Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPA) mengakibatkan kematian pada anak

dalam jumlah kecil, tetapi menyebabkan kecacatan. Di Negara berkembang, faringitis

streptokokus dapat diikuti dengan demam rematik akut masih dapat di cegah. Walaupun

kelompok usia utama yang diperhatikan untuk deteksi dan pengobatan faringitis karena

streptokokus untuk mencegah rematik akut (dan penyakit jantung rematik kronis) adalah

5-15 tahun, penanganan klinis yang sama juga sesuai untuk anak yang lebih muda

karena karena kasus demam rematik dapat juga menyerang pada kelompok usia ini.

Faringitis adalah inflamasi pada faring yang menyebabkan sakit tenggorok

(Medical ensiklopedi). Faringitis akut merupakan salah satu penyakit tersering pada

anak-anak yang berkunjung ke dokter umum. Di Amerika, per tahun lebih dari 10 juta

pasien yang terdiagnosa sebagai faringitis akut. Faringitis lebih sering terjadi pada anak-

anak. Insidensi puncak faringitis adlah pada usia sekolah antara umur 4-7 tahun.

Faringitis, terutama infeksi Group A β-Hemolyticus Steptococcus (GABHS), jarang

pada anak kurang dari 3 tahun (Bailey, 2006).

Faringitis akut terjadi karena adanya inflamasi pada tenggorokan yang

menyebabkan nyeri pada tenggorokan. Faringitis akut merupakan penyakit tersering

yang diderita pada anak – anak. Di Puskesmas Waipare, pada tahun 2020 anak yang

menderita faringitis akut sebanyak 190 orang. Sedangkan pada tahun 2021 bulan

Januari sampai bulan Mei di Poli Umum Puskesmas waipare, diketahui anak yang

menderita penyakit faringitis akut sebanyak 74 orang. Dari data tersebut menunjukan

banyaknya anak – anak yang menderita faringitis akut di atas usia 3 tahun.

B. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien An. dengan gangguan Sistem

Pernapasan (Faringitis Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

b. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan praktek keperawatan gerontik mahasiswa mampu

melakukan:

1. Pengkajian pada klien An. dengan gangguan sistem pernapasan (Faringitis

Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

2. Diagnosa keperawatan pada klien An. dengan gangguan sistem pernapasan

(Faringitis Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

3. Intervensi keperawatan pada An. dengan gangguan sistem pernapasan

(Faringitis Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

4. Implementasi keperawatan pada klien An. dengan gangguan sistem

pernapasan (Faringitis Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

5. Evaluasi keperawatan pada klien An. dengan gangguan sistem pernapasan

(Faringitis Akut) di UPTD Puskesmas Waipare.

C. Manfaat

1. Teoritis

Menambah wawasan pengetahuan dalam bidang keperawatan geronttik

terutama pada penyakit hipertensi.

2. Praktis

a. Orang Tua Klien

Diharapkan orang tua klien mampu memahami tentang konsep penyakit

faringitis akut sehingga dapat mencegah tingkat keparahan dari

penyakit tersebut.

b. Petugas panti (Pengasuh)

Diharapkan dapat menjadi masukan yang digunakan sebagai bahan

informasi, pertimbangan dan evaluasi guna meningkatkan pengetahuan

tentang pasien dengan hipertensi.

c. Bagi Mahasiswa Program Profesi Ners

Mampu melaksanakan konsep dan penatalaksanaan asuhan keperawatan

pada klien dengan gangguan pernafasan faringitis akut dengan tepat

sesuai kondisi yang dialami.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008), Faringitis merupakan

peradangan akut membrane mukosa faring dan struktur lain disekitarnya. Karena

letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi

lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian Faringitis secara luas mencakup

tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis.

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke jaringan

sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis, rhinitis dan

laringitis. Faringitis banyak di derita anak-anak usia 5 – 15 tahun di daerah dengan

iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki anak usia

sekolah atau bekerja dilingkungan anak-anak ( Dewi, 2016).

Faringitis akut adalah radang akut pada mukosa faring dan jaringan limfoid

pada dinding faring (Rospa, 2011).

Faringitis akut merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukan semua

infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis), yang berlangsung

hingga 14 hari dan merupakan peradangan akut membrane mukosa faring dan

struktur lain disekitarnya (Rahajoe, 2012 dalam Nurarif dan Kusuma.2015).

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Faringitis akut

adalah suatu peradangan akut yang menyerang tenggorokan atau faring yang

disebabkan oleh virus atau bakteri tertentu yang di tandai dengan nyeri tenggorokan.

2. Anatomi Fisiologi

3. Epidemiologi

4. Etiologi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) Virus merupakan etiologi


terbanyak faringitis akut, terutama pada anak berusia < 3 tahun (prasekolah). Virus

penyebab penyakit respiratori seperti Adenovirus, Rhinovirus, dan virus

parainfluenza dapat menjadi penyebab faringitis. Virus Epstein Barr (Epstein Barr

virus,EBV) dapat menyebabkan faringitis, tetapi disertai dengan gejala infeksi

mononikleosis seperti splenomegali dan limfadenopati genelisata. Infeksi sistemik

seperti infeksi virus campak, virus Rubella, dan berbagai virus lainnya juga dapat

menunjukan gejala faringitis akut. Streptococcus ß hemolitikus grup A adalah

bakteri penyebab terbanyak faringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30 %

dari penyebab faringitis akut pada anak.

5. Manifestasi Klinis

Baik pada infeksi virus maupun bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri

tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami

peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan

atau mengeluarkan darah. Gejala lainnya adalah

1. Demam

2. Pembesaran kelenjar getah bening dileher

3. Peningkatan jumlah sel darah putih.

Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi

lebih merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri. Kenali gejala umum

radang tenggorokan akibat infeksi virus sebagi berikut :

1. Rasa pedih atau gatal dan kering.

2. Batuk dan bersin

3. Sedikt demam atau tanpa demam

4. Suara serak atau parau

5. Hidung meler dan adanya cairan dibelakang hidung

Manifestasi Klinis Akut:

1. Nyeri tenggorokan

2. Sulit menelan, serak, batuk

3. Demam

4. Mual, malaise
5. Kelenjar limfa leher membengkak

6. Tonsil kemerahan

7. Membran faring tampak merah

8. Folikel tonsil dan limfoid membengkak diselimuti oleh eksudat

9. Nyeri tekan nodus limfe servikal

10. Lesu dan lemah, nyeri pada sendi-sendi otot,dan nyeri pada telinga

11. Peningkatan jumlah sel darah putih (leukosita Al)

12. Mungkin terdapat demam, malaise dan sakit tenggorokan

13. Serak, batuk, rhinitis bukan hal yang tidak lazim.

Manifestasi Klinis Kronis:

1. Rasa iritasi dan sesak yang konstan pada tenggorokan

2. Lendir yang terkumpul dalam tenggorokan dan dikeluarkan dengan

batuk

3. Kesulitan menelan.

6. Klasifikasi

Secara umum faringitis dapat dibagi menjadi K yaitu :

a. Faringitis Akut

Radang tenggorokan yang disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu

streptokokus grup A dengan tanda dan gejala mukosa dan tonsil yang masih

berwarna merah, malaise, nyeri tenggorokan dan kadang diserta demam dan

batuk. Faringitis ini terjadinya masih baru, belum berlangsung lama

(mendadak).

b. Faringitis Kronis

Radang tenggorkan yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama,

biasanya tidak disertai nyeri menelan, Cuma terasa ada sesuatu yang

mengganjal di tenggorokan. Faringitis kronis umumnya terjadi pada individu

dewasa yang bekerja atau tinggal dalam lingkungan berdebu, menggunakan

suara berlebihan, menderita batuk kronik, kebiasaan mengkonsumsi alkohol

dan tembakau. Ada tiga jenis faringitis kronis , yaitu :


1. Hipertrovik (penebalan umum dan kongesti membrane mukosa

faring)

2. Atrofik (tahap lanjut dari jenis pertama : membrane tipis, keputihan

dan licin)

3. Granular kronik (pembengkakan folikel limfe pada dinding faring).

7. Patofisiologi

Menurut Arif Mansjoer (2007) pathofisiologi dari faringitis akut adalah

penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan

radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat

hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa

tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding

faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk

sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu – abu terdapat folikel atau jaringan

limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak – bercak pada dinding faring posterior

atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingga timbul

radang pada tenggorok atau faringitis.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis

akut yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring

yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan

iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan

melibatkan nasofaring uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi

inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan local,

sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus

ditandai dengan invasi local serta penglepasan toksin ekstraseluler dan protease.

Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan

dengan secret hidung di bandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah

masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam.


8. Prognosis

Faringitis akibat virus umumnya bersifat self limited dan jarang

menimbulkan komplikasi. Durasi penyakit umumnya berkisar 1 minggu. Pada anak-

anak bisa lebih lama hingga 2 minggu.

9. Penatalaksanaan

Menurut Wong (2009) penatalaksanaan terapeutik dari faringitis akut jika

terjadi infeksi tenggorokan akibat streptococcus, penisilin oral dapat diberikan

dengan dosis yang cukup untuk mengendalikan manifestasi local akut. Penisillin

memang tidak mencegah perkembangan glomerunefritis akut pada anak-anak yang

rentan namun dapat mencegah penyebab strein nefrogenik dari streptococcus

hemolitik ß grup A ke anggota keluarga lainnya. Antibiotic lain yang di gunakan

untuk mengobati streptococcus hemolitik ß grup A adalah eritromisin, azitromisin,

klaritromisin, sefalosporin seperti sefdinir (omnicef) dan amoksisilin.

Pendapat lain dikemukakan oleh Natalia (2003) jika diduga faringitis

streptokokus (biasanya pada anak usia 3 tahun atau lebih), berikan Benzatin penisilin

(suntikan tunggal) 600.000 unit untuk anak usia di bawah 5 tahun, 1.200.000 unit

untuk usia 5 tahun atau lebih. Ampisilin atau amoksisilin selama 10 hari atau

penisilin V (fenoksimetilpenisilin) 2-4 kali sehari selama 10 hari. Kortrimolsasol

tidak direkomendasikan untuk nyeri tenggorok yang disebabkan oleh streptokokus

karena tidak efektif, jika penisilin V digunakan berikan 125mg dua kali sehari

selama 10 hari.
10. Patway

FARINGITIS

Inflamasi

Demam Edema mukosa Mukosa kemerahan Batuk

Penguapan Nafsu makan turun Kesulitan menelan Sputum

Resti defisit Gangguan Bersihan jalan nafas


volume cairan nutrisi Nyeri tidak efektif

Droplet Resti penularan


Kurang pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Burns, C. E. 2004. Pediatric Primary Care. USA : Elsevier

Crain, William. 2007. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi Edisi Ketiga.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta :

EGC Ikatan Dokter Indonesia. 2008. Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : EGC

Mandal, B.K,dkk. 2006. Penyakit Infeksi Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga

Masjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculapius Potter, Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Susi, Natalia. 2003. Penanganan ISPA pada anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.

Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2008. Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA : Elsevier

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta :

EGC Wong, Donna L. 2004. Keperawatan Anak. Jakarta : EGC


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. PENGKAJIAN

1) Data Dasar
a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa
medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
b. Identitas Penanggung ((nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan pasien)

2) Riwayat Keperawatan, meliputi :


a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:
- Alasan masuk rumah sakit
- Pasien mengatakan terasa nyeri di leher dan mengatakan sakit saat
menelan.

Keluhan utama:
- Pasien mengatakan nyeri dan merasa tidak nyaman pada daerah leher
- Pasien mengatakan mual dan muntah.
- Pasien mengatakan sakit saat menelan

Kronologis keluhan: Pasien mengeluh nyeri di leher

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama
atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya,
sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami infeksi pada saluran
tenggorokan dan pernah menjalani perawatan di RS
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit
yang sama.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual 
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak
penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien,
mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya,
tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.
e. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

Dikaji 14 kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Handerson, seperti :


- Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur
respirasi rate.
- Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah
pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.
- Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan
(lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
- Eliminasi
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar. Terutama difokuskan tentang apakah
pasien cenderung susah dalam buang air kecil (kaji kebiasaan dan volume urine) atau
mempunyai keluhan saat BAK.
- Gerak aktivitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat
menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami Faringitis)
- Istirahat/tidur
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pola tidur akibat penyakitnya, misalnya
gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak saat merasa nyeri di leher.
- Pengaturan suhu tubuh
Dikaji/ukur TTV pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, apakah pasien
mengalami demam atau tidak. Selain itu, observasi kondisi pasien mulai dari ekspresi
wajah sampai kulit, apakah kulitnya hangat atau kemerahan, wajahnya pucat atau tidak.
- Kebersihan diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat, bila perlu libatkan keluarga pasien dalam
melakukan perawatan diri pasien, misalnya saat mandi dan sebagainya.
- Rasa nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya
pasien merasa nyeri di perut bagian bawah (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)
- Rasa aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di
RS.
- Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).
- Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi
yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
- Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.
- Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima
penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.
f. Pengkajian Fisik, meliputi :
- Keadaan Umum, yaitu dengan mengobservasi bentuk tubuh, warna kulit,
kesadaran, dan kesan umum pasien (saat pertama kali MRS)
- Gejala Kardinal, yaitu dengan mengukur TTV (suhu, nadi, tekanan darah,
dan respirasi)
- Keadaan Fisik, yaitu melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
dari kepala sampai anus, tapi lebih difokuskan pada bagian leher
- Pemeriksaan Penunjang, yaitu dari hasil pemeriksaan laboratorium dengan
uji kultur dan uji resistensi
g. Anamnesa
Adanya riwayat merokok, adanya riwayat streptokokus dan yang penting
ditanyakan apakah klien pernah mengalami nyeri/lesi pada mulut (nyeri saat
menelan).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang
kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas,
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi.

3. INTERVENSI
1) Diagnosa Kep
Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi pada tenggorokan

Tujuan & Kriteria Hasil

a. Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri pasien


berkurang Dengan kriteria hasil:
1. nyeri pasien berkurang dari skala 5 menjadi 3
2. Pasien tidak tampak meringi
3. TTV normal
Nadi :60-100 x permenit
RR :16-20 x permenit
TD :100-140/60-90 mmHg
Suhu :36,8-37,2 C
Intervensi
1. Kaji ulang tingkat nyeri
2. Ajarkan teknik relaksasi
3. Kaji TTV
4. Kolaborasi dalam pemberian analgeti

2) Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dengan sekret yang
kental ditandai dengan kesulitan dalam bernafas
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Pasien dapat mengeluarkan sputum
2. Pasien mengatakan dapat bernapas dengan lancar
Intervensi
1. Identifikasi kualitas atau kedalaman nafas pasien
2. Anjurkan untuk minum air hangat.
3. Ajari pasien untuk batuk efektif
4. Kolaborasi untuk pemberian ekspektoran

3) Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kesulitan menelan
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Pasien mengatakan tidak sakit dalam menelan makanan
2. Pasien makan dengan lahap
3. Nafsu makan pasien meningkat
4. Pasien nampak lebih segar
Intervensi
1. Kaji intake makanan pasien
2. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang tinggi kalori dan
serat
3. kolaborasi dengan ahli gizi

4) Diagnosa Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh dalam rentang normal (normalnya suhu pada anak
36,8°c – 37,2°c) dari skala 2 ditingkatkan menjadi skala 4
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Pasien tidak berkeringat saat panas dari skala 2 ditingkatkan
menjadi skala 4
4. Pasien tidak lagi mengalami hipertermi dari skala 2 ditingkatkan
menjadi skala 4
5. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing dari skala 2
ditingkatkan menjadi skala 4.
Intervensi
1. Pantau suhu dan ttv
2. Monitor warna kulit dan suhu
3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan
yang dirasakan
4. Monitor suhu paling tidak selama 2 jam, sesuai kebutuhan
5. Berikan informasi pada keluarga untuk meningkatkan intake cairan
dan nutrisi yang adekuat.
6. Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian pengobatan
antipiretik sesuai kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai