya abses serta infeksi lainnya. Ensefalitis virus berat seringkali mengakibatkan
terjadinya kejang. Di Negara-negara barat penyebab yang paling umum adalah Herpes
Simpleks (tipe 1) yang menyerang lobus temporalis. Kejang yang timbul berbentuk serangan
parsial kompleks dengan sering diikuti serangan umum sekunder dan biasanya sulit diobati.
17
Infeksi virus ini dapat juga menyebabkan daya ingat yang berat dan kejang dengan kerusakan
otak dapat berakibat fatal. Pada meningitis dapat terjadi sequele yang secara langsung
menimbulkan cacat berupa cerebral palsy, retardansi mental, hidrosefalus, dan deficit nervus
kranilalis, serta kejang. Dapat pula cacat yang terjadi sangat ringan berupa sikatrik pada
sekelompok neuron atau jaringan sekitar neuron sehingga terjadilah focus epilepsy yang
dalam kurun waktu 2 -3 tahun kemudian menimbulkan kejang.(5)
18
a.Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na – K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b.Perubahan permeabilitas membrane sel saraf, misalnya hipokalsemia dan hipomagnesemia.
c.Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmitter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamate akan menimbulkan kejang.
19
energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerob),
hiperkapnea, hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
Rangkaian kejadian di atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi
hipoksemia dan edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.(5)
2.6 Diagnosis
Dari kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat
diagnosis kejang demam sederhana, yaitu:(1)
a. Dari anamnesa yang didapatkan
- Umur pasien kurang dari 6 tahun (1 tahun 11 bulan)
- Kejang didahului demam
- Kejang berlangsung hanya satu kali selama 24 jam dan kurang dari 5 menit
- Kejang umum dan tonik klonik
- Kejang berhenti sendiri
- Pasien tetap sadar setelah kejang
b. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan
- Suhu tubuh aksila 38,20C
- Tidak ditemukan kelainan neurologis setelah kejang
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
lain. Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project
adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana
adalah kejang demam yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang
pada satu episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih lama
dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel. Kejang demam berulang adalah kejang
demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Penggolongan tidak lagi menurut
kejang demam sederhana dan epilepsi yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien
yang memerlukan dan tidak memerlukan pengobatan rumat.(7)
Demam pada kejang demam sering disebabkan oleh karena infeksi. Pada anak-
anak infeksi yang sering menyertai kejang demam adalah tonsilitis, infeksi traktus
respiratorius (38-40% kasus), otitis media (15-23%), dan gastroenteritis (7-9%). Anak-anak
yang terkena infeksi dan disertai demam, bila dikombinasikan dengan ambang kejang yang
20
rendah, maka anak tersebut akan lebih mudah mendapatkan kejang. Berdasarkan data
kepustakaan bahwa 11% anak dengan kejang demam mengalami kejang pada suhu <37,9ºC,
sedangkan 14-40% kejang terjadi pada suhu antara 38°-38,9ºC, dan 40-56% pada suhu antara
39°C-39,9ºC.(1)
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin, tetapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pungsi lumbal untuk memeriksa
cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%- 6,7%. Pungsi lumbal
menjadi pemeriksaan rutin pada kejang demam bila usia pasien kurang dari 18 bulan.(1)
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat
di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Pemeriksaan
EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk
terjadinya epilepsi. Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul
kejang demam untuk me- nyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan
subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun
yang menderita kejang demam.(7)
2.7 Tatalaksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk:
a. Mencegah kejang demam berulang
b. Mencegah status epilepsy
c. Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
d. Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
21
(asetaminofen oral 10 mg/kgBB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB 4 kali sehari).
(7)
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut,
karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara
intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada
anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum
terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang
dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal
aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk
neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi
kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan
efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik. Namun efek terapinya masih kurang bila
dibandingkan dengan diazepam intravena.(7)
22
Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah sesuai
dengan memberikan Parasetamol sebagai antipiretik dan diberikan selama pasien mengalami
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali dapat diulang setiap 6 jam. Pemakaian Diazepam
penting sebagai profilaksis intermiten, dimana Diazepam dapat diberikan pada pasien yang
suhunya mencapai 38,50C untuk mencegah timbulnya kejang kembali. Pemberian Diazepam
sebagai profilaksis intermitten merupakan pilihan tepat dibanding obat anti kejang lain.
Pemberian Diazepam ditambah antipiretik jauh lebih efektif untuk mencegah terulangnya
kejang dibandingkan pemberian antipiretik saja. Pada pasien ini sebaiknya diberikan
Diazepam oral sebagai profilaksis, karena kondisi pasien kompos mentis dan masih dapat
mengkonsumsi obat oral.(7)
23
perhari. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin
dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus.
2.8 Prognosis
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian
hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian
berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang demam dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik. Sebesar
4% penderita kejang demam secara bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan
penurunan tingkat intelegensi. Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang
demam cukup mengkhawatirkan bagi orangtuanya.(2)
38,50C untuk mencegah timbulnya kejang kembali. Pemberian Diazepam sebagai profilaksis
intermitten merupakan pilihan tepat dibanding obat anti kejang lain. Pemberian Diazepam
24
BAB III
KESIMPULAN
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat
darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami
sekali kejang selama hidupnya.
Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan
sedikit memerlukan pengobatan lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit
berat, atau cenderung menjadi status epileptikus.
Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena diagnosis yang
salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak terkontrol,
depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi kejang
adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan
identifikasi kemungkinan penyebabnya. Selanjutnya, identifikasi dan koreksi terhadap
ketidakseimbangan elektrolit yang menyebabkan kejang sangat diperlukan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas akibat hal tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Pasaribu AS. Kejang Demam Sederhana Pada Anak yang Disebabkan karena Infeksi
Tonsil dan Faring. Medula. 2013;1(1):65-71.
2. Aliabad GM, Khajeh A, Fayyazi A, Safdari L. Clinical, Epidemiological and
Laboratory Characteristics of Patients with Febrile Convulsion. Journal of
Comprehensive Pediatrics. 2013;4(3):134-7.
3. Wardhani AK. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun. Medula.
2013;1(1):57-64.
4. American Academy of Pediatrics. Committee on Quality Improvement,
Subcommittee on Febrile Seizures. Practice Parameter: Long-term Treatment of the
Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999; 103 (6): 1307-9.
5. Fuadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak: Universitas
Diponegoro; 2010.
6. Graves RC, Oehler K, Tingle LE. Febrile Seizures : Risks, Evaluation, and
Prognosis. American Family Physician. 2012;85(2):149-53.
7. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002;4(2):59 -
62.
8. IDAI. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus. 2016
26