Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA


DALAM KONSTITUSI INDONESIA

Disusun oleh :

FAKULTAS

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat meneyelesaikan makalah

ini dengan judul “Pengaturan Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia” dengan

baik. Melalui penugasan ini diharapkan dapat memberi wawasan yang cukup kepada

mahasiswa, sehingga dapat memiliki kompetensi untuk menganalisis konsep dasar

tentang konstitusi secara umum, khususnya konstitusi di Indonesia dan pengaturan

Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tinggi pada semua pihak yang telah

membantu menyiapkan dan menyusun makalah ini. Kritik dan saran perbaikan sangat

kami harapkan demi kelengkapan dan penyempurnaan tugas makalah ini.

Jakarta, 31 juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................6
2.1 Materi Muatan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945.....................................6
2.2 Perbaikan Sistem Hukum.................................................................................8
2.3 Meningkatkan Kesadaran Hukum....................................................................9
BAB III....................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................11
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................11
3.2 Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................12
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hak Asasi Manusia dalam bahasa Perancis disebut “Droit L’Homme”, yang

artinya hak-hak manusia dan dalam bahasa Inggris disebut Human Rights. Seiring

dengan perkembangan ajaran negara hukum, dimana manusia atau warga negara

mempunyai hak-hak utama dan mendasar yang wajib dilindungi oleh Pemerintah,

maka muncul istilah Basic Rights atau Fundamental Rights. Apabila diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia adalah merupakan hak-hak dasar manusia atau lebih dikenal

dengan istilah hak asasi manusia.

Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang dimiliki dan melekat dalam diri

setiap individu manusia dalam suatu Negara. Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh Negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dalam UUD 1945 Pasal 28I ayat (1) juga disebutkan bahwa perlindungan,

pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi adalah tanggung jawab Negara,

terutama pemerintah. Demikian juga bunyi pasal 8 UU No. 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia. Bunyi pasal-pasal tersebut kemudian dipertegas lagi dalam Pasal

71 dan Pasal 72 UU No. 39 tahun 1999, yang menyatakan bahwa Pemerintah wajib

3
dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak

asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan

lain, dan hukum Internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara

Republik Indonesia.

Munculnya istilah HAM adalah produk sejarah. Istilah itu pada awalnya adalah

keinginan dan tekad manusia secara universal agar mengakui dan melindungi hak-hak

dasar manusia. Dapat dikatakan bahwa istilah tersebut bertalian erat dengan realita sosial

dan politik yang berkembang. Para pengkaji HAM mencatat bahwa kelahiran wacana

HAM adalah sebagai reaksi atas tindakan despot yang diperankan oleh penguasa.

Tindakan-tindakan tersebut pada akhirnya memunculkan kesadaran baru bagi manusia

bahwa dirinya memiliki kehormatan yang harus dilindungi. Sebagai bagian dalam

kehidupan bermasyarakat dan bernegara maka penegakan HAM sangat tergantung dari

konsistensi lembaga negara. Memang, persoalan HAM bukanlah berada dalam wilayah

politik, namun dalam praktik bernegara, terlaksananya HAM secara baik dan

bertanggung jawab sangat tergantung kepada political will dan political action dari

penyelenggara negara.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana proses untuk mencapai keseimbangan kehidupan di masyarakat
 Apa bentuk kebijakan pemerintah dalam mengatasi HAM di indonesia

1.3 Tujuan

1. Mengetahui dan memahami mengenai konsep dasar konstitusi secara umum,

khususnya konstitusi di Indonesia;

2. Mengetahui dan memahami muatan materi hak asasi manusia dalam UUD 1945;

3. Mengetahui dan memahami muatan materi hak asasi manusia dalam Konstitusi RIS;

4
4. Mengetahui dan memahami muatan materi hak asasi manusia dalam UUDS 1950;

5. Mengetahui dan memahami muatan materi hak asasi manusia dalam UUD NRI

1945 Pasca Amandemen.

5
6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Materi Muatan Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum.

Konsep rechtsstaat dan rule of law didasarkan pada konsep Negara hukum menurut

pandangan Plato, yakni sebuah Negara yang dipimpin oleh orang bijaksana dan warga

negaranya terdiri atas kaum filosof yang bijak, militer dan tehnokrat, petani dan

pedagang. Setelah ratusan tahun, bentuk konkrit Negara hukum diformulasikan oleh

para ahli ke dalam rechtsstaat dan rule of law yang merupakan gagasan konstitusi

untuk menjamin hak asasi dan pemisahan kekuasaan.

Menurut steenbeek, sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri berisi tiga pokok

materi muatan dalam konstitusi, yakni:

1. adanya jaminan atas hak asasi manusia dan warga Negara

2. ditetapkannya susunan kewarganegaraan suatu Negara yang bersifat fundamental

3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat


fundamental.
Adanya jaminan terhadap hak-hak dasar setiap warga Negara mengandung arti

penting bahwa setiap penguasa dalam Negara tidak dapat dan tidak boleh bertindak

sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Bahkan adanya hak-hak dasar itu juga

mempunyai arti keseimbangan dalam Negara, yaitu keseimbangan antara kekuasaan.

dalam Negara dan hak-hak dasar warga Negara. Konstitusi merupakan napas

kehidupan ketatanegaraan sebuah bangsa, termasuk Indonesia. Konstitusi sebagai

perwujudan konsesus dan penjelmaan dari kemauan rakyat memberikan jaminan atas

keberlangsungan hidup secara nyata. Oleh karena itu, jaminan konstitusi atas hak asasi

7
manusia adalah bukti dari hakikat, kedudukan, dan fungsi konstitusi itu sendiri bagi

seluruh rakyat Indonesia.

Menyikapi jaminan UUD 1945 atas hak asasi manusia, terdapat pandangan yang

beragam. Setidaknya ada tiga kelompok pandangan, yaitu:

1. Mereka yang berpandangan bahwa UUD 1945 tidak memberikan jaminan atas hak

asasi manusia secara komprehensif

2. Mereka yang berpandangan UUD 1945 memberikan jaminan atas hak asasi

manusia secara komprehensif

3. Mereka yang berpandangan bahwa UUD 1945 hanya memberikan jaminan pokok-

pokok atas hak asasi manusia

Pandangan pertama didukung oleh Mahfud MD dan Bambang Sutiyoso, hal ini

didasarkan bahwa istilah hak asasi manusia tidak ditemukan secara eksplisit di dalam

pembukaan batang tubuh maupun penjelasannya. Menurut Sutiyoso di dalam UUD

1945 hanya ditemukan pencantuman dengan tegas perkataan hak dan kewajiban warga

10
Negara dan hak-hak DPR. Menurut Mahfud MD tidak sedikit orang yang

berpendapat bahwa UUD 1945 itu sebenarnya tidak banyak memberi perhatian pada

hak asasi manusia, bahkan UUD 1945 tidak berbicara apapun tentang hak asasi

manusia universal kecuali dalam dua hal, yaitu sila ke empat pancasila yang meletakan

asas “kemanusiaan yang adil dan beradab” dan pasal 29 yang menderivasikan jaminan

11
“kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah”.

Perumusan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan hak asasi manusia

dalam UUD 1945 belum tersusun secara sistematis. Oleh sebab itu, nilai-nilai hukum

dari hak-hak asasi itu kurang mendapat perhatian, akan tetapi karena susunan UUD

1945 merupakan inti dasar kenegaraan, yang dapat dirumuskan sebagai hasil

8
perundingan antara pemimpin dari seluruh aliran masyarakat, yang diadakan pada

masa berakhrinya pemerintahaan penduduk tentara Jepang di Indonesia.

Jaminan perlindungan atas hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang

Undang Dasar Tahun 1945, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 27 Ayat

(1).

2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat (2).

3. Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan,

Pasal 28.

4. Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat (2).

5. Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30.

6. Hak mendapat pengajaran, Pasal 31.

7. Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, Pasal 32.

8. Hak di bidang perekonomi, Pasal 33.

9. Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34.

2.2 Perbaikan Sistem Hukum 


Perubahan dan pembaharuan dalam bidang hukum terus bergema dengan kondisi
keterpurukan hukum. Baik dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi-
organisasi massa rakyat, akademisi dan politisi, yang kesemuanya prihatin dengan sistem
hukum yang ada. Reformasi sistem hukum menjadi wacana hangat yang patut di sambut
baik demi perbaikan kondisi bangsa ini. Sebab semuanya sepakat hukum menjadi salah
satu penentu perbaikan bangsa di atas moralitas dan kepribadian masyarakat.

Keterpurukan hukum di Indonesia di sebabkan sistem hukum yang bekerja di


dalamnya mengalamai disorientasi gerakan dan tujuan. Sistem hukum yang dimaksud
dan perlu diperbaiki adalah, struktur, substansi dan kultur hukum serta sarana prasarana.

1) Struktur di ibaratkan sebagai mesin yang di dalamnya ada institusi-institusi


pembuat dan penegakan hukum[30], seperti DPR, Eksekutif, Legislatif,
kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Terkait dengan ini, maka perlu dilakukan
seleksi yang objektif dan transparan terhadap aparatur penegakan hukum. Selain
itu, keanggotaan lembaga pembuat produk peraturan perundang-undangan juga
perlu mendapat perhatian dalam proses pemilihannya, sehingga kualitasnya dapat

9
memberikan pengaruh terhadap kualitas produk peraturan perundang-undangan
yang akan dibuat.

2) Substansi adalah apa yang di kerjakan dan dihasilkan oleh mesin itu, yang berupa
putusan dan ketetapan, aturan baru yang mereka susun, substansi juga mencakup
aturan yang hidup dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-
undang[31]. Selain itu, substansi suatu peraturan perundang-undangan juga
dipengaruhi sejauh mana peran serta atau partisispasi masyarakat dalam
merumuskan berbagai kepentingannya untuk dapat diatur lebuh lanjut dalam
suatu produk peraturan perundang-undangan.

Partisipasi berarti ada peran serta atau keikutsertaan (mengawasi, mengontrol dan
mempengaruhi) masyarakat dalam suatu kegiatan pembentukan peraturan, mulai
dari perencanaan sampai dengan evaluasi pelaksanaan UU[32]. Adanya
partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu undang-undang memungkinkan
substansi dari suatu undang-undang berasal dari pemikiran atau ide yang
berkembang didalam masyarakat yang akan digulirkan masuk kedalam lembaga
atau badan legislatif, dan didalam lembaga inilah pemikiran atau ide tersebut
kemudian dirumuskan untuk dijadikan sebagai undang-undang[33]. 

3) Sedangkan kultur hukum menyangkut apa saja atau siapa saja yang memutuskan
untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana
mesin itu digunakan, yang mempengaruhi suasana pikiran sosial dan kekuatan
sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan[34]. Untuk itu diperlukan membentuk suatu karakter masyarakat
yang baik agar dapat melaksanakan prinsip-prinsip maupun nilai-nilai yang
terkandung didalam suatu peraturan perundang-undangan (norma hukum).
Terkait dengan hal tersebut, maka pemanfaatan norma-norma lain diluar norma
hukum menjadi salah satu alternatif untuk menunjang imeplementasinya norma
hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Misalnya, pemanfaatan
norma agama dan norma moral dalam melakukan seleksi terhadap para penegak
hukum, agar dapat melahirkan aparatur penegak hukum yang melindungi
kepentingan rakyat, maupun sebagai norma pelengkap dalam rangka menegakkan
hukum.

Secara umum, jika ingin keluar dari keterpurukan hukum maka sistem hukum
perlu diperbaiki secara keseluruhan dan diisi oleh komponen yang benar-benar
ingin memperbaiki hukum dan bukannya mencari keuntungan dan
menyalamatkan kepentingan diri dan kelompoknya.

2.3 Meningkatkan Kesadaran Hukum


Selain persoalan system hokum yang harus diperbaiki, maka kesadaran
hokum juga memiliki peranan dalam proses penegakan hokum dan HAM.
Menurut Krabe hukum tidak bergantung pada kehendak manusia, tapi telah ada
pada kesadaran hukum setiap orang. Kesadaran hukum tidak datang, apalagi
dipaksakan dari luar, melainkan dirasakan setiap orang dalam dirinya. Dengan

10
demikian, kesadaran akan pentingnya hukum dan HAM dari setiap masyarakat
diperlukan untuk mendukung efektifitas hukum dan HAM.  

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengaturan tentang hak asasi manusia sebelum amandemen UUD 1945 diatur

sebagai hak dan kewajiban warga Negara Republik Indonesia yang di dalamnya

terkandung nilai-nilai hak asasi manusia dan diatur dalam Pasal 27 sampai dengan 34.

Pengaturan hak asasi manusia setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 diatur

dalam Pasal 28 A sampai dengan Pasal 28 J.

Hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia diatur seimbang antara hak dan

kewajiban setiap orang sehingga tercipta suatu kehidupan yang harmoni. Selain itu

terdapat pembatasan bagi setiap orang dalam menjalankan hak dan kewajibannya.

Pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang

adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum

dalam suatu masyarakat yang demokratis.

3.2 Saran

Pengaturan hak asasi manusia dalam konstitusi Indonesia harus direalisasikan

sebagaimana mestinya. Jangan hanya dijadikan sebagai aturan tertulis. Pengaturan hak

asasi manusia harus dapat mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat. Selain

itu, masyarakat dan pihak lain harus dapat meningkatkan kesadaran atas pentingnya

menghormati hak-hak sesamanya yang menjadi pembatas hak dirinya sendiri demi

terciptanya kehidupan yang harmonis.


DAFTAR PUSTAKA

Effendi, A. Masyhur. 2005. Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) &

Proses Dinamika Penyusunan Hukum Hak Asasi Manusia (HAKHAM). Bogor. Ghalia

Utama.

Irmansyah, Rizky Ariestandi. 2013. Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Demokrasi.

Yogyakarta. Graha Ilmu.

Ismatullah, Dedy, Asep A. Sahid. 2007. Ilmu Negara dalam Multi Perspektif

Kekuasaan, Masyarakat, Hukum dan Agama, ed. VII. Bandung. Pustaka Setia. Muladi.

2007. Hak Asasi Manusia- Hakekat, Konsep, & Implikasinya Dalam Perspektif

Hukum dan Masyarakat. Bandung. Refika Aditama.

Perbawati, Candra. 2019. Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Lampung. Pusat Kajian

Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan.

Riyanto, Astim.2000. Teori Konstitusi. Bandung. Yapemdo.

Soemantri, Sri.1987. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi. Bandung. Alumni.

Soemantri, Sri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung. Alumni.

Anda mungkin juga menyukai