Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Imunisasi


2.1.1 Imunisasi
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar penyakit tersebut
ia tidak menjadi sakit. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat
berupa kekebalan pasif maupun aktif (Ranuh, 2011).
Imunisasi adalah sebuah perlindungan yang paling ampuh untuk
mencegah beberapa penyakit berbahaya tersebut. Imunisasi
merangsang kekebalan tubuh bayi sehingga dapat melindungi dari
beberapa penyakit berbahaya seperti penyakit saluran pernapasan akut,
Polio, kerusakan hati, Tetanus, Campak dan banyak lagi penyakit
berbahaya lainnya (Kemenkes RI, 2016).

2.1.2 Tujuan Imunisasi


Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu
pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok
masyarakat (populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia
seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola (Ranuh,
2011). Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi PD3I (Kemenkes RI,
2014). Menurut Yusrianto (2010), imunisasi ini bertujuan agar zat
kekebalan yang ada didalam tubuh balita akan terbentuk sehingga
resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil terjadi.

2.1.3 Manfaat Imunisasi


Manfaat dari imunisasi bagi bayi adalah bisa merangsang sistem
kekebalan tubuh bayi apalagi bayi baru lahir yang sistem kekebalan
tubuhnya belum baik sehingga perlu dirangsang sehingga dapat
membentuk antibodi spesifik yang nantinya dapat melindungi tubuh
dari serangan penyakit. Imunisasi ini digunakan sebagai suatu usaha
preventif, sebagai pencegahan penyakit tertentu pada seseoarng serta
menghilangkan penyakit tertentu pada masyarakat atau suatu populasi
dan mampu menghilangkan penyakit tertentu di dunia (Ranuh, 2011).

2.1.4 Jenis Imunisasi


2.1.4.1 Imunisasi Aktif
Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada
antigen secara alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang
diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif disebut imunisasi
aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut vaksin, dan
tindakan itu disebut vaksinasi.kekebalan yang diperoleh
dengan vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif
karena adanya memori imunologis, walaupun tidak sebaik
kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi alamiah. Untuk
memperoleh kekebalan aktif dan memori imunologis yang
efektif maka vaksinasi harus mengikuti cara pemakaian dan
jadwal yang telah ditentukan oleh produsen vaksin.melalui
bukti uji klinis yang telah dilakukan (Ranuh, 2011).
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman
yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk
merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya
imunisasi polio atau campak (Yusrianto, 2010).
2.1.4.2 Imunisasi Pasif
Menurut Yusriyanto (2010), imunisasi pasif adalah
penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi
didalam tubuh akan meningkat. Contohnya saja adalah
penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang
mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat
pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui plasenta selama masa
kehamilan, misalnya antibodi terhadap campak. Imunisasi
pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu
zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat
berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan
untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam
tubuh yang terinfeksi. Imunisasi pasif perlu diberikan pada
kondisi-kondisi tertentu. Pada difteria atau tetanus, toksin
dalam sirkulasi perlu dinetralkan dengan antibodi terhadap
toksin tersebut. Antibodi dari luar perlu diberikan bila
penderita belum pernah diimunisasi sehingga tidak dapat
diharapkan timbul respons sekunder terhadap toksin ini.
Antobodi diberikan pada kasus-kasus gas gangrens, botulism,
gigitan ular atau kalajengking berbisa, dan rabies (Ranuh,
2011).

2.1.5 Macam-macam Imunisasi


2.1.5.1 Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infecious. Pemberian
imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan kekebalan
terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin disuntikkan dengan
dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian suntikan secara
intramuskuler, sebaiknya anterolateral paha. Pemberian
sebanyak 3 dosis, dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari,
dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Imunisasi Hepatitis B efektif diberikan sedini mungkin, yaitu
pada bayi berusia 0-7 hari. Pemberian vaksin hepatitis B yang
sedini mungkin dianjurkan karena selain respon imun terhadap
hepatitis sudah timbul, juga memberikan perlindungan kepada
bayi yang terkena resiko hepatitis B. Apabila ibu yang saat
hamil menderita hepatitis B, maka respon imun dapat
mencegah timbulnya hepatitis B nantinya pada saat dewasa
(Ranuh, 2011).
2.1.5.2 BCG
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang
mengandung Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan.
Vaksin BCG tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi
mengurangi resiko tuberkulosis berat seperti meningitis
tuberkulosa dan tuberkulosa primer. Imunisasi BCG diberikan
pada bayi < 2 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang
lebih luas, Kementrian Kesehatan menganjurkan pemberian
imunisasi BCG pada umur antara 0-12 bulan. Dosis 0,05 ml
untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1
tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio M. Deltoideus sesuai anjuran
WHO, tidak ditempat lain misal bokong, paha. Imunisasi BCG
pada bayi optimal diberikan pada bayi usia 2-3 bulan, namun
sebaiknya diberikan sesegera mungkin karena di Indonesia
penyakit TBC masih sangat tinggi. Menurut berbagai studi,
apabila seseorang tinggal bersama penderita TBC aktif untuk
beberapa waktu lamanya, maka kemungkinan terinfeksi atau
tertular adalah sebesar 25-50% dan penyakit ini paling cepat
menginfeksi anak-anak. Oleh karena itu pemberian imunisasi
BCG diberikan segera untuk mencegah bayi tertular BCG,
apabila bayi berusia 3 bulan belum diberikan imunisasi BCG
perlu dilakukan tesA tuberkulin untuk mendeteksi bayi
terinfeksi kuman TB atau belum (Ranuh, 2011).
2.1.5.3 DPT-Hb-Hib
Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis,
Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus influen-zae tipe b)
berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus
dan difteri murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen
permukaan hepatitis B (HbsAg) murni yang tidak infeksius,
dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa
kapsul polisakarida Haemophilus Influenzae tipe b tidak
infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus.
Indikasi digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus,
pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan. Menurut Depkes RI
imunisasi DPT-Hb-Hib diberikan tiga kali dengan interval 4
minggu. Jadwal pemberian imunisasi DPTHb-Hib pertama
harus diberikan setelah bayi berusia 2 bulan dan untuk
imunisasi berikutnya diberi jarak 1 bulan atau 4 minggu.
Menurut Achmadi, pemberian imunisasi pertama kali harus
menunggu bayi berusia 2 bulan, karena bayi masih punya sisa
kekebalan yang diperoleh dari ibu ketika dalam kandungan
(maternal antibodi), selain itu pemberian menunggu bayi
berumur 2 bulan karen areaktogenitas pertusis bayi kecil.
Jadwal DPT-Hb-Hib yang tidak diikuti akan memberikan
tingkat kekebalan yang berbeda.
2.1.5.4 Polio
Menurut Depkes RI 2014, imunisasi Polio diberikan melalui
mulut pada bayi umur 0-11 bulan sebanyak 4 kali dengan jarak
pemberian 4 minggu. Jadwal pemberian imunisasi polio
tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan yang
menyatakan bahwa pemberian imunisasi polio pertama bisa
dilaksanakan sejak bayi baru lahir dan untuk imunisasi polio
yang berikutnya diberi jarak 1 bulan atau 4 minggu. Jadwal
pemberian imunisasi tersebut sesuai rekomendasi WHO yang
menyatakan bahwa pemberian vaksin polio dianjurkan semuda
mungkin. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi
polio sesuai jadwal yang telah ditentukan terutama pada
daerah endemik polio dan negara yang dikategorikan sebagai
recently polio endemik seperti Indonesia.Terdapat 2 kemasan
vaksin polio yang berisi virus polio1, 2 dan 3. OPV (oral polio
vaccine), hidup dilemahkan, tetes, oral. Sedangkan IPV
(inactivated polio vaccine), inaktif, suntikan. Kedua vaksin
polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV
dapat diberikan pada anak sehat maupun anak yang menderita
immunekompromais, dan dapat diberikan sebagai imunisasi
dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat juga diberikan
bersamaan dengan vaksin DTP-Hb-Hib, secara terpisah atau
kombinasi. Polio 0 diberikan saat bayi lahir sesuai pedoman
PPI atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk
mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. Selanjutnya
dapat diberikan vaksin OPV atau IPV. Untuk imunisasi dasar
(polio2,3,4) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan. Interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.
2.1.5.5 Campak
Menurut Depkes RI 2014, dinegara berkembang imunisasi
campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud
memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena
infeksi virus campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih
awal rupanya terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang
berasal dari ibu (maternal antibodi), karena dapat
menghambat terbentuknya zat kebal campak dalam tubuh anak.
Imunisasi campak di Indonesia diberikan pada anak umur 9-
11 bulan. Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang
dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih
dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu
erythromycin. Indikasi pemberian vaksin campak untuk
memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Dosis
pemberian vaksin campak 0,5 ml disuntikkan secara subkutan
pada lengan kiri atas, pada usia 9-11 bulan. Vaksin yang sudah
dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 6 jam (Ranuh,
2011).

2.2 Konsep Imunisasi Measles Rubella


2.2.1 Konsep Rubella
Campak dan Rubella merupakan penyakit infeksi menular melalui
saluran nafas yang disebabkan oleh virus. Campak disebabkan oleh
virus genus morbillivirus. Sedangkan Rubella disebabkan oleh virus
RNA dari golongan togavirus. Rubella merupakan masalah kesehatan
yang mempunyai berbagai dampak klinis dan dapat memberikan
dampak buruk baik berupa mortalitas dan morbiditas (Nazme, 2014).
Rubella termasuk dalam penyakit ringan pada anak, tetapi dapat
memberikan dampak buruk apabila terjadi pada ibu hamil trimester
pertama yaitu keguguran ataupun kecacatan pada bayi sering disebut
Congenital Rubella Syndrom (CRS) seperti kelainan jantung dan mata,
ketulian dan keterlambatan perkembangan (Kemenkes RI, 2017).
Campak dan rubella merupakan penyakit infeksi menular yang di
tularkan melalui sistem pernafasan yang disebabkan oleh virus campak
dan rubella (IDAI, 2017). Batuk dan bersin dapat menjadi jalur
masuknya virus campak dan rubella (WHO, 2017). Campak merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Morbillivirus
(Kutty,.,2013). Gejala campak muncul sekitar 10 hari setelah infeksi,
dan ruam coklat kemerahan muncul sekitar 14 hari setelah infeksi
(McGee, 2013). Gejala penyakit campak diantaranya demam tinggi,
bercak kemerahan pada kulit (rash) dapat disertai batuk dan atau pilek
maupun konjungtivitis serta dapat mengakibatkan kematian apabila
terdapat komplikasi penyerta seperti pneumonia, diare, dan meningitis
(Ditjen P2P, 2016). Upaya untuk menurunkan angka kejadian penyakit
campak dan rubella yaitu dilakukannya program pemerintah
melaksanakan kampanye vaksinasi measles rubella pada anak usia 9
bulan sampai dengan <15 tahun dengan cakupan tinggi (minimal 95%)
dan dilakukan secara merata diharapkan akan membentuk imunitas
kelompok (heard imunity), sehingga dapat mengurangi transmisi virus
ke usia yang lebih dewasa dan melindungi kelompok tersebut ketika
memasuki usia reproduksi (Kemenkes RI, 2017).

2.2.2 Imunisasi Measles Rubella


Vaksin Measles Rubella (MR) merupakan vaksin hidup yang sudah
dilemahkan dalam bentuk serbuk dan pelarutnya. Vaksin Measles
Rubella (MR) diberikan pada anak usia 9 bulan sampai dengan 15 tahun
(Ditjen P2P, 2016). Imunisasi Measles (campak) Rubella (MR)
diberikan kepada anak untuk melindunginya dari penyakit kelainan
bawaan, seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan,
kelainan jantung dan retardasi mental yang disebabkan adanya infeksi
rubella pada saat kehamilan (Depkes RI, 2017). Guna melengkapi
imunisasi dasar lengkap dan menekan angka kesakitan dan kematian
anak, maka mulai tahun 2017 pemerintah akan menambahkan vaksin
baru yaitu Measles dan Rubella (MR) yang sebelumnya Measles
Rubella, Japanese Encephalitis (JE) dan Pnemokukus. Aksi pelaksa
vaksin baru pelaksaan kampanye vaksin Measles Rubella akan
menyasar anak usia 9 bulan >15 tahun dan kemudian diikuti dengan
pengenalan (introduksi) imunisasi rubella kedalam program imunisasi
nasional memakai vaksin Measles Rubella menggantikan vaksin
campak yang selama ini dipakai (Septia, 2017).

2.2.3 Tujuan Pemberian Imunisasi Measles Rubella


Tujuan pelaksanaan imunisasi MR ini adalah untuk mencapai eliminasi
campak dan pengendalian rubella/CRS tahun 2020 dengan hasil
kekebalan masyarakat terhadap campak dan rubella secara cepat,
memutuskan transmisi virus campak dan rubella, menurunkan angka
kesakitan campak dan rubella, menurunkan angka kejadian CRS
(Petunjuk Teknis Kampanye dan Introduksi Imunisasi Measles Rubella,
2017). Tujuan imunisasi MR ini adalah meningkatkan kekebalan
masyarakat terhadap penyakit campak dan rubella secara cepat;
memutuskan transmisi (penularan) virus campak dan rubella;
menurunkan angka kesakitan akibat penyakit campak dan rubella; serta
menurunkan angka kejadian sindrom rubella kongenital atau CRS
(Congenital Rubella Syndrome).

2.2.4 Manfaat dan Efek Samping Imunisasi Measles Rubella


Untuk memberikan perlindungan terhadap kedua penyakit pada saat
yang bersamaan. Guna melengkapi imunisasi dasar lengkap dan
menekan angka kesakitan dan kematian anak yang diberikan pada anak
usia 9 bulan sampai usia 15 tahun dan kemudian di ikuti dengan
pengenalan (introduksi) imunisasi Rubella kedalam program imunisasi
nasional memakai vaksin MR (Measles Rubella) menggantikan vaksin
campak yang selama ini dipakai (Menkes RI, 2017). Vaksin MR
aman diberikan kepada anak. Vaksin MR adalah vaksin hidup yang
dilemahkan berupa serbuk kering dengan pelarut. Kemasan vaksin
adalah 10 dosis per vial. Vaksin MR diberikan secara subkutan dengan
dosis 0,5 ml ( Depkes RI, 2017). Vaksin Measles Rubella (MR) adalah
vaksin yang aman saat diberikan, namun seperti sifat setiap obat
memiliki reaksi efek samping. Reaksi efek samping yang bisa saja
terjadi adalah reaksi lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan di
lokasi suntikan dan reaksi sistemik berupa ruam atau rash, demam, dan
malaise dan reaksi samping tersebut akan sembuh dengan sendirinya
(Kemenkes RI, 2017).

2.2.5 Jadwal Pemberian Imunisasi Measles Rubella


Pada program imunisasi rutin, vaksin MR diberikan pada anak usia 9
bulan untuk imunisasi dasar, 18 bulan pada imunisasi lanjutan, vaksin
MR dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin lainnya seperti
DPT-HB-Hib, TT, Td, DT, BCG, OPV dan IPV.

Table 2.2.5 Jadwal Imunisasi Rutin Setelah Introduksi MR


Usia Anak Jenis Imunisasi

<24 jam Hepatitis, HBO

1 buan BCG, OPV1

2 bulan DPT-HB-Hib 1, OPV 2

3 bulan DPT-HB-Hib 2, OPV 3

4 bulan DPT-HB-Hib 3, OPV 4 dan IPV

9 bulan MR

18 bulan MR, DPT-HB-Hib

Kelas 1 MR, DT

Kelas 2 Td

Kelas 5 Td

Petunjuk Teknis Imunisasi Measles Rubella (MR) Kemenkes RI 2017

2.2.6 Proses Pembuatan Vaksin Measles Rubella


Laporan Kajian Vaksin MR dari LPPOM MUI melalui SuratnyaNomor
DN15/Dir/LPPOM MUI/VIII/18 dan yang disampaikandalam Sidang
Komisi Fatwa MUI pada 15 Agustus 2018 yang pada intinya
menjelaskan bahwa terdapat penggunaan beberapa bahan yang
dinyatakan dalam dokumen yang diberikan oleh SII sebagai produsen
Vaksin MR berasal dari bahan sebagai berikut:
a. Bahan yang berasal dari babi, yaitu gelatin yang berasal dari kulit
babi dan trypsin yang berasal dari pankreas babi.
b. Bahan yang berpeluang besar bersentuhan dengan babi dalamproses
produksinya, yaitu laktalbumin hydrolysate.
c. Bahan yang berasal dari tubuh manusia, yaitu human diploid cell.

Tahap seed preparation, yakni proses mengumpulkan bibit dasar vaksin


berupa bakteri, virus, organisme mati, rekombinan DNA, toksin, atau
protein dalam media kultur dan disimpan dalam suhu -70 celcius. Tahap
selanjutnya adalah cultivatin, proses mengembangbiakkan bibit, tripsin
ditambahkan pada proses ini, tapi tidak pada semua vaksin.

Babi juga diambil sebagai salah satu media karena struktur dari
jaringannya yang paling mirip dengan jaringan manusia. Selain itu
tripsin, pada saat ini Biofarma tengah mengembangkan media
perkembangbiakan bibit dari jaringan lain, yakni sapi. Namun, lantaran
pembuatan vaksin membutuhkan waktu lama, sekitar 15 tahun,
Indonesia masih mengimpor vaksin. Sementara itu, salah satu produsen
vaksin terbesar di dunia adalah India dan negara tersebut menganggap
sapi merupakan sebagai hewan yang suci.

Setelah perkembangbiakan, langkah selanjutnya dari pembuatan vaksin


adalah harvest, panen ketika bibit sudah memenuhi standar. Pada vaksin
yang terbuat dari toksin, ada tahap tambahan inactivation menggunakan
bahan kimia, yakni merubah vaksin dari toksin racun yang sudah tidak
berbahaya, tapi masih bisa merangsang respons imun untuk melawan.
Terakhir, vaksin akan melalui langkah purification, dicuci, dimurnikan
sampai hanya tersisa komponen yang dibutuhkan. Pada tahap inilah
tripsin akan meluruh. Baru kemudian mereka diawetkan dan dikemas.

2.3 Konsep Penerimaan


Penolakan vaksin bisa dipengaruhi oleh 3 hal faktor predisposisi menurut
(Lawrance Green dalam Notoatmodjo, 2012) yaitu Pengetahuan, Sikap,
Keyakinan agama. Pengetahun seseorang akan vaksin sangat berperan dalam
penerimaan vaksin sehingga pengetahuan sangat menentukan apakah
seseorang tersebut menerima atau menolak terhadap vaksin. Sikap seseorang
dalam menerima vaksin juga sangat menentukan peneriman vaksin.
Pengetahuan yang kurang akan menentukan sikap seseorang dalam menilai
vaksin yang kurang baik. Keyakinan Agama juga sangat berpengaruh
terhadap penerimaan vaksin karena keyakinan berhubungan dengan spiritual
seseorang. Kepercayaan seseorang akan bahan pembuatan vaksin dapat
mempengaruhi penerimaan vaksin. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
penerimaan vaksin salah satunya adalah keyakinan dan persepsi yang
dipandang dari agama pasien. Dari penelitian tersebut subjek mengaku bahwa
vaksin itu sangatlah haram karena terbuat dari babi dan akan sangat
berbahaya apabila diberikan pada anak balitanya. Hal ini sangat berbanding
terbalik dengan teori yang diungkapkan oleh (Rivani, 2019). Penerimaan
vaksin juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, pekerjaan,
pendidikan, media massa sosial budaya, dan status ekonomi, lingkungan.
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini dapat menentukan sikap
seseorang terhadap objek tersebut. Semakin banyak aspek positif dari objek
yang diketahui dapat menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
(Rivani, 2019).

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan


2.3.1.1 Pengetahuan
Orang tua yang tidak menerima imunisasi MR banyak
ditemukan pada orang tua yang pengetahuan kurang baik,
sehingga ada hubungannya antara pengetahuan dengan
pemanfaatan penerimaan imunisasi MR. Penolakan imunisasi
MR disebabkan oleh pengetahuan ibu yang kurang baik
terhadap imunisasi MR, dan penyakit rubella. Hal ini
dikarenakan program imunisasi MR yang masih baru dan
penyakit rubella yang belum familiar bagi ibu. Munculnya
pemberitaan yang negatif mengenai imunisasi MR juga sangat
berpengaruh terhadap persepsi ibu mengenai imunisasi MR
(Prabandar, 2018).
2.3.1.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah usaha untuk mengembangkan
kepribadian serta kemampuan didalam dan diluar sekolah yang
berlangsung seumur hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup
terutama dalam memotivasi untuk bersikap. Pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi (Rivani, 2019).
2.3.1.3 Persepsi Manfaat
Orang tua yang tidak menerima imunisasi MR banyak
ditemukan pada persepsi manfaat kurang baik yang kurang
baik, menarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara
persepsi manfaat dengan pemanfaatan penerimaan imunisasi
MR. Individu cenderung untuk melakukan perilaku sehat
apabila dia meyakini bahwa perilaku tersebut bermanfaat
untuk menanggulangi suatu penyakit. Ibu yang menolak
imunisasi MR merasa bahwa imunisasi tidak bermanfaat bagi
kesehatan anaknya karena anaknya sudah memiliki kekebalan
tubuh untuk melawan penyakit (Prabandar, 2018).
2.3.1.4 Pengalaman
Pengalaman pada imunisasi Campak sebelumnya pada anak
tidak ada efek samping yang ditimbulkan dari imunisasi. Efek
samping setelah imunisasi menyebabkan anak menjadi demam.
Hal ini kemudian menyebabkan orang tua takut untuk
memberi imunisasi MR kepada anaknya. Takut kejadian yang
sama terjadi kepada anaknya karena berdasarkan pengalaman
sebelumnya anaknya demam setelah diimunisasi. Hal ini
sangat berpengaruh pada penerimaan terhadap imunisasi MR
(Sakinah, 2019).
2.3.1.5 Agama
Imunisasi MR pada dasarnya tidak sesuai dengan ajaran agama
yang dianut sebagian orang terutama yang menganut agama
Islam, banyak yang mengatakan bahwa imunisasi MR tidak
sesuai dengan anjuran agama Islam dikarenakan vaksin MR
mengandung babi maka haram untuk digunakan. Karena
anggapan ini responden tidak ingin memberikan sesuatu yang
haram kepada anaknya. Tidak sesuainya imunisasi MR dengan
hukum agama Islam menyebabkan banyak yang menolak
imunisasi MR (Sakinah, 2019).

2.4 Konsep Perilaku


Perilaku manusia merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh manusia,
baik dilihat secara tidak langsung maupun langsung oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2010).
2.4.1 Jenis Perilaku
Jenis-jenis perilaku individu menurut Okviana (2015):
a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat
susunan saraf
b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif
c. Perilaku tampak dan tidak tampak
d. Perilaku sederhana dan kompleks
e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.

2.4.2 Bentuk Perilaku


Menurut Notoatmodjo (2011), dilihat dari bentuk respons terhadap
stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua.
2.4.2.1 Bentuk pasif atau Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada
seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat
diamati secara jelas oleh orang lain.
2.4.2.2 Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat orang lain.

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Menurut Sunaryo (2013), faktor yang mempengaruhi perilaku
diantaranya:
2.4.3.1 Kebutuhan
Maslow mengatakan manusia mempunyai lima kebutuhan
dasar seperti kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan akan harga
diri, kebutuhan rasa aman, kebutuhan fisiologis/biologis,
kebutuhan mencintai dan dicintai. Tingkat dan jenis kebutuhan
tersebut tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain
karena merupakan satu-kesatuan atau rangkaian. Misalnya,
seseorang memenuhi kebutuhan fisiologisnya terlebih dahulu,
kemudian kebutuhan rasa aman, dan seterusnya. Perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan terjadi secara stimultan.
2.4.3.2 Motivasi
Motivasi merupakan dorongan penggerak untuk mencapai
tujuan tertentu, baik yang disadari maupun tidak disadari.
Motivasi timbul dari dalam diri individu (intrinsik) atau
lingkungan (ekstrinsik).
2.4.3.3 Faktor perangsang dan penguat
Perilaku individu didukung dengan adanya faktor perangsang
dan penguat, yaitu 1) kompetisi atau persaingan yang sehat, 2)
tujuan atau sasaran, 3) dengan cara memberi hadiah, 4)
menginformasikan keberhasilan kegiatan agar bisa lebih
termotivasi.
2.4.3.4 Sikap dan kepercayaan
Perilaku dipengaruhi dengan sikap dan kepercayaan, jika
kepercayaan negatif, perilaku negatif akan muncul, dan
sebaliknya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
perilaku manusia merupakan aktivitas yang ditimbulkan
karena adanya kebutuhan, motivasi, rangsangan, sikap dan
keprcayaan sehingga akan menimbulkan keberhasilan dari
aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

2.5 Konsep Keyakinan dan Agama


2.5.1 Keyakinan
Faktor yang menjadi alasan adanya masyarakat tersebut kurang
menerima pemberian vaksin diantaranya persepsi keyakinan
berdasarkan agama mengenai proses pembuatan vaksin yang
mengandung babi dan vaksin tanpa sertifikat halal. Kedua hal tersebut
menimbulkan persepsi buruk masyarakat terhadap imunisasi (IDAI,
2015). Faktor yang mempengaruhi rendahnya keinginan melakukan
imunisasi adalah rasa keyakinan berdasarkan agama (Rivani, 2019).
Keyakinan adalah inti dari suatu kulitas dari tanggung jawab seseorang.
Keyakinan dapat terlihat dari iman orang tersebut, rasa percaya dirinya,
optimis, antusiasme dan bagaimana ia meyakinkan orang lain.
Keyakinan agama sangat mempengaruhi terhadap pemberian vaksin
(Lorenz & Khalid, 2012). Keyakinan ibu terhadap imunisasi harus
dirubah dengan cepat, sehingga anak akan terhindar dari kecacatan,
karena anak yang sehat cerminan dari ibu yang cerdas (Juliana, 2016).
2.5.2 Agama
Konsepsi agama menurut kamus besar bahasa indonesia adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah. Agama dengan agama hidup
itu terarah, dengan seni hidup itu indah, dengan ilmu hidup itu mudah
ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh
pengertian lembaga agama. Agama merupakan pedoman hidup bagi
setiap manusia. Apalagi seorang muslim, sebelum melakukan konsumsi
produk terlebih dahulu akan mempertimbangkan apakah produk
tersebut halal atau haram (Rois, 2016). Agama adalah sebuah koleksi
terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya dan pandangan dunia yang
menghubungkan manusia dengan tatanan atau perintah dari kehidupan,
dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang
menerima mortalitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Agama dan spiritualitas merupakan komponen integral dari sosio
demografi (budaya pedesaan) dan pengaruh kerentanan serta keparahan
infeksi yang dirasakan (Thomas, 2013). Para pemimpin agama sangat
dihormati dan mereka dapat meyakinkan anggota jemaatnya untuk
menerima atau menolak imunisasi (Rujis, 2011). Menurut Elizabeth K.
Nottingham, agama adalah gejala yang begitu sering “terdapat di mana-
mana”, dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk
mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan
alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan
batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri.
Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat
dilihat (akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-
masalah kehidupan sehari-hari di dunia.
Dari penelitian yang dilakukan (Ahmed, 2014), bahwa setelah beberapa
agama Islam dari beberapa kelompok saling berdiskusi untuk
membahas hukum Islam dalam imunisasi Polio dan akhirnya
pandangan dari para intektual agama memutuskan untuk mendukung
imunisasi dengan membuat “legalitas keputusan” di Islam. Tapi masih
ada yang tidak mendukung imunisasi dikarenakan masih ragu-ragu
bercampur takut mengenai dampak imunisasi terhadap kesehatan anak-
anaknya.
Religiusitas adalah suatu keadaan dimana keadaan tersebut yangakan
mendorong seseorang untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar
ketaatannya terhadap agama. Seorang muslim diwajibkan untuk selalu
mengkonsumsi atau menggunakan produk-produk halal. Ketentuan
inilah yang akan membuahkan sikap berbeda-beda dari masing-masing
individu,sesuai besarnya pengaruh yang melekat pada diri masing-
masing individu (Rohmatun, 2017). Religiusitas adalah sejauh mana
individu berkomitmen kepada agamanya dan dengan agama itulah
tercermin sikap dan perilaku individu (Rahman, 2015). (Jalaluddin,
2012) menyebutkan bahwa religiusitas merupakan konsistensi antara
kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap
agama sebagai unsur afektif, dan perilaku agama sebagai unsur konatif.
Jadi dapat dikatakan bahwa aspek keberagamaannya merupakan
integrasi dari pengetahuan, perasaan, dan perilaku keagamaan dalam
diri manusia.
Indonesia adalah negara yang dimana penganut muslim terbesar di
dunia dengan begitu banyak ulama di dalamnya tidak mungkin tak ikut
serta dalam hal memikirkan soal vaksin yang akan ditekankan
penggunaannya oleh pemerintah ini, mengingat bahwa penjelasan
tersebut diatas. Ada beberapa faktor yang menjadi alasan kuat adanya
masyarakat yang kurang menerima alam pemberian vaksin, hal pertama
persepsi keyakinan berdasarkan agama mengenai proses pembuatan
vaksin yang mengandung babi sebagaimana yang sudah dijelaskan
diatas tadi. Hal kedua bahwa vaksin tanpa sertifikat halal. Kedua hal
tersebut akan menimbulkan persepsi yang cukup buruk bagi masyarakat
terhadap imunisasi itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi rendahnya
keinginan melakukan imunisasi adalah rasa keyakinan berdasarkan
agama. Keraguan akan kehalalannya dari vaksin tersebut menyebabkan
tingkat pemberian vaksin yang menurun, sehingga mengalihkan
sebagian kalangan masyarakat untuk menolak melakukan vaksinasi.
Keyakinan agama sangat mempengaruhi terhadap pemberian vaksin
(Herlina, 2019).
Program kampanye imunisasi MR ini sudah di canangkan sejak
Agustus Tahun 2017 oleh kementerian kesehatan akan tetapi fatwa
MUI sendiri terkait dengan kejelasan hukum imunisasi MR ini baru saja
dikeluarkan pada Agustus Tahun 2018 yang lalu dengan nomor fatwa
23 tahun 2018. Sehingga meskipun terdapat 141 negara dan 26 di
antaranya adalah negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama
Islam OKI memperbolehkan penggunaan vaksin ini, akan tetapi masih
banya keraguraguan masyarakat muslim Indonesia (Herlina, 2019).
2.5.2.1 Fungsi Agama
Agama bagi kehidupan setiap individu berfungsi sebagai
system yang didalamnya memuat norma. Dilihat dari peran
dan fungsi agama dalam memberi pengaruh terhadap individu
baik dalam bentuk motivasi maupun pedoman hidup, maka
pengaruh yang terpenting adalah sebagai pembentuk kata hati.
Pada diri seorang manusia sudah ada sejumlah potensi untuk
memberikan arah pada kehidupanya. Potensi tersebut ialah
naluriah, inderawi, nalar dan agama. Pengaruh lingkungan
terhadap individu ialah memberikan bimbingan kepada
potensi yang telah dimiliki. Maka pengaruh agama terhadap
kehidupan individu ialah memberi rasa bahagia, kemantapan
batin, rasa sukses, rasa puas dan rasa terlindungi. Agama islam,
adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia seperti yang
dijelaskan dalam QS. Ar-Ruum 30 : 30 “Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”
(Amalia, 2019).

2.5.3 Fatwa MUI


Dalam ajaran Islam, semua jenis makanan dan minuman pada dasarnya
adalah halal, kecuali hanya beberapa saja yang diharamkan. Yang
haram itupun menjadi halal bila dalam keadaan darurat. Sebaliknya,
yang halal pun bisa menjadi haram bila dikonsumsi melampaui batas.
Pengertian yang halal meliputi halal secara zatnya, halal cara
memprosesnya, halal cara memperolehnya, halal secara sifatnya, dan
yang tidak halal (LPPOM MUI, 2010).
Saat ini vaksin MR memang belum memiliki sertifikat halal, namun
tercantum dalam fatwa MUI No 4/2016 yang mendukung program
imunisasi nasional. Secara internasional penerapan vaksinasi di negara
islam tidak ada masalah. Vaksin MR digunakan sagat aman dan
berkualitas, karena sudah mempunyai izin edar dari BPOM,
mendapatkan pra qualifikasi dari badan kesehatan dunia (WHO) dan
digunakan sejak tahun 1989 lebih dari 140 negara dan lebih dari 1 miliar
dosis (MUI, 2016).
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Fatwa MUI
Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi. Dalam beberapa pertimbangan
pada fatwa tersebut, antara lain dinyatakan bahwa Imunisasi pada
dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk
mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya
suatu penyakit tertentu. Namun, vaksin untuk imunisasi wajib
menggunakan vaksin yang halal dan suci. Adapun penggunaan vaksin
imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.
Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan
kecuali:
1. digunakan pada kondisi al-darurat atau al-hajat;
2. belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan
3. adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya
bahwa tidak ada vaksin yang halal.

Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan


kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam
jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya,
maka imunisasi hukumnya wajib. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika
berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya,
menimbulkan dampak yang membahayakan.

Dasar dikeluarkannya Fatwa MUI terkait kebolehan penggunaan vaksin


MR ini adalah kaidah ushul fiqh yang menyatakan bahwa “Sesuatu
yang dibolehkan karena darurat dibatasi sesuai kadar (kebutuhan)-
nya.” dan firman Allah dalam Alquran surat Al – Baqarah ayat 173 yang
artinya “Sungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Herlina, 2019).

2.6 Konsep Keluarga


Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman,
2010). Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan upaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik
mental, emosional dan sosial dari tiap anggota keluarga (Harnilawati, 2013).
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari
interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan
hubungan untuk mencapai tujuan umum (Ali, 2010).
2.6.1 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut (Friedman, 2010) adalah :
2.6.1.1 Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan hubungan sosial yang positif
berhubungan dengan hasil kesehatan yang lebih baik, umur
panjang, dan penurunan tingkat stress. Sebaliknya, kehidupan
keluarga juga dapat menimbulkan stress dan koping
disfungsional dengan akibat yang dapat mengganggu
kesehatan fisik (misal tidur, tekanan darah tinggi, penurunan
respon imun)
2.6.1.2 Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah adalah proses perkembangan atau
perubahan yang terjadi atau dialami seseorang sebagai hasil
dari interaksi dan pembelajaran peran sosial. Sosialisasi di
mulai dari sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi.
2.6.1.3 Fungsi reproduksi
Fungsi sosial adalah fungsi keluarga untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia,
2.6.1.4 Fungsi ekonomi
Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,
seperti makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.
2.6.1.5 Fungsi perawatan keluarga
Fungsi untuk menyediakan makanan, pakaian, perlindungan,
dan asuhan kesehatan/keperawatan. Kemampuan keluarga
melakukan asuhan keperawatan atau pemeliharaan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga individu.
2.6.2 Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut (Friedman, 2010) yaitu sebagai berikut:
2.6.2.1 Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal
dalam satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam
suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di
luar rumah
2.6.2.2 Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
2.6.2.3 Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami atau istri, tinggal dalam pembentukan satu
rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan
lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya
dapat bekerja diluar rumah.
2.6.2.4 Middle Age
Suami sebagai pencari uang. Istri dirumah atau kedua-duanya
bekerja di rumah, anak- anak sudah meninggalkan rumah
karena sekolah atau perkawianan atau meniti karier.
2.6.2.5 Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak,
keduanya/salah satu bekerja dirumah.
2.6.2.6 Single Parent
Satu orangtua sebagai akibat perceraian atau kematian
pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di
luar rumah.
2.6.2.7 Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
2.6.2.8 Commuter Married
Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu, keduanya saing mencari pada waktu-waktu
tertentu.
2.6.2.9 Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak
adanya keinginan untuk menikah.
2.6.2.10 Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
2.6.2.11 Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu
panti-panti.
2.6.2.12 Comunal
Satu rumah terdiri atas dua atau lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam
penyediaan fasilitas.
2.6.2.13 Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di
dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah
menikah dengan yang lain dan semua adalah orangtua dari
anak-anak.
2.6.2.14 Unmarried paret and child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya
di adopsi.
2.6.2.15 Cohibing Couple
Dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa
pernikahan.

2.7 Kerangka Konsep


Kerangka konsep pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-
konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan
dilakukan (Notoadmodjo, 2012). Kerangka konsep dibuat sebagai landasan
penelitian dalam melakukan penelitian. Kerangka konsep pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Modifikasi Lawrence W. Green dalam (Notoatmodjo, 2010) dan Teori


health belief model dalam (Efendi & Makhfudli, 2009)

2.8 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian berarti jawaban sementara dari penelitian yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian. Setelah melalui pembuktian,
maka hipotesis dapat benar atau salah, bisa diterima bisa ditolak
(Notoatmodjo, 2010).
Hipotesis kerangka konsep penelitian diatas adalah terdapat hubungan
penerimaan vaksin measles rubella (MR) dengan keyakinan agama keluarga
di wilayah kerja puskesmas karang mekar Banjarmasin.

Anda mungkin juga menyukai