Anda di halaman 1dari 69

18

MICHAEL BAKUNIN
Fanatikus Kebebasan

Bakunin adalah juga pemikir paradoks yang dikelilingi bawaan serba kontradiktif dari
dunia di sekitarnya. Kehidupannya juga dipenuhi oleh hal-hal yang saling bertentangan.
Ia seorang anarkis ‘saintifik’ yang mengadopsi materialisme ekonomi Marx dan atheisme
Feuerbach sebagai perkakas yang ia gunakan untuk menyerang aturan sains sembari
merayakan kearifan insting. Ia menempatkan akal sehat sebagai kunci bagi kemajuan
kemanusiaan seraya memuja spontanitas dan mengagungkan kehendak. Ia memiliki
gairah yang sama besarnya untuk mendominasi dan untuk membebaskan, dan ia amat
tanggap bahwa ‘dorongan besar untuk menghancurkan adalah juga sebuah sodokan yang
kreatif’. Ia menyerukan kemerdekaan absolut, menyerang segala bentuk pelembagaan
otoritas dan hirarki semata guna menciptakan masyarakat-masyarakat rahasianya yang
berdiri di barisan terdepan dan untuk menyambut kediktatoran ‘tersembunyi’.
Tak heran, di masa hidupnya Bakunin tampil meniupkan inspirasi bagi
kontroversi besar dan itu berlangsung terus hingga sekarang. Di satu sisi dia disebut-
sebut sebagai satu-satunya ‘perwujudan paling lengkap dalam sejarah semangat
kemerdekaan’1. Di sisi lain ia toh digambarkan sebagai ‘apologi intelektual untuk
despotisme’, sebagai yang tertuduh untuk ‘otoritarianisme besi’2. Di mata Camus,
Bakunin adalah sosok yang ‘menghendaki kebebasan total; namun ia berharap
mewujudkannnya melalui penghancuran total’3. Sangat bisa dipahami bahwa ada yang
menghadirkan dia sebagai lelaki ‘dengan luapan besar yang serentak dan berapi-api untuk
bertindak,’ atau sesosok contoh anarkis yang ‘luar biasa bergairah untuk beraksi’ 4.
1
E.H. Carr, Michael Bakunin (Macmillan, 1937), hal. 440
2
Aileen Kelly, Mikhail Bakunin: A Study in the Psychology and Politics of Utopianism (Oxford: Clarendon
Press, 1982), hal. 293; Arthur P. Mendel, Michael Bakunin: Roots of Apocalypse (New York: Praeger, 198),
hal. I. Simak juga Bab Max Nomad, di bawah judul ‘Bakunin: The Apostle of Pan-Destruction’, The
Apostle of Revolution (Secker & Warburg, 1961) – Eugene Pyziur menyisipkan julukan bahwa ia adalah
‘takdir yang sepantasnya’, The Doctrine of Anarchism of Michael A. Bakunin (Chicago: Henry Regnery,
1965), hal. 33
3
Albert Camus, L’Homme révolté (1951) (Paris: Gallimard, 1974), hal. 194
4
Rudolf Rocker, ‘Introduction’, The Political Philosophy of Bakunin: Scientific Anarchism, ed. G.P.
Maximoff (New York: The Free Press, 1953), hal. 17 (selanjutnya disebut sebagai Max); Joll, The
Anarchist, op.cit., hal. 7

1
Memanglah juga ditegaskan bahwa Bakunin, utamanya, adalah seorang pemikir abstrak
yang mengelaborasi filsafat aksi5. Jauh dari sosok intelektual kelas ringan -- oleh Marx ia
dipandang layaknya ‘seorang yang samasekali tanpa pengetahuan teoritis’ -- ia toh tampil
semakin disegani sebagai pemikir orisinil6.
Apapun, yang tak terbantah, Bakunin memiliki karisma dan daya tarik personal
yang amat besar. Richard Wagner menulis : ‘Dengan Bakunin segalanya adalah kolosal
dan ia sebuah kekuatan negatif yang primitif… Dari setiap patah kata yang ia ucapkan
orang bisa merasakan kedalaman paling dasar dari keyakinan-keyakinannya… Bagi saya,
si pendobrak ini seutuhnya adalah kasih tak ternilai, lelaki berhati lembut yang mampu
dibayangkan orang’7. Keluhuran budi dan antusiasmenya berseiring dengan hasratnya
untuk mengecam privilege dan ketidakadilan, sesuatu yang membuatnya teramat
menawan bagi kalangan anti otoritarian. Dalam pembandingan tak terhindarkan dengan
Marx, ia tampil lebih ramah dan spontan. Namun karakternya tetaplah sukar dimengerti
sebagaimana teorinya yang ambivalen. Bakunin menyerang otoritas dan meneriakkan
kebebasan absolut, tapi juga memuja mereka yang lahir untuk memerintah dengan
kehendak besi. Ia menolak kekerasan sewenang-wenang tetapi merayakan ‘penghancuran
puitis’ dan merasa tak mampu mengutuk teroris. Ia memiliki rasa moral yang kuat namun
toh juga ditandai sebagai fanatik yang percaya bahwa revolusi mensucikan segala.
Watak serba berlawanan antara kehidupan dan pemikirannya bisa dijejaki mundur
ke ‘dorongan sejak lahirnya untuk mendominasi,’ yang berdampingan dengan hasrat
untuk memberontak8. Komentar lebih suram menyatakan bahwa keeksentrikan Bakunin
sudah rada miring ke tepi jurang kegilaan, bahkan disebut-sebut bahwa ia ‘agak gila’ dan
menunjukkan ‘indikasi gila’9.
Malah ada yang menganggap kekerasan dan otoritarianisme Bakunin berakar dari
gangguan Oedipal dan narcissistic, bahwa perhatiannya pada kebebasan berasal dari
5
Simak Kelly, Bakunin, op.cit., hal. 97 (selanjutnya disebut sebagai Kelly)
6
Marx kepada F. Bolte, 23 November 1871, Marx & Engels, Selected Works, op.cit., hal. 682; Richard B.
Saltman, The Social and Political Thought of Michael Bakunin (Wesport, Connecticut: Greenwood Press,
1983), hal. 170; Arthur Lehning, ‘Introduction’, Michael Bakunin: Selected Writings (New York: Grove
Press, 1973), hal. 10. Paul Thomas dalam bukunya Marx and the Anarchists, op.cit., menyepakati Marx
bahwa Bakunin memang menentang teori.
7
Dikutip dari Guy A. Aldred, Bakunin (Glasgow: Bakunin Press, 1940), hal. 31
8
Carr, Bakunin, op. cit., edisi 2 (New York, 1975), hal. 229
9
Paul Avrich, The Russian Anarchists (Princeton, NJ: Princeton Univ. Press, 1967), hal. 20-1; Edmund
Wilson, To The Finland Station : A Study in the Writing and Acting of History (1940) (Fontana, 1970), hal.
283 (mulai dari sini dirujuk sebagai Wilson)

2
‘kelemahan, rasa takut dan angan-angan kacau’10. Dari perspektif ini, apa yang
disuarakan Bakunin dipandang sebagai cerminan trauma ketakutan yang bersumber dari
masa mudanya.
Bakunin memang lahir dari kondisi yang sangat khusus. Hubungan dengan orang
tua dan saudara sekandungnya amat berperan dalam membentuk kepribadiannya. Ia juga
menanggung beban dengan menjadi seorang bangsawan yang tak berguna dan intelektual
yang tidak punya peran positif dibawah kekuasaan despotis Nicholas II. Pengamatan
Herzen benar bahwa dalam diri Bakunin bersarang ‘kekuatan laten tindakan kolosal yang
tak menemui panggilan dari luar’11. Kerinduan sejak dininya untuk merasa sebagai bagian
dari keseluruhan, terasa kian dipanasi oleh keterlibatannya yang bergairah dengan
idealisme Jerman. Ini jelas jalur tak terhapus yang menjuruskan ia pada upaya
penyelamatan berupa keserentakan revolusi yang besar.
Disamping ketertarikan belakangan orang terhadap Bakunin sebagai studi kasus
utopian dan psikologi apokaliptis, sosok ini memberi sumbangan berharga bagi pemikiran
dan strategi anarkis. Tak pelak ia telah mendobrak untuk sebuah dasar yang baru. Kritik
ilmunya mendalam dan memikat. Ia menguraikan dengan elok sifat menindas dari Negara
modern, bahaya-bahaya pemerintah revolusioner dan kebingungan moral dalam
menggunakan perangkat otoritarian untuk tujuan-tujuan libertarian. Ia membentuk
kelompok-kelompok rahasia dan menyiapkan diktator tersembunyi untuk menyongsong
masyarakat bebas – melalui contoh dirinya sendiri yang disesalkan banyak orang. Ia
mengembangkan perekonomian anarkis yang mengarah ke bentuk kolektif dan
melebarkan analisa kelas Marx dengan ketajaman amatannya akan potensi revolusioner
kalangan petani dan proletariat kumuh (lumpenproletariat).
Dalam perselisihannya yang bersejarah dengan Marx dan pengikutnya dalam
forum First International Working Men’s Association, ia meneguhkan pertikaian pahit di
masa kemudian antara Marxis dan anarkis. Dengan menolak perjuangan politik dan
menegaskan bahwa emansipasi buruh harus diraih oleh para buruh itu sendiri, Bakunin
membuka jalur bagi sindikalisme revolusioner. Sepanjang masa hidupnya ia menorehkan
anarkisme menjadi teori aksi politik dan membantu mengembangkan gerakan anarkis,
khususnya di Perancis dan kawasan berbahasa Perancis di Swiss dan Belgia, Italia,
10
Mendel, Bakunin, op. cit., hal. 419, I
11
Wilson, hal. 269

3
Spanyol dan Amerika Latin. Ia tidak hanya dikenal sebagai ‘Aktivis Pendiri Anarkisme
Dunia’ tapi juga dipuja sebagai ‘bapak sejati anarkisme modern’ 12. Malah ia menjadi
pemikir paling berpengaruh selama masa kebangkitan kembali anarkisme di tahun
enampuluhan dan tujuhpuluhan13.
Namun memang amat sulit menembus Bakunin sebagai seorang pemikir. Ia
condong tokoh yang sangat dikenal ketimbang pemikir yang sistematis dan konsisten.
Bakunin sendiri yang pertama mengakui : ‘Saya bukan orang sekolahan atau filsuf,
bahkan juga bukan penulis profesional. Saya tidak banyak menulis sepanjang hidup saya
dan tidak pernah menulis kecuali, katakanlah, untuk membela diri dan hanya jika
keyakinan yang bergairah memaksa saya mengatasi kesebalan instingtif saya terhadap
setiap ekspos publik atas diri saya’14. Tulisan-tulisannya nyaris selalu merupakan bagian
dari aktivitasnya sebagai revolusioner. Akibatnya, pandangan-pandangan tertulisnya
tampil rancu bagi audiens yang beragam. Seperti kehidupannya, ada arus yang
membingungkan dalam tulisan-tulisannya; baru saja ia menyusun sebuah argumen
dengan baik, lalu ia menyudahinya untuk memetik yang lain. Ia tidak hanya tertarik
dengan konsep-konsep abstrak seperti keadilan dan kebebasan tanpa sewajarnya
mendefinisikan itu, namun juga ia kerap bersandar pada sekumpulan klise : borjuasi tidak
bisa tidak memang ‘korup’, Negara selalu berarti ‘dominasi’ dan kebebasan haruslah

12
Bakunin on Anarchy : Selected Works of the Activist-Founder of World Anarchism, suntingan Sam
Dolgoff (Allen & Unwin, 1973); Saltman, The Social and Political Thought of Michael Bakunin, op. cit.,
hal. 170
13
Lihat Anthony Masters, Bakunin : The Father of Anarchism, (Sidgwick & Jackson, 1974), hal. xix - xx
14
Bakunin on Anarchy, op. cit., hal. 261. Setelah kematian Bakunin, sahabatnya, James Guillaume
menyunting lima dari enam jilid karyanya, Oeuvres (Paris: P.V. Stock, 1895-1913). Max Nettlau
menyunting jilid pertama. Sejarahwan Rusia, M. Steklov bermaksud menerbitkan empat belas jilid karya-
karya Bakunin, namun setelah empat jilid (M.A. Bakunin, Sobranie sochinenii I pisem 1828-76, editor Yu.
M. Steklov, 4 Jilid (Moscow, 1934-5) (berikutnya dirujuk sbg. Bakunin), proyek ini batal; bahkan yang
empat jilid ini pun lantas ditarik dari peredarannya di Uni Soviet. Arthur Lehning mulai menyunting edisi
15 jilid dari arsip Bakunin ini, yang tersimpan di International Institute of Social History di Amsterdam.
Sebegitu jauh tujuh jilid dari Arsip Bakunin telah muncul (Leiden: E.J. Brill, 1961- ). Lehning juga
menyunting Michael Bakunin : Selected Writings (New York: Grove Press, 1974) (berikutnya dirujuk sbg.
Lehning). Kumpulan lain yang dirujuk adalah The Political Philosophy of Bakunin, editor G.P. Maximoff,
dengan Pengantar oleh Rudolf Rocker (New York: The Free Press, 1953) (berikutnya dirujuk sbg. Max),
yang pilihannya ditata secara tematis; dan Bakunin on Anarchy, op. cit. (berikutnya dirujuk sbg. Dol.), yang
ditata secara kronologis.

4
‘absolut’. Semesta mentalnya adalah Manichean·15 dengan oposisi biner kebaikan dan
kejahatan, kehidupan dan sains, Negara dan masyarakat, borjuasi dan buruh.
Ia menulis, jika sempat, di tengah kehidupannya yang dipenuhi sibuk perjalanan
dan agitasi. Tapi begitu apa yang dikerjakannya dimulai, kontan (hasilnya) menyebar ke
segala penjuru. Ia jarang menuntaskan sebuah manuskrip dan karya utamanya hanya
Statism and Anarchy, yang terbit semasa ia masih hidup, lalu God and the State -- terbit
segera setelah kematiannya. Tumpukan tulisannya tetap berupa konsep naskah tak
tersunting. Akibatnya ia kerap mengulang-ulang teksnya dan tampil tidak konsisten serta
kontradiktif. Ia berbicara, misalnya, tentang perlunya ‘abolisi politik total’ dan toh juga
menegaskan bahwa International Working Men’s Association mengajukan ‘politik sejati
kepada para buruh’16. Ia menggunakan istilah ‘anarki’ baik dalam pengertian populer
yang negatif sebagai kekerasan, kekacauan; namun juga dalam pengertian masyarakat
bebas tanpa Negara17. Hal-hal seperti ini untuk sebagian bisa dijelaskan oleh adanya
ketidaktepatan bahasa politik yang berlaku jika seseorang tengah mencoba melintasi
kategori-kategori tradisional dalam pemikiran politik. Namun itu juga bisa merupakan
hasil dari kegagalan mengoreksi naskah-naskah sementaranya atau gagal menata
pemikirannya. Betapapun, dari permukaan semua fragmentasi, pengulangan dan
kontradiksi, muncul motif dasar yang bisa dikenali.
Bakunin lahir pada 30 Mei 1814 di propinsi Tver di belahan barat-daya Moskow.
Ia putra seorang pensiunan diplomat, keluarga kelas mapan Rusia yang terhormat dan
mendapat limpahan tanah negara. Ibunya, née Muraviev, berasal dari keluarga yang
dipermuliakan oleh Catherine Agung (Catherine the Great). Bakunin nomor tiga dari
sepuluh anak, tapi ia anak lelaki tertua dengan empat saudara perempuan dan lima
saudara lelaki. Karena jenis kelamin dan usianya itulah ia menikmati posisi dominan
dalam keluarga dan berdasarkan tradisi ia mewarisi kekayaan keluarga. Hal ini tidak
membatasi dia untuk memanjakan saudara-saudara perempuannya, dengan siapa ia
berbagi perasaan-perasaan dan ambisi-ambisinya yang paling intim. Belakangan ia
menjadi amat cemburu dengan segala keterpenuhan mereka.
15
· Cara pandang melihat dunia yang berakar dari doktrin relijius Manichaeism : semua-semua dilihat
berdasarkan pemisahan materi dan dzat, baik dan jahat. Ini doktrin dari abad ke 3 yang tumbuh di Persia
lalu meresap sebagai elemen dalam ajaran Zoroaster, Budhisme, Kristenitas dan Gnostisisme.
16
Max., hal. 314, 313
17
Dol., Hal. 139

5
Ayahnya punya simpati-simpati liberal lantaran salah satu keponakannya dari sisi
ibu, terlibat dalam gerakan kebangkitan Desember pada 1825 yang menentang Tsar
Nicholas I – sekelompok bangsawan dan penyair yang menyerap pengaruh gagasan-
gagasan Barat. Bakunin berusia sebelas ketika itu dan, seperti Herzen dan Turgenev, ia
milik generasi tak beruntung yang mencapai usia remaja di bawah despotisme Nicholas I.
Bakunin tumbuh dalam kemegahan rumah abad 18-an yang bertengger di atas
bukit, tak jauh dari sungai yang lebar berarus tenang. Masa kecilnya nyaman sekali, ia
bermain dengan saudara-saudara perempuannya di perkebunan keluarga dengan lima
ratus budak belian. Nettlau menyiratkan bahwa kemakmuran keluarga Bakunin
merupakan gambaran yang paling diimpikan, ‘sebuah model dari seluruh tata-konsepsi
Bakunin tentang kebebasan dan kebahagiaan hidup bagi kemanusiaan secara umum’ 18.
Nyatanya, itu toh tampil jauh dari yang diimpikan. Ayahnya berusia empatpuluh ketika
mengawini ibunya yang masih muda. Maka ibunya selalu bersebelahan dengan lelaki tua.
Pada tahun-tahun kemudian Bakunin menganggap ‘semangatnya untuk merontokkan
pengaruh karakter despotis ibunya, mengilhami dia dengan kebencian tak berperasaan
terhadap segala pembatasan kemerdekaan’19.
Ia kelihatannya menjadi bocah laki yang penakut, pendiam dan sungkan bergaul.
Sifat itu boleh jadi merembes terus mendalam ke anarkisme masa dewasanya, yang
mencerminkan ‘ketakutan masyarakat yang permanen dan mendasar’ dan bahwa
organisasi rahasia bentukannya merupakan tempat ia menyelam dan menyembunyikan
dirinya20. Kendati ia kemudian menikah, peran ayah yang mengasuh anak-anaknya
digantikan oleh seorang sahabat dekatnya. Hubungan intim Bakunin dengan saudara
perempuannya, teristimewa Tatiana, mungkin juga berakibat pada impotensi seksual yang
diidapnya lantaran tabu incest. Bisa juga dipastikan, fantasi-fantasinya belakangan
tentang api dan darah tampil sebagai tawaran arus keluar bagi frustasi seksualnya, atau
sedikitnya sebagai pemurnian atau sublimasi parsial dari libidonya yang tertindas. Visi-
visi apokaliptisnya diwarnai oleh kebutuhan psikologis yang pekat.
Bakunin menerima pendidikan yang baik dari guru privat, namun ketika ia
berumur limabelas diputuskan untuk mengirim pemuda ini ke Sekolah Artileri di St.

18
Max., hal. 30
19
Wilson, hal. 270
20
Mendel, hal. 419

6
Petersburg. Di sana dia menikmati kenyamanan kelas atas dan hubungan cinta
pertamanya. Kendati itu sebagian terbesar merupakan cinta Platonis. Berseberangan
dengan dorongan-dorongan ‘murni dan belum terjamah’ dari dalam dirinya, ia benci
dengan sisi ‘gelap, cabul dan menjijikkan’ dari kehidupan barak 21. Toh ia lulus dan
menerima tanda kelulusan secara simbolis pada awal 1833, untuk lantas ditugaskan
bergabung dengan pos brigade artileri di Polandia.
Bangsawan muda yang sensitif dan cerdas ini dengan segera merasa betapa
membosankan dan melompongnya kehidupan serombongan pasukan dalam tugas itu.
Segala sesuatu dalam dirinya menuntut aktivitas dan pergerakan, sebagaimana surat
kepada orangtuanya, ‘dorongan-dorongan spriritualku yang kuat, dalam pertempuran sia-
sia mereka melawan dingin dan tantangan dunia fisik yang tak teratasi, terkadang
mengurasku pada keletihan hebat, menyuntikku dengan keadaan murung…’ 22. Sadar
masa depannya berada dalam genggaman tangannya sendiri, Bakunin mundur dari
ketentaraan dan memutuskan pergi ke Moskow untuk belajar dan mengajar filsafat.
Dan ia lebih banyak belajar filsafat. Pada idealisme Jerman ia menemukan banyak
makna dan kejelasan maksud, dua hal yang absen dalam kekacauan kosong dunia di
sekitarnya. Filsafat baru, tulisnya kepada seorang teman, ‘seperti Annunsiasi Suci«23 yang
menjanjikan kehidupan yang lebih baik, lebih bermakna dan lebih harmonis’ 24. Pada
Agustus 1836, penuh semangat ia menyurati saudara perempuannya bahwa, diperkuat
oleh cinta mereka, ia telah mengatasi ketakutannya terhadap dunia luar : ‘kehidupan
terdalamku kuat karena ia tidak diciptakan berdasarkan dambaan banal atau harapan-
harapan duniawi tentang kilau keberuntungan dari luar; tidak, ia lahir dari tujuan abadi
manusia dan sifat ilahiah dirinya. Kehidupan terdalamku tak lagi takut sebab ia ada dalam
kehidupanmu dan cinta kita abadi sebagaimana tujuan kita’. Sementara sedang
menyarankan ‘keyakinan akal sehat dan cinta ilahiah’ sebagai dasar kehidupan mereka, ia
sudah beranjak memutuskan untuk mengabdikan hidupnya demi meluaskan kebebasan
bagi seluruh mahluk hidup :

21
Ibid., hal. 29
22
Bakunin kepada orangtuanya, 19 Desember 1834, Bakunin, I, 154
23
« Peristiwa pengkabaran oleh malaikat Jibril kepada Maria bahwa ia adalah ibunda Jesus.
24
Bakunin kepada A.P. Efremov, 29 Juli 1835, Ibid., I, 174-5

7
Segala yang hidup, yang ada, yang tumbuh, yakni semua yang di atas bumi,
haruslah bebas dan mampu menumbuhkan kesadaran-diri, membangkitkan
dirinya menuju pusat keilahiahan yang mengilhami segala yang ada.
Kebebasan absolut dan cinta absolut – itulah sasaran kita; pembebas
kemanusiaan dan segenap dunia – itulah tujuan kita25.

Semasa di Moskow, Bakunin berada dibawah pengaruh Fichte yang percaya


bahwa kebebasan adalah ekspresi tertinggi dari hukum moral dan yang menimbang
bahwa Ego tak terbatas merupakan perjuangan kesadaran bagi kebebasan dirinya sendiri.
Ia menerjemahkan pada 1836 karya Fichte, Lectures on the Vocation of the Scholar -- ini
publikasi pertama Bakunin. Ia juga dirasuki oleh Hegel yang menyatakan bahwa yang
nyata adalah rasional dan sejarah yang hadir adalah yang membentangkan dan
mewujudkan Roh melalui rekonsiliasi dialektis dari hal-hal yang saling berlawanan. Pada
1838 ia menerjemahkan Gymnasial Lectures dari Hegel dengan sebuah pengantar : inilah
karya Hegel pertama yang muncul di Rusia. Terbebani oleh visi-visi tentang totalitas,
Bakunin mulai berayun dari pemasrahan-diri dan penyerahan-diri : ‘Orang harus hidup
dan bernapas hanya demi yang Absolut, melalui yang Absolut…’, demikian tulisnya
kepada Varvara, saudara perempuannya26.
Seperti kebanyakan generasinya, Bakunin pun niscaya mengendus-endus
pencerahan di Eropa. Setelah lima tahun tinggal di Moskow, pada 1840 ia ambil
keputusan pergi ke Berlin untuk belajar Hegelianisme dari tangan pertama. Di sana ia
berteman dengan penyair radikal, Georg Herwegh dan esais-penerbit, Arnold Ruge.
Intelektual-intelektual muda seperti Feuerbach, Bauer dan Stirner juga bergabung
mengembangkan kritik sayap kiri terhadap Hegel -- menolak idealisme dan religi -- untuk
lantas lebih menekankan materialisme dan atheisme. Bakunin secara khusus terkesan
oleh naturalisme antropologis dari Feuerbach, dan mengadopsi pandangan materialis dan
progresifnya ihwal sejarah. Yakni sejarah di dalamnya spesies manusia secara gradual
tumbuh dalam kesadaran dan kebebasan. Bertahun-tahun kemudian ia tiba-tiba berencana
menulis buku tentang Feuerbach yang ia sebut ‘penganut dan pembongkar Hegel’27. Arus

25
Bakunin kepada saudara kandung perempuannya, 10 Agustus 1836, Lehning, hal. 31-2, 34-5
26
Bakunin kepada Varvara, 22 Desember 1836, Bakunin, I, 376
27
Bakunin, God and the State, suntingan Benjamin Tucker (1893) (New York: Dover, 1970), hal. 72

8
Hegelian-kiri juga menganggap adanya Negara adalah prinsip yang harus dinegasi untuk
bisa menyadari lapis sintesa yang lebih tinggi tentang masyarakat bebas. Bakunin, seperti
Marx, terpengaruh amat dalam dan pembacaan atas Politics for the Use of the People
(1837) karangan seorang sosialis relijius dari Perancis, Lamennais, lebih jauh
menjuruskan energinya ke arah perbaikan kondisi kemanusiaan.
Tapi di Berlin nyatanya ia tidak semata studi. Bakunin beralih ke tengah lingkaran
imigran Rusia dan bertemu Turgenev yang belakangan memotret Bakunin muda sebagai
hero dalam romannya, Rudin (1856). Ia juga berkenalan dengan Belinsky yang percaya
akan revolusi universal dan melihat Bakunin muda sebagai sebuah pose yang kocak dari
percampuran ganjil dengan vampire.
Bakunin juga mulai merumuskan gagasan-gagasannya sendiri. Pada 1842 ia pergi
ke Dresden di Saxony, dan menulis artikel tentang ‘Reaksi di Jerman’ dalam buku
tahunan Jerman (Deutsche Jahrbücher) yang diterbitkan Arnold Ruge. Artikel ini
mengajukan negasi terhadap dialektika abstrak dan menolak setiap rekonsiliasi antar
kekuatan-kekuatan yang saling beroposisi. Ia juga menyerukan praktek revolusioner dan
diakhiri oleh kalimat yang terkenal ini :
Karenanya marilah kita yakini Roh abadi yang menghancurkan dan
memusnahkan semata karena ia adalah kedalaman tak berujung dan sumber
abadi seluruh kehidupan. Gairah penghancuran adalah juga gairah kreatif!28

Artikel tersebut mendongkrak Bakunin pada rel karir revolusionernya. Dari sejak itu ia
mulai menyeru-nyerukan revolusi kepada orang-orang ketimbang soal cinta universal
kepada saudara perempuannya. Periode 1841-1842 baginya merupakan titik peralihan
dalam hidupnya : ‘Saya pada akhirnya menolak pengetahuan transendental’, tulisnya
suatu kali, ‘dan menerjunkan diri berhadapan muka ke dalam hidup’ 29. Ia menganggap itu
sebagai tanda transisi yang berubah lagi dari teori abstrak ke tindakan: ‘Untuk
mengetahui kebenaran’, demikian ia mengabari keluarganya, ‘bukanlah hanya dengan
memikirkannya tapi dengan menghidupinya; dan hidup lebih dari sekedar proses
pemikiran : ia adalah perwujudan menakjubkan dari pemikiran’30.
28
Dol., hal. 57. Terjemahan pada umumnya dari kalimat terakhir adalah : ‘Dorongan untuk menghancurkan
adalah juga dorongan kreatif’. Lihat Lehning, hal. 58
29
Bakunin kepada I. Skorzewski, Januari 1849, Bakunin, III, 370
30
Bakunin kepada keluarganya, Mei 1843, ibid., III, 216

9
Bakunin nyatanya tidak mengabaikan filsafat demi semata aksi, melainkan mulai
mengembangkan filsafat baru tentang aksi. Dan jauh dari membangkitkan kembali
penyakit metafisik Jerman, ia mempertahankan sebagian besar pengaruhnya, khususnya
pergerakan dialektis dan pencarian totalitasnya. Kerinduannya untuk menjadi satu dengan
yang Absolut dialih-tampilkan menjadi hasrat untuk meresap ke dalam rakyat.
Dambaannya untuk menjadi mahluk hidup sempurna yang menyelamatkan dirinya, kini
bersekutu dengan dorongan untuk menolong yang lain. Pada penghujung 1842 secara
khusus ia berdiskusi dengan Ruge tentang ‘bagaimana kita harus membebaskan diri kita
dan memulai hidup baru demi membebaskan yang lain dan mengguyurkan kehidupan
baru ke dalam mereka’31. Kebutuhan bertindak dan kegairahannya sebanding, hanya
obyeknya yang berubah. Sebagaimana kemudian ia tulis dalam Confessions :

Selalu ada alasan mendasar dibalik kepergian saya : sekuntum cinta pada
yang fantastis, yang tidak biasa, petualangan yang belum pernah terdengar,
untuk menghadapi tergerainya horison tak terbatas yang ujungnya tak seorang
pun dapat meramalkannya. Saya akan merasa mual dan mati lemas dalam
kedamaian sekitar yang biasa… kebutuhan saya untuk bergerak dan bertindak
tetap tak terpuaskan. Kebutuhan ini akan berbaur dengan pengagungan
demokratis yang nyaris satu-satunya motif pendorong saya32.

Bakunin meninggalkan Saxony pada 1843 dan pergi ke Zurich, Swiss, dimana ia bertemu
dan amat terkesan dengan Wilhelm Weitling. Komunis Jerman otodidak ini berkhotbah
untuk jemaat Kristen primitif yang meramalkan kedatangan Kerajaan Tuhan di bumi.
Pada 1838 Weitling menuliskan program komunis yang pertama untuk sebuah organisasi
rahasia Jerman bernama ‘Liga Keadilan’. Bakunin mengabarkan kepada Ruge tentang
buku Weitling -- ‘buku yang sungguh menakjubkan’ -- Guarantees of Harmony and
Freedom, sambil mengutipkan kalimatnya : ‘Masyarakat sempurna tidak punya
pemerintah melainkan cuma sebuah administrasi, tidak ada hukum-hukum selain

31
Bakunin kepada Pavel dan Turgenev, 20 November 1842, ibid., III, 164
32
Materialy dly biografii M. Bakunin, suntingan V. Polonsky. 3 jilid (Moscow, Petrograd, 1923), I, 175
(berikutnya dirujuk sbg. Materialy). Lihat juga The Confessions of Mikhail Bakunin, terj. Robert C. Howes,
suntingan Lawrence D. Orton (Ithaca Cornell Univ. Press, 1977), hal. 92

10
kewajiban, tidak ada hukuman tetapi perangkat koreksi’33. Berjalinan dengan pembacaan
tentang ‘Rousseau yang abadi’, Weitling membantu Bakunin melangkah menuju
anarkisme.
Dalam artikel tak terselesaikan tentang Komunisme, ditulis pada 1843, Bakunin
berancang-ancang menggelar dasar-dasar filsafat politik masa depannya dengan
kepercayaan penuh pada rakyat : ‘Komunisme diturunkan tidak dari teori, tetapi dari
insting praktis, dari insting orang kebanyakan dan yang terakhir ini tidak pernah salah’.
Yang dimaksudkannya dengan rakyat, adalah ‘mayoritas, sekumpulan terluas dari yang
miskin dan tertindas’34. Tapi ia tidak sepenuhnya berada di bawah bayang-bayang
Weitling lantaran ia mengkritik masyarakat idaman Weitling sebagai ‘bukanlah
masyarakat bebas, bukan perserikatan hidup sesungguhnya dari rakyat bebas tapi
sekumpulan binatang, yang saling memaksa sonder toleran dan dipersatukan oleh
paksaan, yang mengikuti hanya tujuan-tujuan material dan pada puncaknya mengabaikan
sisi spiritual kehidupan’35.
Hubungan antara bangsawan yang rajin dan penjahit ini terputus segera setelah
Weitling dipenjara. Mendengar hubungan mereka, pemerintahan Tsarist memerintahkan
Bakunin pulang ke Rusia. Bakunin menolak dan setelah tinggal sejenak di Brusel, ia
berkelana ke Paris pada awal 1844.
Ini menandai periode krusial dalam pergulatan hidupnya. Ia bertemu Proudhon
yang tengah ‘menikmati’ reputasi buruk dari ‘What is Property?’ (1840) dan sedang
melakukan sentuhan terakhir untuk karyanya Economic Contradiction, or Philosophy of
Poverty (1844). Sambil membaca Proudhon, kepada teman Italia-nya Bakunin berteriak :
‘Ini dia!’36. Dan mereka pun tenggelam dalam diskusi-diskusi yang bersemangat
sepanjang malam membahas dialektika Hegel. Bakunin tertarik dengan kritik Proudhon
terhadap pemerintah dan pemilikan – disamping Proudhon juga dengan lugas
menekankan bahaya-bahaya otoritarian dari komunisme dan kebutuhan akan anarki. Tapi
perayaan Proudhon akan kebebasan, itulah yang paling membakar dan mendidihkan
imajinasi dalam kepala Bakunin. Persis pada Mei 1845 Bakunin mengirim kabar ke
rumah : ‘Takdir tak bersyaratku dari masa keemasan seseorang, berada dalam tujuannya
33
Bakunin kepada Arnold Ruge, 19 Januari 1843, Bakunin, III, 176-7
34
Ibid., III, 222-31; Kelly hal. 115
35
Lehning, hal. 123-4
36
Max., hal. 37

11
yang suci, dalam kebebasan sebagai sumber tunggal dan sasaran tunggal kehidupannya,
ia tetap tak tergoyahkan, bukan hanya tidak meredup tapi ia kian tumbuh, menguat …’37
Sebuah pertemuan penting lainnya -- yang sebanding bagi kelanjutan sejarah
sosialisme -- adalah dengan Marx pada 1844. Kendati Marx empat tahun lebih muda,
Bakunin terkesan oleh kecerdasannya, oleh kekukuhan genggamannya pada ekonomi
politik, dan energi revolusionernya. Sebagai pembanding, ia mengakui sosialismenya
masih ‘murni instingtif’. Tapi ia pun sadar bahwa sejak awal temperamen mereka berdua
tidak saling ketemu : Marx menjuluki dia ‘idealis sentimental’, sementara Bakunin
menganggapnya sombong, murung dan berliku-liku38.
Memilih antara Proudhon atau Marx, libertarian Perancis itulah yang lebih disukai
Bakunin. Baginya Proudhon memahami dan merasakan kebebasan lebih baik ketimbang
Marx : ‘Memang mungkin bahwa Marx secara teoritis bisa sampai ke sebuah sistem
kemerdekaan dengan cara yang lebih rasional daripada Proudhon, tapi ia tidak punya
insting Proudhon. Sebagai orang Jerman dan Yahudi, dari kepala sampai kaki ia seorang
otoritarian’39. Anti Semitismenya yang terus-terusan dan perasaan anti Jermannya,
berjajar dalam deretan sifat-sifatnya yang paling menjengkelkan – secara salah ia yakin
bahwa orang Yahudi dan Jerman dari sifat dasarnya sudah bertentangan dengan
kebebasan. Setahun terakhir di penghujung hidupnya, Bakunin menguraikan
pemikirannya sendiri kepada para pengikutnya yang asal Spanyol, sebagai
pengembangan dari anarkisme Proudhon, namun tanpa memasukkan idealismenya yang
oleh Bakunin diganti oleh pandangan materialis tentang sejarah dan proses-proses
ekonomi40. Begitulah, filsafat Bakunin sebagian terbesar terdiri dari politik Proudhonian
dan ekonomi Marxian.
Penyebab pertama-tama yang membakar gairah Bakunin untuk mengabdi rakyat
adalah pembebasan Slavia. Seperti Hegel yang percaya setiap orang punya misi sejarah;
Bakunin berpikir inilah saatnya bagi orang-orang Slavia menghancurkan dunia lama.
Apalagi dengan semua kesegaran dan spontanitasnya, orang-orang Slavia di mata

37
Bakunin kepada saudara lelaki dan perempuannya, 1 Mei 1845, Bakunin, III, 249-50
38
Materialy, III, 301
39
H.E. Kaminski, Bakunin: la vie d’un révolutionnaire (1938) (Paris: Bélibaste, 1971), hal. 77 (berikutnya
dirujuk sbg. Kaminski)
40
Materialy, III, 367. Cf. Surat Bakunin kepada La Démocratie, ibid., III, 145 mengukuhkan pengaruh
Proudhon ke dalam anarkismenya

12
Bakunin tampil sangat berlawanan dengan orang Jerman yang terlampau berteori, gila
rincian dan dingin. Ia seperti sedang berancang-ancang untuk perubahan besar di Eropa.
Pada September 1847 ia menyurati penyair Georg Herwegh dan isterinya dengan istilah-
istilah mistis dan seksual : ‘Aku menantikan… kekasihku, revolusi. Kami akan sungguh-
sungguh berbahagia – itulah, kami akan menjadi diri kami hanya jika seluruh dunia
diliputi oleh api’41. Visi Bakunin akan akhir dunia yang apokaliptis merupakan inti bagi
perjuangan totalnya yang mengharukan bagi kebebasan, harmoni, perdamaian dan
persaudaraan. Setelah orasinya yang menyerukan kemerdekaan Polandia dari Rusia –
pada penghujung 1847 – ia diusir dari Paris gara-gara tekanan diplomatik Rusia terhadap
Perancis. Toh itu tak melemahkan semangatnya : kasus Slavia-Polandia tetap masalah
yang menggulir selama bertahun-tahun ke depan.
Bakunin pertama-tama menyeberang dulu ke Brusel, namun ketika Revolusi
pecah di Perancis beberapa bulan kemudian – Februari 1848 – ia kontan balik ke Paris.
Baginya ini momen untuk, sedikitnya, menciptakan masyarakat baru dan diharapkan
revolusi akan berakhir hanya jika Eropa, bersama dengan Rusia, membentuk federasi
republik demokrasi. Momen tersebut merupakan kontak nyatanya yang pertama dengan
kelas buruh dan perasaannya meluap oleh martabat bawaan-lahir mereka. Di jajaran
barikade terdepan ia meneriakkan komunisme, revolusi permanen dan perang, hingga
takluknya musuh terakhir. Bakunin seperti menemukan bentuknya – impiannya tentang
revolusi hadir dan ia berkesempatan mengerahkan energi besarnya menjadi orkestrasi
kejatuhan Negara borjuis. Ujung-ujungnya, peristiwa tersebut tidak lagi sekedar obrolan
di ruang duduk, melainkan aksi berdarah di jalanan. Bakunin segera ditahan di pos barak
Keamanan Nasional Buruh. Bagaimana polahnya, bisa tergambar dari komentar seorang
Kepala Polisi ini : ‘Lelaki edan! Hari pertama revolusi ia adalah modal tak ternilai; tapi di
hari berikutnya ia sebaiknya ditembak’42. Kepala Polisi itu jelas harus bersiaga terhadap
posisi dan jabatannya yang bisa dipastikan bakal terjungkir jika revolusi sosial a’la
Bakunin berjaya.
Revolusi menyebar ke Jerman dalam hitungan beberapa minggu, tapi Bakunin
membidik Eropa tengah. Ia berharap untuk mengawali Revolusi Rusia di Polandia. Ia
mabuk dalam gemuruh revolusi di Eropa dan sukacita penghancuran dunia lama
41
Bakunin kepada George dan Emma Herwegh, 6 September 1847, Bakunin, III, 265
42
Wilson, hal. 271

13
mewujud kian tegas di matanya. Ia mengabari Herwegh : ‘Dorongan dahsyat ini akan
mengantar ke perangnya petani dan itu menggelorakan diriku karena aku tidak takut
anarki, aku mendambakannya sepenuh hati’43. Pada tahapan ini, Bakunin masih bukan
seorang anarkis dan ia menggunakan istilah ‘anarki’ dalam makna negatif yang melulu
kekacauan dan penjarahan; dorongannya untuk menghancurkan masih tampil lebih kuat
ketimbang dorongan kreatifnya. Hari-hari parlemen dan konstitusi sudah berakhir,
tulisnya pada Herwegh : ‘Kita butuh sesuatu yang berbeda : gairah, hidup dan dunia baru,
tanpa hukum dan, oleh sebab itu, bebas’44.
Berharap untuk menularkan revolusi Pan-Slavia, Bakunin hadir dalam Kongres
Slavia di Praha pada Juni 1848. Dalam pidatonya yang berapi-api, Seruan bagi Warga
Slavia, yang ditulis di tengah musim gugur, ia tidak hanya merayakan ‘insting orang
banyak yang terpujikan’ tapi juga menyerukan federasi bagi segenap rakyat Slavia.
Federasi ini akan dipimpin oleh dewan yang akan menangani sengketa-sengketa internal
dan menetapkan kebijakan-kebijakan luar negeri. Bakunin tetap ngotot menumbuhkan
gerakan kemerdekaan nasionalis, kendati ia sudah memperlihatkan dukungan-dukungan
pada pemujaan spontanitas orang kebanyakan. Tambahan lagi, dengan menyerukan untuk
pertama kalinya penghancuran kerajaan atau dinasti Austria dalam Seruan bagi Warga
Slavia, itu merupakan peristiwa penting dalam sejarah Eropa.
Pada saat yang sama ia mengembangkan -- selama Kongres Praha dan selama
setahun berikutnya -- proyek kediktatoran revolusioner yang basisnya adalah sehimpunan
kelompok rahasia. Ini yang pertama dari beberapa organisasi khusus yang didirikan
Bakunin – ini gerakan yang mengganjal, sebetulnya, bagi seruan-seruan publiknya yang
menyatakan keyakinan libertarian dan oposisi menuju pemerintahan revolusioner. Yang
dibidik oleh kelompok rahasia ini adalah revolusi langsung yang hendak diperluas ke
seluruh Eropa dan Rusia, dan untuk menjungkirkan Kekaisaran Austria. Sebagaimana
ditulisnya dalam Confessions, kepada Nicholas I, himpunan ini akan terdiri atas tiga
lapisan, kelompok pemuda, petani dan orang miskin kota. Masing-masing saling tidak
mengenal. Kelompok-kelompok ini dibawah pengorganisasian yang ‘ketat hierarki dan
disiplin yang absolut’, yang berada di bawah komando komite sentral yang
beranggotakan tiga atau empat orang yang berkemampuan mengerahkan dukungan satu
43
Bakunin kepada George Herwegh, 8 Desember 1848, Bakunin, III, 368
44
Bakunin kepada Herwegh, Agustus 1848, ibid., III, 318

14
batalion terdiri dari tiga ratus sampai lima ratus orang 45. Anggota kelompok rahasia – ia
lebih suka menyebutnya ‘masyarakat rahasia’ -- akan melebur ke dalam kerumunan
sebagai ‘kekuatan tak terlihat’. Jika berhasil, dari situ mereka akan menggelar
pemerintahan pasca revolusi dengan kekuasaan tak terbatas untuk menggusur ‘segenap
persekongkolan dan jurnal-jurnal, segala anarki yang cerewet’. Bakunin diniatkan bakal
jadi ‘pucuk tertinggi rahasia’ dan jika rencananya berjalan ‘semua ancaman utama
terhadap gerakan akan dikonsentrasikan di tanganku’, dan proyeksi revolusi di Bohemia
tak akan menyeleweng keluar jalur yang sudah ia gariskan46.
Sebaiknya, paparan barusan tadi tidak usah kita tanggapi terlampau apa adanya 47.
Kendati selalu ada fantasi tentang menerapkan kekuasaan diktator absolut serupa di atas –
yang patut disesalkan – dalam sejarah pemikiran politik. Agaknya Bakunin nyaris
mengidap keterpecahan : ia merayakan kebebasan absolut dan mengutuk diktatorial
dalam tulisan-tulisan publiknya, hanya untuk memimpikan kediktatoran rahasia yang ia
sendiri akan berdiri pada puncak komandonya. Ini menggoreskan codet otoritarian yang
buruk pada kepribadiannya, memerosotkan kritik-kritiknya terhadap Marx dan
menunjukkan cacat dalam taktik-taktiknya. Betapapun, kekosongan tak tertolak ini tidak
merubah kesahihan pernyataan-pernyataan publiknya tentang kebebasan, tidak juga itu
mendongkrak peran pentingnya dalam sejarah anarkisme. Perkara tersebut semata-mata
menunjukkan kegagalannya menggapai praksis yang persis.
Pada periode ini, Bakunin tak mampu menjernihkan kepalanya dalam soal
gagasan masyarakat rahasia. Ia terus merangsek dengan kembali ikut penyerbuan selama
bangkitnya pergerakan di Praha pada 1848. Setelah gagal, ia mengembara berkeliling
Jerman hanya untuk ikut terjun dalam pemberontakan di Dresden pada Mei 1849. Para
buruh, menurut Engels, melihat Bakunin sebagai ‘seorang pemimpin yang
berkemampuan dan berkepala dingin’, meskipun ia dituduh menyebabkan banyak korban
berjatuhan akibat membujuk mereka untuk bangkit melawan keganjilan-keganjilan yang
mustahil48.
Bakunin tidak tertarik mendukung kekuatan-kekuatan pro konstitusi yang
menawarkan unifikasi Jerman melawan kekaisaran Saxony, dan baginya pemberontakan
45
Dol., hal. 70
46
Confessions, op. cit., hal. 112, 119
47
Lihat Franco Venturi, Roots of Revolution (New York: Grosset & Dunlap, 1966), hal. 58; Dol., hal. 62
48
Dikutip dari Lehning, hal. 144

15
itu tidak akan berhasil. Namun ia juga tak betah diam saja. Ia menyeberangi jalanan
Dresden, menggamit Richard Wagner, konduktor Opera Dresden itu, dan mereka pergi
bersama ke gedung Dewan Kota untuk menyimak apa yang terjadi di sana. Pemerintahan
Sementara baru saja diumumkan. Bakunin bergegas menasihati para pemimpinnya untuk
segera membentengi kota melawan pasukan Prusia yang tengah mendekat menuju kota
pada malam itu. Hanya seorang dari tiga anggota presidium yang meyakini sarannya, dan
Bakunin mendukung penuh dia. Ia terjun langsung menyusun barikade guna
membangkitkan moral. Toh tentara Prusia menerjang mereka. Bakunin ngotot membakar
semangat para pemberontak di depan gedung Dewan Kota, namun mereka mundur ke
Freiburg, bahkan terus lari sampai ke Chemnitz. Dan revolusioner yang lelah itu,
sendirian, disergap di tempat tidurnya.
Bakunin begitu letih untuk bisa lari – energinya, akhirnya, habis. Kali ini ia
dijatuhi hukuman mati. Ia dibangunkan pada satu malam dan dibawa keluar – ini hanya
setitik kesempatan kecil yang menerbitkan pada kesadarannya, bahwa ia menghadapi
hukuman penjara seumur hidup. Ia dipindahkan ke Austria yang kembali menjatuhi ia
hukuman mati karena tindak pengkhianatan berat. Namun pada akhirnya ia dideportasi ke
Rusia. Ia menjalani masa delapan tahun berikutnya di penjara pengasingan yang terkenal,
Peter-and-Paul, dan lalu di benteng Schlüsselburg. Hukuman ini tidak hanya
merontokkan kesehatannya – gusinya kerap berdarah dan giginya bertanggalan –
melainkan juga menghasilkan Confessions-nya yang menghebohkan itu.
Ditujukan kepada Tsar Nicholas I, Confessions berisikan campuran ganjil nubuat
politik, menyalahkan-diri sendiri dan dramatisasi, selain juga pandangan personal yang
unik. Ia menyebut dirinya ‚pendosa yang bertobat’ dan menyatakan : ‘Akulah si penjahat
besar yang tak pantas diberi ampunan’. Berbarengan dengan itu ia menyiratkan dirinya
menderita ‚penyakit filosofis’ metafisika Jerman dan kebodohan-kebodohannya sebagian
besar muncul dari konsep-konsep yang salah, ‚namun terlebih-lebih ia muncul dari amat
kuatnya dorongan kebutuhan akan pengetahuan, kehidupan dan tindakan yang tak pernah
terpuaskan’49. Dokumen yang sangat ambivalen ini tampil sebagai tipudaya yang cerdik
sekaligus juga pengkhianatan yang menyolok terhadap keyakinannya.

49
Confessions, op. cit., hal. 149-50, 34

16
Volunterisme Bakunin tampil jelas manakala ia menyambungkan bagaimana ia –
setelah kegagalan menggelembungkan kebangkitan di Bohemia – merenungkan bahwa
lantaran revolusi adalah sesuatu yang esensial, maka itu bukanlah mustahil. Pada tahapan
ini, sesuatu yang revolusioner sangatlah penting bagi Bakunin ketimbang kondisi-kondisi
yang hendak dituju : ‚melulu takdir,’ demikian dinyatakannya, ‚sudah setengah
keberhasilan, setengah kemenangan. Berjalinan dengan kehendak yang kuat, ia akan
menjadi suntikan kebangkitan bagi sekitarnya, ia akan meniupkan kebangkitan rakyat,
menghimpun, mempersatukan dan mengikat massa ke dalam satu jiwa dan satu
kekuatan’50. Setelah menggariskan skema diktatorial rahasia dan menyerukan reformasi
kepada Tsar despotis, ia menegaskan bahwa ia tak berkemampuan menjadi diktator :

Untuk merengkuh kebahagiaanku bersama kebahagiaan orang banyak,


martabat personal di dalam harga diri dari semua yang berada di sekitarku,
untuk menjadi bebas dalam kemerdekaan bersama yang lain, itulah prinsipku,
aspirasi seluruh hidupku. Aku memikirkan itu sebagai tugas-tugas yang
paling suci : memberontak melawan segala penindasan, siapa pun
penciptanya dan korbannya51.

Apa pun motivasinya dalam Confessions, sosok penuh tindakan di dalam diri
Bakunin, pastilah merasa frustasi berada dalam penjara dan terputus dari dunia. Ketika
saudara perempuan yang dicintainya menjenguknya dan gagal memperoleh ijin
menemuinya, ia menyelipkan sepucuk pesan:

Engkau tak akan pernah paham apa artinya merasakan dalam dirimu
bagaimana dikuburkan hidup-hidup, bahkan untuk mengatakannya kepada
dirimu sendiri, setiap saat, siang-malam : akulah budak, akulah yang
terbuang, diperas impoten bagi kehidupan, untuk mendengarkan dari dalam
selmu gaung pertempuran besar yang memang harus terjadi, yang akan
memutuskan pertanyaan-pertanyaan paling penting bagi kemanusiaan – dan
untuk dipaksa tetap diam dan tak berguna. Untuk kaya dengan gagasan, yang

50
Ibid., hal. 79
51
Dikutip dari Kaminski, hal. 167

17
sebagian bisa bermanfaat, dan untuk tak mampu menyadari bahkan sekedar
satu dari sekumpulan (gagasan itu)... untuk mampu bagi setiap pengorbanan,
bahkan kepahlawanan atas nama ribuan kesucian, dan untuk menatap semua
dorongan itu dari dalam kurungan empat dinding, hanya itulah saksi-saksiku,
hanya itulah kepercayaanku! Itulah hidupku!’52

Guna bertahan dengan filsafat-aksinya yang baru, ia menyesali masa-masa ia buang


waktu dengan metafisika ‘bayangan Cinta’ dan memaksa adik-adik lelakinya untuk
berkonsentrasi merawat perkebunan mereka53.
Hanya berkat kenaikan tahta Alexander II pada 1855, maka sanak-keluarga
Bakunin bisa mengurus perubahan dari hukuman penjara menjadi hukuman pembuangan.
Bakunin lalu pindah ke Siberia di mana pada 1857 ia menikahi Antonia Kiriatkowska –
seorang gadis Polandia berusia 18 tahun. Antonia melahirkan dua anak di rumah Carlo
Gambuzzi, seorang sahabat keluarga, ia tampaknya cukup berbahagia mengikuti
suaminya, revolusioner yang terpaksa harus berpindah-pindah tempat tinggal itu.
Gubernur Siberia Timur, Jendral Nikolai Muravev, menjadi kerabat kedua Bakunin
karena sang Gubernur bersepaham dengan keluarganya yang berpihak pada kalangan
Decembrist·54. Bakunin amat terkesan dengan metode kolonisasi sang Gubernur : ia
menceritakan kepada Herzen bahwa sang Gubernur adalah ‚sosok terbaik di Rusia’ yang
tampaknya ‚dilahirkan untuk memerintah’; ia negarawan sejati yang tak menolerir para
pengoceh, ia sosok yang kata-katanya adalah juga perbuatannya sepanjang masa
hidupnya, dengan dorongan kehendak yang sekeras besi’55. Sepertinya Bakunin melihat
Muravev sebagai sosok pemimpin yang potensial bagi salah satu masyarakat rahasianya.
Sang Gubernur sendiri, lebih jauh, berharap bahwa suatu hari nanti bukanlah mustahil
membebaskan para petani dengan memberikan tanah yang mereka garap dan untuk

52
Bakunin kepada Tatyana, Februari 1854, Bakunin, IV, 244-5
53
Bakunin kepada keluarganya, Materialy, I, 269
54
· Decembrist adalah nama bagi kalangan pejabat Rusia yang memimpin pemberontakan pada Desember
1825. Anggota-anggotanya tersebar di berbagai kelompok revolusioner yang meminati gagasan-gagasan
liberal Barat. Setelah kematian Tsar Alexander I, Decembrist menginginkan tahta turun ke adiknya, Grand
Duke Nicholas. Kelompok ini, sebenarnya, lebih suka tahta kelak dipegang oleh saudara Nicholas, yakni
Constantine : ia sosok yang lebih menjamin terbentuknya monarki konstitusional. Kebangkitan kelompok
ini dengan cepat diberangus dan beberapa dari mereka dihukum mati. Decembrist kemudian dihormati
sebagai martir oleh kalangan revolusioner Rusia yang muncul belakangan.
55
Bakunin kepada Herzen, 7 November 1860; 8 Desember 1860, Kelly, hal. 147

18
mendirikan ‘pemerintahan mandiri, penghapusan birokrasi dan, sejauh mungkin,
mendesentralisasikan kekaisaran Rusia tanpa konstitusi atau parlemen’. Dalam prosesnya
mungkin dibutuhkan semacam ‘kediktatoran besi’ yang akan membebaskan segenap
warga Slavia dan menyatakan perang terhadap Austria dan Turki56. Di kemudian hari
Kropotkin bertemu Muravev di Siberia – tak lama setelah gubernur menganeksasi
kawasan Amúr bagi Rusia. Bila Bakunin menggoreskan kesan terhadapnya ‘sebagaimana
para lelaki keluaran sekolah pemerintahan dari jenis yang bertindak’, maka lain lagi
Muravev di mata Kropotkin, ‘ia seorang despot sejak dari dasar hatinya’57.
Bakunin tinggal selama empat tahun di Siberia – dari 1857 sampai 1861. Ia tak
menepati janjinya kepada pengganti Muravev ketika ia bertindak sebagai seorang agen
untuk sebuah perusahaan perdagangan. Dalam sebuah ekspedisi ke sungai Amúr, ia naiki
kapal Amerika yang berlayar ke Jepang dan kemudian ke San Francisco. Ia berkeliling di
Amerika Serikat dan bertemu dengan tokoh-tokoh utama lingkaran progresif dan
pendukung abolisi atau penghapusan perbudakan, di Boston. Ia suka dengan negeri itu
dan dengan sistem federasi-nya, kendati kehadirannya tak menggoreskan jejak mendalam
di kalangan yang merupakan embrio gerakan buruh. Baru belakangan Benjamin Tucker
menerbitkan gagasan-gagasannya58. Hanya sebulan Bakunin tinggal di Amerika untuk
kemudian pindah ke Inggris pada akhir 1861. Di London ia bertemu dengan sahabat
sosialisnya, Alexander Herzen, dan keponakannya, Nikolai Ogarev. Setelah terbungkam
selama tiga belas tahun, ia meluncurkan suaranya kembali yang bertajuk ‚Kepada
Sahabat-sahabatku di Rusia, Polandia dan Slavia,’ yang muncul dalam jurnal mereka,
The Bell, pada Februari 1862. Mengutip slogan jurnal, ‚Land and Liberty’, ia menegaskan
kembali keyakinannya terhadap insting rakyat dan ia menyerukan revolusi untuk
melahirkan pemerintahan mandiri orang-orang Slavia, yang berjalinan dalam kesatuan
dengan organisasi persaudaraan yang tumbuh dari bawah dan berbasiskan pada komune-
komune petani. Ini jelas menggemakan federalisme Proudhon, sembari Bakunin terus
beranjak ke ekonomi-mutualisme sebagai desakan untuk tercapainya pemilikan tanah
berbasis komunal.

56
Dikutip dari Kaminski, hal. 179
57
Peter Kropotkin, Memoirs of a Revolutionist, suntingan J.A. Rogers (Cresset, 1988), hal. 133
58
Lihat Avrich, ‘Bakunin and the United States’, Anarchist Portraits, op. cit., hal. 16-31

19
Pada kesempatan kali ini, Herzen menangkap kesan yang lebih bersemangat
tentang sahabatnya itu: ‚Gerak-geriknya, diamnya, seleranya dan semua sifat-sifat
lainnya, seperti tubuhnya yang tinggi-besar dan selalu berkeringat itu, semuanya
berdimensi super, sebagaimana adanya dia – raksasa dengan kepala berzodiak Leo
beserta surai kusutnya’. Bagi Herzen ia lebih tampil sebagai ‚teoritisi abstrak’ ketimbang
sosok yang beraksi, dan dengan terus-terang ia berkata kepada sahabatnya:

Lepaskan dirimu dari hidup (ini), terjunlah kembali bersama masa


mudamu ke dalam idealisme Jerman... kau hidupilah itu sepanjang usia lima-
puluhmu, dalam dunia ilusi, luapan gairah belajar, menggumuli aspirasi-
aspirasi besar dan kejatuhan yang remeh... dari belitan urusan keuangan,
terjunilah dengan sejalur kebijaksanaan namun dengan cara melahap yang
keras kepala dan dengan hasrat kuat untuk aktivitas revolusioner yang tak
menemukan revolusi59.

Bisikan Herzen menohok persis, tapi Bakunin hanya punya ruang pilihan yang kecil :
mengabaikannya. Ia mencoba masuk ke Polandia tak lama setelah pembangkangan pada
Januari 1863, tapi ekspedisi yang mengongkosinya bangkrut dan ia hanya sampai di
Swedia. Maka Bakunin mencari jalan untuk ke Italia, negeri di mana ia menambatkan
harapan Panslavia-nya dan bergeser mendekati kepiawaian anarkisme. Kerinduannya
akan revolusi sudah sekuat ketika masa awal dia. Namun, ia mengabarkan kepada teman-
temannya di Rusia pada 1864, bahwa ia merasa hidup di masa peralihan, sepenggalan
masa yang tidak bahagia bagi rakyat yang tak bahagia:

Peradaban berkarat, babarisme tak juga berkembang menjadi sesuatu yang


bertenaga dan kita pun menemukan diri kita berada di antara dua kursi listrik.
Ini sungguh berat – jika saja orang bisa hidup sedikitnya hingga hari akbar
Nemesis, penilaian terakhir itu, ketika masyarakat Eropa yang tercela juga tak
bisa lari dari yang ditakdirkan. Engkaulah sahabat-sahabatku yang akan
membangun – dahagaku hanya untuk penghancuran, sebab aku yakin untuk
59
A.I. Herzen, Sobranie sochinenii v tridtsati tomakh (Moscow, 1954-65), XI, 360; Herzen kepada
Bakunin, 20 Agustus 1863

20
membangkitkan bangkai dengan bahan-bahan yang sudah karatan adalah
kesia-siaan, dan bahwa bahan-bahan kehidupan yang baru dan bersama
mereka, organisme baru, semata itulah yang akan bangkit dari kehancuran
total... Untuk masa yang panjang ke depan aku tak melihat puisi kecuali puisi
teguh penghancuran, dan kita akan cukup beruntung berkesempatan
menyaksikan penghancuran60.

Di Italia Bakunin semula tinggal di Florence, lalu pindah ke Naples pada Oktober
1865. Setelah kegagalan pembangkangan di Polandia, ia tidak lagi percaya gerakan
pembebasan nasional sebagai kekuatan revolusioner. Ia mulai mengadvokasikan revolusi
sosial dalam skala internasional. Meskipun ia bertemu revolusioner Italia, Mazzini, di
London dan menghormatinya sebagai pribadi, bagi Bakunin sekarang, idealisme dan
nasionalisme Mazzini jadi menjemukan. Sejak itu Bakunin juga meninggalkan filosofi
idealisme yang menjadi awalannya, dan mulai mengembangkan pandangan dunia yang
lebih materialistik dan atheistik. Pergeserannya ke arah ini terbantu oleh Comte yang
positivistik, tapi lebih khususnya oleh Marx. Ia memujikan Marx sebagai yang pertama
memahami ‘bahwa segenap perkembangan intelektual dan politik dalam masyarakat,
tiada lain merupakan ekspresi perkembangan material dan ekonomi’61.
Atas permintaan Marx, Bakunin menemuinya ketika ia berkunjung ke London
pada November 1864. Sebelumnya Bakunin masih sakit hati akibat sebuah laporan --
muncul dalam jurnal yang diterbitkan Karl Marx, Neue Rheinische Zeitung – yang
menuduh dia sebagai mata-mata Rusia. Namun Marx – kepada media Inggris --
meyakinkan Bakunin bahwa ia tidak berperan menyangkut artikel yang memfitnah itu.
Pertemuan itu meninggalkan kesan bagus bagi Marx. Ia mengabarkan kepada Engels
bahwa Bakunin adalah satu dari sedikit orang yang terus bergerak menjauhi kemerosotan
sepanjang enam belas tahun sebelum pertemuan mereka itu 62. Di sisi lain, International
Working Men’s Association yang didirikan Marx juga menggoreskan kesan bagus pada
Bakunin, yang kontan sepakat bekerja untuk asosiasi itu di Italia. Demikianlah pertemuan
terakhir mereka.

60
Bakunin, II, 273-4
61
‘Reflexions philosophiques sur le fantôme divi, le monde réel, et l’homme’, Oeuvres, op. cit., III, 397
62
Lihat Marx kepada Engels, 4 November 1864, Wilson, hal. 283

21
Selama tinggal di Italia itulah gagasan-gagasan anarkis Bakunin mencapai bentuk
akhirnya. Jalan sepertinya membentang di hadapannya sejak percakapannya dengan
Proudhon – tentunya juga dengan ia membaca karya-karya anarkis Perancis itu –
ditambah pertemuannya dengan Giuseppe Fanelli, sahabat dari Carlo Pisacane, pemimpin
anarkis Italia masa itu. Pisacane memaknai pemilikan (property) dan pemerintah sebagai
sumber-sumber utama terjadinya perbudakan, kemiskinan dan korupsi, dan menyerukan
sebuah Italia Baru yang diorganisasikan dari bawah berdasarkan prinsip asosiasi bebas.
Inilah juga yang menjadi pokok utama program Bakunin.
Betapapun demikian, Bakunin toh tetap tak menanggalkan kegemarannya akan
konspirasi dan segala siasat pembentukan masyarakat rahasia. Di tengah tiadanya
organisasi yang rapi dari gerakan buruh, ia tetap bersandar pada kepeloporan sekelompok
kecil yang bisa menjamin kemenangan revolusi sosial. Ia membentuk masyarakat rahasia
itu di Florence pada 1864, kendati hanya terdiri dari beberapa saja lelaki dan perempuan.
Ketika ia pindah ke Naples, ia mendirikan Persaudaraan Revolusioner Rahasia dan pada
1866 ia menuliskan Principles and Organization of the International Brotherhood. Ia
mengabarkan kepada Herzen dan Ogarev, bagaimana ia selama tiga tahun terakhir terjun
dalam ‘pendirian dan pengorganisasian masyarakat revolusioner internasional rahasia’.
Tak lupa dikirimkannya juga pernyataan dan prinsip-prinsip masyarakat itu63.
Dokumen tersebut tak hanya mengajukan gambaran paling rinci dari versi
Bakunin tentang masyarakat bebas, namun juga melukiskan bentuk awal dari seluruh
masyarakat rahasia di masa mendatang. Brotherhood akan diorganisasikan ke dalam dua
‘keluarga’, nasional dan internasional -- yang internasional akan mengontrol yang
nasional. Sasarannya adalah menggulingkan Negara-negara yang ada dan membangun
kembali Eropa, lalu Dunia, berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan kerja.
Sementara Brotherhood tampil hierarkis dan terpusat, dalam dokumen utamanya
yang bertajuk ‚Katekisme Revolusioner’*64, Bakunin toh mengelaborasi prinsip-prinsip
anarkis. Pertama-tama ia menegaskan bahwa ‘kebebasan individual dan kolektif’ adalah
satu-satunya sumber tatanan dalam masyarakat dan moralitas. Lantas, sebagaimana
Proudhon, ia mengenali bahwa keadilan hanya ada melalui persamaan. Ia menolak

63
Bakunin kepada Herzen dan Ogarev, 19 Juli 1866, Lehning, hal. 59
64
* Katekisme atau Catechism adalah istilah dari agama Kristen yang merupakan ringkasan prinsip-prinsip
ajaran Kristen yang tersusun berbentuk tanya-jawab sebagai instruksi pegangan dalam penyebaran ajaran

22
pandangan bahwa kemerdekaan tak dapat dijelaskan melalui persamaan : ‚Kebebasan
bagi setiap orang oleh karenanya hanya bisa terwujud dalam kesetaraan bagi semua.
Pencapaian kebebasan melalui persamaan, pada prinsipnya dan dalam kenyataannya
adalah keadilan’65. Namun berbeda dengan Proudhon yang patriarkis, Bakunin
menegaskan bahwa perempuan dan lelaki memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Mereka bisa saja bersatu dan berpisah dalam ‚perkawinan bebas’, terserah mana yang
menyenangkan mereka, dan melahirkan anak yang nantinya disubsidi oleh masyarakat.
Kanak-kanak bukan milik orang tua, bukan juga milik masyarakat, melainkan ‚milik diri
mereka sendiri dan kemerdekaan masa depan mereka’66. Pada akhirnya, kebebasan sejati
hanya dapat terwujud dengan penghancuran total Negara, serta dengan ‘Penolakan
absolut segala bentuk otoritas termasuk yang mengorbankan kebebasan demi
kenyamanan Negara’. Oleh sebab itu, the Brotherhood ditujukan untuk menghancurkan
‚segala Negara yang serba besar, gampang merembes kemana-mana dan amat terpusat,
serta untuk menghapus alter ego Gereja dan hal-hal penyebab permanen pemiskinan,
brutalisasi dan begitu-dalamnya lapis-lapis perbudakan’67.
Kendati masyarakat rahasia Bakunin tak pernah berfungsi sebagai organisasi yang
berpengaruh, gagasan itu tampil sebagai arus utama dalam pemikirannya. Ia berharap
elite rahasianya bertindak sebagai ‚pilot-pilot gaib dalam tebalnya riuh-rendah
kerumunan’. Misi mereka, pertama‚ untuk mendorong lahirnya revolusi melalui jarum
jahit yang merangkaikan sebaran insting-insting massa, dan kemudian menyalurkan
energi revolusioner orang banyak’. Namun ketegangan antara simpati-simpati libertarian
Bakunin dan strategi otoriternya yang memanipulasi yang lain melalui masyarakat
rahasia, terentang amat jelas. Salah satu ‚fungsi kardinal’ dari para pemimpin adalah
untuk menanamkan di benak para pengikutnya, kebutuhan untuk merawat ‚seluruh
konsolidasi otoritas’ melalui pendirian asosiasi-asosiasi bebas68. Dalam imajinasi Bakunin

65
Dol., hal. 76. Guèrin menampilkan-ulang di dalam antologinya, Ni Dieu ni Maitre, dua teks yang saling
berhubungan, ‘The Programme of the Brotherhood’ dan ‘Revolutionary Catechism’ dari biografi Bakunin
yang ditulis tangan oleh Nettlau dari bahasa aslinya, Perancis, dan menegaskan bahwa kedua (teks) itu
‚hanya sedikit diketahui orang dan mungkin yang paling penting dari karya-karya anarkis Bakunin’
(Guèrin, Ni Dieu ni Maitre, op. cit., hal. 169). Versi lebih pendek dari manuskrip ini dicetak ulang dalam
Lehning, hal. 64-93
66
Ibid., hal. 93, 94
67
Dol., hal. 76, 78
68
Lehning, hal. 20

23
yang kelewat bersemangat, tetap masih ada pemimpin dan yang dipimpin, para pilot yang
bijak dan para penumpang yang masa bodoh.
Pada tahapan ini, Bakunin tidak menyerukan pengambil-alihan secara langsung
dan segera industri swasta. Ia bersandar pada dua hal : penghapusan hak pewarisan dan
pembentukan asosiasi-asosiasi ko-operatif para buruh, guna menjamin menghilangnya
secara gradual kepemilikan pribadi dan ketimpangan ekonomi. Seluruh pemilikan di
bawah negara dan para reaksioner akan disita. Kesetaraan ekonomi dan politik,
bagaimanapun, tidak bakal mengarah ke penyeragaman tingkat keragaman individual,
mengingat kapasitas yang plural menyatakan ‚berlimpahnya kemanusiaan’69.
Untuk menggantikan keberadaan negara-bangsa, masyarakat harus
diorganisasikan ‚dari dasar ke puncak, dari pinggiran ke pusat-sesuai prinsip-prinsip
asosiasi dan federasi bebas’. Himpunan basis masyarakat akan berupa komune otonom
yang senantiasa memiliki hak untuk menarik diri dari federasi. Keputusan-keputusan
akan diambil oleh suara mayoritas yang berdasarkan hak suara universal yang tanpa
pembedaan kelamin. Komune akan memilih pegawai-pegawainya, para penyusun hukum
dan jaksa, serta menciptakan konstitusi mereka sendiri. Akan hadir ‚kebebasan individual
absolut’, seiring terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat70.
Dokumen yang disebut sebagai ‚basis spiritual gerakan anarkis’ ini, apa boleh
buat ia tampil kontradiktif sekaligus juga otoriter 71. Bakunin menuliskan bahwa satu-
satunya batas yang bisa dilegitimasi berupa ‚kekuatan opini publik yang bermanfaat dan
alamiah’. Betapapun, ia toh menyatakan juga bahwa masyarakat bisa mencabut semua
hak politis orang dewasa yang ‚anti sosial’ dan mereka yang mencuri atau mengingkari
kesepakatan mereka dan mencederai kebebasan individual, akan ‚dihukum sesuai hukum-
hukum masyarakat’72. Korupsi dan eksploitasi ditekan serendah mungkin. Kanak-kanak
akan dididik hanya oleh komune dan bukan oleh orang tua mereka, dengan begitu bisa
ditanamkan ‘nilai-nilai kemanusiaan’ kepada mereka sekaligus guna melatih mereka
sebagai pekerja-pekerja terspesialisasi. Setiap orang yang sehat jasmani diharapkan untuk
bekerja atau jika tidak akan dianggap sebagai ‘parasit’ atau ‘pencuri’, mengingat kerja
merupakan inti jiwa sumber kemakmuran dan basis bagi kedaulatan kemanusiaan dan
69
Dol., hal. 88
70
Ibid., hal. 77, 78
71
Kaminski, hal. 214
72
Dol., hal. 79, 80-81

24
moralitas. Setiap orang dewasa diperhitungkan harus memenuhi tiga kewajiban ini :
‘bahwa ia tetap bebas, bahwa ia hidup berdasarkan keringatnya sendiri dan bahwa ia
menghormati kebebasan orang lain’73. Adapun mengenai alat untuk mencapai revolusi
sosial, Bakunin menyadari bahwa itu akan berarti melibatkan perang. Perang akan nyaris
selalu ‘berdarah-darah dan saling berdendam’, namun ia merasa bahwa perang tidak akan
berlangsung lama atau akan jatuh menjadi ‘terorisme sistematis yang dingin’. Itu akan
berupa perang yang bukan untuk melawan manusia-manusia tertentu, melainkan
utamanya melawan ‘institusi-institusi anti-sosial’74.
Namun, sementara tak diragukan lagi ada elemen-elemen otoriter dalam dokumen
tersebut, Bakunin hanya berharap ia mempertahankan pemerintahan politis dalam
bentuknya yang paling ringan. Tentu saja ia masih menggunakan kata ‘pemerintah’ guna
menjelaskan parlemen terpilih di tingkat propinsi yang menentukan hak dan kewajiban
komune-komune dan tribunal atau persidangan terpilih yang menyelesaikan
persengketaan antar komune. Namun dengan parlemen di sini, ia memaksudkan lebih
kepada ‘asosiasi yang mengkoordinasi’75. Kembali, pemakaian kata ‘Negara’ oleh
Bakunin pada akhir dokumen tampaknya menyiratkan bahwa ia tidak sepenuhnya
seorang anarkis. Namun manakala ia menuliskan bahwa revolusi mengupayakan
‘aglomerasi atau penggabungan absolut dari komune-komune menjadi propinsi dan lalu
menaklukkan wilayah-wilayah menjadi Negara,’ ia tidak sedang mengacu kepada tatanan
legal yang memaksa sebagaimana adanya negara-negara; melainkan ia memakai itu guna
menjelaskan unit-unit federal yang membentuk ‘kesatuan sentral dari negeri’76.
Sementara nanti akan ada parlemen nasional yang mengkoordinasi produksi dan
penyelesaian sengketa, satuan bangsa ini akan tetap berupa federasi sukarela dari unit-
unit yang otonom, dengan ‘kemerdekaan absolut dan otonom dari wilayah-wilayah,
propinsi, komune, asosiasi dan individu’. Tidak bakal ada angkatan bersenjata dan
pertahanan yang diorganisasikan oleh milisi-milisi rakyat. Dalam jangka panjang,
Bakunin memimpikan bahwa adanya negara bangsa ini akan melarut di masa depan

73
Ibid., hal. 89, 99, 95
74
Ibid., hal. 100
75
Ibid., hal. 83, 82
76
Ibid., hal. 69; Guerin, Nie Dieu Ni Maitre, op.cit., I, 170

25
menjadi ‚Federasi Semesta Rakyat’ dengan perniagaan, pertukaran dan komunikasi
bebas77.
Beranjak dari Italia, Bakunin pergi ke Jenewa pada 1867 untuk menghadiri
peresmian Kongres Liga Perdamaian dan Kebebasan, yakni badan liberal yang didukung
oleh Garibaldi, Victor Hugo, Herzen, John Stuart Mill untuk menyebut beberapa nama di
antara banyak lainnya. Bakunin berpikir bahwa ini adalah forum yang pas untuk
melontarkan gagasannya dan dengan tangkas ia pun tampil dengan menggoreskan kesan
yang mendalam. Sebagaimana kemudian dikabarkan oleh bangsawan Wrangel :

Saya tak ingat lagi apa yang dikatakan Bakunin dan yang jelas itu
keadaan yang akan jarang bisa tercipta lagi. Pidatonya bukanlah iring-iringan
kata yang sepenuhnya logis dan tidak juga kaya akan gagasan, namun terdiri
atas kalimat-kalimat yang bergulung-gulung menggelora. Sesuatu yang
mendasar dan bercahaya – gempuran badai dengan sambaran kilat dan guntur
serta auman singa. Lelaki itu seorang pembicara yang dilahirkan untuk
menggerakkan revolusi. Revolusi adalah karakter alamiahnya. Pidatonya
menerbitkan kesan yang luar biasa. Andaikata ia meminta para pendengarnya
untuk menyembelih leher mereka masing-masing, mereka mungkin akan
dengan riang mematuhinya78.

Nyatanya, dalam pidato pertamanya Bakunin membuat penegasan yang jernih tentang
nasionalisme. Ia menyadari bahwa ‘Setiap nasionalitas memiliki hak tak tertolak untuk
menjadi dirinya sendiri, untuk hidup sesuai karakter alamiahnya sendiri’ namun ia
menegaskan bahwa nasionalisme agresif selalu muncul dari Negara sentralistik 79. Lebih
lanjut ia memaparkan rinci pandangan anarkisnya tentang sifat manusia, masyarakat dan
Negara, sembari menandaskan bahwa perwujudan penuh sosialisme ‘akan tak diragukan
lagi merupakan proses kerja dalam hitungan abad-abad80.
Dalam seruannya yang tak selesai, belakangan dikenal bertajuk Federalisme,
Sosialisme, Anti Teologisme, ia menekankan bersejajar kritik Rousseau bahwa manusia
77
Dol., hal. 98, 85
78
wilson, hal. 227
79
Kelly, hal. 179
80
Dol., hal. 103

26
bukanlah satu-satunya mahluk yang paling individualistik di atas bumi melainkan juga
yang paling sosial : ‘Masyarakat adalah modus eksistensi alamiah dari kolektivitas
manusia, yang independen dari setiap jenis kontrak atau ikatan. Ia mengelola dirinya
melalui kebiasaan atau perilaku tradisional, namun tidak pernah melalui hukum-
hukum’81. Setiap manusia memiliki sentuhan rasa akan keadilan yang bersemayam di
dalam kesadarannya yang dengan sendirinya menerjemahkan diri menjadi ‘kesetaraan
simpel’. Mahluk hidup dilahirkan, secara moral dan intelektual, setara tanpa menimbang
jenis kelamin maupun warna kulit. Soal-soal menyangkut kriminalitas dan kebodohan
adalah ‘bukan muncul dari karakter alamiah mereka; itu semata-mata sedari dasarnya
hasil lingkungan sosial dari mana mereka dilahirkan atau dibesarkan’82. Seperti Godwin,
Bakunin dengan demikian meyakini bahwa mahluk hidup dilahirkan dengan kecerdasan
dan rasa moral yang sama dan selebihnya sepenuhnya merupakan produk dari lingkungan
mereka. Dasar alamiah mereka adalah sosial dan berkemampuan mengelola diri mereka
sendiri tanpa hukum-hukum buatan manusia.
Pada sisi lain, adalah Negara yang merupakan asal-muasal utama terjadinya
kejahatan sosial; ‘dialah yang paling keji, paling sinis dan negasi paling komplit
terhadap kemanusiaan’. Bakunin menyuarakan kembali secara lebih panjang retorika
Proudhon :

segenap sejarah negara-negara purba dan modern adalah semata-mata


serangkaian pemberontakan kejahatan…Tak ada horor, kekasaran, penodaan,
sumpah palsu, tak ada penipuan, tak ada transaksi keji, perampokan sinis,
penjarahan telanjang atau pengkhianatan jorok yang tidak berlangsung atau
yang tidak dilakukan sehari-hari oleh representasi negara, di bawah naungan
anggapan yang tak asing lagi yang tiada lain kata-kata elastis itu, yang begitu
nyamannya sekaligus begitu mengerikannya : ‚demi negara’83.

Bakunin melontarkan, untuk pertama kali, pernyataan publiknya yang lugas


tentang anarkismenya ketika berpidato pada September 1868 dalam forum Kongres

81
Ibid., hal. 129
82
Ibid., hal. 125, 147
83
Ibid., hal. 133, 134

27
Kedua Liga Perdamaian dan Kebebasan di Berne. Ia menyatakan dalam istilah-istilah
yang sudah tak ragu bahwa negara-negara didasarkan atas ‚paksaan, penindasan,
eksploitasi, ketimpangan yang bertumbuh menjadi sistem dan membuat dirinya sebagai
tiang penopang utama eksistensi masyarakat’. Mereka mengajukan negasi rangkap
perihal kemanusiaan, secara internal dengan memapankan tatanan melalui paksaan dan
eksploitasi terhadap rakyat, dan secara eksternal dengan mengedepankan perang yang
agresif. Dengan sifat mendasarnya mereka merepresentasikan ‚oposisi diametrikal dari
keadilan, kebebasan dan moralitas kemanusiaan’84. Ia menyimpulkan bahwa kebebasan
dan perdamaian hanya bisa dicapai melalui penghapusan semua Negara untuk lalu
menciptakan federasi universal dari asosiasi-asosiasi bebas yang ditata-ulang oleh
masyarakat dengan proses dari bawah ke atas. Demikianlah, pokok-pokok itu menjadi
tema-tema sentral dari filsafat anarkisnya.
Pada musim panas 1868 Bakunin bergabung ke cabang Jenewa dari International
dan setahun berikutnya ia bertindak sebagai delegasi ke Kongres Keempat Asosiasi
Buruh Internasional di Basel. Dengan langkahnya secara langsung masuk ke buruh
industrial yang terorganisir, sesuatu yang untuk pertama kali dilakukan, itu menandai titik
balik dalam kariernya dan dalam sejarah gerakan anarkis. Ia segera memperoleh
dukungan dari kalangan para pembuat arloji di kawasan berbahasa Perancis di Jura,
Swiss, yang memberi ia markas di sana dan Bakunin pun terus memperluas pengaruhnya
di kalangan buruh khususnya di Perancis dan Italia. Kamerad Italia-nya, Giuseppe
Fanelli, pergi ke Spanyol dan dengan cepat juga mengkonversi Federasi Spanyol,
organisasi terbesar di dalam International, menjadi berada dalam program kolektif dan
federalis a’la Bakunin. Bermula dari seksi libertarian dalam International inilah
sindikalisme revolusioner atau belakangan dikenal sebagai ‚anarko-sindikalis’, muncul.
Namun upaya Bakunin untuk menggabungkan International dengan Liga
Perdamaian dan Kebebasan, ditolak oleh Dewan Umum dan juga oleh Marx yang
mendominasi badan ini. Ketika Kongres Liga juga menolak ajuannya untuk ‚penyetaraan
ekonomis dan sosial antar kelas-kelas dan individu-individu’, maka Bakunin pun bersama
14 peserta lainnya meninggalkan ruangan, termasuk James Guillaume, seorang kepala

84
Kelly, hal. 179

28
sekolah muda dari Jura, guna membentuk Aliansi Internasional Demokrasi Sosial dengan
kantor pusatnya di Jenewa.
Pada tahun berikutnya setelah kembali ditolak bergabung dengan International,
secara formal Bakunin membubarkan Aliansi pada awal 1869, namun ia tetap merawat
kontak-kontak pribadi dengan para anggotanya dan bersama mereka ia membentuk
kelompok-kelompok di Switzerland, Belgia, Italia dan Spanyol. Status pasti dari Aliansi
beserta relasinya dengan International tetap samar dan terselubung kontroversi. Marx
menuduh bahwa Bakunin tidak pernah membubarkan Aliansi-nya dan bermaksud
membuatnya menjadi ‚International kedua di dalam International’85. Sementara
Guillaume mengatakan bahwa itu sudah dibubarkan pada Januari 1869 kendati ‚kontak
bebas antar sosok-sosok yang bersatu untuk aksi kolektif dalam persaudaraan
revolusioner informal’ tetap berlanjut86. Di mata Bakunin sendiri Aliansi merupakan
pelengkap yang diperlukan bagi International dan meskipun keduanya memiliki tujuan
puncak yang sama, masing-masing bertindak dalam fungsi yang berbeda. Sementara
International berjuang untuk mempersatukan buruh, Bakunin menghendaki Aliansi
mengisi upaya itu dengan arah revolusioner yang sesungguhnya. Sebagaimana
ditekankan Bakunin dengan gaya Hegelian bahwa program-program Aliansi
‚menampilkan hamparan yang sepenuhnya dari International’87.
Bakunin pun menempatkan dirinya berpropaganda atas nama International.
Dalam serangkaian artikel untuk L’Egalitè, jurnal dari Federasi Swiss berbahasa Perancis
dari International, ia menegaskan bahwa setiap anggota baru harus menjamin
‚menundukkan kepentingan-kepentingan pribadi dan keluarga sebagaimana juga
keyakinan politik dan relijius mereka demi kepentingan utama asosiasi kita : untuk
perjuangan buruh melawan modal, alias perjuangan ekonomi antara buruh melawan
borjuis’. Hal ini terdengar sangat otoriter dan pastinya menakutkan dalam pandangan
Godwin, yang berpikir bahwa hak akan penilaian privat adalah yang paling utama :
seseorang tidaklah mesti bergabung ke dalam asosiasi politik yang memaksakan loyalitas
dan kepatuhan yang bertentangan dengan kesadarannya.

85
Marx kepada F. Bolte, 23 November 1871, Marx dan Engels, Selected Works, op.cit., hal. 682
86
James Gullaume, ‚Michael Bakunin: A Biographical Sketch’, Dol., hal. 38
87
Dol., hal. 157

29
Bakunin menetapkan tugas prinsip International adalah mengisi sehimpunan besar
massa buruh, yang ‚sosialistik tanpa memahaminya’, dengan pemikiran sosialis, sehingga
setiap buruh akan mencapai tahapan ‚sepenuhnya sadar akan kehendaknya, untuk
membangunkan kecendekiawanan di dalam dirinya yang akan bersahutan dengan
kerinduan mendasar di dalam dirinya’. Namun soal ini bukanlah sesuatu yang bisa
dicapai hanya melalui propaganda dan pendidikan mengingat jalan terbaik bagi para
buruh untuk belajar teori adalah melalui praktek : ‚emansipasi melalui aksi praktis’.
Prinsip fundamental International, dengan demikian sepenuhnya benar : ‚Emansipasi
buruh adalah perjuangan buruh itu sendiri’88.
Meskipun hanya sedikit yang berjalan dalam kenyataannya, Bakunin terus
menyusun program-program bagi ‚Persaudaraan Internasional’ (International
Brotherhood). Dalam rancangan kasar 1869, ia menjelaskan gagasan-gagasannya tentang
strategi revolusioner, sambil menyerukan penghapusan properti pribadi, Gereja dan
Negara dan mengalihkannya menjadi properti kolektif di bawah federasi bebas asosiasi-
asosiasi pertanian dan industri. Ia kini memberi arti yang positif untuk anarki. ‚Kita tidak
takut anarki,’ serunya,

kita memanggilnya. Sebab kita yakin anarki yang berarti manifestasi yang tak
terbatasi dari orang-orang yang hidup merdeka, harus terbit dari
kemerdekaan, kesetaraan, tatanan sosial baru dan kekuatan revolusi itu
sendiri melawan reaksi. Tak diragukan lagi bahwa kehidupan baru ini –
revolusi populer – pada masa baiknya akan menata diri, mencipta organisasi
revolusioner sedari bawah ke atas, sedari lingkar terluar ke pusat, yang
bersesuaian dengan prinsip kemerdekaan89.

Pada saat yang sama, sembari menolak kediktatoran dan sentralisasi, Bakunin masih tetap
menulis tentang ‚revolusi baru Negara’ dan kebutuhan akan ‚asosiasi Persaudaraan
Internasional yang universal dan rahasia’ untuk menjadi organ yang menyuntikkan
hidup dan tenaga kepada revolusi. Gerakan anarkis terdepan ini terdiri atas ‚sejenis
personil umum revolusioner yang dibangun oleh dedikasi, energi, individu-individu
88
Ibid., hal. 162, 166, 167
89
Ibid., hal. 152

30
cerdas, dan utamanya persahabatan yang rapat dengan rakyat, mereka yang tidak
sombong, tak juga ambisius namun berkemampuan melayani menghubungkan gagasan
revolusioner dengan insting orang banyak’90.
Deru sengketa antara Marx beserta pengikutnya dengan Bakunin dan
pendukungnya akhirnya mengemuka dalam Kongres International di Basel pada
September 1869. Suara untuk Bakunin tampaknya hanya dua belas diantara tujuh puluh
lima delegasi, namun kekuatan orator dan karisma kehadirannya nyaris membuat
Kongres menyambut ajuannya untuk menghapus hak pewarisan sebagai satu kondisi
yang harus ada bagi emansipasi kerja buruh. Pengikut Marx menegaskan bahwa
mengingat pewarisan properti adalah semata produk sistem properti, maka akan lebih
baik untuk menyerang sistem itu sendiri. Dalam hasil akhirnya, kedua ajuan dari Bakunin
dan Marx ditolak, namun isu tersebut mengarahkan para partisan properti kolektif
terpecah dua menjadi faksi-faksi yang saling bertentangan. Menurut Guillaume, mereka
yang mendukung Marx dalam memajukan kepemilikan properti kolektif di bawah Negara
mulai disebut ‚negara’ atau ‚komunis otoritarian’, sementara mereka yang bersepakat
dengan Bakunin untuk memajukan kepemilikan langsung di bawah asosiasi-asosiasi
buruh disebut ‚komunis anti otoritarian’, ‚komunis federalis’ atau ‚komunis anarkis’ 91.
Istilah ‚kolektivis’ dan ‚komunis’ tetap digunakan secara longgar; Bakunin lebih
menyukai menyebut dirinya ‚kolektivis’ dengan itu ia maksudkan bahwa mengingat
kerja-buruh kolektif menciptakan kemakmuran, maka kemakmuran kolektif haruslah
dimiliki secara kolektif pula. Ia meyakini bahwa distribusi seharusnyalah dilakukan
seiring atau sesuai kerja yang dilakukan, dan bukan didasarkan atas kebutuhan.
Marxis ortodoks berpandangan bahwa Bakunin berupaya merebut kontrol atas
International dan didorong oleh motivasi pribadi92. Para eksilan Rusia yang disebut Utin
di Switzerland pun digelisahkan oleh kontroversi dan gosip yang ditiupkan oleh barisan
Marx bahwa Bakunin adalah mata-mata Rusia dan bahwa ia tidak berprinsip dalam
urusan dengan uang. Toh Bakunin tetap menghormati Marx sebagai pemikir yang bahkan
Marx toh diuntungkan dengan tawaran sebuah penerbit kepada Bakunin untuk
menerjemahkan jilid pertama Capital ke bahasa Rusia. Sengketa yang sebenarnya
90
Ibid., hal. 154 - 5
91
Ibid., hal. 158
92
Simak Marx kepada F. Bolte, 23 November 1871, Marx dan Engels, Selected Works, op.cit., hal. 682-3;
Nikolai Ivanov, Karl Marx: A Short Biography (Moscow: Novosti Press, 1982), hal. 176

31
bukanlah antara individu ambisius (Bakunin) melawan sosok otoriter (Marx), atau
bahkan bukan antara konspirasi dengan organisasi, melainkan tentang perbedaan strategi-
strategi revolusioner.
Bakunin kini mengerahkan seluruh energinya untuk meletupkan revolusi Eropa
yang ia harapkan kelak akan menyebar ke seluruh dunia. Dalam serangkaian pidato
tertulis yang terburu-buru, pamflet-pamflet dan berjilid-jilid manuskrip tak selesai, ia
mencoba melontarkan pandangan-pandangannya. Dalam prosesnya, ia mulai
mengalihkan anarkisme menjadi gerakan revolusioner.
Bakunin berpikiran bahwa revolusi dunia akan bermula dari Rusia. Pada awal
1870 ia mengkritik teman lamanya, Herzen, yang menghadap Tsar dan kebangsawanan
Rusia untuk menawarkan reformasi. Secara khusus ia meminta Herzen menolak Negara,
persisnya karena dia sosialis : ‘engkau mempraktekkan sosialisme Negara dan kau
berkemampuan mendamaikan dirimu dengan keburukan paling berbahaya yang
dihasilkan oleh abad kita – demokrasi (pegawai) resmi dan birokrasi merah’ 93. Bagi
Bakunin, satu-satunya cara mentransformasi Rusia hanyalah melalui pemberontakan
populer.
Dalam pencariannya akan sejenis katalis, Bakunin menjadi berkawan pada masa-
masa ini dengan seorang revolusioner muda, Sergei Nechaev. Ini perkawanan yang
membawa bencana dan memang menodai gerakan anarkis. Nechaev yang belakangan
mengilhami karakter Peter Verkhovensky di dalam The Possessed karya Dostoevsky,
adalah sesosok yang luarbiasa : despotik, haus kekuasaan, egois, kasar dan punya daya
bujuk yang ganjil. Ia contoh teroris tak berprinsip yang tak akan berhenti membidik.
Nechaev bersiasat meyakinkan Bakunin dan sahabat Herzen, Ogarev, bahwa ia
punya organisasi rahasia dengan dukungan massa di Rusia. Semula ia di mata Bakunin
merupakan tampilan ideal dari kelahiran baru revolusioner Rusia, seorang konspirator
sempurna dengan pikiran yang tajam dan penuh siasat. ‘Fanatikus muda ini sungguh
mengesankan,’ tulis Bakunin kepada Guillaume, ‘ia pemeluk teguh tanpa tuhan dan
pahlawan, tanpa bunga-bunga retorik’94. Bakunin tak berdaya dibekuk bujukan seseorang
yang kelihatannya memiliki tenaga hebat, dedikasi dan juga ia berada dalam tahun-tahun

93
Kaminski, hal. 222
94
Bakunin kepada Guillaume, 13 April 1869, Kelly, hal. 270

32
yang sensitif. Nechaev tampil sebagai reinkarnasi bandit Rusia yang legendaris, Stenka
Razin dan Pugachev.
Berdiam di Jenewa dengan Bakunin, Nechaev menuliskan antara April dan
Agustus 1869, Catechism of a Revolutionary, yang terbukti menjadi salah satu dokumen
yang menjijikkan sepanjang sejarah terorisme dan belakangan kemudian diringkas
sebagai ‘injil’ gerakan Eldridge Cleaver dan Black Panthers. Prinsip tuntunannya, ‘segala
sesuatu yang menyumbang bagi kejayaan revolusi adalah bermoral; segala yang
menghalangi adalah tak bermoral dan kriminal’. Ini seruan untuk memutus-tuntas segala
ikatan dengan masyarakat masa lalu, untuk meresapi ‘gairah tunggal nan dingin’ sebagai
awalan revolusioner dan untuk mengadopsi tujuan tunggal ‘penghancuran tega-hati’
dalam rangka menghapus Negara beserta institusi-institusi dan kelas-kelasnya. Kata
pembukaan dari bagian kedua pamfletnya :

Dia yang revolusioner adalah sosok takdir. Ia tak punya kepentingan pribadi,
tak berurusan, tak ada sentimen, siap siaga, ia properti, bahkan ia tak
bernama. Segala sesuatu di dalam dirinya diserap untuk satu kepentingan
eksklusif, satu pikiran, satu gairah – revolusi.

Pamflet ini tidak hanya menyarankan daftar orang-orang yang harus dienyahkan namun
juga menyatakan bahwa komite sentral dari setiap masyarakat rahasia sebaiknya
menimbang semua anggota-anggotanya sebagai ‘modal ravolusioner’ yang siap
dibelanjakan95. Pamflet lain yang tak ditandatangani bernama Prinsip Revolusi yang
ditulis pada masa itu, yang berstempel Nechaev, menyatakan dengan sama buruknya :

Kami menyadari tak ada aktivitas selain pemusnahan, namun kami akui
bahwa bentuk-bentuk aktivitas ini akan menunjukkan dirinya dengan sangat
bervariasi – racun, pisau, tali dsb. Dalam perjuangan ini, revolusi menyucikan
segalanya96.

95
Kelly, hal. 266. Untuk terjemahan bahasa Perancis, simak M. Confino, Violence dens le violence. Le
dèbat Bakounine – Necaev (Paris, 1973), hal. 100-5
96
Carr, hal. 379

33
Kedua karya tersebut bertanda atas nama gabungan Bakunin dan Nechaev.
Kepengarangan mereka bersama meletupkan kontroversi yang pahit.
Dengan sendirinya Bakunin terkesan kepada spontanitas bertenaga para
penyamun Rusia dan, tulisnya kepada Nechaev, ‘orang-orang primitif ini, yang brutal
hingga ke titik bengis, memiliki karakter yang segar, kuat dan tak tersentuh’. Bakunin
juga menjadi dekat dengan relativisme moral Nechaev manakala ia menyatakan ‘Di mana
ada perang, di sana ada politik dan demi kehendaknya, orang harus patuh untuk
menggunakan kekuatan, kecerdikan dan muslihat’. Catechism of a Revolutionary ditulis
selama periode kerjasama erat antar dua lelaki, namun kendati Bakunin tampaknya
membantu penulisannya, karya ini utamanya berasal dari tangan Nechaev. Dalam analisa
final, Bakunin secara kategoris menolak ‘sistem berkarakter Jesuit’ dari Nechaev,
penggunaan kekerasannya yang tak berprinsip dan muslihatnya. ‘Dalam Katekisme,’
tulisnya kepada Nechaev dengan lugas, ‘engkau… berharap untuk membuat
pengorbanan-dirimu yang bengis, fanatisme ekstrim sejatimu, sebagai aturan hidup untuk
komunitas’. Secara bulat Bakunin mengutuk ‘negasi total atas karakter individu dan
sosial’ dari Nechaev97.
Tidak seperti Lenin yang memuja Catechism of a Revolutionary, Bakunin tak
berurusan dengan nihilisme Nechaev. Ia sampai pada titik meragukan keberadaan
organisasi rahasia Nechaev di Rusia dan merasa ditikam dari belakang – kendati ia
menolak untuk mengutuknya – oleh aksi pembunuhan politik yang dilakukan Nechaev
terhadap seorang mahasiswa bernama Ivanov. Bakunin akhirnya patah arang dengan
Nechaef setelah mengetahui bahwa anak muda yang berada di bawah lindungannya ini
telah mengancam akan melakukan hukuman menakutkan terhadap agen penerbit yang
telah memberi uang muka untuk penerjemahan Capital, jika ia menimbulkan kesulitan.
Namun kerusakan toh sudah terjadi. Asosiasi mereka menelurkan gunjingan bagi
Bakunin, ia dipandang sebagai teroris dan karya mereka digunakan secara selektif

97
Bakunin kepada Serge Nechaev, 2 Juni 1870, Archives, IV, 114, 125, 106-7. Carr (hal. 386) menegaskan
berdasarkan bukti-bukti internal bahwa baik Principles of Revolution maupun Catechism of a
Revolutionary memang ditulis oleh Bakunin. Pada sisi lain Kelly mengikuti Steklov (Bakunin, III, 463-5)
dengan menyisipkan bahwa Bakunin-lah yang menulis Principles dan bahwa disebabkan kemiripan gaya
dan isi, ia mungkin membantu menyunting Catechism karya Nechaev (Kelly, hal. 271, 269). Pada saat
bersamaan, P. Pomper (Sergei Nechaev (New Brunswick, NJ: 1979), hal. 79-83) menyatakan Nechaev yang
mengarang The Principles sebagaimana juga dinyatakan oleh Paul Avrich, ‘Bakunin and Nechaev’,
Anarchist Portraits, op. cit., hal. 40

34
membenarkan aksi-aksi teroris anarkis sebagaimana juga sekalian untuk mencemarkan
ideal anarkis. Bakunin sendiri terus merekomendasikan pembunuhan selektif terhadap
beberapa individu sebagai tahapan awal menuju revolusi sosial dan memandang bahwa di
Rusia perbanditan adalah api terdepan bagi revolusi meluas, meskipun tak diragukan juga
bahwa ia terpukul mundur oleh amoralisme total Nechaev98.
Manakala perang Franco-Rusia pecah pada Juli 1870, harapan revolusioner
Bakunin memuncak kembali untuk pertama kalinya sejak insureksi di Polandia pada
1863. Marx pada mulanya mendukung Prusia dalam upaya mengalahkan Bonaparte
Perancis yang ia nilai sebagai tantangan bagi kelas buruh. Ia menulis : ‘Andaikata Prusia
berjaya, sentralisasi kekuatan Negara akan berguna bagi sentralisasi kelas buruh
Jerman… Dalam skala dunia, berkuasanya proletariat Jerman atas proletariat Perancis
akan pada saat yang sama meneguhkan kekuasaan teori kita atas (teori) Proudhon’ 99.
Bakunin, pada sisi lain, menilai militerisme Prusia bahkan lebih berbahaya ketimbang
Bonapartisme. Ia mengharapkan bahwa dengan kekalahan rejim Napoleon III akan
mengarahkan pada kebangkitan meluas kalangan petani dan buruh untuk menentang
invasi Prusia dan pemerintahan Perancis, yang dengan itu sekaligus menghancurkan
Negara untuk lantas menuju pada federasi bebas komune-komune. Guna lebih memberi
ilham bagi gerakan revolusioner ia menuliskan rancangan, Letters to a Frenchman on the
Present Crisis, yang merupakan kontribusi unik bagi teori dan praktek revolusi.
Bakunin mengadvokasi pembelokan dari perang antar dua Negara menjadi perang
sipil untuk revolusi sosial : perang gerilya dari rakyat bersenjata guna memukul mundur
tentara asing dan perlawanan domestik dalam ‘perang penghancuran, perang tanpa belas
kasihan hingga titik penghabisan’100. Kembali Bakunin mengekspresikan kecintaannya
pada penghancuran. Anarkinya bukanlah semata kehidupan damai dan produktif dari
komunitas, ‘pengorganisasian-diri spontan dari kehidupan warga kebanyakan’ yang akan
menggapai kembali komune-komune. Tapi hal itu juga berupa gejolak kekerasan – yang
tiada lain adalah ‘perang sipil’101. Ia menegaskan bahwa satu-satunya pilihan layak adalah
dengan membangkitkan ‘energi primitif yang ganas’ dari rakyat Perancis dan ‘Biarkan
lepas anarki massa ini, di pedesaan juga di kota-kota, suburkan hingga ia mengalir
98
Simak Letter to a Frenchman, Kelly, hal. 212; dan Statism and Anarchy, Archives, III, 174
99
Marx, dikutip dari Lehning, hal. 284
100
Dol., hal. 184
101
Ibid., hal. 207, 206

35
layaknya gelombang balas dendam yang gusar menghancurkan dan mengganyang segala
yang menghalangi jalurnya’102.
Pada sisi yang lebih positif, Bakunin menekankan kapasitas revolusioner kaum
tani sembari memuja mereka sebagai kebuasan yang mulia : ‚Yang tak tercemari oleh
kemanjaan berlebih dan kemalasan, dan hanya sedikit terpengaruh oleh rongrongan
merusak dari masyarakat borjuis’. Ia menekankan kebutuhan akan aliansi antara petani
dan buruh namun dengan tetap menilai kaum proletar kota sebagai pengambil inisiatif
revolusionernya. Kendati menyadari kondisi ekonomi sebagai pengaruh kunci menuju
perubahan sosial, sisi voluntarist Bakunin menggaris-bawahi pentingnya kesadaran dan
kehendak rakyat dalam prosesnya : ‘gejolak revolusioner massa buruh tidak melulu
bergantung pada kedalaman derita dan keterpinggiran mereka, namun juga pada
keyakinan atas keadilan dan atas kemenangan perjuangan mereka’103.
Setelah kejatuhan Kerajaan Kedua dan pendirian Republik Ketiga, Bakunin pergi
ke Lyon pada September 1870 bersama beberapa anggota aliansi Klandestin-nya untuk
mencoba mengompori kebangkitan yang ia harapkan akan membawa ke terbentuknya
federasi komune-komune revolusioner. Hal itu menandai dimulainya gerakan
revolusioner yang memuncak pada Komune Paris pada musim semi berikutnya. Dengan
bantuan Jenderal Cluseret, Bakunin mengambil alih Balaikota Lyon dan dengan segera
mendeklarasikan penghapusan Negara. Pada 25 September 1870 poster-poster bertengger
di tembok-tembok kota mengumumkan :

ARTIKEL 1 : Mesin administratif dan pemerintahan negara telah menjadi


impoten, karenanya dihapuskan.
ARTIKEL 2 : Seluruh pengadilan kriminal dan sipil dengan ini dihentikan
dan digantikan oleh keadilan Rakyat.
ARTIKEL 3 : Pembayaran pajak dan jaminan gadai dihentikan. Pajak-pajak
digantikan oleh kontribusi yang ditarik dan dikumpulkan oleh komune-
komune terfederasi terhadap kelas-kelas kaya, sesuai kebutuhan bagi
penyelamatan Perancis.

102
Ibid., hal. 2000
103
Ibid., hal. 189, 209

36
ARTIKEL 4 : Karena negara telah dihapuskan, maka negara tak bisa lagi
ikut campur menjamin pembayaran hutang-hutang partikelir.
ARTIKEL 5 : Seluruh badan-badan administratif kotapraja yang masih ada
dengan ini dihapuskan. Semua itu digantikan oleh komite-komite untuk
penyelamatan Perancis per setiap komune. Seluruh kekuasaan pemerintahan
akan diperiksa oleh komite-komite di bawah pengawasan Rakyat.
ARTIKEL 6 : Komite di ibukota wilayah akan mengirimkan dua perwakilan
ke tingkat nasional untuk konvensi revolusioner bagi penyelamatan Perancis.
ARTIKEL 7 : Konvensi ini akan segera bertemu di Balaikota Lyon, karena
Lyon adalah kota kedua Perancis dan yang terbaik untuk berurusan secara
bertenaga dengan soal pertahanan negeri. Mengingat akan didukung oleh
Rakyat, maka konvensi ini akan menyelamatkan Perancis.
ANGKAT SENJATA!!!

Nyatanya, pemberontakan Lyon dengan cepat diberangus. Namun sementara peristiwa itu
dicemooh oleh Marx, toh jalannya kejadian meluncur berkat strategi Bakunin.
Sebagaimana dijelaskan Bakunin dalam suratnya kepada rekan sepemberontakan, Albert
Richard, Bakunin menolak para revolusioner politis yang hendak mengkonstitusi-ulang
Negara dan yang menempatkan Paris sebagai lokasi utama revolusi. Sebaliknya :

Haruslah anarki – jika revolusi dikehendaki mewujud dan tetap hidup, nyata
dan bertenaga – haruslah ia berupa sejauh mungkin kebangkitan terbesar dari
seluruh gairah dan aspirasi lokal; kebangkitan luar biasa dari spontanitas
hidup dimanapun... Kita harus ajukan anarki di barisan terdepan dan berada di
tengah gelora orang kebanyakan, kita harus berlaku sebagai pilot gaib yang
membimbing Revolusi, dan tidak oleh setiap jenis kekuatan yang serba
terang-terangan, namun oleh kediktatoran kolektif dari semua sekutu kita,
kediktatoran tanpa tipu daya, tanpa embel-embel resmi, tanpa hak-hak resmi
dan oleh sebab itu yang lebih berkekuatan dari segalanya, ia tidak
menyertakan jebakan kekuasaan104.
104
Dikutip dari Eugene Schulkind (editor), The Paris Commune of 1871 : The View from the Left (Cape,
1972), hal. 39; Bakunin kepada Albert Richard, 1871, hal. 180-1

37
Dalam salah satu bagian ‚Program Aliansi’ yang ditulis pada masa itu, Bakunin
lebih jauh menggali soal relasi yang benar antara Aliansi-nya sebagai barisan terdepan
revolusioner sadar dengan gerakan buruh di dalam maupun di luar International. Pertama-
tama, ia menolak kolaborasi kelas dan politik parlemen. Berikutnya, ia menyerang
birokrasi perserikatan (Union) yang kerap pemimpin terpilihnya menjadi ‚tuan absolut’
bagi kelompok buruh yang tidak berasal dari pejabat perusahaan dan ia menyarankan
penggantian majelis-majelis umum dengan komite-komite. Lantas, akhirnya, ia
menegaskan bahwa organisasi libertarian yang direkomendasikannya agar cukup berjarak
dari struktur-struktur Negara yang senantiasa melibatkan kekuasaan yang meluas-
melebar. Di mana ‚Negara adalah otoritas terorganisasi, dominan dan kekuasaan di
tangan kelas-kelas pemiliknya yang mengatasi massa... International hanya menghendaki
kebebasan penuh mereka dan menyerukan untuk revolusi mereka’. Bagi Bakunin,
gagasan (yang seharusnya) mendasari International adalah ‚pembangun tatanan sosial
baru yang bersandar pada buruh teremansipasi, yakni mereka yang akan secara spontan
bangkit di atas puing-puing Dunia Lama, federasi-federasi bebas dari asosiasi-asosiasi
buruh’105. Penolakan politik parlementer ini dan desakan bahwa organisasi-organisasi
buruh seharusnya mencerminkan struktur masyarakat masa depan, membantu
penyusunan fondasi bagi gerakan sindikalis revolusioner.
Sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa kediktatoran tersembunyi Bakunin bahkan
akan lebih tiran ketimbang ide-ide Blanquist atau Marxis, sebab kebijakan-kebijakannya
tidak bisa secara terbuka diketahui atau didiskusikan. Ini akan serupa partai rahasia yang
beroperasi seperti para konspirator dan pencuri di malam hari. Dengan tidak adanya
pemeriksaan atas kekuasaan mereka, apa yang bisa menjamin para diktator tersembunyi
tidak bakalan memburu kekuasaan absolut? Mustahil untuk membayangkan bahwa tujuan
Bakunin akan masyarakat terbuka dan demokratis akan pernah bisa tercapai melalui
distorsi kebenaran dan memanipulasi rakyat dengan cara yang ia siratkan.
Tidaklah cukup memaklumi kesukaan Bakunin akan organisasi ketat, otoriter,
pengorganisasian rahasia yang hierarkis dengan tertambat pada ‚temperamen
romantiknya’ yang menawan serta perlawanannya pada penindasan Negara 106.
105
Ibid., hal. 245, 256, 249
106
Ibid., hal. 182

38
Kediktatoran gaibnya berposisi sentral dalam teori politik maupun prakteknya, dan
menunjukkan bahwa untuk seluruh pernyataan cintanya kepada kemerdekaan dan
keterbukaan, bersemayam arus otoritarian dan alur penggelapan yang mendalam pada
hidup dan karyanya. Kelakuannya yang secara bersamaan mengusung kemerdekaan
absolut dalam polemik-polemik menghadapi kalangan Marxis sembari mempertahankan
sebentuk kediktatoran absolut dalam korespondensi pribadi dengan anggota-anggota
Aliansi klandestinnya, tentunya menunjuk pada titik ‚skizofrenia akut’ yang menempeli
dirinya107. Cintanya kepada penghancuran dan perjuangan juga menjadi kabut penghalang
baginya untuk menyadari bahwa adalah mustahil mengoperasikan kekerasan dan
kekuatan sebagai perkakas guna mencapai tujuan-tujuan perdamaian dan libertarian.
Setelah rontoknya pemberontakan Lyon, Bakunin mundur ke Locarno dengan
digantungi depresi mendalam. Komune Paris pada musim semi 1871, pemberontakan
urban terbesar di abad 19, lumayan menyalakan harapannya. Peristiwa ini kelihatannya
mengkonfirmasi keyakinannya bahwa perang bisa menyulut revolusi sosial. Menyimak
ke belakang kepada revolusi 1793 dan 1848, Komune Paris juga menolak otoritas
terpusat dan bertaut dengan hak-hak perempuan dan kontrol buruh. Bakunin segera
mengenali kecenderungan desentralis dan federalis gerakan ini; dan bukan kediktatoran
proletar Marx yang bisa menerangkan ini, melainkan ‚negasi bulat dan lantang terhadap
negara,’ yang mengantarkan pada ‚era baru emansipasi akhir rakyat dan solidaritas
mereka’. Dalam esainya The Paris Commune and the Idea of the State, lebih jauh ia
menuliskan :

masyarakat di masa depan seharusnyalah hanya diorganisasikan dari bawah


ke atas oleh asosiasi-asosiasi bebas dan federasi buruh, mula-mula dalam
asosiasi, kemudian dalam komune, wilayah, bangsa dan akhirnya dalam
federasi internasional dan universal yang besar. Hanya dengan itulah
kemudian tatanan sejati dan vital dari kemerdekaan dan kebahagiaan umum
akan tercipta108.

107
Kelly, hal. 193
108
The Paris Commune and the Idea of the State, editor Nicolas Walter (Cira, 1971)

39
Pemberontakan Lyon dan Komune Paris mengilhami beberapa tulisan terbaik
Bakunin. Dari akhir 1870 ke 1872 ia menyusun buku pertama dan terakhirnya, yang acak
itu, The Knouto-Germanic Empire and the Social Revolution. Judulnya yang aneh
diniatkan untuk menyiratkan bahwa ada aliansi antara Tsar Rusia di satu sisi dengan
Wilhelm I dan Bismarck dari Kekaisaran Jerman baru, di sisi lain, untuk menggunakan
cambuk Rusia (knout) guna mencegah revolusi sosial. Karya ini meluncur jauh melintasi
politik internasional dan Bakunin mengembangkan pandangannya pada rentangan subyek
yang utuh dalam upayanya memberi fondasi filsafat pada anarkismenya. Salah satu
bagian dari karya ini diterbitkan pada 1882 sebagai pamflet berjudul God and the State
dan menjadi karya Bakunin yang paling terkenal. Untuk waktu yang panjang, hanya
inilah bagian terukur dari tulisan-tulisannya yang diterjemahkan ke bahasa Inggris.

Filsafat
Kendati Bakunin layaknya filsuf idealis manakala sebagai anak muda ia tampil dengan
kerinduan spiritual untuk menjadi bagian dari totalitas, mulai 1840-an ia beralih
tergolong materialis dan determinis. Namun seiring ia menjadi atheis yang militan, ia
bukanlah yang tidak berkompromi; ia tidak menginginkan atheisme menjadi prinsip
fundamental International karena khawatir itu mengalienasikan kaum petani yang amat
percaya tahyul. Ia merasa tidak ada yang lebih alamiah ketimbang rakyat, khususnya di
pedesaan, yang semestinya meyakini Tuhan sebagai pencipta, pengatur, pengadil, tuan
dan penolong dunia. Rakyat akan terus meyakini Keberadaan Superior sampai ke titik
revolusi sosial akan memberi alat guna menyadari aspirasi mereka di bumi dan mengatasi
ketakutan instingtif mereka akan dunia di sekitar mereka. Dengan demikian keyakinan
relijius tidaklah sampai sebegitunya sebagai ‘pengikisan benak yang lantas karam
mendalam berupa ketidakpuasan di dalam hati. Itu dunia protes bergairah dan instingtif
dari mahluk hidup yang menentang kesempitan, kata-kata semu, kepedihan dan
keberadaan papa yang memalukan’109.
Betapapun, sembari menyadari keyakinan relijius sebagai konsekuensi tak
tertolak dari hidup yang tertindas dan muram, di sini, di bumi, Bakunin terus menapaki
jalan untuk mengabaikan kebenaran metafisikalnya. Ia mengembangkan kritik Hegelian-
109
The Essential Works of Anarchism, editor Marshall S. Shatz (New York: Bantam, 1971), hal 134
(berikutnya dirujuk sebagai Shatz)

40
kiri terhadap agama, untuk menegaskan sebagaimana Feuerbach bahwa surga relijius
tiada lain adalah khayalan, di dalamnya manusia menemukan citra dirinya bertaut dengan
yang ilahiah. Kekristenan, bagi Bakunin adalah agama yang puncak terbaiknya
menampilkan esensi dari setiap sistem relijius, yakni ‘pemiskinan, perbudakan dan
pengikisan kemanusiaan demi keberuntungan ilahiah’110.
Gagasan tentang Tuhan mengandung makna ‘pengkudetaan atas nalar
kemanusiaan dan keadilan; ia adalah negasi yang paling gamblang terhadap
kemerdekaan manusia dan gagasan itu merupakan tujuan-tujuan yang diperlukan dalam
perbudakan peradaban baik dalam teori mau pun praktek’. Namun mengingat manusia
dilahirkan bebas, perbudakan bukanlah alamiah. Demikian pula Tuhan-tuhan yang dalam
pandangan Bakunin, menghasratkan perbudakan manusia, mereka pastinya juga tidaklah
alamiah. Alhasil, mereka (seharusnya) tidak dapat hadir. Bakunin menempatkan secara
ontologis penolakannya atas kebenaran Tuhan dalam bentuk silogisme : ‘Jika Tuhan ada,
manusia adalah budak; sekarang, manusia dapat dan harus menjadi bebas; maka
kemudian, Tuhan tidak ada. Aku menentang siapapun yang berupaya menghindar dari
lingkaran ini’. Sentimen Bakunin mungkin bisa dimaklumi namun logikanya
mengandung salah : ia tidak saja mengasumsikan secara paradoks bahwa Tuhan ada
sebagai gagasan untuk menyangkal keberadaannya, namun silogismenya hanya bisa valid
jika kita menerima premis utamanya bahwa esensi Tuhan selalu berarti memperbudak
manusia. Dengan menganggap itu sebagai yang mungkin, Bakunin menimbang Tuhan
sebagai sejenis ancaman terhadap kemerdekaan manusia dan kebajikan, sebagaimana ia
merujuk ke frase Voltaire yang mengatakan ‚jika Tuhan benar-benar ada, adalah sesuatu
yang perlu untuk menghapus dia’111.
Kendati secara dogmatis ia mengabaikan keberadaan Tuhan, Bakunin tampil
skeptis dalam epistemologinya. Ada batas tak tertolak dalam pemahaman manusia akan
dunia dan kita harus memuaskan diri dengan hanya ‚sepercik mungil pengetahuan
tentang sistem tata surya kita’112. Apa boleh buat, Bakunin toh menerima realitas semesta
Newtonian yang dituntun oleh hukum-hukum alam. Hukum-hukum yang tidak diketahui

110
Shatz, hal. 135
111
Ibid., hal. 136, 138
112
Max., hal. 58

41
oleh alam itu sendiri, yang hanya bersifat relatif namun itu semua ditemukan oleh nalar
manusia sebagai pola-pola konstan dan mengulang dirinya kembali.
Betapapun demikian, Bakunin bukanlah materialis mekanis layaknya Feuerbach.
Ia mengadopsi perspektif evolusioner dan menegaskan bahwa perkembangan gradual
dunia material adalah ‚gerakan totalitas alamiah’ dari yang paling sederhana hingga ke
yang rumit, dari rendah ke tinggi, dari inferior ke superior, anorganik ke organik113.
Namun, seperti Marx, ia melihat perubahan terjadi melalui benturan kekuatan-kekuatan
yang saling beroposisi baik di alam maupun pada masyarakat : ‚harmoni dari kekuatan-
kekuatan alamiah muncul semata sebagai hasil pergulatan yang menerus, yakni
merupakan kondisi nyata kehidupan dan pergerakan. Dalam alam, sebagaimana juga pada
masyarakat, tatanan tanpa pergulatan adalah kematian’114. Alhasil, terdapat interaksi
mutual dalam alam yang menghasilkan ‚kewenangan alamiah’ yang mendominasi
segenap hidup.

Karakter Manusia
Manakala sampai pada ihwal tempat kemanusiaan dalam alam, Bakunin menolak semua
dualisme yang berupaya memisahkan keduanya. Bahkan, jauh dari memisahkan,
‚Bekerjasama dengan Alam, Manusia membentuk entitas tunggal dan itu adalah produk
material yang diakibatkan oleh sebab-sebab material yang bertindak secara khusus dan
dalam jumlah tak terhingga’115. Spesies manusia hanya salah satu spesies diantara
lainnya, dengan dua dorongan mendasar yaitu seks dan rasa lapar. Toh, Bakunin
mengklaim bahwa dunia manusia merupakan perwujudan tertinggi dari kebinatangan.
Para nenek moyang pertama kita, jika bukan gorila, adalah ‘keliaran yang ganas, cerdas
dan melahap (serta membaca) segala’116. Namun mereka dianugerahi tingkatan yang lebih
tinggi ketimbang binatang-binatang dari spesies lain oleh dua sebab utama – kekuatan
berpikir dan gairah memberontak. Sebagai tambahannya, sembari menolak kehendak
bebas dalam pengertiannya yang absolut yakni tentang kekuatan kontra-kausal yang
berdiri sendiri, Bakunin menegaskan bahwa hanya manusia sendirilah diantara semua
binatang di atas bumi yang memiliki kehendak bebas relatif dalam pengertian ‘kesadaran
113
Shatz, 130-1
114
Dol., hal. 271
115
Max., hal. 83
116
Shatz, hal. 126

42
menentu-diri’117. Bertaut dengan kecerdasannya, manusia dapat mengembangkan
kehendaknya untuk memodifikasi dorongan instingtifnya dan mengatur kebutuhan
dirinya. Soal ini diikuti oleh pengertian bahwa tanggungjawab moral memang ada namun
itu hanya relatif.
Adalah kemampuannya untuk berpikir dan bertindak membebaskan yang
memungkinkan mahluk manusia menegasi elemen binatang di dalam dirinya dan
mengembangkan kesadaran dan kebebasannya. Adalah rasionalitas manusia yang
memungkinkan ia membebaskan dirinya secara berangsur-angsur dari tawanan dunia-
luarnya. Manakala Jehova menghendaki manusia untuk tetap sebagai ‘keliaran abadi’,
yang berkelakuan masa bodoh dan penurut, Setan memaksa manusia untuk tak patuh dan
memakan buah pengetahuan. Dengan begitu, Setan adalah ‘pemberontak abadi, pemikir
bebas pertama dan emansipator dunia’118. Bahkan Bakunin meyakini bahwa secara umum
vitalitas dan kedaulatan seekor binatang dapat diukur dari intensitas instingnya untuk
memberontak. ‘Dewi pemberontakan,’ demikian dinyatakannya dalam penggalan
kalimatnya yang sangat dikenal, ‚adalah ibu dari segenap kemerdekaan’119.
Sebagai spesies manusia yang memberontak dan bangkit dari spesies binatang
lainnya, manusia tidak hanya lebih sempurna dan bebas, tapi juga lebih indvidual:
‘manusia, binatang terakhir dan paling sempurna di atas bumi, menghadirkan
individualitas yang paling sempurna dan luar biasa’120. Seperti Hegel, Bakunin
memandang emansipasi sempurna individu sebagai tujuan pamungkas sejarah yang
hanya dapat dicapai dengan bertumbuhnya kesadaran.
Namun sembari dilahirkan dengan kemampuan bawaan untuk berpikir dan
memberontak, Bakunin meyakini bahwa mahluk hidup nyaris seluruhnya dibentuk oleh
lingkungan mereka, ia produk sejarah dan masyarakat. Setiap individu mewarisi, ketika
lahir, setingkatan kapasitas untuk merasa, berpikir, berbicara dan berkehendak, namun
bakat dasar masih tanpa isi. Adalah masyarakat yang menyediakan gagasan dan impresi
yang membentuk kesadaran umum rakyat. Ini berlaku sama dengan pernyataan-
pernyataan moral. Kita lahir dengan kapasitas menjadi egoistis atau bersosial, namun

117
Max., hal. 95
118
Shatz, hal. 127
119
Dol., hal. 308
120
Shatz, hal. 147

43
bukan karakteristik moral bawaan. Perilaku moral kita akan dihasilkan dari tradisi dan
pendidikan sosial kita.
Dengan demikian manusia secara luasnya adalah produk dari lingkungannya,
kendati itu tidak berarti ia merupakan korban abadinya. Dalam tahapan terujung dari
perkembangannya, manusia -- berbeda dengan spesies binatang lainnya -- berkemampuan
mengelola demi mentransformasi bagian yang lebih luas dari bumi untuk membuatnya
layak-huni bagi peradaban manusia. Meskipun ia bagian tak terpisahkan dari alam,
manusia pada masa lalunya datang untuk menaklukkan alam, mengubah ‚musuh ini,
despot menjijikkan pertama, menjadi pelayan yang berguna’. Dengan seluruh perspektif
evolusionernya ini dan penekanannya pada muasal kebinatangan manusia, Bakunin
bukanlah sosok ekologis. Dia meyakini bahwa kita harus menerus bergulat menentang
alam eksternal : ‚Manusia... dapat dan seharusnyalah menaklukkan dan mengendalikan
dunia eksternal ini. Manusia, sesuai bagiannya, harus bergulat dan mengalahkannya demi
kebebasannya dan kemanusiaannya’121.
Kendati Bakunin merujuk spesies manusia dalam perilaku harian melaui abstraksi
‚Manusia’, ia tidak percaya bahwa manusia adalah semata sosok teratomisasi. Malah,
‚Manusia bukanlah hanya mahluk yang paling individual di muka bumi – ia adalah juga
keberadaan yang paling sosial’. Bakunin sepenuhnya menolak potret mahluk primitif dari
Rousseau : individu yang hidup dalam isolasi mencukupi-diri sendiri. Masyarakat adalah
basis keberadaan manusia : ‚Manusia dilahirkan ke dalam masyarakat, sebagaimana
semut dilahirkan ke tengah-tengah bukit-semut atau lebah ke dalam kumpulan sarang’ 122.
Yang di luar merupakan keberadaan yang diperlukan dan hadir sebelum kita, sebelum
pikiran, cetusan dan kehendak, serta kita hanya dapat menjadi manusiawi dan
bermansipasi dalam masyarakat. Di luar masyarakat, bukan hanya mahluk manusia tidak
akan bebas, ia juga bahkan tidak akan menjadi manusia murni, ‚sesosok yang sadar akan
dirinya, semata keberadaan yang berpikir dan berbicara’123.
Masyarakat juga esensial bagi perkembangan kita. Pertama-tama, basis moralitas
hanya dapat ditemui dalam masyarakat dan hukum moral guna menyimak keadilan
adalah fakta sosial, penciptaan masyarakat. Kedua, mahluk manusia hanya bisa

121
Max., hal. 88, 90
122
Ibid., hal. 136, 157
123
Dol., hal. 271

44
membebaskan dirinya dari belenggu alam eksternal melalui tenaga kolektif. Ketiga,
seseorang semata bisa menyadari kebebasan individualnya dan kepribadiannya melalui
individu-individu di sekelilingnya. Keempat, solidaritas adalah hukum fundamental
dalam sifat kemanusiaan : ‚Seluruh kehidupan sosial tiada lain adalah saling keterkaitan
(interdependensi) mutual yang terus-menerus antar individu-individu dan antar massa.
Segenap individu, bahkan yang terkuat dan yang terpintar, pada setiap momen kehidupan
mereka adalah produser sekaligus produk dari kehendak dan tindakan massa’124.

Kemerdekaan dan Otoritas


Bakunin menyebut dirinya ‚pecinta fanatik Kemerdekaan; yang menimbang itu sebagai
satu-satunya medium yang dapat mengembangkan kecerdasan, kedaulatan dan
kebahagiaan manusia’125. Ia kerap dalam pelbagai variasi menyerukan ‚kemerdekaan
absolut’. Dengan kemerdekaan dalam arti yang tidak ia maksudkan ‚kemerdekaan’ yang
diatur Negara, tidak juga ‚kemerdekaan individual’ dari kalangan liberal yang
memandang hak-hak individual yang dilindungi oleh hak-hak dari Negara. Bakunin
memajukan bahwa kemerdekaan memiliki konteks alamiah dan sosial, serta tak tertolak
ia dibatasi oleh perhinggaan-perhinggaan tertentu. Tanpa menyadari batas-batas ini,
kemerdekaan akan tetap berupa konsep kosong dan abstrak. Alhasil, satu-satunya
kemerdekaan yang diyakini Bakunin bernilai sesuai namanya adalah

kemerdekaan yang terdirikan dalam pembangunan penuh segala material,


intelektual dan kekuatan moral yang ditemukan sebagai bakat laten semua
orang, kemerdekaan yang mengenali tidak ada pembatasan selain daripada
yang dijejaki bagi kita oleh hukum-hukum yang berasal dari kealamiahan
milik kita sendiri; sehingga jadinya lebih pas dengan kita nyatakan bahwa
tidak ada pembatasan, mengingat hukum-hukum ini tidaklah dibebankan
kepada kita oleh legislator di samping kita atau di atas kita; itu hukum-hukum
yang ada bersemayam di dalam kita (immanen), inheren, mengkonstitusi soal
yang paling mendasari keberadaan kita, yang material pun intelektual dan

124
Ibid., hal. 257
125
Michael Bakunin : Marxism, Freedom and the State, editor K.J. Kenafick (Freedom Press, 1984), hal. 16
(berikutnya dirujuk sebagai Ken)

45
moral; dengan demikian, dengan menempatkan hukum-hukum itu sebagai
batas maka kita harus menimbangnya sebagai kondisi nyata dan nalar efektif
bagi kemerdekaan kita126.

Kemerdekaan bagi Bakunin dengan demikian merupakan kondisi menjadi bebas dari
seluruh batasan eksternal yang dibebankan oleh manusia, namun dengan upaya bebas
yang masih bersesuaian dengan hukum-hukum alam. Ia tidak bisa lari dari Tao benda-
benda. Alhasil, kemerdekaan menjadi konsekuensi tak tertolak dari kebutuhan alamiah
dan sosial.
Pada saat yang sama, kemerdekaan tidaklah dimulai dan diakhiri dengan individu,
sebagaimana Stirner, mengingat individu adalah atom yang bergerak-diri. Bakunin
membuatnya jelas bahwa ‚kebebasan mencukupkan-diri sendiri yang absolut sama saja
dengan mengutuk kedirian seseorang menjadi non-eksistensi’; malahan sejenis
independensi absolut adalah ‚absurditas liar’ dan ‚idealis dan metafisikus yang kekanak-
kanakan’127.
Sebaliknya, Bakunin menyadari konteks sosial kemerdekaan; masyarakat adalah
‚akar, pohon kebebasan dan kemerdekaan adalah buahnya’128. Ia juga mengajukan bahwa
kemerdekaan seseorang harus melibatkan kemerdekaan semua : aku sesungguh-
sungguhnya bebas hanya jika seluruh mahluk hidup, lelaki dan perempuan, juga setara
bebas, ‚hanya di dalam masyarakat dan melalui kesetaraan yang ketat’ 129. Bagi Bakunin,
kemerdekaan tanpa kesetaraan berarti perbudakan mayoritas; kesetaraan tanpa
kemerdekaan sama dengan despotisme Negara dan ketimpangan kekuasaan dari kelas-
kelas teristimewakan. Kesetaraan dan kemerdekaan, dengan demikian, tak terhindarkan
saling berhubungan dan saling mengonfirmasi. Maka berarti bahwa kemerdekaan
individu ‚masih jauh untuk berhenti sebagai batas andaikata belum memerdekakan yang
lain, andaikata belum menemukan konfirmasi dan perluasannya pada yang tak terbatas,
pada kemerdekaan tak terukur dari masing-masing melalui kemerdekaan bagi semua,
kemerdekaan melalui solidaritas, kemerdekaan dalam kesetaraan...130’. Bakunin dengan

126
Ken., hal. 17
127
Dol., hal. 257
128
Max., 165
129
Dol., hal. 237-8
130
Ken., hal. 17

46
tepat melihat bahwa kemerdekaan akan tanpa arti kecuali orang-orang saling
memperlakukan satu sama lain secara setara dan (masing-masing) memiliki kondisi
ekonomi yang serupa guna (masing-masing) menyadari potensi dirinya.
Secara amat rapat berhubungan dengan pemaknaannya akan kemerdekaan adalah
otoritas atau kewenangan. Malah Bakunin memaknai kemerdekaan sebagai ‚penolakan
absolut terhadap setiap prinsip otoritas’131. Otoritas adalah prinsip iblis di dalam dunia :
‚Jika ada iblis dalam sejarah manusia, itu adalah prinsip perintah. Iblis itu sendiri
menubuh dalam ketidakpedulian dan kebodohan massa, tanpa kerumunan seperti itu iblis
tak akan hadir, ia menjadi sumber dari segala bencana, segala kejahatan dan segala aib
sejarah’132. Mengingat otoritas adalah ‚negasi kebebasan’, Bakunin menyerukan
pemberontakan individual melawan segenap otoritas keilahian, kolektif maupun
individual dan menolak Tuhan dan Majikan, Gereja dan Negara.
Namun Bakunin tidak sebegitu naifnya untuk mengabaikan segala bentuk kuasa
dan otoritas secara membabibuta. Setiap manusia memiliki ‚insting alamiah pada kuasa’
dalam perjuangannya demi bertahan hidup dan itu merupakan hukum dasar hidup. Nafsu
kuasa ini, betapapun demikian, adalah kekuatan paling negatif dalam sejarah, orang-
orang terbaik dari kalangan yang paling tertindas secara tak terhindarkan bisa menjadi
despot atau tiran. Bakunin menentang kuasa dan otoritas, persisnya, karena kedua hal itu
mengkorupsi mereka yang menerapkannya sebagaimana juga dengan mereka yang takluk
tunduk kepadanya. Oleh sebab itu tak seorang pun sebaiknya mempercayai kuasa karena
‚setiap orang yang berinvestasi dengan otoritas, melalui kekuatan hukum sosial yang
kekal, pastilah menjadi sesosok penindas dan penghisap masyarakat’133.
Sekali lagi di sini, Bakunin boleh jadi telah menolak segala otoritas dan kuasa
dalam bentuk Negara dan hukum-hukumnya, namun ia memaklumi bahwa ada sejenis
tertentu ‚otoritas masyarakat’. Bahkan, menurutnya, otoritas masyarakat adalah ‚secara
tak terbandingkan ia akan lebih dahsyat daripada Negara’. Di mana Negara dan Gereja
adalah sementara dan merupakan lembaga semu, sedangkan masyarakat senantiasa hadir.
Sebagai hasilnya, tindakan-tindakan tirani sosial ‚lebih lembut, lebih tersembunyi, lebih
tak dikenali, namun tidak berarti ia kurang bertenaga dan kurang merangsek ketimbang

131
Lehning, hal. 65
132
Dol., hal. 245, 238
133
Max., hal. 249

47
otoritas Negara’. Namun, sembari memang lebih mudah untuk memberontak terhadap
Negara ketimbang terhadap masyarakat di sekitar kita, Bakunin meyakini bahwa tetaplah
mungkin untuk juga terjun melawan ‚arus konformitas’ dan merevolusi menentang segala
otoritas ilahiah, kolektif dan individual di dalam masyarakat134.
Sementara ini tampaknya berlaku untuk masyarakat, namun tidaklah untuk alam.
Filsafat politik Bakunin tampaknya baik sebagai argumen menentang ‚institusionalisasi
sosial atas otoritas’, namun ia menerima otoritas ‚alamiah’ sebagai sesuatu yang punya
legitimasi dan berdaya-hasil. Sebagai seorang determinis ia menerima hukum-hukum
alam yang memerintah dunia fisik dan sosial. Adalah mustahil untuk berontak terhadap
otoritas hukum-hukum ini, sebab ‚Tanpa itu semua kita bukanlah apa-apa, kita semata
tak hadir’135. Bakunin bukan menentang otoritas yang dengan sendirinya ada, melainkan
ia hanya menentang otoritas eksternal yang dibebankan. Dengan begitu, maka masuk akal
untuk berbicara tentang sosok yang menjadi bebas jika ‚ia mematuhi hukum-hukum
alam, karena ia memiliki dirinya yang menyadari hukum-hukum itu apa adanya dan
bukan karena hukum-hukum itu ditanamkan dari luar terhadap dirinya oleh kehendak dari
luar (ekstrinsik) apa pun itu, sesuatu yang ilahiah ataupun manusiawi, kolektif maupun
individual’136.
Manakala urusannya sampai ke otoritas pengetahuan, Bakunin lebih berhati-hati.
Untuk soal-soal yang khusus, ia akan berkonsultasi dengan pakar yang sesuai : ‘Untuk
perkara perahu, saya akan merujuk kepada otoritas pembuat perahu; menimbang rumah,
kanal atau rel kereta api, saya akan berkonsultasi dengan arsitek atau insinyur’ 137. Namun
ia akan berkonsultasi beberapa kali dan membandingkan pendapat-pendapat mereka dan
lalu memilih apa yang ia pikir yang paling bisa mengantarkannya kepada tujuan yang
dihasratkannya. Bakunin menyadari bahwa tidak ada otoritas yang sempurna dan ia tak
akan pernah mengijinkan siapa pun membebankan kehendaknya ke atas dirinya. Seperti
Godwin, Bakunin meyakini bahwa hak akan penilain pribadi adalah puncaknya, ’hak
asasiku yang berupa menolak untuk patuh terhadap setiap orang dan untuk menentukan
tindakanku sendiri dalam berdamai dengan keyakinanku’ 138. Alhasil, Bakunin sudah siap

134
Dol., hal. 240, 239, 241
135
Max., hal. 239
136
Shatz, hal. 141
137
Ibid., hal. 143
138
Dol., hal. 238

48
untuk menerima, secara umum, ‚otoritas absolut sains’ sebab ia rasional dan bersesuaian
dengan kemerdekaan manusia. Namun di luar legitimasi otoritas ini, ia menyatakan
bahwa segala otoritas adalah ‚salah, bersifat sementara dan fatal’139.
Namun bahkan terhadap kasus khusus sains pun Bakunin tetap berjaga-jaga. Pada
masa kepercayaan kepada sains untuk menafsirkan dunia dan menghantarkan kemajuan
sedang pada puncaknya, apakah itu dalam bentuk positivisme Comte mau pun sosialisme
saintifik Marx, Bakunin tetap meragukan apakah itu berlaku universal. Sains, demikian
ditegaskannya, tidak dapat keluar dari wilayah abstraksi dan juga tak bisa merengkuh
individualitas atau dia yang konkrit. Untuk alasan inilah sains lebih rendah posisinya
dibandingkan seni yang merupakan ‘pengembalian diri dari yang abstrak kepada
kehidupan’. Sebaliknya, seni adalah ‘persembahan yang terus-menerus akan kehidupan,
yang berlangsung sebentar, sementara, namun nyata, di atas altar abstraksi keabadian’.
Dengan demikian Bakunin menganjurkan ‘revolusi kehidupan melawan sains atau lebih
tepatnya, melawan pemerintahan sains’. Bakunin bersiap diri tidak untuk
menghancurkan sains namun lebih untuk mereformasi sains dan mempertahankannya
dalam batas-batas legitimasinya. Adalah lebih baik bagi rakyat untuk berbagi dan
bergandengan tangan dengan sains ketimbang diperintah oleh cendekiawan, mengingat
‘Hidup, dan bukan sains, yang menciptakan hidup; tindakan spontan rakyat itu sendiri
yang bisa menciptakan kemerdekaan’140.
Bakunin tidak sedang gampangan melayangkan anti-nalar atau anti-sains, namun
ia secara mendasar tengah menimbang bahaya-bahaya otoritarian dari elite saintifik.
Ketimbang sains yang bertahan sebagai prerogatif dari keistimewaan lapisan kecil, ia
lebih suka melihat sains menyebar luas ke tengah massa sehingga ia tampil sebagai
‘kesadaran kolektif’ masyarakat141. Meskipun demikian, bahkan manakala sains sudah
berupa pencapaian semua orang, sosok-sosok jenius tetaplah harus diijinkan untuk
merayakan diri mereka secara eksklusif demi menyuburkan sains itu sendiri.
Alhasil, Bakunin menyerukan kedua-duanya : kebebasan dalam pengertian
negatifnya sebagai kebebasan dari pembebanan otoritas dan dalam artian positif,
kebebasan untuk menyadari karakter alamiah diri perseorangan. Yang belakangan ini

139
Shatz., hal. 144-5
140
Ibid., hal. 147, 149, 153
141
Ibid., hal. 152

49
adalah yang paling penting dalam filsafatnya dan Bakunin tetap rada Hegelian untuk
melihat kebebasan terutama dalam kerangka kondisi keutuhan atau totalitas yang di
dalamnya segenap dualitas antara yang individu dan masyarakat, antara kemanusiaan dan
alamiah, tercipta secara dialektis. Namun akan salah-mengerti juga jika mengklaim
bahwa ia merindukan jabat-erat dengan ‘kekuatan atau kuasa universal yang mahakuasa’
sebagai sesuatu yang disisipkan ketika menyatakan bahwa individualisme merupakan
‘esensi dari sistem politik dan sosial Bakunin dan dalam penentangannya terhadap
Marx’142. Dalam analisa terujungnya, Bakunin menyadari manusia sebagai sesosok
individu serta juga mahluk sosial dan ditegaskannya bahwa kebebasan seseorang hanya
dapat diwujudkan dalam kebebasan bersama yang lain. Kemerdekaan kolektif dan
kemakmuran, demikian tegasnya, hadir hanya jika sejauh ia merepresentasikan
‘penjumlahan kemerdekaan dan kemakmuran individu-individu’143. Pada saat yang sama,
ia menekankan kebutuhan akan solidaritas kemanusian dan asosiasi-asosiasi
internasional. Lebih daripada pemikir-pemikir anarkis klasik lainnya, Bakunin menyadari
bahwa kebebasan personal dan sosial adalah saling kembar-bertaut dan bahwa keduanya
hanya bisa dibumikan dalam bentuk individualitas komunal.
Toh Bakunin memang tak pernah tampil sebagai pemikir yang konsisten dan
sistematis, meskipun ia pemikir yang amat berpengaruh. Setelah peralihannya dari
idealisme Jerman ke materialisme historis, ia mencoba memberikan definisi abstraknya
tentang kemerdekaan yang berdimensi sosial dan alamiah. Dalam pandangannya, ada
hubungan rapat antara kemerdekaan dan otoritas, dan ia menyadari ada batas-batas
alamiah dan sosial dalam kemerdekaan. Pemaknaannya akan kebebasan adalah sebentuk
disiplin-diri kolektif yang tak terhindarkan dalam kerangka batas-batas alamiah dan
masyarakat. Ini hal yang tidak selalu berarti memaksakan ‚otoritas maksimum’ terhadap
kondisi-kondisi hidup seseorang, melainkan lebih kepada penerimaan akan konteks
kebebasan144. Jauh dari mengajukan teori kemerdekaan yang berdasarkan atas ‚retorika
kosong yang campur aduk’ atau ‚omong kosong Hegelian palsu’, posisi Bakunin tampil
realistis dan masuk akal145.

142
Kelly, hal. 255; Carr., hal. 435
143
Shatz, hal. 147
144
Saltman, Bakunin, op.cit., hal. 150
145
Kelly, hal. 196; Isaiah Berlin, A Remarkable Decade: Russian Thinkers (1978), hal. 107. Pengantar Cf.
Chomsky untuk Anarchism karya Guerin

50
Negara
Kasus pamungkas dari pembebanan otoritas tak berlegitimasi bagi Bakunin tiada lain
adalah Negara. Yakni pertumbuhan semu yang menegasi kemerdekaan-kemerdekaan
individual. Seluruh Negara sedari sifat mendasarnya adalah menindas, sebab mereka
meringkus kehidupan spontan rakyat : ‚Negara layaknya rumah jagal yang bengis atau
kuburan luar biasa dimana semua aspirasi nyata, segenap sumberdaya-sumberdaya
kehidupan negeri didorong memasuki, secara ramah dan sukacita, ke bawah bayangan
abstraksi itu, untuk memasrahkan diri mereka diperbudak dan dikuburkan’146. Bersamaan
dengan ini juga berjalan sentralisasi ekonomi dan konsentrasi kekuatan politik yang
secara tak terhindarkan menghancurkan tindakan spontan rakyat.
Semua karya-karya Bakunin dewasa, ditujukan untuk memperlihatkan bagaimana
Negara menyandera eksistensi bebas. Ia tak pernah lelah menegaskan bahwa Negara
selalu berarti dominasi : ‚Jika ada Negara, pastilah itu berupa dominasi dari satu kelas
terhadap lainnya dan perbudakanlah hasilnya; Negara tanpa perbudakan adalah sesuatu
yang tak terpikirkan – dan oleh sebab itulah kita semua adalah musuh Negara’147.
Bakunin lebih jauh mengembangkan kritik-kritiknya dengan menyatakan bahwa
Negara modern sudah sejak sifat dasarnya adalah Negara militer dan ‚setiap Negara
militer pastilah membutuhkan penaklukan, Negara yang selalu merangsek; untuk selamat
ia harus menaklukkan atau ditaklukkan oleh sebab alasan yang sederhana saja,
penumpukan kekuasaan militer akan mati lemas jika tak menemukan penyaluran’ 148.
Lantas Bakunin menyimpulkan :

Negara menandai kekerasan, penindasan, eksploitasi dan ketimpangan untuk


ditumbuhkan menjadi sistem dan menjadikannya tiang pancang utama bagi
eksistensi tiap masyarakat. Negara tidak pernah dan tak akan kejadian
memiliki moralitas. Jika pun ada satu-satunya moralitas dan keadilan Negara,
itu adalah kepentingan puncak untuk menjaga dirinya sendiri dan
mendigdayakan kekuatannya – ini kepentingan yang dihadapannya segenap

146
Dol., hal. 269
147
Ibid., hal. 330
148
Ibid., hal. 337

51
kemanusiaan harus menghamba. Negara adalah negasi sempurna terhadap
kemanusiaan, tepatnya negasi rangkap : ia bertentangan dengan kebebasan
dan keadilan manusia, dan kekerasannya mengingkari solidaritas universal
ras manusia149.

Bakunin menjejaki asal-muasal Negara sampai ke titik bahwa itu adalah


kesepakatan antar dua penghisap yang kemudian menggunakan agama untuk membantu
mereka dalam ‚mengorganisasikan massa secara sistematis yang dikenal sebagai Negara’.
Hanya dalam pengertian inilah maka ‚Negara merupakan saudara muda Gereja’. Seperti
Marx, Bakunin memandang perjuangan kelas memang tak tertolakkan dalam masyarakat.
Yakni antara kelas-kelas teristimewakan melawan kelas buruh, dan yang pertama itu akan
selalu mengontrol ‚kekuasaan Negara’ guna mempertahankan dan tetap menikmati hak-
hak istimewa mereka150. Kuasa politik dan kemakmuran, dengan demikian, tak
terpisahkan. Namun, berbeda dengan Marx, di mata Bakunin adalah tercela membangun
sesuatu di atas penaklukan kekuatan politik oleh kelas buruh.
Argumen kalangan liberal bahwa Negara adalah penjamin dan pelindung hak-hak
politik, dalam pandangan Bakunin hanya sedikit saja masuk akalnya mengingat ia
meyakini bahwa Negara akan senantiasa dikontrol oleh elite yang menindas dan
eksploitatif. Baginya jelas bahwa ‚hak’ dalam bahasa politik ‚tiada lain merupakan
penghormatan akan fakta yang diciptakan oleh kekuatan’. Karena itu, untuk menyerukan
‚kesetaraan hak-hak’ berarti menghadapi kontradiksi yang lugas dan keras sehingga
semua secara setara menikmati hak-hak asasi, yang berarti juga seluruh hak-hak politik
secara otomatis menghilang. Hal yang serupa berlaku juga untuk apa yang disebut
‚Negara demokratis’. Negara dan hukum politik memantapkan ‚kekuatan, otoritas,
dominasi : senyata-nyatanya mereka punya pra-anggapan ketimpangan’151. Bahkan dalam
demokrasi politik yang paling radikal sebagaimana di Swiss pada masa kini, kalangan
borjuis-lah yang tetap memerintah.
Meskipun kebanyakan buruh percaya bahwa pada masanya hak memilih
universal, sekali waktu, ada dan berlaku mantap, serta juga kemerdekaan politik terjamin,

149
Max., hal. 224
150
Ibid., hal. 354, 346, 196
151
Ibid., hal. 241, 240

52
menurut Bakunin hal itu secara tak tertolak akan mengarah kepada keruntuhan atau
demoralisasi partai radikal. Keseluruhan sistem pemerintahan perwakilan adalah
penipuan luar biasa mengingat ia bersandar pada fiksi bahwa badan legislatif dan
eksekutif yang dipilih oleh hak memilih universal mencerminkan kehendak rakyat. Tanpa
memperdulikan panggilan-lirih demokratis dalam diri mereka, para penguasa dikorupsi
oleh partisipasi mereka dalam pemerintahan dan mulai menatap masyarakat sebagai yang
berdaulat sepanjang berada dalam penundukan mereka : ‚Kekuatan politik berarti
dominasi. Di mana ada dominasi, pastilah ada bagian substansial dari populasi yang tetap
ditundukkan untuk berada dibawah dominasi para penguasa mereka’. Bahkan jika sebuah
pemerintahan ditata dengan eksklusif terdiri dari para buruh yang terpilih oleh hak
memilih universal, esoknya pemerintahan ini akan menjadi ‚kumpulan para bangsawan
yang paling menentukan, yang secara terbuka maupun diam-diam memuja prinsip-prinsip
otoritas, penghisap dan penindas’. Mereka akan dengan cepat kehilangan kehendak
revolusioner mereka. Dengan kata lain, ini berarti bahwa pemerintahan perwakilan adalah
‚sistem munafik dan dusta yang terus berulang-ulang. Kesuksesannya bersandar pada
kebodohan rakyat dan pengkorupsian benak publik’152.
Bakunin menentang hak memilih universal karena ia merasa hal itu tidak akan
merubah distribusi kekuasaan dan kemakmuran secara fundamental. Manakala Marx
meyakini hak memilih universal pada gilirannya akan mengantarkan pada komunisme,
Bakunin mengutip Proudhon guna menunjukkan efek bahwa ‚Hak memilih universal
adalah kontra-revolusi’153. Betapapun demikian, Bakunin tidak sampai menjadi dogmatis
untuk perkara prinsip-prinsip umum. Sementara dalam teori ia seorang penolak politik
(abstentionist), dalam peristiwa-peritiwa khusus di Italia dan Spanyol pada masa Komune
Paris, ia menyarankan anggota-anggota Aliansi-nya untuk menjadi utusan-utusan atau
membantu partai-partai sosialis. Ia berpegang pada keyakinan bahwa republik terburuk
akan selalu lebih disukai oleh para monarki yang paling tercerahkan.
Bakunin tidak hanya bikin pembedaan antar jenis-jenis Negara, namun juga
antara Negara dan pemerintah. Setiap pemerintahan revolusioner mencerminkan prinsip
yang minoritas menguasai yang mayoritas atas dalih ‚kebodohan’ mayoritas. Tapi
sungguh mustahil untuk berharap kediktatoran minoritas akan membimbing kebebasan
152
Dol., hal. 221, 224
153
Max., hal. 214

53
rakyat mengingat ia hanya mengulang-ulang dirinya sendiri dan memperbudak rakyat.
Dalam salah satu aforismenya yang terkenal, Bakunin menyatakan : ‘Kebebasan hanya
bisa diciptakan oleh kebebasan, oleh pemberontakan total rakyat dan oleh organisasi
sukarela rakyat dari bawah ke atas’154. Negara-nya Rakyat, bahkan dalam priode transisi,
dengan demikian merupakan istilah kontradiktif yang absurd : ‘Jika Negara mereka
secara efektif adalah Negara populis, mengapa mereka mesti terlarutkan-hilang? Jika
pada sisi lain penindasan mereka dibutuhkan guna emansipasi nyata rakyat, mengapa
lantas menyebut ini Negara populis?155’
Topik pemerintahan revolusioner dalam bentuk kediktatoran proletar merupakan
pokok prinsip yang menandai konflik antara ‘sosialis revolusioner’ atau anarkis dalam
Aliansi Bakunin dengan ‘komunis otoriter’ pendukung Marx. Sebagaimana dipahami
Bakunin, tujuan puncak keduanya sebenarnya sama – untuk menciptakan tatanan sosial
baru berdasarkan organisasi kolektif pekerja dan kepemilikan kolektif alat-alat produksi.
Namun, sementara komunis berupaya membangun kekuatan politik kelas buruh,
khususnya kalangan proletariat urban yang beraliansi dengan kalangan borjuis radikal,
para anarkis meyakini bahwa mereka bisa berhasil hanya melalui ‘membangun dan
mengorganisasikan kekuatan non-politik atau kekuatan sosial anti-politik dari kelas buruh
di kota dan desa, termasuk segenap warga yang berkehendak-baik dari kelas-kelas
atas’156.
Perkara ini berujung ke perpecahan taktis yang mendasar. Kalangan komunis
hendak mengorganisasikan buruh untuk merebut kekuatan politik Negara, sementara
kalangan anarkis justru berharap untuk menghapus Negara. Yang pertama
mengadvokasikan prinsip dan praktek otoritas; yang kemudian menempatkan keyakinan
pada kemerdekaan. Keduanya, secara setimbang, menyukai sains, namun komunis
hendak membebankan itu melalui kekuasaan, sementara anarkis berupaya menyebar-
luaskan sains sehingga kelompok-kelompok dapat mengorganisasikan diri mereka sendiri
secara spontan dan bersesuaian dengan kepentingan mereka. Di luar semua itu, anarkis
meyakini bahwa ‚peradaban sudah terlalu lama tunduk diperintah; bahwa penyebab
masalah-masalah ini bukanlah soal bentuk-bentuk tertentu pemerintahan, melainkan

154
Dol., hal. 329, 332
155
Archives, III, 149
156
Dol., hal. 262-3

54
justru pada prinsip-prinsip fundamental yang mendasari eksistensi inti pemerintah, apa
pun bentuk pemerintah itu’157. Dengan demikian Bakunin lantas menyimpukan bahwa
bagi rakyat lantas tertinggal pilihan simpel : ‚Negara di satu sisi dan revolusi sosial di sisi
lain, ini adalah dua kutub yang saling berlawanan, antagonisme yang menyusun inti
terdalam kehidupan sosial sejati di segenap hamparan benua Eropa’. Dalam salah satu
ungkapannya yang terkenal, Bakunin menegaskan bahwa ‚kebebasan tanpa Sosialisme
adalah ketimpangan dan ‚hak’ istimewa, Sosialisme tanpa kebebasan adalah perbudakan
dan brutalitas’158.

Masyarakat Bebas
Bakunin tidak mengajukan gambaran yang rinci tentang masyarakat bebas dan hanya
menggali prinsip-prinsip umum tentang asosiasi sukarela dan federasi bebas. Malah ia
melontarkan kritisisme ‚segenap Procustrean modern, mereka yang memapankan
kebiasaan dengan segala cara termasuk dengan kekerasan, mereka telah menciptakan
ideal tertentu tentang pengorganisasian sosial, sebuah cetakan sempit ke dalamnya
generasi-generasi masa depan dijebloskan paksa’. Namun demikian ia menegaskan
bahwa tidak ada jalur tengah diantara konsistensi ketat federalisme dengan birokratisasi
pemerintahan. Organisasi sosial masa depan sebaiknyalah disusun ‚dari bawah ke atas
oleh asosiasi-asosiasi bebas, lantas komune-komune, wilayah, bangsa dan pada gilirannya
memuncak pada federasi internasional dan universal yang besar’ 159. Tanah akan dirawat-
olah oleh asosiasi-asosiasi pertanian dan modal, dan alat-alat produksi oleh asosiasi-
asosiasi industri.
Komune-komune tertentu boleh jadi ada sedikit kemiripan dengan komune-
komune pedesaan yang pernah ada. Bakunin secara khusus berposisi kritis terhadap mir
atau komune petani di Rusia. Kendati kaum tani Rusia merasa bahwa tanah adalah milik
komunitas dan mereka juga merasa disandera oleh Negara, mereka toh dilemahkan oleh
paternalisme yang membuat keluarga-keluarga patriarki menjadi budak sekaligus despot;
melalui kepercayaan kepada Tsar yang dipelihara oleh tradisi patriarki; dan melalui
diserapnya individu kedalam komunitas.

157
Dol., hal. 263
158
Max., hal. 373, 269
159
Dol., hal. 325, 270

55
Sebagai kontrasnya, komune baru dalam masyarakat yang teremansipasi akan
terdiri dari asosiasi-asosiasi sukarela yang bebas dan individu-individu setara tanpa
memandang jenis kelamin. Berbeda dengan Proudhon yang melebarkan prinsip-prinsip
anarkisnya hanya bagi setengah spesies manusia (yakni kaum lelaki), Bakunin
menandaskan emansipasi lengkap termasuk kaum perempuan berikut kesetaraan sosial
mereka di hadapan kaum lelaki. Kebebasan sempurna hanya dapat hadir melalui
kesetaraan penuh ekonomi dan sosial : ‚Aku bebas hanya jika segenap mahluk hidup
disekitarku – lelaki dan perempuan – sama bebas. Kebebasan orang lain, jauh dari
membatasi atau menegasi kemerdekaanku, sebaliknya ia justru kondisi yang
mengkonfirmasi dan dibutuhkan’. Setiap orang akan bebas secara personal dalam hal ia,
siapa pun dia, tidak memasrahkan pikiran atau kehendakknya kepada otoritas kecuali
hanya kepada akal sehat. Mereka akan menjadi ‚kolektif bebas’, yakni dengan hidup di
tengah warga bebas. Alhasil, kebebasan melibatkan pembangunan solidaritas. Masyarakat
tertentu mungkin akan berupa masyarakat moral, sebab sosialisme adalah keadilan dan
sosialisme berdasarkan keyakinan ‚bahwa setiap mahluk hidup seharusnyalah memiliki
perkakas material dan moral guna membangun kemanusiaannya’160.
Relasi manusia akan bertransformasi. Dengan penghapusan keluarga patriarki,
hukum perkawinan dan hak pewarisan, lelaki dan perempuan akan hidup dalam serikat-
serikat bebas secara lebih intim saling berpadu ketimbang sebelumnya. Membesarkan
dan mendidik kanak-kanak akan dipercayakan kepada ibu namun tetap, utamanya, itu
soal yang harus ada dalam perawatan masyarakatnya. Bahkan, ‚pendidikan setara bagi
semua’ yang berjalan integral adalah kondisi yang tak bisa ditiadakan bagi emansipasi
kemanusiaan. Sistem pendidikan tertentu, kelak bukan sekedar menghapuskan
perbedaan-perbedaan yang ada, namun menyiapkan setiap anak dari kedua jenis kelamin
untuk kehidupan yang berpikir dan bekerja, meresapkan ke dalam anak-didik ‚moralitas
sosialis’ dan menumbuhkan penghargaan terhadap kebebasan yang lain yang merupakan
‚tugas tertinggi’. Kanak-kanak, bagaimanapun, belum bisa memilih untuk tidak dididik
atau dibiarkan sia-sia.
Di sini Bakunin menggariskan hukum : ‚Setiap orang harus bekerja dan setiap
orang harus terdidik’, terlepas apakah mereka suka atau tidak. Tak seorang pun

160
Max., hal. 267, 341, 295

56
didiamkan untuk mengeksploitasi keringat yang lain. Setiap orang harus bekerja untuk
hidup, sebab ‚hak-hak sosial dan politik hanya memiliki satu basis – yakni keringat yang
disumbangkan dari setiap orang’. Tanpa menggunakan hukum positif, tekanan dari opini
publik akan membuat para ‚parasit’ menjadi mustahil, namun kasus-kasus perkecualian
tentang kemubaziran akan diperlakukan sebagai ‚penyakit-penyakit khusus yang harus
dirawat secara klinis’161. Demikianlah, beberapa pernyataan otoriter membuka potensi
dunia tirani dan tindasan di dalam apa yang disebut masyarakat bebas Bakunin.

Strategi Revolusioner
Bakunin tidak hanya mempersiapkan pemapanan kediktatoran terselubung namun juga
mengoperasikan penyebaran kekerasan revolusioner. Ia cukup jujur untuk soal ini :
‚Revolusi, penggulingan Negara, berarti perang dan itu mengandaikan penghancuran
orang-orang dan benda-benda’. Meskipun ia menyesali namun ia menekankan, ‚Para
filsuf tidak paham bahwa penentangan kekuatan-kekuatan politik tiada lain kecuali
penghancuran sepenuhnya’. Pada saat yang sama ia menegaskan bahwa terorisme adalah
sesuatu yang asing bagi revolusi sosial sejati; proses ini tidak seharusnya diarahkan untuk
menentang individu-individu yang semata merupakan produk tak terhindarkan dari
masyarakat dan sejarah. Setelah ‚badai’ berlalu, baru sosialis sejati dengan sendirinya
melawan ‚pembantaian berdarah dingin’162.
Selanjutnya Bakunin menyarankan sebentuk tertentu perjuangan ekonomi,
misalnya pemogokan terorganisir buruh kereta api guna mendaki puncak perjuangan.
Sembari tak menentang buruh yang kooperatif, ia menunjuk bahwa mereka toh tidak
akan mampu merubah masyarakat secara fundamental, mereka tak bakal cukup tangguh
untuk bersaing dengan modal besar dan jika mereka berhasil, keluarannya pastilah hanya
setetes perbaikan upah atau harga-harga. Karena itu, sebagai agen perubahan, Bakunin
dengan konsisten menyerukan perlunya aliansi antara petani dengan buruh industri.
Meskipun buruh kota boleh jadi mengambil peran inisiatif dalam gerakan revolusioner,
mereka jangan sekali-kali memandang rendah potensi revolusioner kalangan petani dan
sebaiknyalah harus meraih dukungan dari kaum tani.

161
Ibid., hal. 328, 341, 328, 345
162
Ibid., hal. 372, 376, 413

57
Bahkan ketika menggali masa kematangan filsafat politiknya, Bakunin tidak
pernah puas hanya berteori. Ia terus ngotot mencari kesempatan untuk menempatkan
gagasannya ke dalam praktek atau, sedikitnya, mengkonfirmasikannya kepada
pengalaman. Kegagalan pemberontakan Lyon pada 1870 dimana ia ikut berpartisipasi,
membuat keyakinannya akan kejayaan revolusi sosial merosot. Namun tegangan sosial
besar dari Komune Paris pada Maret hingga Mei 1871, yang muncul dekat setelah
pemberontakan Lyon, mendongkrak harapannya kembali naik. Meskipun mayoritasnya
adalah kaum Jacobin yang menyerukan pemerintahan revolusioner dan Negara terpusat,
kebanyakan barisan komunal merupakan para Proudhonians dan anggota-anggota paling
aktif dari keduapuluh komite arrondissement atau satuan wilayah adiministratif di kota-
kota besar di Perancis, dan komite sentral Garda Nasional adalah para pendukung
Bakunin. Tak heran Bakunin amat menyambut Komune Paris sebagai praktek dan
tampilan yang gamblang dari keyakinan-keyakinannya dan menyebutnya ‚rumusan
negasi yang jernih dan menohok terhadap Negara’. Ketika akhirnya ledakan sosial ini
diberangus, ia menulis : ‚Paris basah kuyup dalam genangan darah kanak-kanaknya yang
paling mulia – adalah kemanusiaan itu sendiri yang tengah diringkus oleh reaksi
persekutuan internasional Eropa’163.
Manakala Mazzini menyerang International dengan tuduhan anti-nasionalis,
mengecap Komune sebagai atheis dan menyatakan bahwa Negara senantiasa dibawah
lindungan Tuhan, Bakunin kontan meraih penanya dan menulis ratusan halaman
menentang Mazzini. Bakunin mempertahankan versi dirinya tentang atheisme dan
materialisme dalam pamflet berjudul Tanggapan Seorang Internasionalis, yang segera
disusul pamflet kedua dengan judul Teologi Politik Mazzini. Bakunin menghormati
Mazzini sebagai ‚pribadi yang tak tertandingi kemuliaan dan kemurniannya’ pada abad
itu dan menyandingkannya dengan Marx, namun ia mengkritiknya sebagai ‚pendeta
tertinggi terakhir dari relijiusitas, metafisikus dan idealisme politik yang usang’ 164.
Pamflet ini membantu meluaskan pengaruh International di Italia dan memperteguh akar
kuat anarkisme di kalangan kelas buruh Italia.
Marx sendiri memandang program-program federalis dari barisan komunal
sebagai ‚produsen pemerintahan swa-kelola’ dan menjelaskannya sebagai ‚bentuk politik
163
Dol., hal. 264
164
Lehning, hal. 214

58
terujung yang bisa ditemukan manakala emansipasi ekonomi dunia kerja bisa
diwujudkan’165. Engels menyambung dengan menyebutnya sebagai demonstrasi awal dari
‚Kediktatoran Proletariat’. Merupakan ironi sejarah bahwa baik Marx-Engels maupun
Lenin menyanjung Komune Paris sebagai model revolusi proletar, sementara momentum
itu sebenarnya berupaya untuk menghapus mesin Negara melalui pukulan yang jelas
lebih sesuai dengan gagasan-gagasan anarkis dan federalis dari Proudhon dan Bakunin.
Penghormatan tokoh-tokoh utama komunis itu pada Komune toh tidak
menelurkan jalur baru ynag mempertemukan perpecahan Marx dengan Bakunin dalam
International segera setelah itu. Kekalahan Komune Paris juga membatalkan kongres
yang semula akan berlangsung di Paris pada 1871 dan dalam konferensi yang lantas
dialihkan ke London, para pendukung Bakunin dari Federasi Jurassian tidak diundang.
Dua kongres sebelumnya telah menghindarkan pembahasan prinsip-prinsip filosofis dan
politik untuk semata menegaskan bahwa ‚emansipasi ekonomi buruh sebagai tujuan
utama sehingga setiap gerakan politik harus berada dibawahnya’. Tanpa oposisi dari
Bakunin dan pendukungnya, Marx lantas bisa diterima beserta ide tentang penaklukan
kekuatan politik sebagai bagian integral dari mandat program International.
Sebagai tambahan, menurut Bakunin, Marx merancang pemapanan ‚kediktatoran
Dewan Umum, yang tak lain adalah kediktatoran personal Marx dan konsekuensinya
merubah International menjadi Negara yang luar biasa besar dan menakutkan dengan
dirinya sebagai pimpinan’. Apa yang diajukan Marx sebagai sosialisme saintifik,
demikian tulis Bakunin, adalah ‚organisasi dan aturan bagi masyarakat baru yang ditata
oleh cendekiawan sosialis... yang terburuk dari semua pemerintahan despotik!’166.
Berseberangan dengan itu, Marx menulis pada November 1871, bahwa Bakunin
seorang ‚lelaki yang tanpa setitik pun pengetahuan teoritis’ yang hendak membuat ‚yang
primer bagi bocah-bocahnya’ adalah program propagandanya yaitu ‚International kedua
di dalam International’. Doktrin-doktrinnya, lebih jauh, adalah persoalan sekunder saja –
‚sekedar perkakas bagi kepribadiannya yang mau menonjol sendiri’ 167. Engels juga
menulis bahwa ‚teori ganjil’ Bakunin adalah pengulangan dari Proudhonisme dan
komunisme. Bakunin memandang Negara sebagai iblis utama yang harus dienyahkan dan

165
Marx, ‚Civil War in France’, Marx dan Engels, Selected Works, op.cit., hal. 292, 294
166
Dol., hal. 292, 295
167
Marx kepada F. Bolte, 23 November 1871, Marx dan Engels, Selected Works, op.cit., hal. 682-3

59
bersikukuh bahwa Negara-lah yang menciptakan modal; sehingga pilihan strateginya
adalah abstain total dari politik dan berharap untuk menggusur Negara dengan organisasi
International. Namun, bagi Marx dan Engels, Bakunin telah memilih jalan memutar yang
salah. Untuk menghapus Negara tanpa didahului revolusi sosial sama dengan omong
kosong mengingat ‚penghapusan modal itulah justru persisnya revolusi sosial’168.
Babak final pertengkaran dua sosok ini mengambil tempat di Den Haag dalam
Kongres International pada September 1872. Marx hadir dalam kapasitas pribadi untuk
pertama kalinya. Ia berdampingan dengan Engels dalam mengajukan catatan tentang
Aliansi Rahasia Bakunin kepada Dewan Umum, bahwa ‚para pendukung keterbukaan
dan publisitas yang keras kepala ini telah, bertentangan dengan anggaran dasar kita,
mengorganisasikan di dalam jantung International sekelompok masyarakat rahasia yang
nyata dengan tujuan menempatkan setiap seksi-seksinya, tanpa sepengetahuan mereka,
dibawah pengarahan pendeta tertingginya, Bakunin’169. Mereka menuduh Bakunin
bersama Nechaev telah mendirikan masyarakat rahasia di Rusia dan Nechaev membuat
surat ancaman kepada agen penerbit yang sedang mengusahakan penerjemahan Capital.
Mereka juga mengklaim bahwa Bakunin jugalah yang mengendalikan kelompok-
kelompok Aliansi di Perancis, Spanyol dan Italia. Paul Lafargue, kelahiran Kuba menantu
Marx, adalah sumber informasi utama mereka.
Pada Kongres itu Bakunin dan rekan terdekatnya, James Guillaume dipecat dari
International. Markas utama kemudian dipindahkan ke New York agar selamat dari
kontrol mayoritas non-Marxis, namun markas ini dengan segera tutup. Engels lantas
menulis esai ‚Tentang Otoritas’ yang menyatakan adalah mustahil memiliki organisasi
tanpa otoritas mengingat teknologi modern sudah merasuki manusia dengan ‚despotisme
nyata yang berdiri sendiri terhadap segala jenis organisasi sosial’. Adalah absurd
menghendaki penghapusan otoritas politik dalam bentuk Negara dengan sekali gebrakan,
karena ‚revolusi itu sendiri sudah pasti sesuatu yang otoritarian adanya; revolusi adalah
tindakan yang didalamnya salah satu bagian dari populasi menyuntikkan kehendaknya
terhadap yang lain’170.

168
Engels kepada Theodor Cuno, 24 Januari 1872, Basic Writings on Politics and Philosophy, editor Lewis
S. Feuer (Fontana, 1969), hal. 481
169
Archives, II, 276
170
Marx dan Engels, Basic Writings, op.cit., hal. 521, 522

60
Kalangan anarkis lantas mendirikan International baru, pada 1872 di St Imier,
Swiss (dengan perwakilan dari Jura, Italia dan Spanyol), sebagai asosiasi longgar dari
kelompok-kelompok nasional yang punya otonomi penuh dan mendedikasikan dirinya
hanya pada perjuangan ekonomis. Program-programnya, sebagaimana digariskan
Bakunin, adalah membentuk basis sindikalisme revolusioner : ‚organisasi solidaritas
perjuangan ekonomi buruh melawan kapitalisme’171.
Sementara taktik pembunuhan karakter diluncurkan oleh barisan Marxis
merupakan hal yang tercela -- mengapungkan isu bahwa Bakunin seorang mata-mata
Rusia dan tak becus berurusan dengan uang – namun sulit untuk membuktikan kebenaran
tuduhan ini. Pada puncak kampanyenya menentang sentralisme dan otoritarianisme
Marx, Bakunin tanpa ragu berusaha mendirikan organisasi rahasia, yang sentralistik dan
hierarkis, dengan niat mengontrol International. Dalam surat kepada para pendukungnya
di Spanyol, ia menggambarkan Aliansi sebagai ‚masyarakat rahasia yang telah dibentuk
di jantung International guna menyuntikkan ke dalam lembaga ini agar menjadi
organisasi revolusioner... menjadi kekuatan yang cukup terorganisir untuk memberantas
seluruh tukang-politik-borjuasi dan menghancurkan segenap insitusi-institusi ekonomi,
hukum, relijius dan politik dari Negara’ 172. Aliansi, sebagaimana ditegaskan Guillaume,
bisa jadi secara prinsip berupa ‚persaudaraan revolusioner informal’, yang saling
diteguhkan oleh kedekatan atau afinitas ketimbang oleh buku-aturan, namun ia tak
diragukan lagi membentuk jaringan rahasia antar sel-sel di dalam International173.
Sejarahwan anarkis, Max Nettlau, mengakui bahwa Aliansi ini adalah ‚masyarakat
rahasia sebagaimana adanya’174. Arthur Lehning, belakangan ia menyunting Arsip-arsip
Bakunin, pada sisi yang lain menegaskan bahwa Aliansi rahasia ini tidak pernah ada di
dalam International, namun menurut pengenalannya badan tersebut boleh jadi ‚dibentuk-
ulang dengan tampilan lain’ setelah 1869175. Terlepas dari itu, bahkan jika masyarakat
rahasia Bakunin tetap samar dan tak nyata (dalam artian mereka tidak memiliki eksistensi
yang koheren), ide itu tetaplah sentral dalam pemaknaannya untuk strategi anarkis.

171
Dol., hal. 303
172
Materialy, III, 263-4
173
Dol., hal. 38
174
Max., hal. 44
175
Lehning, ‚Bakunin’s Conception of Revolutionary Organization and Their Role : A Study of His Secret
Societies’, Essay in Honour of E.H. Carr, editor C. Abramsky (1974), hal. 74

61
Bakunin mencoba menjustifikasi posisinya dan melampiaskan kemarahannya
terhadap Marx dan pengikutnya dalam suratnya kepada koran La Liberté di Brussel.
Surat ini tak pernah dikirimkannya. Ia menyatakan kembali keyakinannya bahwa
kebijakan revolusioner proletariat seharusnyalah ditujukan untuk penghancuran Negara
secara segera dan sebagai satu-satunya tujuan. Para Marxis, di sisi lain, tetap mengusung
Statisme : ‚Sebagaimana begitu pas pada kepatuhan Jerman, mereka merupakan para
penghamba kekuatan Negara dan dengan sendirinya juga mereka pengkhotbah disiplin
politik dan sosial, pengusung tatanan sosial yang dibangun dari atas ke bawah’176.
Ia juga mengelompokkan Marx sebagai pemikir determinisme ekonomi. Sudah
lama sebelumnya ia menolak bahwa fakta-fakta muncul sebelum gagasan. Ia mengikuti
Proudhon, dengan menyatakan bahwa gagasan adalah bunga dengan akarnya
bersemayam dalam kondisi-kondisi eksistensi material, yang berbeda dengan Marx yang
menyatakan ‚keseluruhan sejarah kemanusiaan, intelektual, moral, politik dan sosial,
tiada lain merupakan cerminan dari sejarah ekonominya’ 177. Kini Bakunin
menegaskannya kembali bahwa sementara basis ekonomi menentukan suprastruktur
politik, yang suprastruktur ini pada gilirannya toh mempengaruhi yang basis. Menurut
Bakunin, Marx mengatakan : “Kemiskinan memproduksi perbudakan politik, Negara“.
Tapi ia tidak mengijinkan ekspresi ini dibalik untuk mengatakan : „Perbudakan politik,
Negara, mereproduksi dan pada gilirannya mempertahankan kemiskinan sebagai kondisi
yang dibutuhkan bagi eksistensi dirinya; jadi untuk menghancurkan kemiskinan, adalah
perlu untuk menghancurkan Negara!“’178. Dan sembari menyadari keterkaitan tak tertolak
antara fakta-fakta politik dan ekonomi dalam sejarah, Bakunin menolak apa yang
diterima oleh Marx bahwa seluruh peristiwa pada masa lalu dengan sendirinya progresif,
khususnya jika itu semua memunculkan dirinya berada dalam kontradiksi menuju ‚tujuan
pamungkas’ dari sejarah yang tiada lain merupakan ‚kejayaan kemanusiaan, penaklukan
paling sempurna dan tegaknyanya kebebasan personal serta berkembangnya – material,
intelektual dan moral – bagi setiap individu melalui ketiadaan-batas yang absolut dan
pengorganisasian spontan akan solidaritas ekonomi dan sosial’179.

176
Dol., hal. 277
177
Shatz, hal. 126
178
Dol., hal. 282
179
Ibid., hal. 310-11

62
Lebih jauh Bakunin menyesuaikan versi materialisme-historis Marx dengan
menekankan pentingnya karakter khusus dalam setiap ras, masyarakat dan bangsa di
dalam sejarah. Bakunin menandaskan, misalnya, bahwa semangat memberontak adalah
dorongan insting yang bentuknya akan ditemukan lebih tebal pada kalangan warga Latin
dan Slavia ketimbang di Jerman. Ia juga merasa bahwa patriotisme, kecintaan akan tanah
leluhur, merupakan gairah alamiah – gairah akan solidaritas sosial. Ini melibatkan sisipan
instingtif dalam pola kehidupan tradisional dan beralih menjadi tersandera dalam pola
kehidupan yang lain. Alhasil, ini adalah ‚egoisme kolektif, pada satu sisi, dan perang,
pada sisi lain’. Akar-akarnya berada pada ‚kebinatangan’ dalam setiap manusia dan ia
hadir sebagai kebalikan dari rasio dalam perkembangan peradaban. Maka kembali
nasionalitas, seperti juga individualitas, adalah fakta sosial dan alamiah, yang
seharusnyalah ditambahi oleh nilai-nilai universal. Dalam ujung analisanya, kita harus
menempatkan ‚manusia, keadilan universal, di atas kepentingan-kepentingan nasional’.
Bakunin dengan demikian menyarankan sebentuk ‚patriotisme proletarian’ yang
memperhitungkan sisipan-sisipan lokal namun berjangkauan internasionalis180.
Akhirnya, Bakunin menolak penilaian Marx terhadap proletar urban sebagai kelas
yang paling progresif dan revolusioner mengingat terhadap kelas ini toh dibebankan
aturan buruh pabrik hingga ke ‚proletar pedesaan’. Dengan menganggap proletar kota
sebagai kelas di barisan terdepan, itu jadinya sebentuk ‚aristokrasi tenaga kerja’ yang
justru karakter sosialnya minimal dan individualisnya berlebihan. Kontrasnya, Bakunin
malah menimbang ‚bunganya proletariat’ sebagai yang paling tertindas, termiskin dan
teralienasi yang oleh Marx, secara semena-mena, dianggap remeh sebagai ‚proletar
kumuh’. ‚Dalam pikiranku,’ tulis Bakunin, ‚si „sampah“, „kerumunan gaduh yang
miskin“ itu nyaris tidak terkena polusi oleh peradaban borjuasi, yang membawa dalam
kandungan-terdalam dirinya dan dalam aspirasi mereka, di tengah totalitas keterdesakan
dan kepapaan kehidupan kolektifnya, terkandung segenap benih sosialisme masa
depan...’181. Begitulah, persis sebagaimana Marx mengidealisasikan proletariat, Bakunin
pun meromantisasikan proletar kumuh.
Dalam tahun terakhir hidupnya, Bakunin berkembang amat pesimis terhadap
kejayaan revolusi sosial. Perang Franco-Prussia tidak mengarah ke revolusi di Eropa dan
180
Max., hal. 227, 325, 235
181
Dol., hal. 280, 294

63
upayanya membangkitkan pemberontakan di Rusia cuma kecil hasilnya. Pada 1872,
harapannya akan kesadaran politik dan semangat revolusi berada di titik nadir :

Astaga! Sungguh harus diketahui bahwa massa telah menjerumuskan diri


mereka sendiri menjadi sangat terjangkiti demoralisasi, apatis, untuk tidak
dikatakan telah dikebiri oleh pengaruh buruk peradaban kenegaraan kita yang
korup dan amat tersentralisasi. Berserakan, tercerabut, itulah kontraksi
mereka dalam perilaku kepatuhan yang fatal, domba-domba takluk. Mereka
telah beralih menjadi sekumpulan ternak dalam kotak-kotak semu dan
dipisah-pisah untuk dikandangkan demi kenyamanan yang lebih besar bagi
para penghisapnya yang kian beragam182.

Dengan itu Bakunin pun menjadi tua terlampau dini. Kesehatannya merosot digerogoti
oleh pengalaman tahun demi tahun dalam penjara Rusia dan oleh kehidupan yang genting
akibat pergerakan yang terus-menerus. Dalam surat bertanggal 26 September 1873, ia
mengumumkan pengunduran-dirinya sebagai revolusioner profesional :

Aku merasa tak lagi memiliki tenaga yang secukupnya atau mungkin
keyakinan yang memadai untuk melanjutkan menggelindingkan batu
Sisyphus melawan kekuatan-kekuatan reaksioner yang nyatanya menang
dimana-mana. Karena itu aku undur-diri dari daftar dan sahabat-sejawatku
terkasih aku mohonkan hanya satu hal – lupakan183.

Dibantu kawan Italia-nya, Carlo Cafiero, sebuah rumah dibelikan untuk dia sekeluarga
tak jauh dari Lucarno. Namun kedamaian masih kelewat licin untuknya, rumah itu terlalu
mahal perawatannya dan Bakunin terpaksa harus pindah menghabiskan dua tahun
terakhir masa hidupnya di Lugano. Toh api revolusioner tua ini masih menyala rupanya :
ia keluar dari masa pensiunnya untuk bergabung dengan insureksi terakhir yang gagal di
propinsi Bologna pada Mei 1874. Pengalaman ini menggoreskan kekecewaan yang
makin dalam padanya dan pada Februari 1875 ia menyurati geografer anarkis, Elisée
182
Ibid., hal. 309
183
Bakunin, IV, 316

64
Reclus, tentang ‘keputusasaannya yang mendalam’ akibat ‘ketiadaan yang absolut
pemikiran revolusioner, harapan atau gairah yang tertinggal di tengah massa’. Satu-
satunya harapan yang masih adalah perang dunia. ‘Negara-negara militer raksasa ini
harus, cepat atau lambat, saling menghancurkan. Tapi prospek apalah itu!’ 184. Sosok
tinggi besar yang tengah remuk harapan ini, yang diletihkan oleh panggilan a’la Sisyphus
untuk mengilhami revolusi dunia, pada akhirnya meninggal di Berne pada 1 Juli 1876,
persisnya 2 bulan setelah ulang tahunnya yang ke 62. Ia dimakamkan di kota.
Namun kehidupan dan karya Bakunin tidaklah sia-sia. Sementara Marx
memenangkan pertengkaran di dalam International, peristiwa-peristiwa yang kemudian
semakin membuktikan kesahihan peringatan Bakunin tentang sentralisme, sosialisme
Negara dan kediktatoran proletariat. Bakunin telah menghamparkan pandangannya yang
berdaya-ramal benar tentang karakter Negara-negara Komunis yang semuanya menjadi,
dalam berbagai kadarnya, tersentralisasi, birokratis dan militeristik, serta dikuasai oleh
sebagian terbesar elite yang mengangkat dan mereproduksi dirinya sendiri. Jalinan rejim-
rejim Marxis di Eropa Timur telah digulingkan pada 1980-an oleh gerakan massa
Kehendak Rakyat dan kekuatan-kekuatan progresif di bekas Uni Soviet menyerukan
federasi longgar demi republik-republik yang independen. Bakunin, dan bukan Marx,
telah membuktikan kebenaran-kebenarannya melalui apa yang diputuskan oleh sejarah.
Para akademisi Soviet dengan senang hati membandingkan pemaknaan Bakunin
tentang diktator bayangan dengan konsep Lenin tentang elite disiplin yang mengabdi
pada yang revolusioner, dan mereka menilainya sebagai ‘loncatan besar ke depan’ dalam
kerangka teroritis185. Bakunin memang, seperti Lenin, menyerukan kekerasan revolusi
dan berbagi keyakinan dalam garda rahasia yang dikontrol oleh dirinya. Namun, adalah
kritik-kritik Bakunin terhadap Maxisme yang paling diingat di Barat. Sementara
kontroversi historis antar anarkis dengan Marxis cenderung membesar-besarkan
perbedaan antara Bakunin dengan Marx, dalam kenyataannya mereka berdua mengadopsi
bentuk materialisme historis, menerima perjuangan kelas sebagai motor perubahan sosial
dan menempatkan bahwa tujuan sejarah adalah masyarakat bebas dan setara. Keduanya
pun menginginkan kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi.

184
Bakunin kepada Elisée Reclus, 15 Februari 1875, Dol., hal. 354-5
185
Bakunin, III, 119

65
Perbedaan mendasar mereka pada soal strategi. Bakunin menolak politik
parlementer, menyerukan penghancuran segera Negara dan menegaskan bahwa buruh dan
petani sebaiknya mengemansipasi diri mereka sendiri. Marx, di sisi lain, menilai
keyakinan Bakunin, ‚organisasi bebas kelas buruh dari bawah ke atas’ 186 sebagai ‚omong
kosong’. Manakala Marx merendahkan kaum tani sebagai idiot pedesaan dan proletar
kumuh sebagai sampah, Bakunin justru menyadari potensi revolusioner mereka. Terhadap
seruan Marx akan penaklukan kekuatan politik, Bakunin menantangnya dengan
emansipasi ekonomi terlebih dahulu dan terutama. Bakunin berlanjut menggoyahkan
determinisme Marx dengan menekankan peran kehendak spontan rakyat yang mengantar
kepada revolusi.
Terlepas dari perbedaan teoritis mereka, Bakunin dan Marx menjadi simbol dua
pandangan-dunia yang saling berbeda. Bakunin biasanya ditampilkan sebagai
kepribadian yang lebih menawan – ramah dan spontan, kandungan ‚jiwa bebas’ 187.
Dengan perawakannya yang lebih besar dan gesit, tak diragukan lagi, bikin Marx
mencemburui pembawaannya yang lebih berdaya-tarik dan berdaya-pengaruh terhadap
orang lain. Ada yang paling dia akui, ketimbang yang lain, yang dimiliki oleh Bakunin :
‚karakteristik energi yang bikin onar dan primitif dari jenius besar yang kerap diteriakkan
guna menghancurkan tindasan dunia lama sekaligus menghamparkan landasan bagi yang
baru’188.
Kontradiksi yang paling mengganjal yang menandai Bakunin sebagai tokoh dan
penulis adalah di satu sisi ia menyerukan kesetaraan bagi segenap kemanusiaan, namun
di sisi lain ia toh juga nasionalis dan rasis dengan menganggap bangsa Jerman dan
Yahudi otoriter dan bangsa Slavia spontan dan pencinta kebebasan. Seruannya tentang
kemerdekaan absolut dengan segera berlawanan dengan hasrat otoriternya untuk
memimpin dan mengontrol orang lain dibawah masyarakat-masyarakat rahasianya.
Advokasinya yang memukau tentang harmoni sosial dan perdamaian toh berbenturan
dengan ujaran-ujarannya yang sangar : ‚hasrat iblis’, ‚darah dan api’, ‚pelibasan total’,
‚badai penghancuran’, ‚longsoran dahsyat mengganyang, menghancur segala’ dan

186
Simak komentar Marx terhadap karya Bakunin Statism and Anarchy, Marx, Engels & Lenin, Anarchism
and Anarko-syndicalism, op.cit., hal. 152
187
Carr, hal. 439-40
188
Shatz, hal. 142

66
seterusnya189. Tak heran ia pernah menyarankan Wagner, komponis besar Jerman
sahabatnya, untuk mengulang-ulang dalam gubahan musiknya, teks yang sama dalam
berbagai melodi : ‚Perjuangan dan Penghancuran’190. Sulit untuk tidak menyimpulkan
bahwa fantasi-fantasi akhir-dunia Bakunin bisa juga terbit dari impotensi seksualnya.
Kendati ia tidak meyakini tentang kebijaksanaan kekerasan dan ‚keteguhan pada
teknik terorisme’, ada sesuatu yang jelas sinis dalam pemujaannya akan ‚puisi
penghancuran’191. Bakunin berdiri pada sumber utama dari tradisi minoritas anarkisme
yang destruktif dan keras yang lebih menyukai senjata ketimbang nalar, paksaan
ketimbang persuasi. Sosok Bakunin mengonfirmasi pandangan awam tentang anarki
sebagai kekacauan yang rusuh dan keras manakala ia memakai istilah anarki yang
diskriminatif guna menggambarkan proses khaos dan kekerasan dari sebuah revolusi
yang bertujuan mencapai tatanan masyarakat tanpa pemerintah. Bahkan dengan
menyamakan anarki dengan perang sipil dan penghancuran, Bakunin tampil layaknya
layar di latar belakang dari yang kemudian muncul berupa aksi melempar bom dan
serangkaian pembunuhan yang mengejutkan masyarakat borjuis pada penghujung abad
ke 19.
Seruan Bakunin akan kediktatoran tersembunyi dan keyakinannya akan
pentingnya masyarakar rahasia berserta kelompok-kelompok kecil militan di barisan
terdepan, tak terhindarkan membuka risiko amat mengkhawatirkan akan bahaya-bahaya
otoritarian dan penindasan. Ada kontradiksi yang mendasar antara kesadarannya bahwa
‚Kebebasan hanya bisa diciptakan oleh kebebasan’ dengan kesiapannya untuk
memanfaatkan kediktatoran guna mencapai ‚kemerdekaan absolut’192. Tragis : ia gagal
menyadari bahwa yang hanya bisa digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan libertarian
tak ada yang lain kecuali adalah juga cara-cara libertarian, jalan yang memerdekakan.
Bahwa ‚si pencari Kebenaran yang bergelora’ dan ‚pencinta Kemerdekaan yang fanatik’
ini nyatanya terdampar pada penyamaran niat sebenarnya dan muslihat – yang justru
menenggelamkan percik-percik keunikan dan moral personalnya -- ketimbang kepada
argumen nalar dan pilihan bebas dalam asosiasi terbuka193. Ia secara berkelanjutan

189
Mendel, hal. 425
190
Aldred, Bakunin, op.cit., hal. 31
191
Joll, The Anarchists, op.cit. hal. 67
192
Shatz, hal. 164
193
Ken., hal. 17

67
dikorupsi oleh kecintaan akan kuasa dan anehnya ia gagal melihat bahaya-bahaya
sebagaimana ia sorotkan pada kediktatoran revolusioner Marx, yang sebenarnya persis
juga berlaku pada dirinya194. Meskipun tujuannya adalah untuk mentransformasi insting
rakyat menjadi tuntutan-tuntutan yang sadar, sulit untuk tidak berpikir bahwa
kepeloporannya kembali mengalami proses kian menghilang dibandingkan dengan Marx.
Kendati tak tercatat sebagai filsuf besar, tak diragukan lagi Bakunin adalah
penyumbang utama teori anarkis dan sosialis. Jauh dari penampilan ‚sok intelektual yang
serba samar dan berlindung di balik klise-klise’, anarkisme Bakunin menghamparkan
basis dan jalan baru bagi yang lain untuk mengikutinya195. Dia-lah orang Rusia pertama
yang memajukan revolusi sosial dalam kerangka internasional. Dalam analisanya
terhadap Negara, ia mendahului Max Weber yang menilai birokrasi sebagai konsekuensi
tak terhindarkan dari pembagian kerja modern dan Robert Michels yang ‘hukum besi
oligarki’-nya menegaskan bahwa akan muncul elite kepakaran teknis dari setiap
organisasi politik. Dalam konsep Bakunin tentang kelas, penekanannya pada potensi
revolusioner petani terbukti dikonfirmasi oleh seluruh revolusi utama abad ini di Rusia,
Spanyol, Cina dan Kuba. Keyakinannya pada potensi revolusioner ‘proletariat kumuh’
juga menjadi bagian esensial dari bagasi ideologis Kiri Baru. Kritik-kritiknya terhadap
bahaya-bahaya otoriter ilmu dan elite ilmu telah dikembangkan lebih lanjut oleh mazhab
Frankfurt, utamanya oleh Herbert Marcuse. Sepanjang pemberontakan 1968, slogan-
slogan Bakunin terpampang kembali di tembok-tembok kota : ‘Gairah penghancuran
adalah dorongan kreatif’. Demikianlah, Bakunin dan bukan Marx, yang sesungguhnya
nabi bagi revolusi modern196.
Dalam rentang yang panjang, tampilan citra terbaik Bakunin bukanlah pada sosok
revolusioner di barisan terdepan barikade yang berseru gulingkan Gereja dan Negara
secara berdarah-darah, melainkan tampilan sosok pemikir tajam yang menggali argumen-
argumen bernalar demi masyarakat bebas yang berdasarkan federasi sukarela dari
komune-komune otonom. Pesan-pesannya, yakni pesan dari International Pertama,
menegaskan bahwa emansipasi para buruh haruslah menjadi tugas dari para buruh itu
sendiri. Titik penting historisnya, ia telah memperjuangkan penyebaran gagasan-gagasan

194
Lihat Clark, ‚Marx, Bakunin and Social Revolution’, The Anarchist Moment, op.cit., hal. 73-4
195
Kelly, hal. 186
196
Lihat Avrich, ‚The Legacy of Bakunin’, dalam Anarchist Portraits, op.cit., hal. 5-15

68
anarkisme ke kalangan gerakan kelas buruh pada masa-masa akhir abad ke-19.
Pengaruhnya, terutama di Perancis, Italia, Spanyol dan Amerika Latin, menguatkan
bahwa anarkisme menjadi penting, untuk tidak mengatakan mendominasi, ke tengah
kalangan gerakan buruh – sesuatu yang amat berpengaruh dengan baik -- pada abad
berikutnya. Akar-akar ideologis Revolusi Spanyol amat dalam tertanam dari lahan
pemikiran Bakunin, baik apakah itu berupa aspirasi-aspirasi libertarian dari anarkis
maupun pada kesiapan untuk berangkat dari organisasi-organisasi baris terdepan yang
agresif.
Sejak Perang Dunia Kedua telah muncul ketertarikan terbaharui terhadap
Bakunin, yang tidak hanya dari gerakan-gerakan mahasiswa tahuan 1960-an, namun juga
dari kalangan intelektual seperti Noam Chomsky. Pemujaan Bakunin akan spontanitas,
perayaannya akan kehendak revolusioner dan pemberontakan instingtif, advokasinya
tentang kontrol dari buruh, keyakinannya pada energi-energi kreatif rakyat, serta kritik-
ilmunya – semuanya tampil melalui pemberontakan-pemberontakan anak muda di
Negara-negara teknologis modern kini. Bahkan Che Guevara pernah dipuja sebagai
‘Bakunin baru’. Pencarian Bakunin akan kepaduan-utuh dalam masyarakat yang terbelah-
belah, bukanlah semata produk dari sebentuk penyakit romantisisme atau
ketidakseimbangan jiwa, melainkan lebih sebagai upaya yang bulat dan menggugah guna
merebut-kembali kemanusiaan seseorang di dunia teralienasi.

***

69

Anda mungkin juga menyukai