Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN KECANDUAN GAME ONLINE DENGAN PERILAKU

AGRESIF REMAJA DI MAN 2 KAB. GORONTALO

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti


Ujian Sarjana Keperawatan

Oleh :

RADIFAN ADRIANSYAH
NIM: 841417135

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa anak-

anak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan

berakhir pada usia belasan tahun atau awal 20-an tahun. Menurut WHO,

remaja adalah penduduk yang berada dalam rentang usia 10-19 tahun,

sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) memberikan pengelompokan usia remaja yakni 10-24 Tahun dan

belum menikah (Pranindhita, 2020).

Pada masa pubertas atau masa menjelang dewasa, remaja akan mengalami

banyak pengaruh dari luar yang bisa menyebabkan remaja terpengaruh oleh

lingkungan sekitar. Remaja yang tidak bisa menyesuaikan atau beradaptasi

dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah berpotensi melakukan perilaku

yang maladaptive, contohnya perilaku agresif yang dapat merugikan orang

lain dan diri sendiri (Santrock, 2017). Perilaku-perilaku agresif ini dapat

menyebabkan kerugian bagi orang lain, seperti yang dikatakan oleh Sarwono

(2015) bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang merugikan dan

menimbulkan korban pada pihak orang lain. Restu & Yusri (2013) juga

menambahkan bahwa perilaku agresif memiliki dampak negatif bagi pelaku

dan korban.

Perilaku agresif remaja sudah menjadi masalah yang universal dan akhir-

akhir ini cenderung semakin meningkat. Berita tentang terlibatnya para remaja

dalam berbagai bentuk kerusuhan, tawuran, perkelahian, dan tindak kekerasan


lainnya semakin sering terdengar. Perilaku agresif remaja sangat beragam dan

kompleks (Lukmana,2011). Menurut Netrasari, E (2015), faktor penyebab

perilaku agresif meliputi dua aspek, yakni antecedent internal (berasal dari diri

sendiri) dan antecedent eksternal (berasal dari lingkungan). Satria (2015)

menambahkan bahwa salah satu faktor eksternal yang menjadi penyebab

terjadinya perilaku agresif pada remaja yakni disebabkan oleh kecanduan

remaja pada game online.

Game online adalah permainan yang dapat dimainkan oleh banyak orang

pada waktu yang bersamaan melalui jaringan internet (Adams, 2013). Game

online tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga memberikan tantangan

yang menarik untuk diselesaikan sehingga individu bermain game online

tanpa memperhitungkan waktu demi mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan

gamer tidak hanya menjadi penikmat game online tetapi juga dapat menjadi

pecandu game online (Pratiwi, 2012).

Prevalensi pengguna game online yang tarbaru dikeluarkan oleh Newzoo

(Global Games Market Report) pada tahun 2018, menunjukan bahwa jumlah

pengguna game online di dunia sebanyak 2,3 miliar, kemudian pengguna

game online di kawasan Asia Pasifik berjumlah 1,2 miliar atau kurang lebih

sekitar 50% dari total populasi pengguna game online di dunia, dan di

Indonesia sendiri jumlah pengguna game online mencapai 82 juta jiwa dan

bahkan Indonesia saat ini menempati peringkat ke 17 didunia dengan

pendapatan melalui game online (Fraldy Robert Mais, Sefti S.J.Rompas,

2020).
Dilansir dari American Medical Association bahwa, pada tahun 2007

terdapat 90% remaja Amerika bermain game online dan 15% atau lebih dari 5

juta remaja mengalami kecanduan game online, sedangkan di Cina pada tahun

2007 terdapat 10% atau 30 juta remaja yang mengalami kecanduan game

online (Young, 2009). Situs resmi game online Indonesia yaitu detiknet

menyatakan bahwa pada tahun 2010 terdapat 50% jumlah pengguna game

online di Indonesia adalah pelajar dan mahasiswa (Hariyanto, 2009). Hal ini

menunjukkan bahwa rata-rata pengguna game online baik di luar negeri

maupun dalam negeri adalah remaja.

Menurut Gentille, Lynch, Linder dan Walsh (2004) bermain game online

dapat memberikan dampak negatif kepada pengguna-pengguna game online

tersebut. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari game online antara

lain adalah membuat penggunannya kecanduan dalam bermain game online

karena sistem level dalam game online yang membuat para penggunanya

secara terus menerus bermain demi mencapai level yang lebih tinggi, sehingga

tanpa disadari hal tersebut membuat penggunanya mengalami kecanduan

game online.

Kecanduan game online merupakan suatu sikap yang berlebihan dalam

bermain game online dimana para penggunanya akan terus menerus bermain

dan sulit untuk berhenti (Nurdilla, 2018). World Health Organisation (WHO)

saat ini sudah resmi menyatakan bahwa kecanduan game online sebagai

penyakit gangguan mental untuk pertama kalinya dalam 11th Revision of the

International Classification of Diseases (ICD-11). Penyakit kecanduan game


online ini mempunyai beberapa karakteristik antara lain pola perilaku bermain

secara terus-menerus yang ditandai dengan gangguan kontrol terhadap game,

sehingga game lebih diutamakan dari pada kebutuhan hidup lainnya (WHO,

2018).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Merita (2018)

pada siswa di SMP Sawunggaling Jombang dengan menggunakan 35

responden sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian didapatkan bahwa

intensitas kecanduan game online dari 35 siswa di SMP Sawunggaling

Jombang, 18 siswa (51,4%) siswa berada pada kategori sedang. Dikatakan

sedang karena di lihat dari frekuensi bermain dalam kategori sedang. Siswa

mengaku bahwa bermain game hanyalah sebagai penghilang rasa bosan.

Peneliti juga menambahkan bahwa dari hasil penelitian, siswa yang berjenis

kelamin laki-laki lebih cenderung suka bermain game online sehingga

menyebabkan kecanduan dan lupa waktu. Alasan remaja laki-laki lebih

memilih dan menyukai bermain game online karena game tersebut memiliki

banyak variasi bermain dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda dan juga

menarik.

Sedangkan berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti di MAN 2

Kab. Gorontalo pada siswa laki-laki XI IPA & IPS, didapatkan hasil

wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2021 dimana delapan siswa

mengaku sering bermain game online sehari lebih dari 3 kali dengan waktu

lama bermain lebih dari 1 jam. Siswa juga mengatakan keingian bermain

game online meningkat akibat pandemic COVID-19 atau akibat dirumah


seharian. Alasan siswa bermain game online yaitu karena permainnya yang

menantang dan seru dimainkan dbersama teman-teman dengan waktu yang

bersamaan. Selain itu, hasil juga menunjukkan ada tindakan perilaku agresif

yang di timbulkan oleh siswa, seperti berkelahi bersama teman akibat kalah

dalam game dan bahkan bolos sekolah akibat mengantuk karena begadang

main game. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kecanduan

game online dengan perilaku agresif pada siswa di MAN 2 Kab. Gorontalo.

Berdasarkan observasi, wawancara dan penelitian sebelumnya maka

peneliti ingin melakukan penelitian tentang ”Hubungan kecanduan game

online dengan perilaku agresif remaja di MAN 2 Kab. Gorontalo”.

1.2 Identifikasi masalah

1. Newzoo (Global Games Market Report) pada tahun 2018, menunjukan

bahwa jumlah pengguna game online di dunia sebanyak 2,3 miliar,

kemudian pengguna game online di kawasan Asia Pasifik berjumlah 1,2

miliar atau kurang lebih sekitar 50% dari total populasi pengguna game

online di dunia.

2. Newzoo (Global Games Market Report) pada tahun 2018, menunjukan

bahwa jumlah pengguna game online Indonesia mencapai 82 juta jiwa dan

bahkan Indonesia saat ini menempati peringkat ke 17 didunia dengan

pendapatan melalui game online.

3. Situs resmi game online Indonesia yaitu detiknet menyatakan bahwa pada

tahun 2010 terdapat 50% jumlah pengguna game online di Indonesia

adalah pelajar dan mahasiswa.


4. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di MAN 2 KAb. Gorontalo,

delapan siswa mengaku bermain game online sehari lebih dari 3 kali

dengan waktu lama bermain lebih dari 3 jam. Siswa juga mengatakan lebih

sering bermain game pada saat pandemic saat ini karena hanya berada di

rumah sepanjang hari. Sedangkan tindakan perilaku agresif yang

dilakukan siswa berupa bolos sekolah karena mengantuk akibat begadang

main game online.

1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu ”Apakah ada hubungan kecanduan game online dengan

perilaku agresif remaja di MAN 2 Kab. Gorontalo?”

1.4 Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan kecanduan game online dengan

perilaku agresif remaja di MAN 2 Kab. Gorontalo.

2. Tujuan khusus

1. Untuk mengidentifikasi tingkat kecanduan bermain game online pada

remaja di MAN 2 Kab. Gorontalo.

2. Untuk mengidentifikasi perilaku agresif pada remaja di MAN 2 Kab.

Gorontalo.

3. Untuk menganalisa hubungan kecanduan game online dengan perilaku

agresif pada remaja di MAN 2 Kab. Gorontalo.


1.5 Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang

hubungan kecanduan game online dengan perilaku agresif pada remaja.

2. Manfaat praktis

1. Bagi orang tua

Dengan adanya fenomena game online diharapkan peran orang tua

dalam membatasi waktu dan mengawasi anak dalam bermain gadget.

2. Bagi sekolah

Sekolah diharapkan dapat menjadi acuan untuk menyusun metode

belajar yang disukai oleh siswa dan kegiatan yang postif sehingga

siswa bisa teralihkan dari bermain game online dan lebih focus belajar.

3. Bagi remaja

Dapat digunakan bahan sebagai informasi kepada remaja tentang

dampak bermain game online sehingga remaja mengerti bahaya

bermain game online.


BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Kajian teori

A. Konsep remaja

1. Definisi remaja

Menurut WHO (Who Health Organization) bahwa definisi

remaja digolongkan melalui tiga kriteria, yakni biologis,

psikologis, dan sosial-ekonomi. Sehingga dapat dijabarkan bahwa

remaja ialah suatu masa dimana individu berkembang dari saat

pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya

sampai saat ia mencapai kematangan sosial. Individu yang

mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

anak-anak menjadi dewasa. Serta individu yang mengalami

peralihan dari ketergantungan menjadi keadaan yang relatif lebih

mandiri (Sarwono, 2013).

Remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan

transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup

perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Santrock,

2003). Menurut (Piaget dalam Hurlock,2006), remaja berasal dari

bahasa latin (adolescere) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi

dewasa. Istilah adolescere seperti yang dipergunakan saat ini

mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental,

emosional, sosial, dan fisik.


Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan

antara masa anak-anak dan dewasa yang pada umumnya dimulai

pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun

atau awal 20-an tahun. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

yang berada dalam rentang usia 10-19 tahun, sedangkan menurut

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) memberikan pengelompokan usia remaja yakni 10-24

Tahun dan belum menikah (Pranindhita, 2020).

2. Fase-fase masa remaja

Menurut (Fatmawaty, n.d.) fase remaja dibagi menjadi 3

fase yaitu :

1. Pra pubertas

Pra pubertas merupakan periode sekitar 2 tahun sebelum

terjadinya pemasakan seksual yang sesungguhnya tetapi sudah

terjadi perkembangan fisiologis yang berhubungan dengan

pemasakan beberapa kelenjar endokrin. Hormon ini

memberikan stimulus dan menyebabkan suatu rasa yang belum

pernah dialami sebelumnya, yang tidak dimengerti dan

mengakhiri tahun-tahun anak yang menyenangkan.

2. Pubertas

Masa pubertas atau masa pemasakan seksual umumnya

terjadi antara usia 12-16 tahun pada remaja laki-laki dan 11-15
tahun pada remaja wanita. Pubertas awal pada remaja wanita

biasanya ditandai dengan menstruasi, sedangkan remaja laki-

laki ditandai dengan masa mimpi pertama yang tanpa

disadarinya mengeluarkan sperma.

3. Adolesensi

Masa adolensi sebagai masa remaja akhir atau batas dewasa

awal umumnya antara usia 18-21 tahun. Walaupun masih

banyak ditemukan seorang anak yang berusia lebih dari 21

tahun tetapi masih dalam pengawasan orangtuanya dan belum

bisa hidup mandiri secara ekonomi. Dalam hal ini paling tidak

remaja sudah paham akan norma-norma masyarakat dan sudah

memikirkan rencana kehidupan selanjutnya.

3. Karakteristik perkembangan sifat remaja

Menurut Ali (2011), karakteristik perkembangan sifat

remaja yaitu:

1. Kegelisahan

Seiring dengan perkembangannya, remaja sering kali

mempunyai banyak angan-angan dan keinginan yang ingin

diwujudkan di masa depannya. Namun dikarenakan

kemampuan yang dimiliki remaja belum memadai sehingga

remaja diliputi oleh perasaan gelisah.

2. Pertentangan
Pada umumnya, remaja sering kebingungan karena sering

juga mengalami pertentangan antara diri sendiri dan orang tua.

Pertentang yang sering terjadi ini akan menimbulkan

kebingungan dalam diri remaja tersebut.

3. Mengkhayal

Keinginan dan angan-angan remaja tidak tersalurkan,

akibatnya remaja akan mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan

menyalurkan khayalan mereka melalui dunia fantasi. Tidak

semua khayalan remaja bersifat negatif. Terkadang khayalan

remaja bisa bersifat positif, misalnya menimbulkan ide-ide

tertentu yang dapat direalisasikan.

4. Aktivitas kelompok

Adanya bermacam-macam larangan dari orangtua akan

mengakibatkan kekecewaan pada remaja bahkan mematahkan

semangat para remaja. Kebanyakan remaja mencari jalan keluar

dari kesulitan yang dihadapi dengan berkumpul bersama teman

sebaya. Mereka akan melakukan suatu kegiatan secara

berkelompok sehingga berbagai kendala dapat mereka atasi

bersama.

5. Keinginan mencoba segala sesuatu

Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi (high curiosity). Karena memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang, menjelajahi segala


sesuatu, dan ingin mencoba semua hal yang belum pernah

dialami sebelumnya.

4. Masa perkembangan remaja

1. Masa perkembangan fisik.

Perubahan fisik pada remaja laki-laki dan perempuan

berbeda. Menurut Sarwono (2011), perkembangan fisik pada

anak laki-laki tumbuhnya kumis dan jenggot, jakun dan suara

membesar. Puncak kematangan seksual anak laki-laki adalah

dalam kemampuan ejakulasi, pada masa ini remaja sudah dapat

menghasilkan sperma. Ejakulasi ini biasanya terjadi pada saat

tidur dan diawali dengan mimpi basah. Sedangkan pada anak

perempuan tampak perubahan pada bentuk tubuh seperti

tumbuhnya payudara dan panggul yang membesar. Puncak

kematangan pada remaja wanita adalah ketika mendapatkan

menstruasi pertama (menarche). Menstruasi pertama

menunjukkan bahwa remaja perempuan telah memproduksi sel

telur yang tidak dibuahi, sehingga akan keluar bersama darah

menstruasi melalui vagina atau alat kelamin wanita

2. Masa perkembangan emosi


Perkembangan emosi sangat berhubungan dengan

perkembangan hormon, dapat ditandai dengan emosi yang

sangat labil. Remaja belum bisa mengendalikan emosi yang

dirasakannya dengan sepenuhnya (Sarwono, 2011).

3. Masa perkembangan kognitif

Remaja mengembangkan kemampuannya dalam

menyelesaikan masalah dengan tindakan yang logis. Remaja

dapat berfikir abstrak dan menghadapi masalah yang sulit

secara efektif. Jika terlibat dalam masalah, remaja dapat

mempertimbangkan beragam penyebab dan solusi yang sangat

banyak (Potter & Perry, 2009).

4. Masa perkembangan psikososial.

Perkembangan psikososial ditandai dengan terikatnya

remaja pada kelompok sebaya. Pada masa ini, remaja mulai

tertarik dengan lawan jenis. Minat sosialnya bertambah dan

penampilannya menjadi lebih penting dibandingkan

sebelumnya. Perubahan fisik yang terjadi seperti berat badan

dan proporsi tubuh dapat menimbulkan perasaan yang tidak

menyenangkan seperti, malu dan tidak percaya diri (Potter&

Perry, 2009).

B. Konsep perilaku agresif

1. Definisi perilaku agresif


Perilaku agresif adalah salah satu bentuk ekspresi emosi

individu akibat adanya suatu ketidakberhasilan yang dialami.

Perilaku ini dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan berupa

merusak benda atau melakukan penyerangan kepada orang lain

baik secara verbal ataupun non verbal yang dilakukan dengan

unsur kesengajaan. Perilaku agresif ini adalah salah satu masalah

yang sering terjadi pada remaja. Dampak dari perilaku agresif ini

bisa menyebabkan kerugian baik pada individu yang melakukan

perilaku agresif ataupun pada individu yang menerima perlakuan

perilaku agresif (Shao et al., 2014).

Myers, David G (2012) mendefinisikan agresif

(aggression) sebagai perilaku fisik atau verbal yang dimaksudkan

untuk menyebabkan kerusakan. Baron, Robert A. dan Byrne, Donn

(2005) juga menambahkan tentang agresif (aggression) ialah

siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk

kekerasan terhadap orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat

disimpulkan agresif adalah perilaku yang bertujuan untuk merusak

dan merugikan orang lain secara fisik maupun psikis.

2. Jenis-jenis perilaku agresif

Dalam Putri (2019) dijelaskan bahwa jenis perilaku agresif

dibedakan menjadi dua yaitu :


a. Agresi instrumental, merupakan agresi yang dilakukan oleh

organisme atau individu sebagai alat atau cara mencapai

tujuan tertentu.

b. Agresi benci, merupakan agresi yang dilakukan semata-mata

sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau

menyakitim agresi tanpa tujuan selain untuk menimbulkan

efek kerusakan, kesakitan, atau kematian pada sasaran atau

korbannya.

3. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif

yang dijelaskan oleh Laura A, King (2010) yaitu faktor biologis

dan faktor psikologis, yaitu:

1. Faktor biologis

a. Pandangan evolusi, mereka yang bertahan hidup mungkin

adalah individu yang agresif,

b. Dasar genetik,

c. Faktor neurobiologis, neurobiologis juga mempengaruhi

perilaku agresif seseorang, seperti adanya sebuah tumor

dalam sistem limbik otak.

2. Faktor psikologis

a. Keadaan frustasi dan menyakitkan,

b. Faktor kognitif,
Belajar dengan pengamatan, perilaku agresif dapat dipelajari

dengan menyaksikan orang lain melakukan tindakan agresif.

4. Bentuk-bentuk perilaku agresif

Adapun bentuk-bentuk perilaku agresif dalam Ferdiansa &

Neviyarni (2020), perilaku agresif dikelompokkan kedalam empat

bentuk agresif, yaitu:

 Agresif fisik merupakan kecenderungan individu untuk

melakukan serangan secara fisik sebagai ekspresi

kemarahan seperti melukai dan menyakiti orang lain secara

fisik.

 Agresif verbal merupakan kecenderungan untuk menyerang

orang lain atau memberi stimulus yang merugikan dan

menyakitkan orang lain secara verbal seperti melukai dan

menyakiti orang lain melalui verbal.

 Marah merupakan representasi emosi atau afektif berupa

dorongan fisiologis sebagai tahap persiapan agresi.

 Permusuhan merupakan perasaan sakit hati dan merasakan

ketidakadilan sebagai representasi dari proses berpikir atau

kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain,

merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati.

C. Konsep kecanduan game online


1. Definisi kecanduan game online

Kecanduan atau addiction dalam kamus psikologi diartikan

sebagai keadaan yang bergantungan secara fisik pada suatu obat

bius (Chapin,J.P 2009). Istilah kecanduan (addiction) awalnya

digunakan terutama mengacu kepada penggunaan alkohol dan

obat-obatan. Kecanduan adalah ketergantungan yang menetap dan

kompulsif pada suatu perilaku atau zat. Kecanduan game online

ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara

berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game

tersebut (Weinstein, 2010).

Secara terminologi game online berasal dari dua kata, yaitu

game dan online. Game artinya permainan dan online artinya

terhubung dengan internet. Jadi, bisa disimpulkan game online

merupakan permainan yang terhubung dengan koneksi/jaringan

internet sehingga pemainnya dapat terhubung dengan pemain lainnya

yang memainkan permainan yang sama (Pitakola,2013).

Game online merupakan permainan yang dapat dimainkan

oleh banyak orang pada waktu bersamaan melalui jaringan internet

(Adams, 2013). Menurut Adams dan Rollings (dalam Pratama,

2017 : 9) game online merupskan permainan yang dapat diakses

oleh banyak pemain, dimana mesin - mesin yang digunakan

pemain dihubungkan oleh jaringan internet.

Game online mempunyai beberapa daya tarik yang membuat

para siswa lebih senang bermain ketimbang belajar. Aktivitas bermain


game online sudah menjadi rutinitas setiap hari. Selain permainan

yang menarik, game online juga dapat menyebabkan ketagihan karena

ketika sedang bermain kemudian kalah akan mencoba kembali

supaya menang (Nisrinafatin, 2020).

Game online tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga

memberikan tantangan yang menarik untuk diselesaikan sehingga

individu bermain game online tanpa memperhitungkan waktu demi

mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan gamer tidak hanya

menjadi penikmat game online tetapi juga dapat menjadi pecandu

game online (Pratiwi, 2012).

2. Aspek-aspek kecanduan game online

Aspek kecanduan game online sebenarnya hampir sama

dengan jenis kecanduan yang lain, hanya saja kecanduan game

online dimasukkan kedalam golongan kecanduan psikologis.

Dalam Setiawan (2018), terdapat 4 aspek kecanduan game online :

1. Compulsion (kompulsif / dorongan untuk melakukan secara

terus menerus)

Merupakan suatu dorongan atau tekanan yang berasal dari

dalam diri sendiri untuk melakukan suatu hal secara terus

menerus seperti bermain game online.

2. Withdrawal (penarikan diri)

Merupakan suatu upaya untuk menarik diri atau

menjauhkan diri dari suatu hal kecuali game online.


3. Tolerance (toleransi)

Toleransi berkaitan dengan jumlah waktu yang digunakan

atau dihabiskan untuk melakukan sesuatu. Dan kebanyak

pemain game online tidak akan berhenti bermain hingga

merasa puas dan lupa waktu.

4. Interpersonal and health-related problems (masalah hubungan

interpersonal dan kesehatan).

Merupakan masalah-masalah yang berkaitan dengan

interaksi kita dengan orang lain dan juga masalah kesehatan.

Pecandu game online cenderung tidak menghiraukan hubungan

interpersonal, mereka hanya berfokus pada game online.

Masalah kesehatan pecandu game online yaitu kurang

memperhatikan masalah kesehatan mereka seperti kurang tidur,

dan tidak menjaga pola makan.

3. Pengaruh kecanduan game online

Dalam Setiawan (2018), pengaruh kecanduan game online yaitu :

1. Pengaruh positif.

 Meningkatan kreatifitas dan daya imajinasi

 Melatih konsentrasi dan ketekunan

 Mempermudah belajar bahasa dan matematika

 Rekreasi dengan santai sejenak

 Dan lain-lain.

2. Pengaruh negatif.
 Membuang waktu dengan sia-sia dan kehilangan waktu

bersosialisasi

 Kehilangan empati akibat pengaruh permainan yang penuh

kekerasan, mengisi pikiran dengan prinsip-prinsip buruk

 Kesehatan terganggu (mata, syaraf, otak)

 Meniru kata-kata kotor dan kasar

 Kecanduan bermain games

 Dan lain-lain.

D. Hubungan kecanduan game online dengan perilaku agresif pada

remaja.

Kecanduan bermain game online dikalangan remaja sudah menjadi

hal yang serius. Kecanduan game online ini banyak mengakibatkan

kerugian bagi orang lain maupun bagi diri remaja. Remaja yang tidak

bisa mengatur waktu dan perilakunya cenderung mengalami masalah.

Perilaku agresif yang ditimbulkan oleh remaja yang paling sering

terjadi yaitu bolos sekolah. Akibat dari kecanduan bermainn game,

remaja harus bolos sekolah karena mengantuk akibat begadang pada

malam hari. Hal ini menunjukkan bahwa game online sangat

berpengaruh pada remaja dan memiliki hubungan dengan perilaku

agresif yang dilakukan oleh remaja.


2.2 Kajian penelitian yang relevan

Peneliti
No. Judul Metode Penelitian Hasil
(tahun)
1. Amelia, Hubungan Jenis penelitian Hasil dari penelitian
Herlina, & kecanduan yang digunakan ini, didapatkan dari 78
Franly game online ialah penelitian Siswa
(2019) Dengan yang bersifat yang diteliti sebagian
perilaku analitik dengan besar memiliki
agresif siswa pendekata cross kecanduan game onlie
Di SMA N 2 sectional. Penelitian yang tidak terkontrol
Ratahan ini dilakukan di (76,9%)
SMA N 2 Ratahan dan berperilaku agresif
pada tanggal 7 Feb– (57,7%), dengan
5 April tahun 2019 menggunakan uji chi-
dengan populasi square pada tingkat
sebanyak 97 orang. kemaknaan 95%,
Pengambilan didapat bahwa nilai p-
sampel pada value adalah 0,035
penelitian ini lebih kecil dari nilai
dilakukan secara signfikan
Total sampling. 0,05.
2. Fraldy Kecanduan Desain penelitian Hasil
Mais, game online yang digunakan Penelitian uji statistik
Sefti, dengan yaitu Deskriptif menggunakan uji
Lenny insomnia Analitik dengan Spearman pada tingkat
(2020) pada remaja. pendekatan Cross kepercayaan 95% atau
Sectional Study. α = 0,05,
Teknik pengambilan didapatkan nilai r =
sampel 0,003 < α = 0,05. Dari
menggunakan hasil penelitian
Purposive tersebut responden
sampling, dengan yang
jumlah sampel mengalami kecanduan
sebanyak 68 remaja. game online
terkontrol disertai
insomnia ringan
sebanyak 19 responden
(100%) dan tidak
ada yang mengalami
insomnia berat. Hasil
penelitian tersebut juga
menunjukan
bahwa terdapat 32
responden (65,3%)
mengalami kecanduan
game online tidak
terkontrol disertai
dengan insomnia
ringan.
3. Endang Analisis Penelitian deskriptif Hasil penelitian
Mei & Arif perilaku kuantatif menunjukkan separuh
Nurma agresif pada dengan sampel dari responden berada
(2020) remaja di penelitian 147 pada kategori perilaku
sekolah responden diperoleh agresif rendah (68
menengah dengan tekhnik total responden atau
pertama. sampling. 46,3%). Tipe tertinggi
. Analisis univariat perilaku agresif yaitu
digunakan untuk memberikanancaman,
mendeskripsikan agresif verbal berupa
perilaku agresif bertengkar mulut dan
berdasarkan perilaku permusuhan
instrumen BPAQ. berupa rasa curiga.
Penelitian ini
merekomendasikan
agar sekolah menengah
pertama memiliki
kebijakan perilaku
agresif siswa.

Tabel 2.1 Kajian peneliti penelitian relevan.


2.3 Kerangka berfikir

A. Kerangka berfikir

Remaja

Aspek-aspek kecanduan game online :


1. Compulsion (kompulsif / dorongan untuk
melakukan secara terus menerus)
2. Withdrawal (penarikan diri)
3. Tolerance (toleransi)
4. Interpersonal and health-related problems
(masalah hubungan interpersonal dan
kesehatan).

Bentuk-bentuk perilaku agresif :


Faktor-faktor yang mempengaruhi 1. Agresif fisik
perilaku agresif : 2. Agresif verbal
1. Faktor biologis 3. Marah
2. Faktor psikologis 4. Permusuhan

Kecanduan game
Perilaku agresif
online
Gambar 2.1 Skema kerangka teori hubungan kecanduan game online dengan

perilaku agresif remaja.

Sumber : Setiawan (2018), Laura (2010), Ferdiansa & Neviyarni (2020)

B. Kerangka konsep

Kecanduan game Perilaku agresif


online

Keterangan :

: Variabel Independen

: Hubungan

: Variabel Dependen

Gambar 2.2 Skema kerangka konsep Hubungan Kecanduan game

online dengan perilaku agresif remaja.

Anda mungkin juga menyukai