Anda di halaman 1dari 38

SINTESIS DAN ANALISIS LOSION KULIT DARI CAMPURAN

BAHAN ORGANIK DENGAN EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe


barbandensis Mill.) DAN BIJI BUNGA MATAHARI
(Helianthus annuus L.)
Laporan Praktik Kimia Terpadu (PKT) Tahun Ajaran 2017/2018

oleh Kelompok PKT 12 Kelas XIII-2:


Muhamad Imam Khairy 14.60.07846
Dandi Ramdhani 14.60.07750
Hersya Anadia Suvitri 14.60.07799
Yasmin Shofiyyah Hanif 14.60.07951

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


Pusat Pendidikan dan Pelatihan Industri
Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK
Bogor
2017
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Disetujui dan disahkan oleh:


Disetujui oleh,

Ir. Masyitah Yusah


NIP 19630216 199003 2001
Pembimbing

Disahkan oleh,

Ir. Tin Kartini, M.Si


NIP 19640416 199403 2003
Kepala Laboratorium Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor

ii
KATA PENGANTAR

Laporan Praktik Kimia Terpadu (PKT) yang berjudul ini Sintesis Dan Analisis
Losion Kulit Dari Campuran Bahan Organik Dengan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe
barbandensis Mill.) dan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) disusun
sebagai syarat melengkapi tugas dan nilai semester VII di Sekolah Menengah
Kejuruan – SMAK Bogor. Di semester VII ini para siswa wajib melakukan Praktik
Kimia Terpadu (PKT) dengan pembimbing untuk menyusun proposal, melakukan
praktik, menyusun makalah seminar hasil praktik, melaksanakan seminar, dan
menulis laporan. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan sepanjang satu semester.
Adapun isi laporan ini meliputi: pendahuluan mengenai latar belakang,
pentingngnya masalah, dan tujuan, tinjauan pustaka, metode sintesis, metode
analisis, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, serta daftar pustaka.
Puji syukur tim penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmatnya laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tidak lupa ucapan terimakasih kepada:
1. Dwika Riandari, M.Si sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejuruan –
SMAK Bogor.
2. Ir. Tin Kartini, M.Si sebagai kepala Laboratorium Sekolah Menengah
Kejuruan – SMAK Bogor.
3. Ir. Masyitah Yusah sebagai pembimbing PKT 12 yang senantiasa
memberi kami bimbingan, arahan, dan nasehat.
4. Semua unsur pendidik dan tenaga kependidikan Sekolah Menengah
Kejuruan – SMAK Bogor
5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, dorongan, dan
dukungan baik moril maupun materil.
6. Semua pihak yang telah membantu kami secara langsung maupun tidak
langsung atas selesainya laporan ini.
Pada kesempatan ini tim penyusun masih membuka kritik dan saran.
Sehingga kritik dan saratn tersebut dapat menjadi suatu acuan untuk
memperbaiki laporan ini. Laporan ini masih jauh dari sempurna, karena
kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Tim penyusun amat berharap kepada seluruh pembaca laporan ini dapat
membantu dalam kegiatan sintesis dan analisis produk serta menambah ilmu

iii
pengetahuan dalam bidang analisis. Diharapkan pembaca di luar bidang analis
kimia pun dapat memanfaatkannya.

Bogor, Desember 2017 Penyusun,

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................vii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Pentingnya Masalah ................................................................................. 2

C. Tujuan ...................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4

A. Losion Kulit............................................................................................... 4

B. Lidah Buaya ............................................................................................. 9

C. Biji Bunga Matahari ................................................................................ 11

BAB III METODE SINTESIS, ANALISIS, DAN KEWIRAUSAHAAN ................... 14

A. Metode Sintesis ...................................................................................... 14

B. Metode Analisis ...................................................................................... 17

C. Kewirausahaan ...................................................................................... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 25

A. Kesimpulan ............................................................................................ 25

B. Saran ..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 26

LAMPIRAN ........................................................................................................ 28

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan Lidah Buaya (Sumber: Departemen Kesehatan RI) .......... 10


Tabel 2. Kandungan Gizi Biji Bunga Matahari (Sumber: whfoods.org) ............... 12
Tabel 3. Anggaran bahan baku untuk produksi 2 liter (20 kemasan) .................. 23
Tabel 4. Anggaran packaging untuk 20 kemasan .............................................. 23

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sintesis Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbandensis Mill.) dengan
Metode Maserasi .............................................................................. 14
Gambar 2. Bagan Sintesis Ekstrak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
dengan Metode Ekstraksi Soxhlet .................................................... 15
Gambar 3. Bagan Sintesis Losion Kulit dari Campuran Bahan Organik dengan
Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbandensis Mill.) dan Biji Bunga
Matahari (Helianthus annuus L.) ....................................................... 16

vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak berabad-abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan dikenal oleh
masyarakat. Hasil riset serta penyelidikan antropologi, arkeologi, dan etnologi di
Mesir dan India membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pegawet
mayat dan salep-salep aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik
yang kita kenal sekarang ini. Hal ini menunjukkan perkembangan kosmetik pada
masa itu.
Sejak 3000 Sebelum Masehi, orang-orang Cina mulai mewarnai kuku mereka
dengan getah, lilin, dan telur, setiap warna mewakili kelas sosial tertentu. Hanya
kalangan kerajaan yang diperbolehkan menggunakan warna-warna terang pada
kuku mereka. Tahun 1500 Sebelum Masehi, masyarakat Cina dan Jepang pada
masa ini menggunakan bedak beras untuk memutihkan wajah mereka. Di Roma,
tepung gandum dan mentega dipakai untuk menutupi jerawat.
Kosmetik modern mulai dikenal pada tahun 1915. Kendati sekarang kosmetik
modern telah berkembang pesat dalam berbagai macam kemasan, ukuran,
merek, harga, dan bahan alami yang memiliki manfaat yang lebih bagi
kecantikan kulit sekaligus kesehatan dan kebugaran tubuh.
Kosmetik menurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang kosmetik, dinyatakan
bahwa, definisi kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibit, dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan atau memperbaiki bau badan, melindungi
atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk penilaian, kosmetik
dibagi menjadi 2 (dua) golongan:
1. Kosmetik Golongan I adalah:
a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi.
b. Kosmetik yang digunakan di sekitar mata, rongga mulut, dan mukosa
lainnya.

1
c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar
penandaan.
d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta
belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.
2. Kosmetik Golongan II adalah:
Kosmetik yang tidak termasuk golongan I.
Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap
sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita maupun pria, sejak dari bayi
hingga dewasa, semua membutuhkan kosmetik. Dengan berkembangnya
produk-produk di pasaran, banyak produsen yang mulai mengembangkan salah
satu produk kosmetik perawatan kulit yaitu losion kulit. Losion kulit merupakan
salah satu produk kosmetik yang digunakan untuk mempertahankan kelembaban
serta merawat kulit.
Secara normal kulit dapat mengeluarkan lubrikan alami, yaitu untuk
mempertahankan kelembaban permukaan kulit agar tetap lembut, lunak, dan
terlindungi. Kemampuan kulit mengeluarkan cairan pelembab ini dapat
menghilang atau berkurang jika dicuci dengan sabun, sehingga kulit akan
kehilangan pelembab tersebut. Oleh karena itu, untuk memelihara kulit dapat
dilakukan dengan mengoleskan losion kulit. Losion kulit yang beredar di pasaran
umumnya berupa sediaan emulsi yang terdiri dari fase minyak dan fase air,
karena penggunaannya dalam bentuk ini lebih mudah menyebar pada
permukaan kulit.
Seiring berkembangnya pengetahuan, losion kulit kini tidak hanya berfungsi
sebagai pelembab saja, namun dengan adanya penambahan bahan-bahan yang
mengandung nutrisi bagi kulit maka akan menyehatkan kulit, diantaranya adalah
lidah buaya dan biji bunga matahari. Lidah buaya (Aloe barbandensis Mill.) yang
mengandung banyak vitamin dan mineral serta lignin yang membuat lidah buaya
spesial diantara yang lain. Lignin bermanfaat untuk mengoptimalkan penyerapan
nutrisi ke dalam kulit. Selain itu, biji bunga matahari (Helianthus annuus L.) yang
kaya akan vitamin E bermanfaat sebagai antioksidan dan kesehatan kulit.

B. Pentingnya Masalah

Pada umumnya kulit manusia mengeluarkan cairan berupa minyak yang


berfungsi untuk melapisi permukaan kulit. Lapisan ini berfungsi untuk mencegah

2
penguapan air yang terkandung dalam kulit sehingga kulit tetap terjaga
kelembabannya. Namun lapisan ini sangat lemah untuk mempertahankan
kandungan air pada kulit dan mudah hilang akibat aktivitas-aktivitas manusia,
seperti keringat yang keluar dari pori-pori kulit dapat merusak lapisan minyak,
mencuci bagian kulit dengan sabun, dan lain-lain. Dengan berkurangnya tingkat
kelembabannya, kulit akan menjadi kering. Selain itu, lapisan minyak ini tidak
cukup untuk menghindarkan kulit kita dari berbagai gangguan internal seperti
penuaan dini. Serta gangguan eksternal seperti paparan sinar ultraviolet dan
radikal bebas. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kosmetika jenis losion kulit
banyak ditambahkan berbagai bahan tambahan yang dapat memaksimalkan
kerja losion kulit sebagai pelembab dan juga sekaligus dapat merawat dan
menutrisi kulit. Salah satu bahan yang tidak diragukan lagi khasiat dan
kandungannya yang sangat bermanfaat bagi kulit serta mudah ditemukan yaitu
lidah buaya dan biji bunga matahari. Maka dengan menambahkan ekstrak lidah
buaya dan biji bunga matahari ke dalam proses pembuatan losion kulit dapat
menjadi solusi dari berbagai masalah pada kulit.

C. Tujuan

Tujuan dalam sintesis dan analisis losion kulit dari campuran bahan organik
dengan ekstrak lidah buaya dan biji bunga matahari ini yaitu:
1. Membuat produk losion kulit yang efisien yaitu mempunyai manfaat yang
maksimal, berkualitas, dan ekonomis.
2. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapatkan yaitu lidah buaya dan
biji bunga matahari dalam sintesis losion kulit.
3. Mengetahui cara sintesis dan analisis losion kulit sesuai metode yang
ditentukan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 16-4399-1996 tentang
sediaan tabir surya
4. Menentukan layak atau tidaknya produk berdasarkan kriteria yang ditentukan
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 16-4399-1996 tentang sediaan tabir
surya

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Losion Kulit

Losion kulit merupakan suatu sediaan emulsi yang dapat didefinisikan


sebagai campuran dua fase yang tidak dapat tercampur, dapat distabilkan
dengan sistem emulsi sehingga pada suhu ruang berbentuk cairan yang dapat
dituang. Pembuatan losion kulit dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-
bahan yang larut dalam fase air dan fase minyak dengan pemanasan dan
pengadukan (Schmitt,1996).
Pada kosmetik, losion digunakan sebagai perantara bagi komponen yang
berfungsi untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan kulit,
mencegah kehilangan air, membersihkan kulit, dan mempertahankan bahan aktif
pada permukaan kulit. Komponen-komponen yang menyusun sistem losion
adalah pelembut, pelembab, pengemulsi, bahan pengisi, pembersih, bahan aktif,
pelarut, pewangi, dan pengawet (Schmitt,1996).
Menurut Sjarif M. Wasitaatmadja (1997), dasar pelembaban kulit yang
didapat adalah efek emolien, yaitu mencegah kekeringan dan kerusakan kulit
akibat sinar matahari atau kulit menua, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar.
Kandungan air dalam sel-sel kulit normal lebih dari 10%, bila terjadi penguapan
air yang berlebihan maka nilai kandungan airtersebut berkurang. Cara mencegah
penguapan air dari sel kulit adalah:
1. Menutup permukaan kulit dengan minyak (oklusif).
2. Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam
kulit.
3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat
hidrofilik yang menyerap air.
4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruhnya yang
mengeringkan kulit.
Bahan penyusun losion kulit terdiri dari asam stearat, minyak mineral, setil
alkohol, trietanolamin, gliserin, air murni, pengawet, dan pewangi yang disusun
berdasarkan presentase berat dalam formulasi (Nussivovitch, 1997).

4
5

1. Asam Stearat

Asam stearat (C16H32O2) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai
hidrokarbon, diperoleh dari lemak dan minyak yang dapat dimakan, dan
berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform,
etanol, ether, dan tidak larut dlam air. Bahan ini berfungsi sebagai
pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Depkes RI, 1993). Asam stearat dapat
menghasilkan kilauan yang khas pada produk losion kulit (Mitsui, 1997).
Emulsifier (pengemulsi) yang digunakan pada pembuatan losion kulit ini
memiliki gugus polar maupun non-polar secara bersamaan dalam satu
molekulnya sehingga pada satu sisi mengikat minyak yang non-polar, dan
sisi yang lain akan mengikat air yang polar sehingga zat-zat yang ada dalam
emulsi ini akan dapat disatukan. Suatu emulsi biasanya terdiri dari lebih dari
satu emulsifier karena kombinasi dari beberapa emulsifier akan menambah
kesempurnaan sifat fisik maupum kimia dari emulsi (Suryani et. al, 2000).

2. Setil Alkohol

Setil alkohol (C16H33OH) merupakan butiran yang berwarna putih, berbau


khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50oC. Setil alkohol larut
dalam etanol dan eter. Namun, tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi
sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI, 1993).
Setil alkohol adalah alkohol dengan bobot molekul tinggi yang berasal
dari minyak dan lemak alami atau diproduksi secara petrokimia. Bahan ini
termasuk ke dalam fase minyak dalam sediaan kosmetik. Pada formulasi
produk setil alkohol yang digunakan kurang dari 2%. Setil alkohol merupakan
lemak putih agak keras yang mengandung gugusan kelompok hidroksil dan
digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk seperti krim atau lotion
(Mitsui, 1997).
Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol,
dan gliseril monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan
penstabil untuk emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel, 1989).
Proporsi bahan pengental yang ditambahkan dalam losion kulit yaitu
dibawah 2,5%. Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan losion
kulit bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi (Schmitt,
1996).
6

Salah satu cara untuk meminimalisir kecenderungan bergabungnya fase


terdispersi adalah dengan mengentalkan produk. Hal in juga akan membuat
emulsi menjadi stabil. Kestabilan sistem emulsi ini ditandai dengan semakin
berkurangnya kemungkinan penggabungan partikel sejenis dan rendahnya
laju rata-rata pengendapan yang terjadi (Glicksman, 1983).

3. Minyak mineral

Minyak mineral (parafin cair) adalah campuran hidrokarbon cair yang


berasal dari sari minyak tanah. Minyak ini merupakan cairan bening, tidak
berwarna, tidak larut dalam alkohol maupun air, jika dingin tak berbau dan
tidak berasa, namun jika dipanaskann sedikit berbau minyak tanah. Minyak
mineral berfungsi sebagai pelarut dan penambah viskositas dalam fase
minyak (Depkes RI, 1993).
Parafin merupakan hidrokarbon yang jenuh dan dapat mengikat atom
hidrogen secara maksimal sehingga bersifat tidak reaktif. Bahan ini memiliki
kompatibilitas yang sangat baik terhadap kulit. Minyak mineral mempunyai
peranan yang khas sebagai occlusive emolien (Mitsui, 1997).
Emolien didefinisikan sebagai sebuah media yang bila digunakan pada
lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengahruhi akan
mempengaruhi kelembautan kulit dengan adanya hidrasi ulang. Dalam losion
kulit, emolien yang digunakan memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu
kulit. Fenomena ini dapat menjelaskan timbulnya rasa nyaman, kering, dan
tidak berminyakk bila losion kulit dioleskan pada kulit. Kisaran penggunaan
pelembut adalah 0,5-15% (Schmitt, 1996).

4. Gliserin

Gliserin (C3H8O3) disebut juga gliserol atau gula alkohol, merupakan


cairan yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai
rasa manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam
pelarut organik (Doerge, 1982).
Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam
pembuatan losion kulit. Humektan adalah komponen yang larut dalam fase
air dan merupakan bagian terpenting dalam losion kulit. Bahan ini
ditambahkan ke dalam sediaan kosmetik untuk mempertahankan kandungan
7

air produk pada permukaan kulit saat pemakaian. Humektan berpengaruh


terhadap kulit yitu melembutkan kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
agar tetap seimbang. Humektan juga berpengaruh terhadap stabilitas losion
kulit yang dihasilkan karena dapat mengurangi kekeringan ketika produk
disimpan pda suhu ruang (Mitsui, 1997).
Komposisi gliserin yanng digunakan pada formula berkisar 3-10%.
Gliserin diperoleh dari hasil samping industri sabun atau asam lemak dari
tanaman dan hewan (Mitsui 1997). Gliserin tidak hanya berfungsi sebagai
humektan tetapi juga berfungsi sebagai pelarut, penambah viskositas, dan
perawaatan kulit karena dapat melumasi kulit sehingga mencegah terjadinya
iritasi (Depkes RI, 1993).
Gliserin yang diperoleh dari penyabunan dipisahkan melalui proses
penyulingan dan dapat digunakan sebagai pelembab dalam tembakau,
industri farmasi, dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus gugus
hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah
penguapan air (Fessenden dan Fessenden, 1982).

5. Trietanolamin

Trietanoamin ((CH2OHCH2)3N) atau TEA merupakan cairan tidak


berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, dan higroskopis. Cairan ini dapat larut air dan etanol tetapi sukar
larut dalam eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada
fasa air dalam sediaan losion kulit (Depkes, RI 1993).
TEA merupakan bahan kimia organik yang terdiri dari amin dan alkohol
dan berfungsi sebagai penyeimbang pH pada formulasi losion kulit. TEA
tergolong dalam basa lemah.

6. Metil paraben

Metil paraben (C8H8O3) merupakan zat berwarna putih atau tidak


berwarna, berbentuk serbuk halus, dan tidak berbau. Zat ini mudah larut
dalam etanol 95%, eter, dan air tetapi sedikit larut dalam benzena dan karbon
tetraklorida (Depkes RI, 1993).
Metil paraben sering digunakan dalam losion kulit karena dapat
mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur serta dapat mempertahankan
losion kulit dari mikroorganisme yang dapat merusak kulit (Rieger, 2000).
8

Metil paraben termasuk salah satu jenis pengawet yang biasa digunakan
dalam pembuatan losion kulit. Bahan pengawet yang biasa ditambahkan
pada pembuatan losion kulit sebesar 0,1-0,2%. Pengawet yang digunakan
sebagai tambahan pada produk menyebabkan mikroba tidak dapat tumbuh
karena pengawet bersifat anti mikroba. Pengawet harus ditambahkan pada
suhu yang tepat pada saat proses pembuatan losion kulit, yaitu antara suhu
35-45°C agar tidak merusak bahan aktif yang terdapat dalam pengawet
tersebut (Schmitt 1996).
Pengawet yang baik memiliki beberapa persyaratan, antara lain: efektif
mencegah tumbuhnya berbagai macam organisme yang dapat menyebabkan
penguraian bahan, dapat bercampur dengan bahan lainnya secara kimia,
tidak menyebabkan iritasi, tidak mempengaruhi pH produk, tidak mengurangi
efektivitas produk, tidak menyebabkan perubahan pada produk (bau dan
warna), memiliki kestabilan pada rentang pH (netral-alkali) dan suhu yang
luas, mudah didapat, dan harga yang ekonomis (Mitsui, 1997).

7. Pewangi

Hampir setiap jenis kosmetik menggunakan zat pewangi yang terutama


berguna untuk menambah nilai estetika produk yang dihasilkan. Pewangi
yang biasa digunakan adalah minyak (essential oil). Minyak parfum yang
digunakan biasanya dalam jumlah yang kecil sehingga tidak menyebabkan
iritasi (Schuller dan Romanowski, 1999).
Penambahan pewangi dalam produk merupakan upaya agar produk
mendapatkan tanggapan yang positif. Pewangi sensitif terhadap panas, oleh
karenanya bahan ini ditambahkan pada temperature yang rendah (Rieger,
2000).
Jumlah pewangi yang ditambahkan harus serendah mungkin yaitu
berkisar antara 0,1-0,5%. Pada proses pembuatan losion kuit pewangi
dicampurkan pada suhu 35°C agar tidak merusak emulsi yang sudah
terbentuk (Schmitt, 1996).

8. Air Murni

Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam


pembuatan losion kulit. Air yang digunakan dalam pembuatan losion kulit
merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan,
proses penukaran ion dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion
dan mineral-mineral. Air murni hanya megandung molekul air saja dan di
deskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH
5-7, dan berfungsi sebagai pelarut (Depkes, RI 1993).
Pada pembuatan losion kulit, air merupakan bahan pelarut dan bahan
baku yang tidak berbahaya tetapi air mempunyai sifat korosi. Air murni juga
mengandung bahan pencemar untuk itu air yang digunakan untuk produk
kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu. Air yang digunakan juga dapat
mempengaruhi kestabilan dari emulsi yang dihasilkan. Pada system emulsi
air juga berperan penting sebagai emolien yang efektif (Mitsui, 1997).

B. Lidah Buaya

Lidah buaya (Aloe vera L.) merupakan tanaman asli Afrika, yang memiliki ciri
fisik daun berdaging tebal, sisi daun berduri, panjang mengecil pada ujungnya,
berwarna hijau, dan daging daun berlendir. Pada awalnya lidah buaya sebagai
tanaman hias yang ditanam di pekarangan rumah. Lidah buaya tumbuh subur di
daerah yang berhawa panas dan terbuka dengan kondisi tanah yang gembur
dan kaya bahan organik. Pembudidayaan lidah buaya tergolong sangat mudah
dan tidak memerlukan biaya dan perawatan yang besar. Hal ini akan mendorong
dan pertimbangan untuk menjadikan lidah buaya sebagai bahan baku makanan
(Sudarto, 1997).
Jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara komersil di dunia yakni
Curacao aloe atau Aloe vera (Aloe barbadensis Miller), yang ditemukan oleh
Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari Inggris, pada tahun 1768.
Aloe barbadensis Miller mempunyai nama sinonim yang binomial, yakni Aloe
vera dan Aloe vulgaris.
Menurut Furnawanthi (2002) taksonomi Aloe barbadensis Miller sebagai
berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae
Famili : Liliaceae
Genus : Aloe

9
10

Spesies : Aloe barbadensis Miller


Unsur-unsur kimia yang terkandung di dalam daging lidah buaya menurut
para peneliti antara lain: lignin, saponin, anthraquinone, vitamin, mineral, gula
dan enzim, monosakarida dan polisakarida, asam-asam amino essensial dan
non-essensial yang secara bersamaan dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan yang menyangkut kesehatan tubuh. Kekayaan akan kandungan bahan
yang didapat berfungsi sebagai bahan kosmetik, obat dan pelengkap gizi
menjadikan lidah buaya sebagai tanaman ajaib, karena tidak ada lagi tanaman
lain yang mengandung bahan yang menguntungkan bagi kesehatan selengkap
yang dimiliki tanaman tersebut. Di samping itu keistimewaan lidah buaya terletak
pada selnya yang mampu untuk meresap di dalam jaringan kulit, sehingga
banyak menahan kehilangan cairan yang terlalu banyak dari dalam kulit
(Hartanto dan Lubis, 2002).
Unsur utama dari cairan lidah buaya adalah aloin, emodin, resin, gum dan
unsur lainnya seperti minyak atsiri. Dari segi kandungan nutrisi, gel atau lendir
daun lidah buaya mengandung beberapa mineral seperti Zn, K. Fe dan vitamin
seperti vitamin A (Henry, 1979).
Lidah buaya tidak menyebabkan keracunan pada manusia maupun hewan,
sehingga sebagai bahan industri lidah buaya dapat diolah menjadi produk
makanan dalam bentuk serbuk, gel, jus dan ekstrak. Cairan yang keluar dari
potongan lidah buaya tadi bila diuapkan menjadi bentuk setengah padat, dapat
digunakan sebagai alat pencuci perut atau obat pencahar (Suryowidodo, 1998).
Kandungan zat gizi lidah buaya per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Lidah Buaya (Sumber: Departemen Kesehatan RI)
Zat Gizi Kandungan/100 g Bahan
Energi (Kal) 4,00
Protein (g) 0,10
Lemak (g) 0,20
Serat (g) 0,30
Abu (g) 0,10
Kalsium (mg) 85,00
Fosfor (mg) 186,00
Besi (mg) 0,80
Vitamin C (mg) 3,476
Vitamin A (IU) 4,594
Vitamin B1(mg) 0,01
Kadar Air (g) 99,20

Gel lidah buaya juga memperlihatkan aktivitas anti penuaan karena mampu
menghambat proses penipisan kulit dan menahan kehilangan serat elastin serta
menaikkan kandungan kolagen dermis yang larut air. Lidah buaya terbukti dapat
menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes (Okyar, et. al, 2001).
Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam
lendir lidah buaya terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap
kedalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan
kulit. Sehingga kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda. Lidah buaya dapat
mengatasi bengkak sendi pada lutut, batuk, dan luka. Lidah buaya juga dapat
membantu mengatasi sembelit atau susah buang air besar karena lendirnya
bersifat pahit dan mengandung laktasit, sehingga merupakan pencahar yang
baik (Hartawan, 2012).
Drug and Cosmetic Journal menyatakan bahwa rahasia keampuhan lidah
buaya terletak pada kandungan nutrisinya, yakni polisakarida (terutama
glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan
sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase terutama enzim-enzim pemecah
protein (protease). Enzim yang terakhir ini membantu memecahkan jaringan kulit
yang sakit sebagai akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri,
sehingga gel lidah buaya bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit.
Sementara itu, asam amino berfungsi menyusun protein pengganti sel yang
rusak (Furnawanthi, 2006).
Dalam proses sintesis kali ini, untuk mendapatkan ekstrak lidah buaya
digunakan jenis ekstraksi maserasi. Pelarut yang digunakan untuk proses
maserasi adalah etanol (C2H4) dengan perbandingan dengan bahan yang sudah
ditentukan.
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan
distribusi zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam
suatu pelarut tetapi mudah larut dalam pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat
ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan – bahan yang akan diekstrak dan
senyawa-senyawa yang akan diisolasi (Harbone, 1996).
Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia)
dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah
banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu
karena pemanasan (Pratiwi, 2009).

C. Biji Bunga Matahari

Bunga matahari (Helianthus annuus L.) termasuk famili compositae.Tanaman


bunga matahari berasal dari Meksiko dan Peru Amerika Latin. Di Indonesia,

11
12

bunga matahari sudah di teliti sejak tahun 1970. Pada mulanya tanaman bunga
matahari dikenal sebagai tanaman hias, kini manfaatnya semakin luas. Salah
satu produk utama bunga matahari adalah biji-bijinya yang diolah sebagai bahan
baku industri makanan berupa kuaci dan penghasil minyak nabati yang
dibutuhkan dalam industri minyak (Atjung, 1981)
Menurut Muliayawan dan Neti (2013) taksonomi Helianthus annuus L.
sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliosipda
Ordo : Asterales
Famili : Astereceae
Genus : Helianthus
Spesies : Helianthus annuus L.
Minyak biji bunga matahari diklasifikasikan sebagai minyak asam oleat
linoleat. Komposisinya meliputi asam linoleat (66%), asam oleat (21,3%), asam
palmitat (6,4%), asam arakidonat (4,0%), asam stearat (1,3%), dan asam
behenat (0,8%). Minyak biji bunga matahari juga mengandung lecithin,
karatenoid dan zat lilin. Minyak biji bunga matahari memiliki kandungan vitamin E
yang sangat tinggi. Secara topikal penggunaan minyak biji bunga matahari relatif
tidak menyebabkan iritasi dan tidak toksik (Rowe et. al, 2009).
Tabel 2. Kandungan Gizi Biji Bunga Matahari (Sumber: whfoods.org)
Zat Gizi Kandungan/35 g Bahan
Energi (Kal) 204,00
Fosfor (mg) 231,00
Magnesium (mg) 0,68
Selen (mcg) 18,55
Tembaga (mg) 0,63
Asam Folat (mcg) 79,45
Vitamin E (mg) 12,31
Vitamin B1 (mg) 0,52
Vitamin B3 (mg) 2,92
Vitamin B6 (mg) 0,47

Vitamin E berperan sebagai antioksidan untuk melindungi kerusakan


membran biologis akibat radikal bebas. Bentuk vitamin E yang dijumpai pada
kosmetik adalah jenis tokoferol dan tokotrienol (Ditjen POM, 1979).
Secara topikal vitamin E berperan besar dalam melindungi kulit dari berbagai
kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin E adalah adalah yang paling penting
bagi kulit karena ada pada kulit, vitamin E diproduksi oleh kelenjar sebaseus
pada kulit manusia yaitu alpha-dan gamma-tokoferol. Tokoferol ini merupakan
13

bagian dari mantel pelindung alami terhadap kerusakan kulit yang diakibatkan
oleh lingkungan. Tokoferol tersebut dihasilkan oleh kelenjar sebaseus menuju ke
permukaan kulit melalui sebum. Kerusakan kulit terjadi ketika produksi dan
jumlah vitamin E tidak mampu melawan keadaan lingkungan dan melawan
radikal bebas (Graf, 2005).
Vitamin E dapat dihasilkan secara alami. Secara alami vitamin E didapatkan
dari ekstraksi atau destilasi pemanasan dari minyak tumbuhan seperti jagung,
minyak kedelai, minyak biji bunga matahari dan gandum. (Rowe, 2009)
Ekstraksi minyak biji matahari dilakukan dengan metode eksraksi pelarut
yang menggunakan alat soxlet. Ditimbang ± 40 gram Biji bunga matahari yang
telah halus kemudian dibungkus dengan kertas saring yang berbentuk silinder,
pada bagian bawah dan bagian atas ditutup dengan kapas, selanjutnya
dimasukkan ke dalam seperangkat alat soklet dan diekstrak dengan pelarut
petroleum eter sebanyak 250 ml selama 4 jam. Minyak kasar hasil ekstraksi
dipisahkan dari pelarut dengan cara diuapkan dari minyak yang diperoleh
ditimbang. Hal yang sama dilakukan sebanyak tiga kali (Sudarmadji et. al, 1984).
Dalam ekstraksi minyak atau lemak pelarut berperan penting dalam
menentukan jumlah dari minyak atau lemak yang dihasilkan. Petroleum eter
merupakan bahan pelarut lipida non polar yang paling banyak digunakan dengan
alasan lebih selekatif terhadap lipida non polar, kurang berbahaya terhadap
resiko kebakaran dan ledakan, dan harganya relatif murah (Bernasconi et. al,
1995).
BAB III

METODE SINTESIS, ANALISIS, DAN KEWIRAUSAHAAN

A. Metode Sintesis

1. Sintesis Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbandensis Mill.)

1 kg lidah buaya dikupas


kulitnya, dicuci lendirnya,
2 liter etanol p. a. 96%
dan dihaluskan dengan
blender

Botol kaca coklat 2,5 liter

Didiamkan selama 3 x 24
jam, dengan
pengocokkan 2 kali sehari
selama 10 menit

Disaring dengan kain


flanel

Dihilangkan etanol
dengan destilasi
menggunakan rotary
evaporator pada suhu
40oC

Ekstrak Lidah Buaya


(Aloe barbandensis Mill.)

Gambar 1. Bagan Sintesis Ekstrak Lidah Buaya (Aloe barbandensis Mill.) dengan Metode Maserasi

14
15

2. Sintesis Ekstrak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)

250 gram biji bunga


matahari yang sudah
kering dihaluskan dengan
alu dan mortar

Dibuat weilbull dengan


Ditambahkan etanol 96%
tinggi yang sesuai,
hingga setengah volume
dimasukkan serbuk biji
labu didih dan soxhlet
bunga matahari

Soxhlet (sudah
tersambung dengan
pendingin dan labu didih)

Dilakukan ekstraksi pada


suhu 40oC selama 4 jam

Dihilangkan pelarut
dengan destilasi
menggunakan rotary
evaporator pada suhu

Ekstrak Biji Bunga


Matahari
(Helianthus annus L.)

Gambar 2. Bagan Sintesis Ekstrak Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.) dengan Metode
Ekstraksi Soxhlet
16

3. Sintesis Losion Kulit dari Campuran Bahan Organik dengan Ekstrak Lidah
Buaya (Aloe barbandensis Mill.) dan Biji Bunga Matahari (Helianthus
annuus L.)

Fase Air Fase Minyak


Air Suling 77% Asam stearat 1%
Gliserin 5% Setil alkohol 2%
Trietanolamin 2% Minyak Zaitun 12,5%
Metil paraben 0,25%

Dihomogenkan pada suhu Dihomogenkan pada suhu


70-80oC 70-80oC

Dihomogenkan

Setelah stabil
ditambahkan
Ekstrak Lidah Buaya dan
Ekstrak Biji Bunga
Matahari pada suhu 40oC

Ditambahkan Parfum 1%
pada suhu 30oC

Losion Kulit

Gambar 3. Bagan Sintesis Losion Kulit dari Campuran Bahan Organik dengan Ekstrak Lidah Buaya
(Aloe barbandensis Mill.) dan Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus L.)
B. Metode Analisis

Analisis produk Losion Kulit dari Campuran Bahan Organik dengan Ekstrak
Lidah Buaya (Aloe barbandensis Mill.) dan Biji Bunga Matahari (Helianthus
annuus L.) meliputi beberapa parameter dengan metode tertentu, yaitu:

1. Uji Hedonik dengan Metode Organoleptik

a. Dasar:
Uji organoleptik berdasarkan pada pengamatan dengan
menggunakan panca indera meliputi aroma atu bau, warna, dan tekstur
atau kelembutan terhadap losion.
b. Cara kerja:
1) Aroma
Cara kerja:
a) Contoh disiapkan diatas piring kecil.
b) Dibaui dan dicatat keadaan aroma yang timbul.
2) Warna
Cara kerja:
a) Contoh disiapkan diatas piring kecil secukupnya.
b) Diamati warnanya dan dicatat.
3) Tekstur atau Kelembutan
Cara Kerja:
a) Contoh disiapkan diatas piring kecil.
b) Diambil contoh sedikit dengan ujung jari, kemudian dioleskan
ke tangan.
c) Berilah penilaian terhadap tekstur contoh.

2. pH dengan Metode Potensiometer

a. Dasar:
Adanya ion H+ dalam larutan contoh dapat diukur dengan
menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi degan larutan penyangga
pH 4 dan larutan penyangga pH 7, sehingga dapat diketahui pHnya.
b. Cara Kerja:
1) pH meter di “warming up” dan dikalibrasi dengan larutan
penyangga pH 4 dan larutan penyangga pH 7.

17
18

2) Ditimbang ± 1 gram contoh ke dalam piala gelas 100 mL,


kemudian diencerkan dengan air suling yang netral (pH 7).
3) Diukur pH larutan dengan pH meter.

3. Bobot Jenis dengan Metode Gravimetri

a. Dasar:
Dengan membandingkan antara bobot contoh dengan bobot air yang
dilakukan pada keadaan yang sama, maka bobot jenis dari contoh dapat
diketahui.
b. Cara Kerja:
1) Dibilas piknometer dengan alkohol.
2) Dikeringkan dengan hair dryer.
3) Ditimbang piknometer kosong (a gram).
4) Ditimbang piknometer berisi air (b gram).
5) Piknometer dikeringkan kembali.
6) Ditimbang piknometer berisi contoh (c gram).
c. Perhitungan:
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑐 − 𝑎)
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟 (𝑏 − 𝑎)

4. Viskositas dengan Metode Brookfield

a. Dasar:
Dengan mengukur tenaga putaran yang diperlukan untuk memutarkan
spindle yang dicelupkan ke dalam sampel dengan kecepatan tertentu
dapat diketahui nilai kekentalannya. Semakin kuat tenaga untuk memutar
spindle maka hambatannya semakin besar dan berbanding lurus dengan
nilai kekentalannya.
b. Cara Kerja:
1) Dinyalakan viskotester dan diamkan sebentar untuk “warming up”.
2) Contoh dimasukkan ke dalam piala gelas 400 mL sebanyak ± 250
mL.
3) Dicelupkan spindle ke dalam contoh.
4) Dilihat nilai kekentalan dari hasil pembacaan viskotester.
19

5. Kadar Pengawet (Metil paraben) dengan Metode Asidimetri

a. Dasar:
Metil paraben (Metil p-hidroksi benzoat) dalam contoh direaksikan
dengan NaOH 0,1N berlebih terukur dalam keadaan panas, kemudian
dititar dengan HCl 0,1N dengan penambahan indikator PP hingga
mencapai titik akhir tidak berwarna. Untuk mengetahui banyaknya NaOH
yang bereaksi dengan metil paraben, maka dilakukan blanko.
b. Reaksi:

+ NaOH + H2O

2NaOH + H2SO4 Na2SO4 + 2H2O


c. Cara Kerja:
1) Ditimbang ± 5 gram contoh, dimasukkan dalam piala gelas 400
mL.
2) Dipindahkan ke dalam erlenmeyer.
3) Dididihkan dengan 50 mL NaOH 0,1N berlebih terukur selama 30
menit.
4) Ditambahkan indikator PP.
5) Dititrasi dengan HCl 0,1N hingga diperoleh titik akhir tak berwarna.
6) Dilakukan blanko.
d. Perhitungan:
𝑉(𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ) × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 158 × 𝑓𝑝
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑤𝑒𝑡 = × 100%
𝑚𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
*158 = Bst Metil paraben
20

6. Bakteri dengan Metode Angka Lempeng Total (ALT)

a. Dasar:
Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasi dalam
pembenihan media PCA (Plate Count Agar) selama 24-48 jam pada suhu
37°C dalam inkubator.
b. Cara Kerja:
1) Dipipet 1 mL contoh dan diencerkan dengan 9 mL larutan
fisiologis.
2) Disiapkan 4 tabung reaksi, masing-masing diberi label 10-1, 10-2,
10-3, dan blanko.
3) Dipipet masing-masing 9 mL Buffered Peptone Water (BPW) ke
dalam tabung reaksi.
4) Dipipet 1 mL suspensi contoh tersebut ke dalam tabung 10-1,
dihomogenkan. Lalu dipipet 1 mL dari tabung 10-1 kedalam tabung
10-2, dihomogenkan. Kemudian dipipet 1 mL dari tabung 10-2
kedalam tabung 10-3, dihomogenkan.
5) Dipipet 0,1 mL dari masing-masing pengenceran ke dalam cawan
petri yang telah steril dan siapkan blanko.
6) Dimaukkan media PCA ke dalam masing-masing cawan petri, lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.
7) Dihitung jumlah koloni bakteri.
c. Perhitungan:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐴𝐿𝑇 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

7. Jamur (Kapang dan Khamir) dengan Metode Angka Lempeng Total (ALT)

a. Dasar:
Pertumbuhan jamur (kapang dan khamir) setelah contoh diinkubasi
dalam pembenihan media PDA (Potatoes Dextrose Agar) selama 24-48
kam pad suhu 37°C dalam inkubator.
b. Cara kerja:
1) Dipipet 1 mL contoh dan diencerkan dengan 9 mL larutan
fisiologis.
21

2) Disiapkan 4 tabung reaksi, masing-masing diberi label 10-1, 10-2,


10-3, dan blanko.
3) Dipipet masing-masing 9 mL Buffered Peptone Water (BPW) ke
dalam tabung reaksi
4) Dipipet 1 mL suspensi contoh tersebut ke dalam tabung 10-1,
dihomogenkan. Lalu dipipet 1 mL dari tabung 10-1 kedalam tabung
10-2, dihomogenkan. Kemudian dipipet 1 mL dari tabung 10-2
kedalam tabung 10-3, dihomogenkan.
5) Dipipet 0,1 mL dari masing-masing pengernceran kedalam cawan
petri yang telah steril dan siapkan blanko.
6) Dimasukkan media PDA kedalam masing-masing cawan petri lalu
diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.
7) Diamati dan hitung pertumbuhan jamur (kapang dan khamir) pada
setiap cawan petri.
c. Perhitungan:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔/𝑘ℎ𝑎𝑚𝑖𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐴𝐿𝑇 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

8. Coliform dengan Metode Angka Paling Mungkin (APM)

a. Dasar:
Pertumbuhan bakteri bentuk coli ditandai dengan terbentuknya gas
dalam tabung durham yang berisi TSB (Tryptic Soy Broth), diinkubasi
selama 24-48 jam pada suhu 37°C. Bila diperoleh hasil positif, makan
dilakukan pemeraman pada media yang sesuai pada suhu 37°C selama
48 jam.
b. Cara Kerja:
1) Disiapkan 4 tabung reaksi, masing-masing diberi label 10-1, 10-2,
10-3, dan blanko.
2) Dipipet masing-masing 9 mL Buffered Peptone Water (BPW) ke
dalam tabung reaksi.
3) Dipipet 1 mL contoh ke dalam tabung 10-1, dihomogenkan. Lalu
dipipet 1 mL dari tabung 10-1 kedalam tabung 10-2, dihomogenkan.
Kemudian dipipet 1 mL dari tabung 10-2 kedalam tabung 10-3,
dihomogenkan.
22

4) Dipipet masing-masing 5 mL TSB kedalam tabung ulir.


5) Dipipet 1 mL BPW ke tabung ulir untuk blanko, dihomogenkan.
6) Dipipet 1 mL dari tabung 10-1 ke tiga buah tabung ulir dan
dihomogenkan.
7) Dilakukan tahap ke-6 pada pengenceran 10-2 dan 10-3.
8) Dihilangkan gelembung udaranya dan dmasukkan ke piala gelas.
9) Diinkubasi pada suhu 37°C selama 48 jam.
10) Diamati perubahan warna dan gelembung pada tabung durham.
11) Dicatat hasil pengamatan lalu dibandingkan dengan Tabel Standar
Sndeks Perhitungan Jumlah Bakteri (PJB) cara Angka Paling
Mungkin (APM).
c. Perhitungan
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑙𝑖𝑓𝑜𝑟𝑚 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐴𝑃𝑀 =
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

9. Staphylococcus aureus dengan Metode Media Selektif

a. Dasar:
Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasi dalam
pembenihan media MSA (Mannitol Salt Agar) selama 24 jam pada suhu
37°C.
b. Cara Kerja:
1) Dituang media MSA ke dalam cawan petri dan ditunggu sampai
padat.
2) Dicelupkan ose pijar kedalam larutan fisiologis, kemudian
dicelupkan ke dalam contoh.
3) Digoreskan pada media padat kemudian di inkubasi pada suhu
35-37°C selama 24 jam.
4) Diamati ada atau tidaknya bakteri Staphylococcus aureus.

10. Pseudomonas aeruginosa dengan Metode Media Selektif


a. Dasar:
Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasi dalam
pembenihan media CA (Cetrimide Agar) selama 24 jam pada suhu 37°C.
b. Cara Kerja:
1. Dituang media CA ke dalam cawan petri dan ditunggu sampai
padat.
2. Dicelupkan ose pijar kedalam larutan fisiologis, kemudian
dicelupkan ke dalam contoh.
3. Digoreskan pada media padat kemudian di inkubasi pada suhu
35-37°C selama 24 jam.
4. Diamati ada atau tidaknya bakteri Pseudomonas aeruginosa.

C. Kewirausahaan

Prospek usaha ini bila dilanjutkan dapat menghasilkan keuntungan yang


cukup baik dan dapat bersaing dengan produk losion kulit lain di pasaran. Hal ini
dapat dilihat dari berapa liter yang dihasilkan ketika satu kali produksi, karena
produksi losion ini komposisi terbesarnya hanya air.

Tabel 3. Anggaran bahan baku untuk produksi 2 liter (20 kemasan)

No. Bahan Jumlah Harga


1 Lidah Buaya 1 Kg -
2 Biji Bunga Matahari 250 gram Rp30.000,00
3 Minyak Zaitun 250 mL Rp80.000,00
4 Gliserol 100 mL Rp8.000,00
5 Trietanolamin 40 mL Rp18.000,00
6 Asam Sitrat 5 gram Rp500,00
7 Metil paraben 2 gram Rp400,00
8 Asam Stearat 20 gram Rp2.000,00
9 Setil alkohol 40 gram Rp5.000,00
10 Parfum 20 mL Rp15.000,00
Total Rp158.900

Tabel 4. Anggaran packaging untuk 20 kemasan

No. Bahan Satuan Jumlah Harga


1 Botol 100 mL Rp1.750,00 20 buah Rp35.000,00
2 Label Merek Rp700,00 20 buah Rp14.000,00
Total Rp49.000,00

Biaya total produksi (2 liter) : Rp207.900,00


Harga jual per botol (100 mL) : Rp12.500,00
Pendapatan per 20 botol (2 liter) : Rp250.000,00
Keuntungan : Rp42.000,00
Presentase keuntungan : 20,25%

23
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis dari losion kulit dari bahan baku campuran organik dengan
ekstrak lidah buaya (Aloe barbandensis Mill.) dan biji bunga matahari (Helianthus
annuus L.) menurut SNI No. 16-4399-1996 tentang sediaan tabir surya sebagai
berikut.
No. Parameter Satuan Standar Hasil Keterangan
1 Penampakan - Homogen Homogen Sesuai
Bau - - Normal -
Warna - - Normal -
Kelembutan - - Normal -
2 pH - 4,0 - 8,0 6,45 Sesuai
3 Bobot Jenis gr/cm3 0,95 - 1,05 0,76 Tidak Sesuai
4 Viskositas cps 2000 - 50000 5327,8 Sesuai
5 Pengawet (Metil Paraben) % 0,1 – 0,5 0,31 Sesuai
6 Bakteri koloni/gram Maks. 102 Negatif Sesuai
7 Jamur kolonigram Negatif Negatif Sesuai
8 Koliform APM/gram <3 <3 Sesuai
9 Staphylococcus aureus koloni/gram Negatif Negatif Sesuai
10 Pseudomonas aeruginosa koloni/gram Negatif Ngeatif Sesuai

Dari hasil analisis didapatkan parameter bobot jenis yang tidak memenuhi
standar yaitu bobot jenis yang didapatkan lebih kecil dari pada standar. Hal ini
disebabkan karena adanya gelembung udara yang terlarut dalam losion
sehingga mengurangi bobot losion. Gelembung udara ini muncul akibat udara
yang ikut terlarut ketika pengadukan kuat dalam proses pembuatan emulsi.
Solusi untuk masalah ini adalah dengan penambahan dimetikon. Dimetikon
merupakan salah satu minyak silikon yang biasanya ditambahkan ke dalam
sediaan kosmetik yang berfungsi menyerap udara terlarut. Tidak digunakan
dimetikon kerana sulit ditemukan dan harganya yang sangat mahal.
Untuk parameter kadar pengawet didapatkan hasil yang memenuhi standar.
Namun, pemilihan metode asidimetri yang lebih memungkinkan untuk terjadi
kesalahan karena pH larutan yang tidak netral. Adanya minyak atau trigliserida
dalam sampel memungkinkan NaOH tidak hanya bereaksi dengan metil paraben,
namun terjadi reaksi penyabunan terhadap minyak atau trigliserida tersebut.
Maka fase minyak dan air harus dipisahkan dulu dengan ekstraksi dan diisolasi
fas airnya karena metil paraben larut dalam air. Metode yang lebih teliti untuk
menentukan kadar metil paraben adalah metode yodometri. Tetapi karena
digunakan preaksi campuran brom dan HCl pekat yang sangat berbahaya maka
metode ini tidak digunakan.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis losion kulit dari campuran bahan organik dengan
ekstrak lidah buaya (Aloe barbandensis Mill.) dan biji bunga matahari (Helianthus
annuus L.) yang dibandingkan dengan SNI No. 16-4399-1996 tentang sediaan
tabir surya telah sesuai dengan standar, kecuali parameter bobot jenis. Namun
dapat disimpulkan bahwa produk ini layak untuk digunakan.

B. Saran

Disarankan untuk menambahkan dimetikon ke dalam komposisi losion untuk


menghilangkan gelembung udara pada sistem emulsi dan mencari metode untuk
menentukan kadar pengawet khususnya metil paraben yang mempunyai tingkat
ketelitian lebih tinggi lagi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Atjung. 1981. Tanaman Yang Menghasilkan Minyak, Tepung Gula. Jakarta:


Yasaguna.

Ansel, H. C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh: F.


Ibrahim. Jakarta: UI-Press.

Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Staubel dan E. Schneiter. 1995.


Teknologi Kimia. Jilid 2. Diterhemahkan oleh: Lienda Handojo. Jakarta: P.T.
Pranya Paramita.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1993. Kodeks Kosmetik


Indonesia. Volume I. Edisi ke-2. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan.

[Ditjen POM] Direktur Jendral Pengawasan Obat dan makanan. 1979.


Farmakope Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia

Doerge, R. F. 1982. Buku Teks Wilson dan Gilsvold Kimia Farmasi dan Medisinal
Organik. Bagian II. Diterjemahkan oleh: A. M. Fatah. Semarang: IKIP
Semarang Press.

Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik. Edisi ke-3.
Diterjemahkan: A.H. Pudjaatmaka, penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib.
Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Glicksman, M. 1997. Food Hydrocolloids. Florida: CRC Press.

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. Diterjemahkan oleh : K. Padmawinata dan I. Soediro. Bandung:
Penerbit ITB.

Hartanto, E. S, dan E. H. Lubis. 2002. Pengolahan Minuman Sari Lidah Buaya


(Aloe vera Linn.). Warta IHP/J. Agro-Based Industry.

Hartawan, E. Y. 2012. Sejuta Khasiat Lidah Buaya, Edis ke-I. Jakarta: Pustaka
Diantara.

Henry, R. 1979. An Update Review of Aloe vera. Cosm and Toiletries.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. New York: Elsevier.

Mateljan, George. 2017. Sunflower Seeds. New York: http://www.whfoods.org/


genpage.php?tname=foodspice&dbid=57, Diakses pada 13 Juli 2012 pukul
5.43 WIB.

Muliyawan, D., dan Neti S. (2013). A-Z tentang Kosmetik. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.

26
27

Nussinovitch, A. 1997. Hydrocolloid Applications. London: Blackie Academic &


Professional.

Okyar, A., A. Can, N. Akev, G. Baktir, dan N. Sutlupinar. 2001. Effect of Aloe vera
Leaveson Blood Glucose Level in Type I and Type II Diabetic Rat Models.
Phytoter res. 15.

Pratiwi, I. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap
Bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium. Surakarta:
Jurusan Biologi FMIPA UNS.

Rieger, M. 2000. Harry`s Cosmeticology. Edisi ke-8. New York: Chemical


Publishing Co Inc.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipiens. Edisi ke-6. Amerika: Pharmaceutical Press.

Schmitt, W. H. 1996. Skin Care Products. Chemistry and Technology of


Cosmetics and Toiletries Industries Industry. Edisi ke-2. London: Blackie
Academy and Profesional.

Schuller, R., dan P. Romanowski. 1999. Beginning Cosmetic Chemistry. London:


Allured Publishing Coorporation.

[SNI] Standar Nasional Indonesia 164399. 1996. Sediaan Tabir Surya. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sudarto, Yudo. 1997. Lidah Buaya. Yogyakarta: Kanisius.

Suryani, A., I. Sahilah, dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan
Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor.

Wasitaatmadja, Sjarif M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-


Press.
LAMPIRAN

1. Uji Hedonik dengan Metode Organoleptik

Tanggal Mulai: 20 September 2017 Tanggal Selesai: 20 September 2017

UJI HEDONIK (MUTU)

Skala Hedonik Bau Kelembutan

Harum luar biasa/lembut


1
luar biasa
Sangat harum/sangat
3 3
lembut
Harum/lembut 6 10

Agak harum/agak lembut 7 5

Tidak harum/tidak lembut 2 2

Sangat tidak
harum/sangat tidak 1
lembut
Amat sangat tidak
harum/amat sangat tidak
lembut

UJI MUTU (KESUKAAN)

Skala Hedonik Bau Warna Kelembutan

Sangat suka 1 1

Suka 6 4 10

Agak suka 8 6 3

Netral 3 8 3

Tidak suka 2 2 2

Sangat tidak suka

2. pH dengan Metode Potensiometer

Tanggal Mulai: 13 September 2017 Tanggal Selesai: 13 September 2017

pH terbaca: 6,45

28
29

3. Bobot Jenis dengan Metode Gravimetri

Tanggal Mulai: 14 September 2017 Tanggal Selesai: 14 September 2017

Data Pengamatan
Bobot piknometer kosong : 30,8367 gram Suhu air : 28OC
Bobot piknometer + air : 57,0265 gram Densitas air : 0,99626 gr/cm3
Bobot piknometer + sampel : 50,8241 gram
Bobot air : 26,1898 gram
Bobot sampel : 19,9874 gram
Perhitungan
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑥 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑖𝑟
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑖𝑟
19,9874 gram
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = 𝑥 0,99626 gr/cm3
26,1898 gram
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 = 0,76 gr/cm3

4. Viskositas dengan Metode Brookfield

Tanggal Mulai: 14 September 2017 Tanggal Selesai: 14 September 2017

Data Pengamatan
Spindle : 30,8367 gram
Viskositas : 57,0265 gram
Keterimaaan : 50,8241 gram
30

5. Kadar Pengawet (Metil paraben) dengan Metode Asidimetri

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017

Data Pengamatan
Simplo Duplo
Wadah + sampel : 64,5400 gram Wadah + sampel : 65,5580 gram
Wadah kosong : 64,5147 gram Wadah kosong : 64,5178 gram
Sampel : 1,0253 gram Sampel : 1,0402 gram
mL penitar : 12,80 mL mL penitar : 12,85 mL
mL blanko : 13,2 mL mL blanko : 13,2 mL
N penitar : 0,0562 N N penitar : 0,0562 N
Perhitungan
𝑉(𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ) × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 158 × 𝑓𝑝
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑤𝑒𝑡 = × 100%
𝑚𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
(13,2 − 12,8) × 0,0562 × 158 (13,2 − 12,85) × 0,0562 × 158
× 100% × 100%
1025,3 1040,2
= 0,33% = 0,29%

6. Bakteri dengan Metode Angka Lempeng Total (ALT)

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017


Pengenceran
Pengulangan Blanko
10-1 10-2 10-3
Simplo 0 0 0 0
Duplo 0 0 0 0
Jumlah 0 0 0 0

7. Jamur (Kapang dan Khamir) dengan Metode Angka Lempeng Total (ALT)

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017


Pengenceran
Pengulangan Blanko
10-1 10-2 10-3
Simplo 0 0 0 0
Duplo 0 0 0 0
Jumlah 0 0 0
31

8. Coliform dengan Metode Angka Paling Mungkin (APM)

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017


Pengenceran
Pengulangan +
10-1 10-2 10-3
Simplo - - -
Duplo - - - 0
Triplo - - -

9. Staphylococcus aureus dengan Metode Media Selektif

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017

Pengulangan Hasil

Simplo Negatif

Duplo Negatif

10. Pseudomonas aeruginosa dengan Metode Media Selektif

Tanggal Mulai: 18 September 2017 Tanggal Selesai: 18 September 2017

Pengulangan Hasil

Simplo Negatif

Duplo Negatif

Anda mungkin juga menyukai