KEPERAWATAN KMB
DISUSUN OLEH :
DINDA INDRASWARI
NIM : 2021001804
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat defisiensi insulin atau resistensi
insulin. (Suyono, 2018).
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada rentang kadar puasa
normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160 mg /100 ml
darah . (Elizabeth J. Corwin, 2001 dalam Misdawati, 2014).
B. Klasifikasi
Menurut Rudijanto (2014) klasifikasi Diabetes melitus menurut American Diabetes
Association, yaitu :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi akibat kerusakan pankreas yang menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin yang absolut dan seringkali didiagnosa pada usia anak-anak atau
remaja. Kerusakan tersebut disebabkan oleh proses autoimun dan proses yang tidak
diketahui (idiopatik). Kelangsungan hidup bagi diabetisi tipe 1 ini memerlukan asupan
insulin dari luar.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Sekitar 95% penyandang diabetes merupakan penyandang diabetes melitus tipe 2.
Tingginya kadar glukosa darah disebabkan karena penurunan produksi insulin oleh
pankreas dengan latar belakang resistensi insulin. Pada tipe ini terkadang diperlukan
pemberian insulin dari luar apabila produksi insulin oleh pankreas sudah sangat
menurun, sehingga glukosa darah tidak dapat lagi dikendalikan dengan pengaturan pola
hidup sehat bersama pemberian obat-obatan yang diminum (obat anti diabetes oral)
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes gestasional merupakan kelompok para ibu dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang abnormal pada saat kehamilan dan akan kembali normal setelah melahirkan.
Tipe ini merupakan faktor risiko terjadinya diabetes melitus pada masa mendatang.
C. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) dalam Nuari (2017) pada DM tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam
urine (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsi).
Pada DM tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkatkan. Namun jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Sedangkan pada
diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah
melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan
kembali normal.
D. Patogenesis
Menurut Suyono (2018) pathogenesis diabetes melitus, dibagi menjadi dua yaitu :
1. Patogenesis diabetes tipe 1
Diabetes ini terjadi karena adanya reaksi autoimun sehingga produksi insulinnya tidak
ada. Pada individu dengan diabetes tipe 1, terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody)
yang meningkat kadarnya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi virus,
contohnya virus rubella, herpes, dll hingga timbulnya peradangan pada sel beta
(insulitis) yang akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Namun yang
diserang hanya pada sel beta, sel alfa dan delta tetap utuh.
2. Patogenesis diabetes tipe 2
Diabetes tipe ini ditandai dengan adanya resistensi insulin. Pada stadium prediabetes,
mula-mula timbul resistensi insulin yang kemudian disusul oleh peningkatan sekresi
insulin untuk mengkompensasi resistensi insulin tersebut agar kadar glukosa darah tetap
normal. Namun, lama kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasi resistensi
insulin itu hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta makin menurun.
Saat itulah diagnosis diabetes melitus ditegakkan. Penurunan sel beta berlangsung
progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengeksresi insulin sehingga
kadar glukosa darah semakin meningkat.
F. Data Penunjang
Menurut Wijawanti (2016) ada beberapa data penunjang diabetes melitus dengan
hiperglikemia yaitu :
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit : Na normal atau meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu
selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin : meningkat atau normal
9. Insulin darah : menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine : gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
G. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007 dalam Wijayanti, 2016)
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. Hipoglikemia / Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal
60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari
kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma
yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan
merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya
disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
b. Hiperglikemik
Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan glukosa darah daripoada rentang
kadar puasa normal 80 – 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 – 160
mg /100 ml darah. Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat
disebabkan oleh proses autoimun, kerja pancreas yang berlebih, dan herediter.
Insulin yang menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk kedalam sel. Hal
itu bisa menyebabkan lemas dengan kadar glukosa dalam darah meningkat.
c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah terdiagnosa menderita diabetes melitus.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
H. Manajemen DM
Menurut Mahmudin (2012) tujuan utama terapi diabetes adalah dengan menormalkan
aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Merujuk pada hasil konsensus PERKENI tahun 2011 menyebutkan 5
pilar manajemen DM tipe 2, meliputi :
1. Manajemen diet
2. Latihan fisik
3. Pemantauan kadar glukosa darah dan HbA1c
4. Terapi
5. Edukasi Kesehatan DM
k) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin
dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Pertimbangan : DRG (kelompok diagnosis yang berhubungan) menunjukan rerata lama
dirawat : 5,9 hari.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,
pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes militus:
a) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan keseimbangan insulin,
makanan dan aktivitas jasmani.
b) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan tenatang manajemen
diabetes
c) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer, proses
penyakit (DM).
d) Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
e) Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat kadar gula darah tinggi.
f) Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka gengrene).
g) Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
h) Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes mellitus).
i) Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan b.d
kurangnya informasi
j) Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya
3. Intervensi
NO DIAGNOSA Tujuan dan KH INTERVENSI
1 Ketidakseimban Ketidakseimbangan nutrisi,Manajemen Nutrisi
gan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : menyediakan dan meningkatkan
kurang dari Setelah dilakukan asuhan intake nutrisi yang seimbang
kebutuhan keperawatan, diharapkan nutrisi Aktivitas :
tubuh pasien terpenuhi. 1. Instruksikan kepada pasien mengenai
Status Nutrisi kebutuhan nutrisi
Asupan makanan dan cairan dari 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
skala 2 (banyak menyimpang dari yang dibutuhkan oleh pasien untuk
rentang normal) ditingkatkan memenuhi kebutuhan gizi
menjadi skala 4 (sedikit3. Ciptakan lingkungan yang optimal pada
menyimpang dari rentang normal) saat mengkonsumsi makanan
4. Monitor kalori dan asupan makanan
Perilaku patuh : diet yang pasien
disarankan 5. Monitor kecenderungan terjadinya
1. Memilih makanan yang sesuai kenaikan atau penurunan berat badan pada
dengan diet yang ditentukan pasien
dari skala 2 (jarang
menunjukkan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman yang sesuai
dengan diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan) ditingkatka
menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)
Pengetahuan : diet yang
sehat
1. Intake nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhan individu
dari skala 2 (pengetahuan
terbatas) ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan banyak)
2 Resiko Resiko ketidakstabilan kadar Manajemen Hiperglikemi
ketidakstabilan glukosa darah 1. Monitor kadar gula daraah, sesuai indikasi
kadar glukosa Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemi:
darah keperawatan, diharapkan poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
ketidakstabilan kadar glukosa darah latergi, malaise, pandangan kabur atau
normal. sakit kepala.
Kadar glukosa darah 3. Monitor ketourin, sesuai indikasi.
Glukosa darah dari skala 2 4. Brikan insulin sesuai resep
(deviasi yang cukup besar dari 5. Dorong asupan cairan oral
kisaran normal) ditingkatkan 6. Batasi aktivitas ketika kadar glukosa darah
menjadi skala 4 (deviasi ringan lebih dari 250mg/dl, khusus jika ketourin
sedang dari kisaran normal) terjadi
Keparahan Hiperglikemia 7. Dorong pemantauan sendiri kadar glukosa
Peningkatan glukosa darah dari darah
skala 2 (berat) ditingkatkan 8. Intruksikan pada pasien dan keluarga
menjadi skala 4 (ringan) mengenai manajemen diabetes
Manajemen diri : diabetes 9. Fasilitasi kepatuhan terhadap diet dan
Memantau glukosa darah dari regimen latihan
skala 2 (jarang menunjukkan) Pengajaran: Peresepan Diet
ditingkatkan menjadi skala 4 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien mengenai
(sering menunjukkan) diet yang disarankan
2. Kaji pola makan pasien saat ini dan
sebelumnya, termasuk makanan yang di
sukai
3. Ajarkan pasien membuat diary makanan
yang dikonsumsi
4. Sediakan contoh menu makanan yang
sesuai
5. Libatkan pasien dan keluarga
3 Ketidakefektifan Ketidakefektifan perfusi jaringan Pengecekan Kulit
perfusi jaringan perifer
perifer Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
keperawatan, diharapkan mengidentifikasi pasien yang berisiko
ketidakefektifan perfusi jaringan mengalami kerusakan kulit.
perifer pasien dapat berkurang. 2. Monitor warna dan suhu kulit
Status sirkulasi 3. Periksa pakaian yang terlalu ketat
1. Parestesia dari skala 2 (cukup 4. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap
berat) ditingkatkan menjadi area perubahan warna, memar, dan pecah.
skala 4 (ringan) 5. Ajarkan anggota kelurga/pemberi asuhan
2. Asites dari skala 2 (cukup mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
berat) ditingkatkan menjadi dengan tepat.
skala 4 (ringan) Manajemen Sensasi Perifer
1. Monitor sensasi tumpul atau tajam dan
Perfusi jaringan : perifer panas dan dingin (yang dirasakan pasien)
Parestsia dari skala 2 (cukup 2. Monitor adanya Parasthesia dengan tepat
berat) ditingkatkan menjadi skala 3. Intruksikan pasien dan keluarga untuk
4 (ringan) memeriksa kulit setiap harinya
Koagulasi darah 4. Letakkan bantalan pada bagian tubuh
Pembentukan bekuan dari skala 2 yang terganggu untuk melindungi area
(deviasi cukup besar dari kisaran tersebut
normal) ditingkatkan menjadi Perawatan Kaki
skala 4 (deviasi ringan dari 1. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
kisaran normal) mengenai perawatan kaki rutin
Tanda-tanda vital 2. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
Suhu tubuh dari skala 2 (deviasi pentingnya perawatan kaki
cukup besar dari kisaran normal) 3. Periksa kulit untuk mengetahui adanya
ditingkatkan menjadi skala 4 iritasi, retak, lesi, dll
(deviasi ringan dari kisaran 4. Keringkan pada sela-sela jari dengan
normal) seksama
4 Keletihan Keletihan Manajemen Energi
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji status fisiologis pasien yang
keperawatan, diharapkan menyebabkan kelelahan
keletihan pada pasien dapat 2. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan
dikurangi. secaraverbal mengenai keterbatasan yang
Konservasi energy dialami
Mempertahankan intake nutrisi 3. Tentukan persepsi pasien/orang terdekat
yang cukup dari skala 2 (jarang dengan pasien mengenai penyebab
menunjukkan) ditingkatkan kelelahan
menjadi skala 4 (sering 4. Pilih intervensi untuk mengurangi kelelahan
menunjukkan) baik secara farmakologis maupun
Toleransi terhadap aktivitas nonfarmakologis
1. Kekuatan tubuh bagian atas Manajemen Nutrisi
dari skala 2 (banyak terganggu) 1. Tentukan status gizi pasien dan
ditingkatkan menjadi skala 4 kemampuan pasien untuk memenuhi
(sedikit terganggu) kebutuhan gizi
2. Kekuatan tubuh bagian bawah 2. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan
dari skala 2 (banyak terganggu) nutrisi
ditingkatkan menjadi skala 4 3. Atur diet yang diperlukan
(sedikit terganggu) 4. Anjurkan pasien mengenai modifikasi diet
Tingkat kelelahan yang diperlukan
1. Kelelahan dari skala 2 (cukup 5. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
besar) ditingkatkan menjadi skala diet untuk kondisi sakit.
4 (ringan)
2. Kehilangan selera makan dari
skala 2 (cukup besar) ditingkatkan
menjadi skala 4 (ringan)
Keletihan : efek yang
menganggu
1. Penurunan energi dari skala 2
(cukup besar) ditingkatkan
menjadi skala 4 (ringan)
2. Perubahan status nutrisi dari
skala 2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi skala 4
(ringan)
4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan
yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP
atau data subjektif, objektif, analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi
intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan pembuatan planning
kembali untuk mengatasi masalah tersebut.
REFERENSI
Amalia rizki. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Tipe II”.
Jurnal Kesehatan
Hasdianah. 2014. Mengenal Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa Dan Anak-Anak Dengan
Solusi Herbal. Nuha Medika : Yogyakarta
Mahmudin amir. 2012. “Evaluasi Manajemen Mandiri Karyawan Penyandang Diabetes Mellitus
Tipe 2 Setelah Mendapatkan Edukasi Kesehatan Di Pt Indocement Tunggal Prakarsa
Plantsite Citeureup”. Jurnal Kesehatan
Nuari Nian Afrian. 2017. Strategi Manajemen Edukasi Pasien Diabetes Mellitus. Deepublish :
Yogyakarta.
Rudijanto Achmad, 2014. Keterangan Ringkas Tentang Diabetes Melitus (Kencing Manis).
UBMedia : Malang.
Suyono Slamet et al, 2018. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.
Wijayanti Dhea Imas. 2016. “Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus” Jurnal Kesehatan
1.3 Keluhan Utama : Tn. B mengatakan ”badan terasa lemas, pusing dan tidak nafsu
makan dan kadang-kadang mual”
1.4 Riwayat Penyakit Sekarang : Tn B mengatakan ”sudah 3 hari tidak enak makan, terus
mual, kalau bangun tidur pusing sama lemas sampai tidak bisa jalan”
1.5 Riwayat Penyakit Dahulu : Tn. B mengatakan ”kaki sebelah kiri ada luka dulu kena
kayu di sawah tapi sampai sekarang belum sembuh-sembuh di buat jalan sulit dan sakit
nyut-nyutan”. Ny W mengatakan ”bapak sudah lebih dari 20 tahun punya penyakit gula juga
darah tinggi”
1.6 Riwayat Penyakit Keluarga : Ny. W mengatakan ”ibunya bapak dulu meninggalnya
kena kencing manis, sama adik bapak juga kena kencing manis”
1.7 Riwayat Psiko, Sosio, Spiritual:
Riwayat Psiko : Tidak terkaji
Riwayat Sosial : Tn B mengatakan ”kalau di rumah ya ikut kegiatan pengajian
rutin RT, juga kadang seminggu sekali ikut kerja bakti di kampung”
Riwayat Spiritual : Tn. B mengatakan ”rutin mengikuti kegiatan pengajian RT, serta
kadang-kadang juga melakukan sholat 5 waktu”
2. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : BAB 2-3 kali sehari, BAK 3-5 kali sehari
Selama sakit : sudah 2 hari ini belum buang air besar, BAK 9 kali sehari
3. Pola Istirahat
Sebelum sakit : kurang lebih tidur 6 jam sehari
Selama sakit : Tn B mengatakan ”sulit tidur karena badan terasa sakit semua”
5. Pola Aktivitas
Sebelum sakit : berkerja sebagai buruh tani mulai dari pagi hingga sore hari
Selama sakit : hanya berbaring di tempat tidur
2. Pemeriksaan
2.1 Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis, GCS : 456
TD : 152/98
Suhu : 36,8 °C
Nadi : 89 x/menit
RR : 21x/menit
BB : 68 kg
TB : 161 cm
GDA : 276
DINDA INDRASWARI
NIM.2021001804
ANALISA DATA
3. Tn. B mengatakan ”kaki sebelah kiri Terdapat luka terbuka Resiko Infeksi
ada luka dulu kena kayu di sawah tapi dan kerusakkan
sampai sekarang belum sembuh-sembuh integritas kulit
di buat jalan sulit dan sakit nyut-
nyutan”.
RUMUSAN DIAGNOSA
25 Maret Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
2021 /17.15 berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, maka tidak 2. Berikan perawatan kulit pada area luka
WIB kerusakkan integritas terjadi infeksi 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
kulit KH : lingkungan pasien
1. Tingkat nyeri menurun 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Integritas kulit dan jaringan 5. Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran dan bau)
membaik 6. Lakukan rawat luka
3. Tidak terjadi tanda dan gejala 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan rawat luka
infeksi 8. Kolaborasikan pemberian analgetik
26 Maret Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2021 / glukosa darah keperawatan 1x24 jam, terdapat 2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
15.14 WIB berhubungan dengan kestabilan kadar gula darah dalam 3. Berikan asupan cairan oral
resistensi insulin tubuh. 4. Berikan dukungan untuk menjalani program pengobatan
KH : dengan baik dan benar
3. Kestabilan kadar gula darah 5. Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
dalam tubuh 6. Anjurkan kepatuhan terhadap diit
4. Status nutrisi membaik
26 Maret Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi defisit tingkat aktivitas
2021 / berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam, px dapat 2. Libatkan keluarga dalam aktivitas
15.20 WIB imobilitas meningkatkan aktivitas secara 3. Identifikasi kemampuan pasien beraktivitas
mandiri, 4. Jelaskan manfaat aktivitas fisik
KH :
1. Tingkat keletihan
2. Ambulasi
3. Toleransi aktivitas
IMPLEMENTASI
3. Resiko Infeksi berhubungan 25 Maret 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
dengan kerusakkan 2021/17.15 2. Melakukan perawatan kulit pada area luka
integritas kulit WIB 3. Menuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Memonitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran dan bau)
6. Melakukan perawat luka
7. Mempertahankan teknik steril saat melakukan rawat luka
8. Mengkolaborasikan pemberian analgetik
4. Ketidakstabilan kadar 26 Maret 1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
glukosa darah 2021 / 2. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia menanyakan berapa sering dalam sehari BAK
berhubungan dengan 15.14 WIB 3. Memberikan asupan cairan oral
resistensi insulin 4. Memberikan dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik dan benar
5. Menganjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
6. Menganjurkan kepatuhan terhadap diit
P : Ulangi intervensi
2. Intoleransi Aktivitas 25 Maret S : Tn. B mengatakan ”badan masih terasa lemas dan kaki masih terasa nyut-nyutan kalau di
berhubungan dengan imobilitas 2021/18.00 buat jalan”. Tn B mengatakan ”ke kamar mandi masih di bantu istri dan jalan pelan-
WIB pelan soalnya badan terasa lemas sekali”
O : TD : 141/98, GDA : 232, klien tampak lemah, tampak tertatih saat berjalan
P : Lanjutkan intervensi
3. Resiko Infeksi berhubungan 26 Maret S : Tn. B mengatakan ”kaki sebelah kiri masih sulit di buat jalan dan sakit tapi sudah
dengan kerusakkan integritas 2021/15.00 enakkan bisa di buat jalan sedikit-sedikit”.
kulit WIB
O : TD : 148/101, GDP : 189, telapak kaki kiri terdapat luka terbuka kurang lebih 5cm, luka
tampak kemerahan, pus (-), bau (-), luka dibalut kasa bersih tidak ada rembesan maupun
darah.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
4. Ketidakstabilan kadar glukosa 26 Maret S : Tn. B mengatakan ”badan sudah enakan nafsu makan juga sudah meningkat walaupun
darah 2021/17.00 makan tetap lumayan banyak, dan sudah BAK 6 kali”.
berhubungan dengan resistensi WIB
insulin O : TD : 148/101, GDP : 189, BAK 6 kali sehari, bibir kemerahan
P : Ulangi intervensi
5. Intoleransi Aktivitas 26 Maret S : Tn. B mengatakan ”badan sudah enakkan namun kaki masih sedikit sakit kalau di buat
berhubungan dengan imobilitas 2021/17.15 jalan”. Tn B mengatakan ”sudah bisa ke kamar mandi sendiri tapi pelan-pelan sambil di
WIB dampingi istri takut nanti kalau tidak kuat lagi”
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi