Anda di halaman 1dari 278

MODUL BELAJAR MANDIRI

CALON GURU
Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)

Program Keahlian
Keperawatan

Penulis:
Tim GTK DIKMEN

Desain Grafis dan Ilustrasi:


Tim Desain Grafis

Copyright © 2021
Direktorat GTK Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengopi sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa
izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan
Kata Sambutan

Peran guru profesional dalam proses pembelajaran sangat penting sebagai kunci
keberhasilan belajar peserta didik. Guru profesional adalah guru yang kompeten
membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan
yang berkualitas dan berkarakter Pancasila yang prima. Hal tersebut menjadikan guru
sebagai komponen utama dalam pendidikan sehingga menjadi fokus perhatian Pemerintah
maupun Pemerintah Daerah dalam seleksi Guru Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).

Seleksi Guru ASN PPPK dibuka berdasarkan pada Data Pokok Pendidikan. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengestimasi bahwa kebutuhan guru di sekolah negeri
mencapai satu juta guru (di luar guru PNS yang saat ini mengajar). Pembukaan seleksi
untuk menjadi guru ASN PPPK adalah upaya menyediakan kesempatan yang adil bagi
guru-guru honorer yang kompeten agar mendapatkan penghasilan yang layak. Pemerintah
membuka kesempatan bagi: 1). Guru honorer di sekolah negeri dan swasta (termasuk
guru eks-Tenaga Honorer Kategori dua yang belum pernah lulus seleksi menjadi PNS
atau PPPK sebelumnya. 2). Guru yang terdaftar di Data Pokok Pendidikan; dan Lulusan
Pendidikan Profesi Guru yang saat ini tidak mengajar.

Seleksi guru ASN PPPK kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dimana pada
tahun sebelumnya formasi untuk guru ASN PPPK terbatas. Sedangkan pada tahun 2021
semua guru honorer dan lulusan PPG bisa mendaftar untuk mengikuti seleksi. Semua
yang lulus seleksi akan menjadi guru ASN PPPK hingga batas satu juta guru. Oleh
karenanya agar pemerintah bisa mencapai target satu juta guru, maka pemerintah pusat
mengundang pemerintah daerah untuk mengajukan formasi lebih banyak sesuai
kebutuhan.

Untuk mempersiapkan calon guru ASN PPPK siap dalam melaksanakan seleksi guru
ASN PPPK, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal
Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) mempersiapkan modul-modul
pembelajaran setiap bidang studi yang digunakan sebagai bahan belajar mandiri,
pemanfaatan komunitas pembelajaran menjadi hal yang sangat

iii
penting dalam belajar antara calon guru ASN PPPK secara mandiri. Modul akan disajikan
dalam konsep pembelajaran mandiri menyajikan pembelajaran yang berfungsi sebagai
bahan belajar untuk mengingatkan kembali substansi materi pada setiap bidang studi,
modul yang dikembangkan bukanlah modul utama yang menjadi dasar atau satu-satunya
sumber belajar dalam pelaksanaan seleksi calon guru ASN PPPK tetapi dapat
dikombinasikan dengan sumber belajar lainnya. Peran Kemendikbud melalui Ditjen GTK
dalam rangka meningkatkan kualitas lulusan guru ASN PPPK melalui pembelajaran yang
bermuara pada peningkatan kualitas peserta didik adalah menyiapkan modul belajar
mandiri.

Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar (Direktorat GTK Dikdas)
bekerja sama dengan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PPPPTK) yang merupakan Unit Pelaksanana Teknis di lingkungan
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan yang bertanggung jawab dalam
mengembangkan modul belajar mandiri bagi calon guru ASN PPPK. Adapun modul
belajar mandiri yang dikembangkan tersebut adalah modul yang di tulis oleh penulis
dengan menggabungkan hasil kurasi dari modul Pendidikan Profesi Guru (PPG),
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), Peningkatan Kompetensi
Pembelajaran (PKP), dan bahan lainnya yang relevan. Dengan modul ini diharapkan
calon guru ASN PPPK memiliki salah satu sumber dari banyaknya sumber yang tersedia
dalam mempersiapkan seleksi Guru ASN PPPK.

Mari kita tingkatkan terus kemampuan dan profesionalisme dalam mewujudkan pelajar
Pancasila.

Jakarta, Februari 2021


Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan,

Iwan Syahril
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya Modul Belajar
Mandiri bagi Calon Guru Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kontrak (PPPK) untuk 25 Bidang Studi (berjumlah 39 Modul). Modul ini
merupakan salah satu bahan belajar mandiri yang dapat digunakan oleh calon guru ASN
PPPK dan bukan bahan belajar yang utama.

Seleksi Guru ASN PPPK adalah upaya menyediakan kesempatan yang adil untuk guru-
guru honorer yang kompeten dan profesional yang memiliki peran sangat penting sebagai
kunci keberhasilan belajar peserta didik. Guru profesional adalah guru yang kompeten
membangun proses pembelajaran yang baik sehingga dapat menghasilkan pendidikan
yang berkualitas dan berkarakter Pancasila yang prima.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung keberhasilan seleksi guru ASN PPPK,
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar pada tahun 2021
mengembangkan dan mengkurasi modul Pendidikan Profesi Guru (PPG), Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB), Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP), dan
bahan lainnya yang relevan sebagai salah satu bahan belajar mandiri.

Modul Belajar Mandiri bagi Calon Guru ASN PPPK ini diharapkan dapat menjadi salah
satu bahan bacaan (bukan bacaan utama) untuk dapat meningkatkan pemahaman tentang
kompetensi pedagogik dan profesional sesuai dengan bidang studinya masing-masing.

Terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada pimpinan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) yang
telah mengijinkan stafnya dalam menyelesaikan Modul Belajar Mandiri bagi Calon Guru
ASN PPPK. Tidak lupa saya juga sampaikan terima kasih kepada para widyaiswara dan
Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) di dalam penyusunan modul ini.
Semoga Modul Belajar Mandiri bagi Calon Guru ASN PPPK dapat memberikan dan
mengingatkan pemahaman dan keterampilan sesuai dengan bidang studinya masing-
masing.

Jakarta, Februari 2021


Direktur Guru dan Tenaga
Kependidikan Pendidikan Dasar,

Dr. Drs. Rachmadi Widdiharto, M. A


NIP. 196805211995121002
Daftar Isi

Hlm.
Kata Sambutan...................................................................................................iii
Kata Pengantar...................................................................................................v
Daftar Isi............................................................................................................ vii
Daftar Gambar...................................................................................................xii
Daftar Tabel.......................................................................................................xv
Pendahuluan.......................................................................................................1
A. Deskripsi Singkat.......................................................................................................1
B. Peta Kompetensi.........................................................................................................2
C. Ruang Lingkup...........................................................................................................4
D. Petunjuk Belajar.........................................................................................................6
Pembelajaran 1. Konsep Dan Prinsip Dasar Komunikasi................................7
A. Kompetensi............................................................................................................7
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.........................................................................7
C. Uraian Materi........................................................................................................8
1.1 Konsep dasar komunikasi...............................................................................8
a. Pengertian Komunikasi..................................................................................8
b. Tujuan Komunikasi........................................................................................9
c. Elemen atau unsur komunikasi.......................................................................9
d. Jenis Komunikasi..........................................................................................12
1.2 Komunikasi sesuai tahapan usia...................................................................14
a. Tahap Perkembangan Bahasa.......................................................................14
b. Komunikasi pada Bayi dan Anak.................................................................17
c. Komunikasi pada Remaja.............................................................................20
d. Komunikasi pada Dewasa dan Lansia..........................................................23
1.3 Gangguan Komunikasi.................................................................................24
Hambatan Komunikasi.........................................................................................24
Penyebab gangguan komunikasi...........................................................................26
Mengatasi Gangguan komunikasi.........................................................................26
1.4 Komunikasi Terapeutik................................................................................27
Pengertian.............................................................................................................27
Prinsip Komunikasi Terapeutik............................................................................27
Sikap dan perilaku dalam komunikasi terapeutik.................................................28
Fase-fase hubungan terapeutik.............................................................................28
Pelaksanaan Komunikasi terapeutik.....................................................................30
D. Latihan Soal/Kasus..............................................................................................31
E. Rangkuman..........................................................................................................33
Pembelajaran 2. Konsep Dasar Keperawatan.................................................35
A. Kompetensi..........................................................................................................35
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.......................................................................35
C. Uraian Materi......................................................................................................36
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia........................................................36
1. Sistem Pernafasan (Respirasi)......................................................................39
Mekanisme Pernafasan.....................................................................................42
2. Sistem Jantung dan Peredaran Darah (Kardiovaskuler)................................43
a. Jantung.....................................................................................................43
b. Peredaran Darah.......................................................................................47
c. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah...................................................47
3. Sistem Otot dan Rangka (Muskuloskleletal).................................................48
4. Sistem Endokrin (Hormonal)........................................................................57
5. Sistem Saraf (Neurologi)..............................................................................71
6. Anatomi Sistem perkemihan.........................................................................81
7. Sistem Integumen.........................................................................................84
2.2 Promosi Kesehatan.......................................................................................88
2.3 Asuhan keperawatan.....................................................................................92
1. Pengertian Asuhan Keperawatan..................................................................92
2. Proses Keperawatan......................................................................................92
3. Komponen Proses Keperawatan...................................................................93
2.4 Pelayanan Prima (Service Excellent)............................................................97
Pengertian.............................................................................................................97
Tujuan Pelayanan Prima.......................................................................................97
Unsur Pokok Pelayanan Prima.............................................................................98
Dimensi Kualitas Pelayanan Prima di Rumah Sakit.............................................99
Prinsip Pelayanan Prima di Rumah Sakit...........................................................100
Mengutamakan Pelanggan (Pasien)....................................................................100
Sistem yang Efektif............................................................................................101
Nilai semangat melayani dengan hati.................................................................101
Perbaikan Berkelanjutan.....................................................................................102
Memberdayakan Pelanggan................................................................................102
Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan......................................................102
Perilaku Pelayanan Prima di Rumah Sakit.........................................................103
D. Latihan Soal/Kasus............................................................................................104
E. Rangkuman........................................................................................................106
Pembelajaran 3. Kebutuhan Dasar Manusia.................................................107
A. Kompetensi........................................................................................................107
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................108
C. Uraian Materi.....................................................................................................108
3.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia.............................................................108
3.2 Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan Eliminasi............................................110
Kebutuhan Eliminasi..........................................................................................114
Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi.......................................................................118
3.3 Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Istirahat-Tidur...............................121
D. Latihan Soal/Kasus............................................................................................136
E. Rangkuman........................................................................................................138
Pembelajaran 4. Keperawatan Gawat Darurat..............................................139
A. Kompetensi........................................................................................................139
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................139
C. Uraian Materi.....................................................................................................139
4.1 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur............................................139
4.2 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hemothoraks..................................142
4.3 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma Kepala...............................144
4.4 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Luka bakar......................................147
4.5 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipoglikemia.................................150
4.6 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Kejang...........................................152
4.7 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Keracunan......................................154
D. Latihan Soal.......................................................................................................156
E. Rangkuman........................................................................................................159
Pembelajaran 5. Keperawatan Medikal Bedah..............................................161
A. Kompetensi........................................................................................................161
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................161
C. Uraian Materi....................................................................................................161
5.1 Asuhan keperawatan pada pasien Human Immunodeficiency Virus- Acquired
Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS).........................................................161
5.2 Asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis...............................................164
5.3 Asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA).......................165
5.4 Asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus.......................................167
5.5 Asuhan keperawatan pada pasien Apendisitis.................................................173
5.6 Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Hernia..................................175
5.7 Asuhan keperawatan pada pasien Benign Prostatic Hiperplasia (BPH)
......................................................................................................................176
D. Latihan Soal......................................................................................................179
E. Rangkuman.......................................................................................................181
Pembelajaran 6. Kesehatan Masyarakat, Keluarga, Jiwa Ibu Dan Anak.....183
A. Kompetensi.......................................................................................................183
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................183
C. Uraian Materi....................................................................................................184
6.1 Kesehatan Masyarakat...............................................................................184
6.2 Kesehatan Lingkungan...............................................................................188
6.3 Keperawatan Geriatrik...............................................................................189
6.4 Keperawatan Keluarga...............................................................................191
6.5 Kesehatan Jiwa..........................................................................................193
6.7 Community Mental Health Nursing (CMHN)............................................194
D. Latihan Soal......................................................................................................196
E. Rangkuman.......................................................................................................198
Pembelajaran 7. Infeksi Nosokomial dan Patient Safety.............................199
A. Kompetensi.......................................................................................................199
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................199
C. Uraian Materi....................................................................................................199
7.1 Infeksi........................................................................................................199
7.2 Keselamatan Pasien (Patient Safety)..........................................................201
7.3 Alat Pelindung Diri (APD)........................................................................203
7.4 Pengendalian dan Pencegahan Agen Infeksi..............................................208
7.5 Isolasi.........................................................................................................211
D. Latihan Soal......................................................................................................217
E. Rangkuman........................................................................................................220
Pembelajaran 8. Prosedur Tindakan Keperawatan......................................221
A. Kompetensi........................................................................................................221
B. Indikator Pencapaian Kompetensi.....................................................................221
C. Uraian Materi.....................................................................................................221
8.1 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital.................................................................221
8.2 Pemberian Injeksi Insulin...........................................................................231
8.3 Pemasangan Kateter Urin...........................................................................236
8.4 Perawatan Luka Gangren............................................................................243
D. Latihan Soal.......................................................................................................252
E. Rangkuman........................................................................................................255
Penutup........................................................................................................... 256
Daftar Pustaka.................................................................................................258
Kunci Jawaban Modul Belajar Mandiri Keperawatan...................................261
Daftar Gambar

Hlm.
Gambar 1. Elemen atau unsur dalam komunikasi............................................................11
Gambar 2. Bagan unsur-unsur dalam proses komunikasi................................................12
Gambar 3. Terminologi posisi dalam ilmu anatomi.........................................................37
Gambar 4. anatomi umum system pernafasan..................................................................39
Gambar 5. Otot jantung...................................................................................................44
Gambar 6. Gambaran jenis atau tipe otot.........................................................................50
Gambar 7. gambaran hubungan tulang dengan, jaringan konektif dengan tendon
............................................................................................................................... 51
Gambar 8. Struktur tendon...............................................................................................53
Gambar 9 ligamen patela.................................................................................................54
Gambar 10. Klasifikasi tulang berdasarkan penyusunnya................................................56
Gambar 11. Letak kelenjar dan sel endokrin berada dalam tubuh yang berperan penting
dalam homeostasis...........................................................................................................58
Gambar 12. Organ Saluran pencernaan............................................................................62
Gambar 13. Proses pencernaan meliputi menelan makanan, mendorong, pencernaan
mekanis, pencernaan kimiawi, absorbsi, dan defekasi.....................................................66
Gambar 14. Pembagian Sistem Saraf...............................................................................73
Gambar 15. Otak..............................................................................................................74
Gambar 16. Belahan pada Otak Besar.............................................................................75
Gambar 17. Pembagian Fungsi pada Otak Besar.............................................................76
Gambar 18. Otak kecil, pons varoli, dan medula oblongata.............................................77
Gambar 19. Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)..............................................78
Gambar 20. Saraf Parasimpatik dan Simpatik..................................................................80
Gambar 21. Saluran perkemihan: ginjal, ureter, vesika urinaria (bladder), uretra
............................................................................................................................... 81
Gambar 22. Struktur kulit................................................................................................85
Gambar 23. Penampang epidermis..................................................................................86
Gambar 24. Penampang dermis.......................................................................................87
Gambar 25. Skema pengturan suhu oleh kulit.................................................................87
Gambar 26. Poster Rokok dan Bahayanya, Poster TBC..................................................91
Gambar 27. Lembar Balik (flip chart), Poster..................................................................91
Gambar 28. Leaflet (docplayer.info)................................................................................91
Gambar 29. Piramida Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow (Cherry, 2019)
............................................................................................................................. 109
Gambar 30. Piramida makanan......................................................................................111
Gambar 31. skinfold pada lengan..................................................................................113
Gambar 32. Skinfold pada punggung............................................................................113
Gambar 33. Pengukuran Lingkar Lengan......................................................................113
Gambar 34. a) Konstipasi b) fecal impaction.................................................................117
Gambar 35. A) Kateter kondom, B) kateter foley..........................................................120
Gambar 36. Penggunaan pispot.....................................................................................120
Gambar 37. Jenis fraktur (Smeltzer et al., 2015)...........................................................140
Gambar 38. Hemothorax (Campbell, Alson, & Alabama, 2018)...................................142
Gambar 39. Karakteristik cedera kepala (Smeltzer, et al, 2015)....................................145
Gambar 40. Derajat luka bakar (Campbell, Alson, & Alabama, 2018)..........................148
Gambar 41. Rule of Nine (Williams & Hopper, 2015)..................................................148
Gambar 42. Gejala klinis hipoglikemia (Williams & Hopper, 2015).............................151
Gambar 43. Macam-macam keracunan (Williams & Hopper, 2015).............................154
Gambar 44. Tanda gejala umum IMA (AHA, 2015).....................................................166
Gambar 45. Titik McBurney (Williams & Hopper, 2015).............................................174
Gambar 46. Irigasi kandung kemih (Smeltzer, et al, 2015)............................................178
Gambar 47. Contoh Pelindung Kaki..............................................................................206
Gambar 48. Standar Operasional Prosedur (SOP) penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
.......................................................................................................................................208
Gambar 49. Moment Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)........................209
Gambar 50. Langkah Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)........................210
Gambar 51. Tempat Injeksi insulin................................................................................233
Gambar 52. Pemasangan kateter urine...........................................................................236
Daftar Tabel

Hlm.
Tabel 1. Peta Kompetensi kelompok Program Keahlian Keperawatan..............................2
Tabel 2. Deskripsi stadium kanker.................................................................................172
Tabel 3. Jenis Alat Pelindung Pernafasan berdasarkan Breathing Aparatus..............205
Tabel 4. farmakokinetik.................................................................................................232

xiv
Pendahuluan
A. Deskripsi Singkat

Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang merupakan


bagian integral dari layanan kesehatan berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang
berbentuk bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup keseluruhan proses
kehidupan manusia. Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan keperawatan,
sehingga seorang perawat dituntut memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam
pemberian asuhan keperawatan. Dalam modul peserta didik, para guru SMK mempelajari
tentang konsep teori singkat, kemampuan prosedur keterampilan faktual tentang
keperawatan.

Modul ini berisi Delapan lingkup pembelajaran, yakni: 1) konsep dan prinsip komunikasi,
berisi bahasan tentang dasar-dasar komunikasi dan komunikasi terapeutik, serta gangguan
yang sering terjadi pada komunikasi; 2) konsep dasar keperawatan yang anatomi dan
fisiologi tubuh manusia, bahasan promosi Kesehatan, serta pelayanan prima dalam
keperawatan; 3) Kebutuhan dasar manusia dan implementasinya dalam kebutuhan nutrisi,
eliminasi, moibilisasi, kebutuhan istirahat tidur; 4) Keperawatan gawat darurat,
membahas asuhan keperawatan pada Kasus kegawatdaruratan yang disebabkan karena
trauma dan non trauma; 5) Keperawatan medikal bedah, yang berisi konsep asuhan
keperawatan pada beberapa penyakit yang sering terjadi di klinis; 6) Kesehatan
masyarakat, keluarga, kesehatan jiwa, serta Kesehatan ibu dan anak; 7) Infeksi
nosokomial dan patients safety yang membahas tentang konsep infeksi nosokial dan
kamanan keselamatan pasien; dan 8) Prosedur Tindakan keperawatan, yang berisi tentang
keterampilan keperawatan dan prosedur Tindakan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan pasien.

Keperawatan | 1
Hal-hal yang disampaikan dalam materi ini penting dipelajari dan dipahami karena tidak
hanya pada teori konseptual tetapi juga tindakan keterampilan keperawatan sebagai dasar
untuk menjadi perawat professional dalam memberikan asuhan keperawatan pada tataran
pelayanan klinis keperawatan di rumah sakit, perawatan di komunitas, maupun sebagai
seorang guru bagi asisten perawat.

B. Peta Kompetensi

Modul belajar mandiri ini dikembangkan berdasarkan model kompetensi guru.


Kompetensi tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator. Target kompetensi
menjadi patokan penguasaan kompetensi oleh guru P3K.

Untuk menterjemahkan model kompetensi guru, maka dijabarkanlah target kompetensi


guru bidang studi yang terangkum dalam pembelajaran-pembelajaran dan disajikan dalam
bahan belajar mandiri substansi keahlian keperawatan. Kompetensi guru bidang studi
dengan fokus pada keahlian keperawatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Peta Kompetensi kelompok Program Keahlian Keperawatan

KOMPETENSI GURU INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI


Pembelajaran 1. Konsep dan Prinsip Dasar Komunikasi
Menganalisis konsep dan 1. Menjelaskan konsep dasar komunikasi
prinsip Komunikasi 2. Membandingkan komunikasi sesuai tahapan usia
Keperawatan dan aplikasinya 3. Menganalisis gangguan komunikasi
dalam keperawatan 4. Menerapkan komunikasi terapeutik
Pembelajaran 2. Konsep Dasar Keperawatan
Menganalisis Konsep Dasar
1. Mengklasifikasikan anatomi dan Fisiologi Tubuh
Keperawatan (anatomi
Manusia
fisiologi, promosi kesehatan,
2. Menerapkan promosi Kesehatan
pelayanan prima) dan
3. Mengimplmentasikan asuhan keperawatan dan
aplikasinya dalam
pelayanan prima
keperawatan
Pembelajaran 3. Kebutuhan Dasar Manusia
Menganalisis prinsip 1. Menjelaskan teori kebutuhan dasar manusia
Kebutuhan Dasar Manusia 2. Menganalisis Gangguan Kebutuhan Dasar
Manusia
dan aplikasinya dalam 3. Mengimplementasikan Pemenuhan Kebutuhan
keperawatan. Nutrisi dan Eliminasi
4. Mengimplementasikan Pemenuhan Kebutuhan
Mobilisasi dan Istirahat-Tidur
Pembelajaran 4. Keperawatan Gawat Darurat
Menganalisis prinsip 1. Merencanakan asuhan keperawatan pada kasus
kegawatdaruratan dan Fraktur, Hemothoraks , Trauma Kepala, Luka bakar
aplikasinya dalam keperawatan 2. Merencanakan asuhan keperawatan pada kasus
hipoglikemia, kejang dan keracunan

Pembelajaran 5. Keperawatan Medikal Bedah


Menganalisis prinsip 1. Merencanakan asuhan keperawatan pada kasus
Keperawatan Medikal Bedah AIDS, Tuberkulosis, IMA dan DM
dan aplikasinya dalam 2. Merencanakan asuhan keperawatan pada kasus
keperawatan neoplasma, apendiksitis, hernia dan BPH
Pembelajaran 6. Kesehatan Masyarakat, Keluarga, Jiwa Ibu Dan Anak
Menganalisis prinsip Ilmu 1. Menganalisis Kesehatan Masyarakat, Kesehatan
Kesehatan Masyarakat Lingkungan, Keperawatan Geriatrik, Pelayanan
(Keperawatan Jiwa, kesehatan secara umum pada lansia, Mencegah resiko
Keperawatan Keluarga, kesehatan pada lansia
Keperawatan Geriatrik dan 2. Mendeskripsikan konsep Kesehatan Keluarga
Komunitas, Keperawatan 3. Mengimplementasikan Fungsi Perawatan
Maternitas) dan aplikasinya Kesehatan Keluarga
dalam keperawatan 4. Mengidentifikasi Masalah-masalah Kesehatan
Jiwa
5. Mengimplementasikan Fokus Asuhan
Keperawatan Jiwa
6. Melakukan pemeriksaan kehamilan
7. Mendeteksi resiko gangguan kehamilan
8. Mendeteksi fase pertumbuhan dan
perkembangan pada anak
Pembelajaran 7. Konsep Infeksi dan Keamanan Pasien (Patient Safety)
Mengalisis Konsep Infeksi dan 1. Memahami konsep, penyebaran, tahap infeksi dan
Keamanan Pasien (Patient etiologi
Safety) 2. Mengidentifikasi tanda-tanda inflamasi/infeksi
lokal
3. Menerapkan pengendalian dan pencegahan agen
infeksi
4. Memahami konsep keselamatan pasien (patient
safety)
5. Menyebutkan jenis jenis alat pelindung diri
(APD)"
Pembelajaran 8. Prosedur Tindakan Keperawatan
Menganalisis Prinsip Prosedur 1. Mengurutkan tindakan prosedur pemeriksaan
Tindakan Keperawatan Dan tanda-tanda vital
Aplikasinya Dalam Keperawatan 2. Mengimplementasikan injeksi insulin
3. Mengurutkan kateter urine
4. Mengimplemtasikan tindakan rawat luka

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi pada bahan belajar mandiri calon guru P3K bidang keahlian
keperawatan ini disusun dalam enam pembelajaran. Diawali dengan pembahasan materi
tentang konsep komunikasi yang meliputi konsep dasar, gangguan komunikasi, dan
komunikasi terapeutik. Selanjutnya modul ini membahas tentang konsep dasar
keperawatan yang merupakan bahasan tentang body of knowledge keilmuan
keperawatan yakni anatomi dan fisiologi manusia, promosi Kesehatan, asuhan
keperawatan dan pelayanan prima. Pembelajaran berikutnya membahas perihal kebutuhan
dasar manusia yang harus dipenuhi untuk mempertahankan proses kehidupan. Kebutuhan
dasar manusia yang dibahas dalam modul ini adalah tentang kebutuhan nutrisi dan
eliminasi, kebutuhan mobilisasi, dan kebutuham istirahat-tidur. Materi selanjutnya terkait
dengan keperawatan medikal bedah yang membahas tentang konsep penyakit dan
diagnosis keperawatan yang muncul, dan kegawatdaruratan karena Kasus trauma dan
nontrauma. Pada Bahasa berikutnya meli[utu Kesehatan masyarakat, kesehatn keluarga,
Kesehatan jiwa, dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pada bahasan terakhir dalam modul ini
tentang keterampilan tindakan keperawatan, yang membahas tentang skill Tindakan
keperawatan kepada pasien yang mengalami gangguan system tubuh.
Bagian Pendahuluan modul mandiri ini berisi deskripsi singkat, Peta Kompetensi yang
diharapkan dicapai setelah pembelajaran, Ruang Lingkup, dan Petunjuk Belajar. Bagian
Pembelajaran terdiri dari lima bagian, yaitu bagian Kompetensi, Indikator Pencapaian
Kompetensi, Uraian Materi, Latihan Soal/Kasus yang berada di latihan soal di LMS, dan
Rangkuman. Latihan/Kasus akan diberikan kunci dan pembahasan di bagian lampiran
bahan belajar mandiri. Bahan belajar mandiri diakhiri dengan Penutup, Daftar Pustaka,
dan Lampiran.

Rincian materi pada bahan belajar mandiri bagi Calon Guru Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK) program keahlian keperawatan
ini adalah:
1. Menganalisis konsep dan prinsip Komunikasi Keperawatan dan aplikasinya dalam
keperawatan
2. Menganalisis Konsep Dasar Keperawatan (anatomi fisiologi, promosi kesehatan,
pelayanan prima) dan aplikasinya dalam keperawatan
3. Menganalisis prinsip Kebutuhan Dasar Manusia dan aplikasinya dalam keperawatan.
4. Menganalisis prinsip Keperawatan Medikal Bedah (ilmu penyakit, penunjang,
diagnostik, kegawatdaruratan) dan aplikasinya dalam keperawatan
5. Menganalisis prinsip Ilmu Kesehatan Masyarakat (Keperawatan Jiwa, Keperawatan
Keluarga, Keperawatan Geriatrik dan Komunitas, Keperawatan Maternitas) dan
aplikasinya dalam keperawatan
6. Menganalisis prinsip Ketrampilan Dasar Tindakan Keperawatan dan aplikasinya
dalam keperawatan
D. `Petunjuk Belajar

Modul belajar mandiri ini berisi sebagian kecil dari ilmu keperawatan yang hanya
memuat kompetensi esensial saja, sehingga perlu bahan bacaan buku keperawatan lain
sebagai referensi. Untuk membantu semakin memahami topik pembelajaran yang dibahas
maka dalam modul ini teman-teman perlu:

1) Membaca uraian materi dengan seksama dan memahaminya;

2) Mengerjakan mengerjakan soal tes yang ada untuk mengukur pemahama;

3) Mencocokkan hasil pengerjaan tes formatif dan bila masih ada hal yang salah dan
belum dipahami maka perlu membaca ulang uraian materi agar semakin paham;

Selamat belajar teman-teman, semoga capaian pembelajaran dan sub capaian


pembelajaran dapat terpenuhi setelah menyelesaikan pembelajaran dalam satu modul ini.
Pembelajaran 1. Konsep Dan Prinsip Dasar
Komunikasi

Sumber:

● Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 1 Konsep dan Prinsip dasar


Komunikasi. Penulis: Faqih Ruhyanudin, M. Kep., Sp.Kep.MB (2019)

● Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Komunikasi Dalam Keperawatan. Penulis:


Dr. Tri Anjaswarni, S.Kp., M.Kep (2016)

A. Kompetensi
Modul belajar mandiri Pembelajaran 1 tentang konsep dan prinsip dasar komunikasi ini
mempelajari tentang konsep teori komunikasi, gangguan-gangguan komunikasi, dan
komunikasi terapeutik. Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
kehadiran dan berhubungan dengan manusia lainnya. sarana yang penting dan dibutuhkan
untuk berhubungan dengan orang lain adalah komunikasi. Komunikasi mencakup
pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara atau bicara bicara verbal. Demikian
juga seorang perawat membutuhkan komunikasi terapeutik yang efektif dalam
berhubungan dengan klien. Untuk mencapai kompetensi itu sehingga perlu kiranya
diajarkan diawal tentang konsep dan prinsip komunikasi sebelum pembelajaran asuhan
keperawatan yang lain.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi


Untuk mencapai kompetensi mampu menganalisis konsep dan prinsip Komunikasi
Keperawatan dan aplikasinya dalam keperawatan, maka indikator pencapaian
kompetensinya adalah:

1. Menjelaskan konsep dasar komunikasi


2. Membandingkan komunikasi sesuai tahapan usia
3. Menganalisis gangguan komunikasi
4. Menerapkan komunikasi terapeutik

Keperawatan | 7
C. Uraian Materi

1.1 Konsep dasar komunikasi

Komunikasi adalah keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana
dapat kita lihat komunikasi dapat terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Komunikasi
adalah fungsi universal umat manusia yang tidak tergantung pada tempat, waktu, atau
konteks apa pun.

a. Pengertian Komunikasi

Komunikasi berasal dari kata Latin Communis yang berarti sama atau menjadikan
milik bersama, membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua
orang atau lebih. Berasal dari akar kata communico yang berarti berbagi. Komunikasi
juga berasal dari kata communicare yang berarti mengalihkan atau mengirimkan.
Berarti bahwa kata komunikasi dalam prosesnya sebagai kata kerja (verb)
communicate berarti: (1) untuk bertukar pikiran, perasaan, dan informasi; (2) untuk
membuat tahu; (3) untuk membuat sama; dan (4) untuk membuat hubungan yang
simpatik. Sedangka dalam kata benda (noun) communication berarti: (1) pertukaran
simbol, pesan-pesan yang sama, dan informasi; (2) proses pertukaran diantara
individu melalui simbol- simbol yang sama; (3) seni untuk mengekspresikan gagasan,
dan (4) ilmu pengetahuan tentang pengiriman informasi. Jadi kalau kita
berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang kita sampaikan
kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Komunikasi berorientasi pada adanya
kesamaan dalam memaknai suatu simbol dengan tujuan menciptakan hubungan
kebersamaan, keakraban, dan keintiman antara pihak-pihak yang melakukan kegiatan
komunikasi (Bahfiarti, 2012; Liliweri, 2015; Sarfika, Maisa, & Freska, 2018).
b. Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi dapat dilihat dari kepentingan komunikator (pengirim pesan)


dan komunikan (penerima pesan) yaitu:

1) Memberi informasi, Komunikasi dilakukan oleh komunikator adalah untuk


memberikan atau menyampaikan informasi yang berupa ide, pikiran, persepsi,
perasaan, dan lainnya kepada komunikan.
2) Mengubah opini, cara berpikir, sikap, dan mempengaruhi perilaku seseorang.
Informasi yang diberikan secara disadari ataupun tidak disadari dapat
mempengaruhi perilaku orang lain. Secara sadar, orang yang dimotivasi akan
melakukan hal sesuai dengan yang diinginkan motivator. Secara tidak disadari,
pada saat memotivasi menunjukkan wajah yang serius, maka membuat lawan
bicara antusias untuk mendengarkan dan memperhatikan.
3) Memberikan Pendidikan. pesan yang dikirim ditujukan untuk menyampaikan
pembelajaran kepada komunikan. Termasuk diantaranya memberikan
pendidikan kesehatan kepada klien.
4) Mengungkapkan perasaan. Perasaan yang terpendam dalam hati tidak akan
mungkin diketahui oleh orang lain atau orang yang dimaksud apabila tidak
ditampakkan dalam wujud suatu ungkapan baik melalui media langsung atau
melalui perantara perilaku.
5) Menyelesaikan sebuah masalah atau menurunkan ketegangan dan
menyelesaikan konflik.
6) Menemukan kesadaran diri, penerimaan diri sendiri dan meningkatnya
kehormatan diri

c. Elemen atau unsur komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan elemen-elemen atau unsur-


unsur saling terkait. Setiap elemen dalam komunikasi saling berhubungan satu
dengan yang lain dan unsur yang satu mendahului unsur lain yang terkait.
elemen atau unsur-unsur yang mendukung dan terlibat dalam berlangsungnya
proses komunikasi adalah:

Keperawatan | 9
1) Komunikator atau pengirim pesan (sender)
Komunikator adalah orang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada lawan
komunikasi dalam proses komunikasi. Komunikator sering disebut juga sebagai
Enkoding (pembuat kode) yaitu suatu aktivitas komunikasi yang menghasilkan
pesan berupa kode-kode. Pengodean melibatkan penggunaan bahasa dan tanda serta
symbol khusus lainnya dalam mengirim pesan. Sender dapat berupa individu,
kelompok maupun organisasi. Komunikator juga dapat berupa individu yang
berbicara, menulis, kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, radio,
televisi, film, dan sebagainya. Terkadang komunikator berganti sebagai komunikan,
dan sebaliknya.
2) Pesan atau isi informasi (Message)
Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh pengirim (komunikator) dan diterima
oleh penerima (komunikan). Pesan dapat dalam bentuk verbal, nonverbal, atau
tertulis. Dapat juga dalam bentuk gambar-gambar, angka- angka, benda, gerak-gerik,
atau tingkah laku. Bisa berisi ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, maupun
propaganda yang merupakan ide, pendapat, pikiran, maupun saran
3) Media atau saluran (Channel)
Media atau saluran adalah alat yang yang digunakan untuk menyalurkan atau
memindahkan pesan dari komunikator agar dapat tersampaikan pada komunikan.
Saluran komunikasi selalu menyampaikan pesan yang dapat diterima melalui panca
indera. Ada tiga saluran utama komunikasi: visual, pendengaran, dan kinestetik.
Saluran Visual adalah dengan penglihatan, pengamatan, dan persepsi. Saluran
pendengaran terdiri dari kata-kata dan isyarat yang diucapkan. Saluran kinestetik
mengacu pada sensasi yang dialami. Setiap orang memiliki saluran paling dominan
yang mempengaruhi komunikasi
4) Komunikan atau penerima pesan (Receiver)
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari komunikator. Penerimaan
dipengaruhi oleh fisiologis, psikologis, dan kognitif dari komunikan. Komponen
fisiologis melibatkan proses pendengaran, penglihatan, dan juga sentuhan yang
memungkinkan penerimaan rangsangan tersebut. Komunikan dapat digolongkan
menjadi 3 jenis, yaitu persona (individu), kelompok,dan massa (masyarakat)
5) Umpan Balik (Feedback)
Komunikasi efektif jika komunikan memberi umpan balik yang sesuai dengan pesan
yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi komunikator karena sebagai salah
satu tolok ukur keberhasilan komunikasi. Mengerti atau tidaknya komunikan
terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat dilihat dari bagaimana
komunikan memberikan umpan balik.
6) Lingkungan (Atmosphere)
Lingkungan atau atmosfer adalah tempat dan suasana ketika proses komunikasi
terjadi atau berlangsung. Lingkungan ini tidak hanya berupa fisik yaitu lokasi saja
tetapi juga meliputi suasana, situasi, dan kondisi dilokasi tersebut termasuk suasana
psiksosial. Unsur ini juga mempengaruhi proses komunikasi. Sebagai contoh
misalnya terjadi komunikasi antara seorang perawat dengan klien yang dirawat
diruang rawai inap penyakit dalam kelas 3, maka yang menjadi lingkungan adalah
ruang rawat inap dan sekaligus suasananya, jumlah pasien di ruangan itu,
keluarganya, sarana prasarana yang ada, suasana emosional dari semua elemen yag
disitu.

Gambar 1. Elemen atau unsur dalam komunikasi


Sumber: pendalaman materi keperawatan modul 1 konsep dasar komunikasi, kemendikbud
Proses Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari seorang
atau sekelompok orang kepada orang atau kelompok lainnya yang sebenarnya merupakan
proses yang kompleks dimana Vecchio (1995) dalam Anjaswarni (2016) menguraikan
bahwa proses komunikasi merupakan urutan tahap-tahap komunikasi yang meliputi
dimulai adanya ide, encoding, transmisi ide melalui berbagai media, receiving,
decoding, pemahanan, dan responding yang merupakan suatu siklus yang selalu
berulang, tergambar dalam dalam gambar 2.

Gambar 2. Bagan unsur-unsur dalam proses komunikasi

Sumber: http://communicationonofcourse.blogspot.com/2009/11/unsur-unsur-dalam-proses- komunikasi.html

d. Jenis Komunikasi
Saudara sekalian kini kita membahas tentang jenis komunikasi yang biasanya
diidentifikasi berdasarkan cara pesan disampaikan. Apakah secara langsung melalui
ucapan ataukah disampaikan dengan menggunakan media atau saluran tertentu
ataukah memakai cara lain. Dalam hal ini jenis atau tipe komunikasi dapat dibedakan
berdasarkan beberapa hal:

1) Berdasarkan penggunaan Kata.


Pesan yang disampaikan oleh pengirim atau komunikator kepada penerima dapat
dikemas secara verbak melalui kata-kata atau dengan menggunakan nonverbal tanpa
kata-kata, yakni sebagai berikut:
a) Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata termasuk bicara
atau lisan maupun tulisan (membaca dan menulis). Komunikasi dengan ucapan dapat
dilakukan secara langsung melalui tatap muka atau dalam jarak dekat dan dapat juga
dilakukan melalui media alat komunikasi elektronik seperti
telepon dan lainnya. Demikian juga dengan komunikasi secara tertulis dapat dilakukan
secara manual maupun dengan menggunakan media elektronik yang digunakan untuk
memberi informasi dalam jumlah yang besar dan juga sekaligus dapat digunakan sebagai
alat bukti. Komunikasi verbal tertulis bisa dengan tulisan tangan, pesan singkat (SMS),
surat elektronik (email) atau yang bentuk tertulis lainnya. Komunikasi verbal ini paling
banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, komunikator
mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka,
menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan
dan pemikiran, saling berdebat.

Potter dan Perry (1987) dalam Arwani (2002) mengidentifikasi bahwa efektifitas
komunikasi verbal ini sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) tingkat
kemaknaan suatu pesan atau pernyataan, b) perbendaharaan dan pemilihan kata, c)
kecepatan penyampaian, d) intonasi atau nada suara,
e) kejelasan dan keringkasan pesan, dan f) waktu dan relevansi penyampaian.
b. Komunikasi nonverbal
Jenis komunikasi lainnya adalah komunikasi nonverbal, yaitu komunikasi selain
komunikasi verbal, dikemas tanpa menggunakan kata seperti ekspresi wajah, gestur
tubuh, sentuhan tangan, penggunaan bahasa isyarat, pemakaian perlengkapan seperti
pakaian, perhiasan yang ingin mengiformasikan sesuatu. Dengan kata lain bahwa
Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada
komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi
nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu
ada. Komunikasi nonverbal biasanya bersifat spontan dan lebih jujur mengungkapkan
hal yang ingin disampaikan. Selain melalui cara tersebut diatas, maka saudara dalam
bahasan jenis komunikasi selain jenis komuikasi verbal dan nonverbal sebagaimana
sudah dijelaskan diatas, ada juga yang membagi jenis komunikasi berdasarkan tujuan
komunikasi dan penerima informasi.
2) Berdasarkan tujuan dan penerima informasi.
Menurut tujuan dari komunikasi dan penerima informasi yaitu:
a) Komunikasi terapeutik, yaitu komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.Komunikasi
terapeutik dalam konteks hubungan saling membantu (the helping relationship)
menurut Taylor, Lillis, dan LeMone (1989) adalah hubungan saling membantu
antara perawat-klien yang berfokus pada hubungan untuk memberikan bantuan
yang dilakukan oleh perawat kepada klien yang membutuhkan pencapaian tujuan.
Dalam hubungan saling membantu ini, perawat berperan sebagai orang yang
membantu dan klien adalah orang yang dibantu, sedangkan sifat hubungan adalah
hubungan timbal balik dalam rangka mencapai tujuan klien. Secara detil terkait
dengan komunikasi akan dibahas di kegiatan belajar 4
b) Komunikasi sosial. Komunikasi yang bertujuan untuk membangun hubungan
sosial, hubungan anatar individu yang membutuhkan orang lain untuk saling
berinteraksi dan berbagi. Komunikasi terapeutik berbeda secara spesifik dengan
komunikasi sosial. Apakah perbedaannya?, kita jelaskan perbedaannya sebagai
berikut:

1.2 Komunikasi sesuai tahapan usia

Manusia melakukan komunikasi sepanjang rentang kehidupannya, yaitu semenjak bayi


dalam rahim ibu sampai lanjut usia (lansia) dan bahkan sampai menjelang ajal. Sejak
dalam rahim/kandungan anak berkomunikasi dengan ibunya dengan cara menendang dan
melakukan pergerakan pergerakan secara teratur. Ibu, ayah, atau kakak berkomunikasi
dengan bayi yang ada dalam kandungannya melalui elusan atau kecupan lembut pada
perut ibu, dan panggilan lembut dekat

a. Tahap Perkembangan Bahasa


Perkembangan bahasa merupakan proses yang sangat kompleks, yang melibatkan
perkembangan berbagai keterampilan lain. Keterampilan yang dimaksud meliputi
keterampilan reseptif dan keterampilan ekspresif. Yang dimaksud dengan
keterampilan reseptif adalah kemampuan untuk memahami kata-kata atau kalimat.
Sementara itu yang dimaksud dengan keterampilan
ekspresif adalah kemampuan untuk menyampaikan pikiran, emosi, dan kebutuhan
dengan menggunakan bahasa lisan atau tertulis.

Perkembangan bahasa pada manusia sangat kopleks sehingga ada beberapa teori
perkembangan bahasa, yaitu: 1) Teori kognitif sosial, yaitu seorang anak mempelajari
bahasa dari meniru orang lain melalui imitasi atau peniruan, 2) teori operant
conditioning: Bahasa dibentuk melalui penguatan dari orang lain berupa tanggapan.
3) Teori nativisme, yaitu bahwa setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa
karena adanya pengetahuan bawaan yang telah diprogram secara genetik dalam otak
manusia.

Perkembangan bahasa dalam komunikasi sesuai tingkatan usia adalah sebagai


berikut:

1) Masa usia 0 – 2 tahun: a) Usia 0-6 minggu. bayi hanya dapat menangis dan tidak
dapat mengeluarkan suara tertentu. b) Usia 2-4 bulan. bayi mulai mengeluarkan
suara-suara atau bunyi-bunyi vokal yang dilakukan secara berulang. c) Usia 4-6
bulan. Di usia sekitar 5 bulan, bayi akan mengeluarkan bunyi mengoceh secara
acak yaitu sekumpulan suara yang dikeluarkan bayi ketika mendapatkan
perhatian orang lain. d) Usia 6-8 bulan. Bayi mengeluarkan ocehan dengan bunyi
yang lebih terkendali serta mulai menggunakan suara yang berulang dan lebih
jelas seperti “papapa”, “mamama”, atau “dadada”. e) Usia 8-12 bulan. Di masa
ini, anak mulai mengeluarkan suara seakan-akan berbicara dengan orang tuanya.
f) Usia 12-18 bulan. Di rentang usia ini, anak mulai dapat mengucapkan kata
pertama. Hingga usianya mencapai 18 bulan, kata-kata yang berhasil diucapkan
mencapai 50 kata.
2) Masa usia 2-4 tahun. kemampuan bahasa anak mulai berkembang. Ia tidak lagi
menangis ketika ingin sesuatu tetapi mulai dapat mengungkapkan apa yang ia
inginkan. Tidak hanya kemampuan berbahasa yang mengalami perkembangan
melainkan juga kemampuan mendengar serta kemampuan sosialnya.
3) Masa usia 4-6 tahun. Anak mengalami kemajuan dalam penggunaan Bahasa dan
mampu untuk mengemukakan pikirannya dengan menggunakan kalimat- kalimat
yang jelas. Ia pun sudah dapat bercakap-cakap setiap kali ada
kesempatan. Kemampuan ini ia peroleh melalui pengalaman selama menggunakan
bahasa yang sekaligus meningkatkan kemampuan berbicaranya
4) Masa usia 6-12 tahun. Masa usia 6-12 tahun dikenal juga sebagai masa usia sekolah.
Anak mulai menggunakan bahasa secara simbolik. Adapun perkembangan bahasa di
masa ini ditandai dengan:
 Menggunakan bahasa yang lebih kompleks, lebih banyak kata sifat yang
digunakan, menggunakan kalimat pengandaian, jumlah kata rata-rata per kalimat
7 atau 6 kata.
 Kosakata untuk bahasa lisan mencapai 3000 kata.
 Di bidang sosial, anak menggunakan klausa adjektif dengan menggunakan kata
‘yang’ dan lebih banyak menggunakan kata kerja yang dibendakan.
 Semakin meningkatnya kemampuan untuk membaca danmemahami bahasa
tubuh dan komunikasi nonverbal lainnya
5) Masa usia 13-19 tahun. perkembangan bahasa remaja semakin meningkat dengan
pesat karena dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sekitarnya
seperti keluarga, masyarakat sekitar, sekolah, dan teman sebaya. Perkembangan
bahasa di masa remaja ditandai dengan :
 Jumlah kosa kata yang dikuasai semakin banyak seiring dengan semakin
banyaknya referensi bacaan serta topik yang semakin kompleks.
 Semakin berkembangnya pola bahasa pergaulan yang digunakan remaja dengan
teman sebaya.
 Menyukai digunakannya metafora atau gaya bahasa lain guna
mengekspresikan pendapat atau perasaan mereka.
 Mampu menciptakan ungkapan atau istilah-istilah baru yang tidak baku atau
bahasa gaul.
6) Masa usia 20 tahun ke atas. perkembangan bahasa ditandai dengan semakin
kompeten dalam menggunakan bahasa verbal maupun bahasa nonverbal Ketika
berkomunikasi dengan orang lain, menunjukkan pemahaman terhadap apa yang
disampaikan oleh orang lain, dan digunakannya perilaku nonverbal
b. Komunikasi pada Bayi dan Anak
Kemampuan berbahasa manusia dimulai sejak awal kehidupan manusia. Hasil studi
yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa proses awal pembelajaran bahasa
oleh manusia dimulai dalam rahim ketika janin mulai menyadari dan mengenal pola
suara serta ujaran ibunya. Hal ini dilakukan dalam rangka membina hubungan dan
berinteraksi sedini mungkin dengan anak untuk memberikan stimulasi komunikasi
secara dini. Dan setelah bayi lahir, ia dapat membedakan pola suara dan ujaran
ibunya dengan pola suara dan ujaran yang lain. Kemampuan berbahasa ini terus
berkembang seiring dengan bertambahnya usia

Orang dewasa berusaha melakukan komunikasi yang bisa dipahami anak. Sebaliknya,
anak juga menggunakan bahasa atau isyarat-isyarat yang bisa dipahami orang
dewasa. Dalam berkomunikasi dengan anak, orang dewasa harus memahami apa
yang dipikirkan dan perasaan apa yang akan disampaikan anak dan berusaha
memahami anak dengan bahasa yang tepat

1) Bentuk-bentuk Komunikasi pada Bayi dan Anak

Sebelum bayi mampu menyampaikan keinginan dengan kata-kata, bayi


melakukan komunikasi melalui kode-kode khusus untuk menyampaikan
keinginannya sebagai bentuk komunikasinya. Komunikasi yang demikian disebut
sebagai bentuk komunikasi prabicara (prespeech). Komunikasi ini bersifat
sementara, berlangsung selama tahun pertama kelahiran bayi, dan akan berakhir
seiring dengan perkembangan bayi atau anak telah menunjukkan kematangan
fungsi mental dan emosionalnya. Bentuk komunikasi prabicara ada empat, yaitu
tangisan, celoteh, isyarat, dan ekspresi emosional.

Berikut ini akan diuraikan tentang empat bentuk komunikasi prabicara.

a. Tangisan
Tangisan kelahiran bayi yang memecahkan kesunyian membuat segaris senyum
syukur terpancar pada wajah seorang ibu. Tangisan seorang bayi merupakan bentuk
komunikasi dari seorang bayi kepada orang dewasa.
Dengan tangisan itu, bayi dapat memberikan pesan dan orang dewasa menangkap
pesan yang diberikan sang bayi.

b. Ocehan dan celoteh


Bentuk komunikasi prabicara disebut ocehan (cooing) atau celoteh (babbling).
Ocehan timbul karena bunyi eksplosif awal yang disebabkan oleh perubahan
gerakan mekanisme ‘suara’. Ocehan ini terjadi pada bulan awal kehidupan bayi,
seperti merengek, menjerit, menguap, bersin, menangis, dan mengeluh. Sebagian
ocehan akan berkembang menjadi celoteh dan sebagian akan hilang.

1) Teknik-teknik komunikasi pada anak

Secara umum ada dua teknik berkomunikasi yang digunakan pada anak, yaitu teknik
komunikasi verbal dan nonverbal.

a. Teknik Verbal
 Bercerita (story telling)
Bercerita menggunakan bahasa anak dapat menghindari ketakutan- ketakutan
yang yang terjadi selama anak dirawat. Teknik strory telling dapat dilakukan
dengan cara meminta anak menceritakan pengalamannya ketika sedang
diperiksa dokter. Teknik ini juga dapat menggunakan gambar dari suatu
peristiwa (misalnya gambar perawat waktu membantu makan) dan meminta
anak untuk menceritakannya dan selanjutnya perawat masuk dalam masalah
yang dihadapi anak. Tujuan dari teknik ini adalah membantu anak masuk
dalam masalahnya.

 Bibliotheraphy
Bibliotheraphy (biblioterapi) adalah teknik komunikasi terapeutik pada anak yang
dilakukan dengan menggunakan buku-buku dalam rangka proses therapeutic dan
supportive. Sasarannya adalah membantu anak mengungkapkan perasaan- perasaan dan
perhatiannya melalui aktivitas membaca. Cara ini dapat memberi kesempatan pada anak
untuk menjelajahi suatu kejadian yang sama dengan keadaannya, tetapi sedikit berbeda.
Pada dasarnya, buku tidak mengancam
karena anak dapat sewaktuwaktu menutup buku tersebut atau berhenti membacanya saat
dia merasa tidak aman atau tidak nyaman.

 Bermain dan permainan


Bermain adalah salah satu bentuk komunikasi yang paling penting dan dapat
menjadi tehnik yang paling efektif untuk berhubungan dengan anak. Dengan
bermain dapat memberikan petunjuk mengenai tumbuh kembang fisik, intelektual
dan sosial. Terapeutik Play sering digunakan untuk mengurangi trauma akibat
sakit atau masuk rumah sakit atau untuk mempersiapkan anak sebelum dilakukan
prosedur medis/perawatan. Perawat dapat melakukan permainan bersama anak
sehingga perawat dapat bertanya dan mengeksplorasi perasaan anak selama di
rumah sakit

 Melengkapi kalimat (sentences completion)


Teknik komunikasi ini dilakukan dengan cara meminta anak menyempurnakan
atau melengkapi kalimat yang dibuat perawat. Dengan teknik ini, perawat dapat
mengetahui perasaan anak tanpa bertanya secara langsung kepadanya, misalnya
terkait dengan kesehatannya atau perasaannya. Pernyataan dimulai dengan yang
netral kemudian dilanjutkan dengan pernyataan yang difokuskan pada
perasaannya

b. Teknik Nonverbal
Teknik komunikasi nonverbal dapat digunakan pada anak-anak seperti uraian berikut
1) Menulis
Menulis adalah pendekatan komunikasi yang secara efektif tidak saja dilakukan
pada anak tetapi juga pada remaja. Ungkapan rasa yang sulit dikomunikasikan
secara verbal bisa ampuh dengan komunikasi lewat tulisan. Cara ini dapat
dilakukan apabila anak sudah memiliki kemampuan untuk menulis. Melalui cara
ini, anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah,
atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah, dan
diam.
2) Menggambar
Teknik ini dilakukan dengan cara meminta anak untuk menggambarkan sesuatu
terkait dengan dirinya, misalnya perasaan, apa yang dipikirkan, keinginan, dan
lain-lain. Dasar asumsi dalam menginterpretasi gambar adalah anak-anak
mengungkapkan dirinya melalui coretan atau gambar yang dibuat. Dengan
gambar, akan dapat diketahui perasaan anak, hubungan anak dalam keluarga,
adakah sifat ambivalen atau pertentangan, serta keprihatinan atau kecemasan
pada hal-hal tertentu. Pengembaangan dari teknik menggambar ini adalah anak
dapat menggambarkan keluarganya dan dilakukan secara bersama antara
keluarga (ibu/ayah) dengan anak.

c. Komunikasi pada Remaja


Masa remaja adalah masa yang sulit. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada dua
situasi yang bertentangan, yaitu berpikir dan berperilaku antara anak dan orang
dewasa. Kelompok ini sering mengalami ketegangan karena sulitnya menentukan
sikap antara berperilaku anak dengan berperilaku sebagai orang dewasa. Masa ini
adalah masa yang penuh konflik dan dilema. Konflik yang terjadi dapat
berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam dirinya, sedangkan dilema
yang terjadi dapat berhubungan dengan perbedaan nilai, persepsi, atau keyakinan
antara dirinya dengan orang dewasa.

1) Sikap terapeutik berkomunikasi dengan remaja

Berikut ini sikap perawat, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu diperhatikan
saat berkomunikasi dengan remaja.

 Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka


untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran, dan sikapnya.
 Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran, dan
sikapnya.
 Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespons yang
berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap emosional.
 Memberikan support atas segala masalah yang dihadapi remaja dan membantu
untuk menyelesaikan dengan mendiskusikannya.
 Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat remaja, tempat
berbagi cerita suka dan duka.
 Duduk bersama remaja, memeluk, merangkul, mengobrol, dan
bercengkerama dengan mereka serta sering melakukan makan bersama

2) Suasana komunikasi yang kondusif pada remaja

Keberhasilan berkomunikasi dengan remaja dapat dipengaruhi oleh suasana


psikologis antara perawat/orang tua/orang dewasa lain dengan remaja.
 Suasana hormat menghormati
Orang dewasa akan akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat
pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan
mengemukakan pikirannya.
 Suasana saling menghargai
Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan sistem nilai yang dianut perlu
dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat
menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.
 Suasana saling percaya
Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat
membawa hasil yang diharapkan.
 Suasana saling terbuka
Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain.
Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.
3) Penerapan komunikasi sesuai tingkat perkembangan remaja

Dalam berkomunikasi dengan remaja, kita tidak bisa mengendalikan alur


pembicaraan, mengatur, atau memegang kendali secara otoriter. Remaja sudah punya
pemikiran dan perasaan sendiri tentang hal yang ia bicarakan pada. Penerapan
komunikasi pada rremaja sebagai berikut:

 Mendengar aktif artinya tidak hanya sekadar mendengar, tetapi juga memahami
dan menghargai apa yang diutarakan remaja. Terima dan refleksikan emosi yang
ditunjukkan, misalnya dengan mengatakan, “Ibu tahu kamu merasa kesal karena
diejek seperti itu.”
 Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja. Jika sedang
tidak bisa, katakan terus terang daripada Anda tidak fokus dan memutus
komunikasi dengan remaja.
 Jangan memaksa remaja untuk mengungkapkan sesuatu yang dia rahasiakan
karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan berkomunikasi. Anak remaja
sudah mulai memiliki privasi yang tidak boleh diketahui orang lain termasuk
orang tuanya.
 Utarakan perasaan Anda jika ada perilaku remaja yang kurang tepat dan jangan
memarahi atau membentak. Misalnya, “Mama khawatir sekali kalau kamu tidak
langsung pulang ke rumah. Kalau mau ke rumah teman, telepon dulu agar Mama
tenang.”
 Dorong anak untuk mengatakan hal-hal positif tentang dirinya. Misalnya, “Aku
sedang berusaha menguasai matematika” daripada “Aku payah dalam
matematika”.
 Perhatikan bahasa tubuh remaja. Orang tua harus bisa menangkap sinyal- sinyal
emosi dari bahasa tubuhnya.
 Hindari komentar menyindir atau meremehkan anak. Berikan pujian pada aspek
terbaik yang dia lakukan sekecil apapun.
 Hindari ceramah panjang dan menyalahkan anak
d. Komunikasi pada Dewasa dan Lansia
Pada orang dewasa terjadi perkembangan psikososial, yaitu intimasi versus isolasi.
Orang dewasa sudah mempunyai sikap-sikap tertentu, pengetahuan tertentu, bahkan
tidak jarang sikap itu sudah sangat lama menetap dalam dirinya sehingga tidak mudah
untuk mengubahnya. Pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan
bermanfaat belum tentu mudah digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan
tidak sejalan dengan yang lama. Orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat
diisikan sesuatu. Oleh karena itu, dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat
diajarkan sesuatu yang baru untuk mengubah tingkah lakunya dengan cepat.

1) Sikap Komunikasi pada orang Dewasa

Dalam berkomunikasi dengan dewasa sampai lansia, diperlukan pengetahuan


tentang sikap-sikap yang khas, yakni:
 Orang dewasa/lansia melakukan komunikasi berdasarkan pengetahuan/
pengalamannya sendiri
 Berkomunikasi pada orang dewasa/lansia harus melibatkan perasaan dan
pikiran
 Komunikasi adalah hasil kerja sama antara manusia yang saling memberi
pengalaman serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai
suatu masalah
2) Suasana Komunikasi pada Orang Dewasa dan Lansia

 Suasana hormat menghormati. Orang dewasa dan lansia akan mampu


berkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati, ia lebih
senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya.
 Suasana saling menghargai. Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan
sistem nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan
harga diri mereka akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi
 Suasana saling percaya. Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan
itu benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan. Jangan
melakukan penyangkalan pada apa yang dikomunikasikan oleh orang dewasa
atau lansia, karena mereka akan tidak percaya dengan Anda dan
mengakibatkan tujuan komunikasi tidak tercapai.
 Suasana saling terbuka. Keterbukaan dalam komunikasi sangat diperlukan,
baik bagi orang dewasa maupun lansia. Maksud terbuka adalah terbuka untuk
mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya
dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali. Komunikasi verbal
dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling mendukung satu
sama lain

1.3 Gangguan Komunikasi

Semua unsur atau elemen-elemen pada proses komunikasi mempunyai potensi dalam
menghambat terjadinya komunikasi yang efektif sehingga terjadi gangguan dalam
komunikasi.

Hambatan Komunikasi
Hambatan komunikasi adalah segala sesuatu yang menghalangi atau mengganggu
tercapainya komunikasi yang efektif. Hambatan komunikasi dapat mempersulit
dalam mengirim pesan yang jelas, mempersulit pemahaman terhadap pesan yang
dikirimkan, serta mempersulit dalam memberikan umpan balik yang sesuai
Alice A. Wright dan John J. Lynch, Jr (1995) mengklasifikasikan hambatan dalam
komunikasi menjadi empat, yaitu:

a. Gangguan; gangguan dapat berbentuk mekanik dan semantik. Gangguan mekanik


disebabkan oleh saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik,
sedangkan gangguan semantik adalah gangguan yang berhubungan dengan pesan
komunikasi sehingga pengertiannya menjadi berubah dari yang dimaksudkan
semula.
b. Kepentingan; seseorang hanya akan memperhatikan pesan yang ada kaitannya
dengan kepentingannya. Kepentingan tidak hanya mempengaruhi
perhatian saja, namun juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah
laku.
c. Motivasi; suatu komunikasi dapat berlangsung dengan baik bila pesan yang
disampaikan sesuai dengan motivasi dari penerima.
d. Prasangka; seseorang yang memiliki prasangka terhadap pengirim pesan dapat
menyebabkan proses komunikasi berlangsung tidak efektif karena dalam prasangka,
emosi memaksa seseorang menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran yang
rasional.

Selain itu itu menurut Ambar (2017) mengatakan Secara garis besar, terdapat 4
(empat) jenis hambatan komunikasi yaitu:
1. Hambatan personal, Hambatan personal merupakan hambatan yang terjadi pada
peserta komunikasi, baik komunikator maupun komunikan/komunikate.
Hambatan personal dalam komunikasi meliputi sikap, emosi, stereotyping,
prasangka, bias, dan lain-lain.
2. Hambatan kultural. Komunikasi yang kita lakukan dengan orang yang memiliki
kebudayaan dan latar belakang yang berbeda mengandung arti bahwa kita harus
memahami perbedaan dalam hal nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap yang
dipegang oleh orang lain. Hambatan kultural atau budaya mencakup bahasa,
kepercayan dan keyakinan. Hambatan bahasa terjadi ketika orang yang
berkomunikasi tidak menggunakan bahasa yang sama, atau tidak memiliki
tingkat kemampuan berbahasa yang sama.
3. Hambatan fisik. Beberapa gangguan fisik dapat mempengaruhi efektivitas
komunikasi. Hambatan fisik komunikasi mencakup panggilan telepon, jarak antar
individu, dan radio. Hambatan fisik ini pada umumnya dapat diatasi.
4. Hambatan lingkungan. idak semua hambatan komunikasi disebabkan oleh
manusia sebagai peserta komunikasi. Terdapat beberapa faktor lingkungan yang
turut mempengaruhi proses komunikasi yang efektif. Pesan yang disampaikan
oleh komunikator dapat mengalami rintangan yang dipicu oleh faktor lingkungan
yaitu latar belakang fisik atau situasi dimana komunikasi terjadi. Hambatan
lingkungan ini mencakup tingkat aktifitas, tingkat kenyamanan, gangguan, serta
waktu
Penyebab gangguan komunikasi

1) Secara umum gangguan komunikasi dapat disebabkan karena adanya permasalahan


pada setiap elemen komunikasi. Penyebab gangguan komunikasi berasal dari
komunikator, pesan yang disampaikan, media yang digunakan, permasalahan pada
komunikan, maupun karena gangguan lingkungan.
2) Menurut National Institute on Deafness and Other Communication Disorders
2019 Penyebab gangguan komunikasi diantaranya
a) Gangguan Pendengaran (Presbycusis).
b) Gangguan suara (gangguan vocal)
c) Masalah bicara seperti gagap.

Mengatasi Gangguan komunikasi


Dalam penatalaksanaan untuk mengatasi masalah komunikasi yang pertama kali
dilakukan adalah mengkajian tentang apa gangguan yang dialami, sejauhmana
keparahannya, apakah penyebab terjadinya komunikasi. Selanjutnya dilaksanakan
intervensi sesuai dengan hasil pengkajian yang didapatkan.

1) Komunikator harus proaktif agar komunikan mengerti dan memahami penuh


informasi yang disampaikan;
2) Menyiasati pesan verbal dan non-verbal yang ingin disampaikan. Pesan yang
disampaikan harus inklusif dan informatif. Inklusif artinya pesan berisi segala
sesuatu yang diperlukan komunikan untuk memahami maksud komunikator,
sedangkan informatif yaitu memuat pesan yang perlu diketahui oleh komunikan;
3) Adanya timbal balik dalam berkomunikasi agar terjadi komunikasi 2 arah yang
interaktif. Apabila komunikan tidak mengerti, ia harus bertanya pada sang
komunikator.
4) Memelihara iklim komunikasi agar senantiasa terbuka
5) Bertekat untuk memegang teguh etika dalam berkomunikasi dan menjalankannya
dengan baik
6) Memahami akan adanya kesulitan komunikasi antar budaya
1.4 Komunikasi Terapeutik

Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan untuk memberikan


manfaat bagi komunikan. Segala informasi yang ditampilkan atau diekspresikan
bertujuan untuk membantu mengatasi masalah komunikan. Jadi dapat dikatakan
bahwa Istilah komunikasi terapeutik merujuk pada tujuannya yakni untuk
meningkatkan kemampuan fungsional dari komunikan. Dalam pengertian yang lebih
konkrit Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal yang dilakukan
antara perawat dengan klien yang bertujuan untuk mendorong kesembuhan klien.

Prinsip Komunikasi Terapeutik


Dalam komunikasi, perawat harus memegang teguh prinsip komunikasi terapeutik.
Dalam berkomunikasi dengan klien, mulai awal sampai akhir hubungan, perawat
harus menunjukkan sikap (kehadiran) secara psikologis dengan cara mempertahankan
sikap:

1. Ikhlas (genuiness). perawat menyatakan dan menunjukkan sikap keterbukaan,


jujur, tulus, dan berperan aktif dalam berhubungan dengan klien. Perawat
merespons tidak dibuat-buat dan mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya
secara spontan
2. Empati. Merupakan suatu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang
sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain
itu, melalui kacamata orang lain itu suatu. Rasa empati adalah sikap dimana
seorang perawat ikut merasa sebagaimana yang dirasakan dan dipikirkan oleh
klien. Perawat memposisikan diri jika seandainya berada pada situasi dan kondisi
klien sekarang. Dengan sikap ini hubungan antara perawat-klien tidak ada jarak
ataupun sekat.
3. Kehangatan. Perawat menciptakan suasana komunikasi yang hangat dan tidak
kaku dengan menempatkan diri berkedudukan sejajar dengan klien. Penampilan
perawat yang tenang, tidak terburu-buru, suara yang meyakinkan, sentuhan yang
halus menunjukkan rasa belas kasih.
Sikap dan perilaku dalam komunikasi terapeutik

Dalam upaya membangun hubungan terapeutik juga memerlukan sikap dan perilaku yang
harus ditunjukkan secara fisik oleh seorang perawat kepada klien. Sikap yang harus
diperhatikan saat berkomunikasi dengan klien adalah:

1. Posisi berhadapan. Ketika berkomunikasi dan memberikan informasi maka perawat


harus menghadapkan wajahnya kearah klien dan memperhatikannya dengan posisi
berhadap-hadapan, tidak membelakanginya atau membuang muka. Ini menunjukkan
kesan bahwa perawat siap dan percaya diri untuk membantu klien.
2. Mempertahankan kontak mata, yakni menatap mata klien saat berkomunikasi. Kontak
mata pada tngkat yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien, sebagai bentuk penghormatan dan menunjukkan sikap
keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Memperlihatkan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan. Mendengarkan
pembicaraan klien dengan sabar dan antusias, namun tetap rendah hati.
5. Rileks dengan tetap mengendalikan keseimbangan emosi meskipun dalam situasi
kurang menyenangkan

Fase-fase hubungan terapeutik


Komunikasi dapat berlangsung dengan baik sehingga terbina hubungan saling percaya
perawat-klien diperlukan tahapan tahapan, yakni:
1. Prainteraksi (persiapan)
Fase prainteraksi merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat sebelum
berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini, perawat mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta menganalisis kekuatan dan kelemahan
profesional diri. Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan
diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.

2. Fase Orientasi atau Perkenalan


Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau
kontak dengan klien. Fase awal interaksi antara perawat dan klien yang bertujuan
untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase selanjutnya. Fase ini dimulai
ketika perawat dengan klien bertemu untuk pertama kalinya. Pada saat berkenalan,
perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien. Tahap orientasi
ini bertujuan untuk memvalidasi keakuratan data yang sudah didapatkan perawat saat
fase prainteraksi dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan saat ini.
3. Fase Kerja
Tahap kerja ini adalah merupakan tahapan inti dalam keseluruhan proses komunikasi
terapeutik. Pada fase kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan
adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan utama,
memulai kegiatan dengan cara baik, melakukan kegiatan sesuai rencana. Selama
berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah
diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk
memandirikan klien. Pada fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi
dalam berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai
kontrak).
4. Fase Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Pada fase ini,
perawat memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan keberhasilan
dirinya dalam mencapai tujuan terapi dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya
perawat merencanakan tindak lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan
selanjutnya bersama klien. Terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir.

a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien dan akan
bertemu kembali pada waktu yang telah ditentukan
b. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh.
Pelaksanaan Komunikasi terapeutik

Pada saat melakukan komunikasi terapeutik, maka dibutuhkan berbagai ketrampilan yang
dapat memperlancar pelaksanannya. Penting bagi anda untuk mengenal teknik
komunikasi terapeutik, yakni:
a. Mendengarkan (Listening)
b. Menunjukkan Penerimaan
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
d. Mengulang (restating/repeating)
e. Klarifikasi (clarification)
f. Memfokuskan (focusing)
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)
h. Memberi informasi (informing)
i. Diam (silence)
j. Identifikasi tema (theme identification)
k. Memberikan penghargaan (reward)
l. Menawarkan diri
m. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
n. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
D. Latihan Soal/Kasus
1. Seorang guru BK sebuah sekolah sedang memberikan bimbingan konseling kepada
siswa. Siswa tersebut sudah seminggu ini tidak masuk sekolah dengan alasan adanya
masalah pribadi yang sanggat mengganggu dirinya. Namun saat konseling
berlangsung dari bengkel motor sebelah sekolah sedang melakukan uji coba mesin
kendaraan yang baru saja diperbaiki. Apakah hambatan eksternal dalam komunikasi
tersebut?
a. Siswa mengalami Stress
b. Depresi
c. Psikologis menurun
d. Gangguan jiwa
e. Suara mesin
2. Dalam komunikasi individu maupun kelompok tidak jarang hasilnya tidak efektif
sehingga isi pesan tidak dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Apakah Cara
yang bisa dilakukan untuk mengatasi hambatan internal dalam komunikasi?
a. Mengatur jarak fisik dalam berbicara
b. Komunikator menunjukkan sikap empati Empati
c. Penentuan waktu yang efektif
d. Pengulangan
e. Mengatur mengatur media informasi
3. Seorang yang telah mengalami kemajuan dalam penggunaan bahasa. Dia sudah
mampu untuk mengemukakan pikirannya dengan menggunakan kalimat-kalimat yang
jelas. Ia pun sudah dapat bercakap-cakap setiap kali ada kesempatan. Kemampuan ini
ia peroleh melalui pengalaman selama menggunakan bahasa yang sekaligus
meningkatkan kemampuan berbicaranya. Berdasarkan tanda-tanda diatas
kemungkinan klien tersebut berada dalam rentang usia berapakah?
a. Masa usia 2-4 tahun
b. Masa usia 4-6 tahun
c. Masa usia 6-12 tahun
d. Masa usia 13-19 tahun
e. Masa usia lebih dari 19 tahun
4. Masa remaja adalah masa pencaria identitas dan pembuktian diri remaja. Maka
komunikasi yang penting harus diperhatikan oleh orang tua adalah...
a. Sering memberi nasehat yang banyak
b. Paksa remaja untuk mengungkapkan sesuatu yang dirahasiakan
c. Jangan memarahi atau membentak
d. Perhatikan bahasa tubuh remaja
e. Berikan pujian
5. Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang mempunyai arti
mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan dan
penerima. Hal tersebut adalah termasuk jenis hambatan?
a. Hambatan psikologis
b. Hambatan biologis
c. Hambatan fisik
d. Hambatan semantik
e. Hambatan pengirim
6. Dalam prakteknya komunikasi bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan.
Tidak sedikit orang mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan komunikasi.
Pola komunikasi yang negatif juga dapat mengarah pada meningkatnya rasa frustrasi
dan eskalasi konflik menjadi semakin besar. Salah satu penyebab terjadinya konflik
yang berhubungan dengan komunikasi adalah?
a. Perbedaan persepsi
b. Perbedaan kepribadian
c. Buruknya komunikasi
d. Terlalu sensitif
e. Harapan tidak terpenuhi
7. Seorang pasien tampak menangis saat pertama kali di rawat. Dia merasa sangat
khawatir dengan penyakit yang dideritanya. Respons psikologis perawat yang
menunjukkan sikap profesional adalah ….
a. Segera
b. Empati
c. Konfrontasi
d. Sikap terbuka
e. Kehangatan
8. Pada suatu interaksi Perawat-Klien, seorang perawat memperkenalkan diri dan
memberi penjelasan identitas perawat dan klien. Komunikasi yang dilakukan
dilakukan perawat-klien tersebut pada fase...
a. orientasi
b. Prainteraksi
c. kontrak
d. kerja
e. terminasi

E. Rangkuman
1. Komunikasi adalah suatu proses tukar menukar ide, pikiran, gagasan, atau informasi
dalam suatu interaksi. Informasi dapat disampaikan secara sadar maupun tidak sadar
dengan menggunakan lisan, tulisan, dan gerakan atau isyarat baik menggunakan
tanda-tanda maupun dengan simbol-simbol

2. Tujuan komunikasi adalah untuk memberi informasi dan mengubah opini, cara
berfikir, sikap, serta perilaku

3. Elemen atau unsur yang terlibat dalam komunikasi adalah: komunikator (sender),
pesan (message), komunikan (receiver), media (channel), umpan balik
(feedback), dan lingkungan (atmosphere).

4. Jenis komunikasi diklasifikasikan berdasarkan beberapa elemen yang terlibat, yaitu


jika jenis berdasarkan Media dibedakan menjadi komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal. Berdasarkan tujuan, komunikasi dibedakan menjadi komunikasi sosial dan
komunikasi terapeutik. Dan jika berdasarkan orang yang terlibat maka komunikasi
dibedakan menjadi komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, dan
komunikasi masa
5. Komunikasi adalah proses dua arah. Berkomunikasi secara efektif berarti
mengembangkan keterampilan yang baik pada tingkat pribadi tidak hanya sebagai
pembawa pesan, tetapi juga sebagai penerima. Sehingga mengharuskan untuk
mendengarkan dengan penuh perhatian, memiliki pengetahuan tentang kemampuan
dan perspektif orang lain serta kita sendiri, dan mengembangkan keterampilan yang
diperlukan untuk memfasilitasi komunikasi.

6. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan untuk memberikan


manfaat bagi komunikan. Segala informasi yang ditampilkan atau diekspresikan
bertujuan untuk membantu mengatasi masalah komunikan

7. Komunikasi terapeutik merupakan kegiatan rutin yang selalu mengandung makna


terapeutik dengan memenuhi tahap-tahap hubungan terapeutik yaitu: pra interaksi,
orientasi, kerja dan terminasi. Untuk membangun hubungan terapeutik, komunikan
harus memiliki keterampilan interpersonal tertentu, untuk mendorong ekspresi
perasaan klien.
Pembelajaran 2. Konsep Dasar Keperawatan

Sumber:

● Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 2 Konsep Dasar Keperawatan. Penulis: Edi
Purwanto, S. Kep., Ns., MNg (2019)

● Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Konsep Dasar Keperawatan. Penulis:


Budiono (2016)

A. Kompetensi

Modul belajar mandiri Pembelajaran 2 tentang konsep dasar keperawatan ini mempelajari
tentang anatomi dan fisiologi manusia, promosi Kesehatan dan pelayanan prima serta
aplikasinya dalam keperawatan. Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu yang
mencakup berbagai aktivitas, konsep dan keterampilan yang berhubungan dengan
berbagai disiplin ilmu lain. Keperawatan mempunyai fungsi yang unik yaitu membantu
individu, baik sehat maupun sakit, yang ditampilkan dengan melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan kesehatan, penyembuhan penyakit bahkan membantu klien
mendapatkan kematian yang damai, hal ini dilakukan untuk membantu klien
mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin. Ilmu-ilmu yang mendasari ilmu
keperawatan diantaranya adalah: anatomi dan fisiologi manusia, biokimia keperawatan,
patologi, konsep farmakologi dalam keperawatan serta konsep kebutuhan dasar manusia
yang menjadi bagian dasar pemikiran dalam memberikan ilmu keperawatan. Namun

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda dapat Menganalisis
Konsep Dasar Keperawatan yang meliputi anatomi fisiologi tubuh manusia, promosi
kesehatan, dan pelayanan prima serta aplikasinya dalam keperawatan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Untuk mencapai kompetensi mampu menganalisis konsep dan prinsip Komunikasi


Keperawatan dan aplikasinya dalam keperawatan, maka indikator pencapaian
kompetensinya adalah:

Keperawatan | 35
1. Mengklasifikasikan anatomi dan fisiologi tubuh manusia
2. Menerapkan promosi kesehatan
3. Mengimplementasikan asuhan keperawatan dan pelayanan prima

C. Uraian Materi

2.1 Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia

Pembelajaran anatomi dan fisiologi ini menguraikan berdasarkan sistem mayor tubuh,
yaitu:
1. Sistem pernafasan mempelajari fisiologi bernafas dengan melibatkan organ hidung
sebagai jalan nafas dan paru
2. Sistem kardiovaskuler, mempelajari tentang struktur /anatomi jantung dan sistem
peredaran darah serta fisiologi system sirkulasi
3. Sistem musculoskeletal, mempelajari otot, tulang, dan system gerak
4. Sistem endokrin, mempelajari tentang hormon dan fungsinya
5. Sistem pencernaan, mempelajari saluran pencernaan dengan melibatkan mulut,
esofagus, lambung, usus duabelas jari, usus halus, usus besar, sigmoid, dan anus
6. Sistem persarafan, mempelajari tentang syaraf dan organ terkait dengan otak dan
tulang belakang sebagai susunan syaraf pusat dan susunan syaraf tepi
7. Sistem perkemihan
8. Sistem integument.

Terminologi dalam anatomi

Untuk memudahkan dan menyeragamkan penyebutan suatu area atau posisi dalam
ilmu anatomi maka ditetapkanlah suatu istilah yang berlaku sama diseluruh dunia.
Untuk lebih memudahkan anda dalam memahami istilah atau terminologi lokasi dan
posisi anatomi maka digambarkan dalam gambar 3 berikut ini
Gambar 3. Terminologi posisi dalam ilmu anatomi

Istilah Arah Gerakan

Ketika anda melakukan sebuah pemanasan saat akan berolah raga tentunya anda
melakukan gerakan gerakan anggota badan. Demikian juga ketika seorang perawat
memberikan intervensi rentang geak sendi maka harus memahami istilah arah gerakan
persendian anda. Berikut ini adalah istilah gerakan yang umum digunakan dalam anatomi

1. Fleksi dan Ekstensi


Dikatakan Fleksi adalah gerakan menekuk atau membengkokkan suatu persendian.
Ekstensi adalah gerakan untuk meluruskan. Contoh: gerakan ayunan lutut pada
kegiatan gerak jalan. Gerakan ayunan ke depan merupakan (ante) fleksi dan ayunan
ke belakang disebut (retro) fleksi/ ekstensi. Ayunan ke belakang lebih lanjut disebut
hiperekstensi.
2. Adduksi dan Abduksi
Sedangkan disebut Adduksi bila ada gerakan dari anggota badan yang mendekati
tubuh. Dan Abduksi adalah gerakan menjauhi tubuh. Contoh:

Keperawatan | 37
gerakan membuka tungkai kaki pada posisi istirahat di tempat merupakan gerakan
abduksi (menjauhi tubuh). Bila kaki digerakkan kembali ke posisi siap merupakan
gerakan adduksi (mendekati tubuh).
3. Elevasi dan Depresi
Adapun yang dinamakan gerakan Elevasi merupakan gerakan mengangkat anggota
tubuh. Sebaliknya Depresi adalah gerakan menurunkan. Contohnya: Gerakan
membuka mulut (elevasi) dan menutupnya (depresi) juga gerakan pundak keatas
(elevasi) dan kebawah (depresi).
4. Inversi dan Eversi
Istilah Inversi digunakan jika ada gerakan memiringkan telapak kaki ke dalam
tubuh. Sedangkan Eversi adalah gerakan memiringkan telapak kaki ke luar
(penyebutan istilah ini hanya untuk gerakan pergelangan kaki saja).
5. Supinasi dan Pronasi
Supinasi adalah gerakan menengadahkan tangan dan Pronasi merupakan gerakan
menelungkupkan tangan (penyebutan ini hanya untuk gerakan pada pergelangan
tangan saja).
6. Endorotasi dan Eksorotasi
Adapun gerak Endorotasi merupakan gerakan ke dalam pada sekililing sumbu
panjang tulang yang bersendi (rotasi). Seadangkan Eksorotasi adalah gerakan rotasi
ke luar.
7. Sirkumduksi
Istilah sirkumduki merupakan gerakan gabungan dari fleksi, ekstensi, abduksi dan
adduksi
8. Rotasi adalah suatu gerakan memutar sendi

Posisi Tubuh
Untuk pengistilahan dan penyebutan posisi anatomi tubuh adalah sebagai berikut:
1. Posisi anatomi (berdiri): Pada posisi ini tubuh lurus dalam posisi berdiri dengan
mata juga memandang lurus. Telapak tangan menggantung pada sisi- sisi tubuh dan
menghadap ke depan. Telapak kaki juga menunjuk ke depan dan tungkai kaki lurus
sempurna. Posisi anatomi sangat penting karena hubungan semua struktur
digambarkan dengan asumsi berada pada posisi anatomi.
2. Posisi supine (terlentang): Pada posisi ini tubuh berbaring dengan wajah
menghadap ke atas. Semua posisi lainnya mirip dengan posisi anatomi dengan
perbedaan hanya berada di bidang horisontal daripada bidang vertikal.
3. Posisi prone (tengkurap): Pada posisi ini, punggung menghadap ke atas.
Tubuh terletak pada bidang horisontal dengan wajah menghadap ke bawah.
4. Posisi litotomi: Pada posisi ini tubuh berbaring terlentang, paha diangkat vertikal
dan betis lurus horizontal. Tangan biasanya dibentangkan seperti sayap. Kaki diikat
dalam posisinya untuk mendukung lutut dan pinggul yang tertekuk. Ini adalah posisi
pada banyak prosedur kebidanan.
1. Sistem Pernafasan (Respirasi)
System Respirasi adalam membahas tentang pertukaran gas dalam tubuh, yaitu
pertukaran gas oksigen (O2) yang dibutuhkan oleh tubuh untuk metabolisme sel
dengan gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari proses metabolisme dan
harus dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Urutan saluran pernapasan adalah
sebagai berikut: rongga hidung - faring - trakea
- bronkus - paru (bronkiolus dan alveolus).
Sistem respirasi terdiri Saluran nafas bagian atas, dimulai dari udara masuk ke
tubuh melalui hidung dimana udara dihangatkan, disaring dan dilembabkan.
Udara selanjutnya melalui faring kemudian masuk ke laring. Selanjutnya udara
masuk ke saluran nafas bagian bawah.

Gambar 4. anatomi umum system pernafasan

Sumber: (Timby & Smith, 2010)


Saluran Nafas Bagian Atas

1) Hidung (Cavum Nasalis)

Hidung merupakan tempat pertama yang dilalui udara dari luar pada saat memasuki
tubuh kita. Di dalam rongga hidung terdapat rambut-rambut dan selaput lendir yang
berguna untuk menyaring udara, manghangatkan udara yang masuk ke dalam ke
paru-paru dan mengatur kelembaban udara. Hidung terdiri dari 2 bagian yaitu bagian
luar (hidung bagian luar/nasal eksternal) terletak di bagian tengah wajah dan bagian
dalam (rongga hidung/cavum nasi) yang dibagi lagi oleh sebuah sekat (septum nasi)
menjadi rongga hidung kanan dan kiri Hidung luar/nasal eksternal berbentuk piramida
dimana sudut atas atau atapnya berhubungan langsung dengan dahi (pada bagian
apeks). Bagian dasarnya terdapat dua buah lubang hidung (nares) yang dipisahkan
oleh sebuah sekat yang berjalan dari depan sampai ke belakang rongga hidung
(septum antero-posterior).

2) Faring

Setelah melewati hidung, udara masuk ke farung. Faring (pangkal tenggorokan)


merupakan persimpangan antara saluran makanan dan udara pernapasan. Faring
terletak di belakang rongga rongga mulut dan saluran ini merupakan tempat lewat
baik udara maupun makanan atau minuman saat ditelan. Faring memiliki lubang yang
disebut glotis dan memiliki penutup yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi
sebagai katup yang akan menutup faring manakala sedang menelan makanan
sehingga makanan dari rongga mulut masuk ke kerongkongan. Sebaliknya, epiglotis
akan selalu terbuka jika sedang tidak menelan sehingga udara pernapasan dapat
langsung melewati faring menuju ke tenggorokan.
3) Laring

Selnjutnya, oksigen akan melewati laring (pangkal tenggorokan). Laring merupakan


pangkal tenggorokan yang terletak antara faring dan trakhea. Laring tersusun atas
katup pangkal tenggorokan (epiglotis), gelang-gelang tulang rawan yang membentuk
jakun serta perisai tulang rawan. Laring berperan sebagai terowongan yang tersusun
atas lembaran-lembaran tulang rawan.

Saluran Nafas Bagian Bawah, terdiri atas:

1. Trakhea
Dari laring, oksigen dibawa ke trakhea. Trakhea (batang tenggorokan) merupakan
saluran seperti pipa yang tersusun atas tulang rawan yang berbentuk seperti huruf C
dengan panjang sekitar 10 cm. Seperti halnya pada rongga hidung, lapisan paling
dalam trachea diselaputi oleh selaput lendir dan sel-sel yang memiliki rambut getar
yang berguna untuk menahan dan mengeluarkan kotoran yang ikut terhirup saat
oksigen masuk ke dalamnya. Trakhea terletak di daerah leher, menghubungkan faring
dengan paru-paru.

2. Bronkhus
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus yang ke arah
kiri lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal inilah
yang mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.

3. Bronkhiolus
Bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang menjadi
saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Brokhus dan bronkhiolus
mengandung jaringan otot polos. Jaringan otot ini mengontrol besar dan diameter
saluran napas. Setiap bronkiolus bermuara ke alveolus
4. Alveoli
Ujung saluran napas sesudah bronkhiolus berbentuk kantong udara yang disebut
alveoli dengan struktur berbentuk bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-
pembuluh darah berbentuk seperti buah anggur dan disinilah terjadi pertukaran gas
O2 dan CO2. Dinding alveoli berupa selaput membran tipis dan elastis serta diliputi
oleh banyak kapiler. Membran ini memisahkan gas dari cairan. Gas yaitu udara yang
kita hirup saat menarik napas dan cairan adalah darah dari kapiler. Jadi seluruh
pertukaran dalam paru terjadi di alveoli.
5. Paru
Paru merupakan organ paling besar dari organ pernapasan yang terletak di dalam
rongga dada tepat di atas diafragma. Paru terdiri atas paru kanan dan paru kiri. Paru
kanan terdiri atas tiga lobus yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobusbawah.
Sedangkan paru kiri terdiri atas dua lobus yaitu lobus atas dan lobus bawah. Paru
dibungkus oleh suatu selaput paru yang disebut pleura dan dipisahkan dari rongga
abdomen oleh diafragma. Di dalam paru terdapat alveolus yang berjumlah sekitar 350
juta buah. Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter.

Mekanisme Pernafasan
Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras
pernafasan yang tergantung pada:

1. Tekanan intra-pleural
Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam
keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena
ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra
pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada
meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir
sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil
mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas
atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
2. Compliance
Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal
sebagai compliance.

Ada dua bentuk compliance:


a. Static compliance, perubahan volume paru persatuan perubahan tekanan saluran
nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda
normal: 100 ml/cm H2O
b. Effective Compliance: (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan.
Normal: ±50 ml/cm H2O
c. Airway resistance (tahanan saluran nafas), Rasio dari perubahan tekanan jalan
nafas
2. Sistem Jantung dan Peredaran Darah (Kardiovaskuler)
Sistem dlm tubuh yg mengedarkan darah utk keperluan pertukaran zat & gas. Sistem
transpor tubuh, yg membawa gas-gas pernafasan, nutrisi, hormon, & zat-zat lain ke
& dari jaringan tubuh. Komponen sistem kardiovaskular: 1.
Darah 2. Jantung 3. Pembuluh darah: arteri, vena, kapiler
a. Jantung
Jantung terletak di dalam Pericardium di rongga mediastinum dalam rongga thorak
tepat di belakang tulang dada (sternum). kurang lebih dua pertiga bagian terletak di
sebelah kiri dari garis tengah sternum. Jantung terletak di dalam rongga mediastinum
dari rongga thoraks diantara kedua paru.
Otot Jantung
 Epikardium, otot jantung lapisan paling luar
 Myokardium, Lapisan otot jantung tengah. Merupakan otot jantung paling tebal
berfungsi sebagai pompa jantung dan bersifat involunter
 Endokardium, lapisan tipis dari endotelium yang melapisi lapisan tipis jaringan
penghubung yang memberikan suatu batas yang licin bagi ruang-ruang jantung
dan menutupi katup-katup jantung. Jantung dilindungi oleh membran yang
berupa selaput tipis yang disebut pericardium. Lapisan perikardium dapat
disebut juga lapisan visceral,dari serous perikardium.lapisan luar yang
transparan dari dinding jantung terdiri dari mesothelium yang bertekstur licin
pada permukaanjantung
Gambar 5. Otot jantung

Ruang-ruang jantung

Jantung terdiri dari empat ruang yaitu, dua ruang yg berdinding tipis yang disebut atrium
(serambi) yakni Atrium kanan/dekstra dan Atrium kiri/sinistra. dua ruang yg berdinding
tebal yang disebut ventrikel (bilik) yakni Ventrikel kanan/dekstra dan Ventrikel
kiri/sinistra

 Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian dalamnya
membentuk suatu rigi atau Krista terminalis. Berfungsi sebagai penampungan darah
yang rendah O2 dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava
superior, vena kava inferior, sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri,
kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan lalu ke paru
 Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui osteum atrioventrikel
dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis. Dinding
ventrikel kanan jauh lebih tebal dari atrium kanan. Menerima darah dari atrium
kanan dan dipompakan ke paru melalui arteri pulmonalis
 Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula. Berfungsi menerima darah
yang kaya O2 dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis, kemudian darah
mengalir ke ventrikel kiri lalu ke seluruh tubuh melalui aorta
 Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikuler sinistra. Menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta
Katup-katup jantung

1. Katup atrioventrikuler. Terltak diantara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak
diantara atrium kanan dan ventrikel kanan terdiri dari 3 katup disebut katup
trikuspid. Katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri terdiri dari 2
katup disebut katup mitral. Katup ini berfungsi memungkinkan darah mengalir dari
masing-masing atrium ke ventrikel pada masa diastol ventrikel dan mencegah aliran
balik saat sistol ventrikel (kontraksi)

2. Katup Semilunar. Katup pulmonal terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan


pembuluh pulmonal dari ventrikel kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri
dan aorta.

Adanya katup semilunar memungkinkan darah mengalir dari masing-masing


ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama sistol ventrikel dan mencegah aliran
balik waktu diastol ventrikel. Katup atrio-ventrikular adalah tricuspid dan bicupid
(mitral), Katup semilunar adalah: pulmonalis dan aorta.

Peredaran darah jantung

Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium dekstra yang
datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa darah dari ventrikel dekstra
masuk ke paru-paru(pulmo). Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup
vlavula semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru
masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa darah dari ventrikel
sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvulasemilunaris aorta.

Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:

1. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan kedepan antara
trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-cabangke atrium dekstra dan
ventrikel kanan.
2. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke atrium kanan
melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang sulkus atrioventrikularis
merupakan lanjutan dari vena.
Curah Jantung/cardiac output

Curah Jantung (cardiac output) adalah Jumlah darah yang dipompakan ventrikel dalam
satu menit. Sedangkan Volume Sekuncup (stroke volume) adalah Jumlah darah yang
dipompakan ventrikel setiap sistole atau setiap kontaksi jantung.
Curah Jantung = Isi Sekuncup X Frekuensi denyut jantung per menit
𝐶𝑂 = 𝑆𝑉 𝑥 𝐻𝑅

Misalnya isi ventrikel pada akhir sistole 120 cc, isi sekuncup =80 cc, volume akhir
sistole/ volume residu = 40cc. Curah jantung pada orang dewasa ± 5 liter

Fungsi Jantung
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol);
selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut
sistol). Kedua atrium mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua ventrikel
juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan.

Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (CO2) dari
seluruh tubuh mengalir melalui 2 vena besar (vena kava) menuju ke dalam atrium kanan.
setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam ventrikel kanan.
darah dari ventrikel kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri
pulmonalis, menuju ke paru-paru. darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat
kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan
melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. darah yang kaya akan
oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri. peredaran darah
diantara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner.

Darah dalam atrium kiri akan didorong ke dalam ventrikel kiri, yang selanjutnya akan
memompa darah yang kaya akan oksigen ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta
(arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh,
kecuali paru-paru.
b. Peredaran Darah
Sistem peredaran darah pada manusia dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
peredaran darah paru-paru (peredaran darah kecil) dan peredaran darah sistemik
(peredaran darah besar). Karena dua sistem peredaran darah ini, sistem peredaran
darah pada manusia disebut sistem peredaran darah ganda.

a. Peredaran darah kecil merupakan peredaran darah dari bilik kanan jantung
menuju paru-paru dan akhirnya kembali lagi ke jantung pada serambi kiri. Pada
peredaran darah kecil inilah darah melakukan pertukaran gas di paru- paru. Darah
yang banyak mengandung zat sisa metabolisme dan karbon dioksida kembali ke
serambi kanan jantung melalui pembuluh balik.

b. Peredaran darah besar. sistemik ini mengalir dari jantung ke seluruh tubuh,
kemudian kembali lagi ke jantung. Peredaran darah manusia selalu melalui
pembuluh darah. Oleh karena itu, peredaran darah manusia disebut peredaran
darah tertutup.

Darah melepaskan karbon dioksida dan mengambil oksigen dari alveoli paru-
paru. Oleh karena itu, darah yang berasal dari paru-paru ini banyak mengandung
oksigen
c. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah

Pembuluh darah mengalirkan darah yang dipompakan jantung ke dalam sel. Arteri
bersifat elastis mengedarkan darah yang dipompakan dari ventrikel kiri. Dinding
pembuluh darah terdiri atas 3 lapisan:

a) Tunika Intima merupakan lapisan yang paling dalam yang bersentuhan langsung
dengan darah
b) Atherosclerosis adalah pembentukan plaque yang terjadi pada dinding arteri
tunika intima, hal ini mengakibatkan aliran darah arteri terganggu dan dapat
menyebabkan terjadinya proses ischemia
c) Tunika Media merupakan bagian tengah yang bersifat elastis. Keadaan tidak
elastis disebut arteriosclerosis
d) Tunika Adventisia adalah lapisan terluar dinding pembuluh darah.
Sistem peredaran (Sistem Kardiovaskuler) terdiri atas arteri, arteriola, kapiler,
venula dan vena.

a) Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung tekanan
darah yang paling tinggi. kelenturannya membantu mempertahankan tekanan
darah diantara denyut jantung.
b) Arteri yang lebih kecil dan arteriol memiliki dinding berotot yang
menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran
darah ke daerah tertentu.
c) Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis,
yang berfungsi sebagai jembatan antara arteri (membawa darah dari jantung)
dan vena (membawa darah kembali ke jantung). kapiler memungkinkan oksigen
dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan
hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah. dari kapiler, darah
mengalir ke dalam venula.
d) Venula mengalirkan darah ke dalam vena kemudian kembali ke jantung.
e) vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar
daripada arteri; sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama
tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
Eksterna

3. Sistem Otot dan Rangka (Muskuloskleletal)

Muskuler atau Otot dan Skeletal atau rangka dan juga jaringan konektif dan sendi,
yaitu terkait tendon, ligamen, dan sendi. Sistem muskuloskeletal merupakan sistem
tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka
(skelet) serta jaringan-jarigan penyambung (ligament, tendon, dan sendi). Dimana
Otot merupakan jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan untuk mengubah dari
energi kimia menjadi energi gerak. Sedangkan skelet atau rangka adalah merupakan
bagian tubuh yang terdiri atas tulang-tulang yang memungkinkan atau yang membuat
tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi.
Muskular (Otot)

Muskulus atau ada juga yang menulis muskuler atau ada juga yang menyebut Otot adalah
merupakan sebuah jaringan di dalam tubuh yang menghubungkan dua tulang dan
berfungsi saat melakukan suatu gerakan. Semua dari masing masing- masing sel otot
mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi. Semuanya terdapat lebih dari 600 buah
otot pada tubuh manusia. Sebagian besar otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang
kerangka tubuh oleh tendon, dan sebagian kecil ada yang melekat di bawah permukaan
kulit

Fungsi sistem muskular/otot:


Nah anda sekarang sudah mempunyai gambaran dan bayangan tentang otot. Jika
demikian coba tuliskan apa kiranya fungsi otot. Baik sekarang anda bandingkan pendapat
anda dengan penjelasan fungsi otot sebgaimana dibawah ini, yakni:

a. Pergerakan. Kontraksi dan relaksasi pada otot skeletal menghasilkan gerakan pada
tulang tempat otot tersebut melekat, sedangkan otot polos menggerakan cairan dan
substansi lain dalam organ berongga di internal tubuh.
b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka dan
mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat duduk terhadap
gaya gravitasi.
c. Stabilisasi sendi. Otot juga mempertahankan sendi tetap berada ditempatnya serta
tidak terjadi dislokasi.
d. menghasilkan atau memproduksi panas. Kontraksi otot-otot secara metabolis
menghasilkan panas untuk mepertahankan suhu tubuh normal.

Ciri-ciri muskular/otot
ciri-ciri kerja otot saat kontraksi dan relaksasi, yaitu
a. Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, Sel yang panjang
memendek dan menghasilkan gaya tarik.
b. Eksitabilitas. Dimana terjadinya Impuls saraf listrik menstimulasi sel otot untuk
berkontraksi.
c. Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihi panjang
otot saat rileks. Dapat ditarik kembali ke panjang aslinya dengan kontraksi otot yang
berlawanan
d. Elastisitas. Otot juga bersifat elastis, serabut otot dapat kembali ke ukuran semula
setelah berkontraksi atau meregang.

Tipe atau Jenis-jenis otot


Dalam menunjang fungsinya untuk menghasilkan gerakan dan lainnya tadi maka tentu
otot tidak hanya sejenis atau satu tipe otot saja. Adapun jenis atau tipe-tipe otot adalah
sebagai berikut: satu,

a. Otot Skeletal atau otot rangka, yaitu merupakan otot lurik, volunter atau sadar yang
bergerak dan relaksasi sesuai dengan perintah otak, dan melekat pada rangka.
Mendukung 40% dari berat badan dan Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
b. Otot Jantung. Merupakan otot lurik, Disebut juga otot seran lintang involunter yang
bekerja tidak sadar tanpa kendali dari otak sadar. Otot ini hanya terdapat pada
jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
c. Otot Polos. merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat
ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan
sistem sirkulasi darah.

Berikut adalah gambar tentang tipe otot yang terlihat adanya perbedaan, meskipun
otot rangka dan otot jantung merupakan otot lurik namun berbeda jenis luriknya,
dan otot polos merupakan otot tidk lurik

Gambar 6. Gambaran jenis atau tipe otot

Setiap otot adalah satu organ yang sebagian besar terdiri atas jaringan otot. Sedangkan
Otot skeletal juga mengandung jaringan ikat/penyambung atau jaringan konektif,
pembuluh darah dan saraf. selubung Jaringan konektif atau jarinan penyambung
mengikat otot skeletal dan seratnya bersama sama.
Selubung jaringan kanektif terus tersambung dengan tendon. Sebagaimana tergambar
pada gambar 5 berikut

Gambar 7. gambaran hubungan tulang dengan, jaringan konektif dengan tendon

Tendon

Tendon adalah jenis jaringan lunak yang menghubungkan jaringan otot dengan tulang,
mirip dengan ligamen yang menghubungkan tulang dengan tulang. Tendon dapat
ditemukan di seluruh tubuh dari kaki sampai ke tangan. Contohnya ditubuh kita terdapat
otot rangka yang bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga
memungkinkan kita untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak. Nah, Ketika
otot berkontraksi, maka tendon lah yang menarik tulang dan menyebabkan terjadinya
gerakan. tendon terdiri hampir seluruhnya dari kolagen, protein berserat, dan sering
disebut sebagai jaringan kolagen. Tujuan dari tendon adalah untuk mentransfer kekuatan
antara otot dan tulang. Dengan adanya tendon akan memudahkan gerakan bersama yang
memungkinkan untuk kegiatan sehari- hari seperti berjalan akan tercapai. Tendon dapat
memiliki beberapa bentuk mulai dari lebar dan datar, pita dan berbentuk kipas.

Struktur tendon Jadi, setiap struktur dalam tubuh kita dapat dipecah menjadi empat tipe
dasar dari jaringan, meliputi: a) Jaringan epitel yang meliputi struktur untuk melapisi
permukaan tubuh, b) Jaringan otot adalah menghasilkan gaya dan gerakan, c) Jaringan
saraf yaitu untukmendeteksi perubahan tubuh dan menyampaikan pesan, ada d) Jaringan
ikat melindungi dan mendukung organ dan jaringan lain.
Tendon termasuk dalam kategori jaringan ikat. Sebuah tendon yang utuh dibangun
dengan membentuk dan menggabungkan beberapa lapisan jaringan ikat. Berikut akan
dijelaskan lapisan-lapisan yang selanjutnya membentuk susunan tendon, meliputi

1. Kolagen: Bahan bangunan utama tendon adalah serat kolagen. Serat ini sangat kuat,
fleksibel, dan tahan terhadap kerusakan dari tarikan atau tegangan.
2. Endomisium: Struktur tendon dan otot secara harfiah terhubung dan saling terkait.
Jauh di dalam otot terdapat selubung yang sangat tipis yang menjaga serat otot yang
paling dalam yang terpisah satu sama lain
3. Perimisium: Sekelompok 10 sampai 100 serat otot aman dibungkus dalam lembaran
endomisium membentuk fasikula. Kolagen dari lapisan endomisium memanjang
keluar dan bergabung dengan lapisan kolagen yang lebih besar yang mencakup setiap
lembaran.
4. Epimisium: Disekitar setiap otot terdapat lapisan lain yang disebut epimisium (epi:
pada). Lapisan ini juga terdiri dari serat kolagen panjang dari lapisan di bawahnya,
perimisium dan endomisium.
5. Fasia dalam: Setiap otot-otot ini dibungkus dalam epimisium sendiri, tetapi mereka
juga terhubung satu sama lain dengan lapisan lain yang disebut kolagen fasia dalam.
Lapisan ini memegang otot bersama-sama, memungkinkan untuk gerakan bebas dari
otot-otot, dan menyediakan suplai darah. Kolagen dari fasia dalam juga terhubung ke
kolagen dari lapisan otot yang sebelumnya.
Gambar 8. Struktur tendon

Mekanisme Kerja Tendon

Kita sudah mengetahui bahwa tendon itu adalah struktur kolagen yang menghubungkan
otot dengan tulang. Tendon biasanya terdapat pada otot rangka yang ujung dari otot itu
melekat pada tulang. Untuk mekanisme kerjanya sangat berhubungan dengan kontraksi
otot dimana awalnya pada saat kita bergerak atau mengangkat barang maka secara tidak
langsung otot mengalami peregangan sehingga akan terjadi impuls aferen ke reseptor
peregangan di medulla spinalis, kemudian impuls ini akan diteruskan menjadi impus
eferen ke motor neuron yang menyebabkan kontraksi otot. Kontraksi dari otot yang
mengalami peregangan akan diteruskan sampai ke tendon untuk menarik tulang sehingga
terjadi pergerakan. Berdasarkan cara melekatnya pada tulang, tendon dibedakan sebagai
berikut: Origo Merupakan tendon yang melekat pada tulang yang tidak berubah
kedudukannya ketika otot berkontraksi, dan Insersio merupakan tendon yang melekat
pada tulang yang ikut bergerak ketika otot berkontraksi.

Ligamen

Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang dengan tulang yang
diikat oleh sendi. Ligamen adalah jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-
serabut yang berperan dalam menghubungkan antara tulang yang satu dengan tulang yang
lain pada sendi. Ligament adalah pita jaringan elastis yang mengikat luar ujung tulang
yang saling membentuk persendian,
membantu mengontrol rentang gerak, dan menstabilkan mereka sehingga tulang dapat
bergerak dengan baik.

Gambar 9 ligamen patela

Tanpa adanya ligament, antara tulang yang satu dengan tulang yang lain tidak akan
menyatu dan juga tidak dapat melakukan pergerakan saat otot berkontraksi. Ligament
biasanya memiliki elastisitas yang tinggi, yang dapat memperpanjang dan mengubah
bentuk mereka ketika berada dalam ketegangan dan kemudian kembali ke bentuk aslinya
saat ketegangan itu mereda. Ligament merupakan jaringan ikat yang memiliki komponen-
komponen biomekanik yang unik.

Fungsi Umum Ligamen

a. Menentukan rentang gerakan


Ligament yang berada dalam setiap sendi tubuh bertanggung jawab terhadap
menentukan sejauh mana rentang gerakan yang dari sendi tersebut. Sehingga dengan
demikian, dapat mencegah terjadinya dislokasi sendi. Ligament juga dapat membantu
mencegah hiperekstensi tulang atau sendi. Jadi singkatnya, ligament berfungsi untuk
menstabilkan sendi dan membimbing mereka selama gerakan.

b. Perlindungan tulang dan sendi


Ligament dapat memberikan perlindungan terhadap tulang dan sendi dari patah,
dikarenakan ketika terjadi ketegangan pada sendi, ligament dapat berubah bentuk di
bawah beban konstan.

c. Proprioseptif
Fungsi lain dari ligament adalah untuk mempertahankan postur seseorang dengan
sistem proprioseptif. Contohnya ialah ketika sendi lutut dibengkokkan, maka akan
merangsang saraf proprioseptif untuk membuat kontraksi otot pada saat yang
bersamaan ,sehingga membuat orang menyadari posisi lutut dan kaki.

Mekanisme Kerja Ligamen


Pada dasarnya, prinsip kerja dari ligament sangat berkaitan dengan tendon. Ligament dan
tendon merupakan jaringan pasif yang tidak memiliki kemampuan melakukan kontraksi
untuk menghasilkan gerakan. Tendon membantu terjadinya pergerakan sendi dengan cara
mentransmisikan tekanan dari otot ke tulang. Dibandingkan dengan otot, tendon memiliki
serat yang kaku, memiliki kekuatan tarik yang besar, dan dapat menahan tegangan yang
besar. Oleh karen aitu pada ruang yang pergerakannya terbatas, kerjasama otot ke tulang
dilaksanakan oleh tendon. Tendon mampu menahan beban yang sangat besar dengan
deformasi yang sangat kecil. Sifat ini mampu menjadikan tendon untuk
mentransformasikan gaya ke tulang tanpa menghabiskan energi untuk regangan tendon.

Ligament berperan melanjutkan gaya yang ditransmisikan dari otot antara tulang yang
satu dengan tulang yang lain, sehingga ketika terjadi suatu pergerakan, stabilitas sendi
dapat dipertahankan. Tendon dan ligament kuat dan tidak akan putus dengan mudah.
Kerusakan umumnya terjadi di pertemuan dengan tulang.

Skeletal/Tulang

Tulang atau rangka adalah merupakan organ yang menjadi penopang tubuh manusia.
Tanpa tulang, pasti tubuh kita tidak akan bisa tegak berdiri. Dimana Tulang ini sudah
mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan, dan berlangsung terus sampai dekade kedua
dalam susunan yang teratur. Mengapa kita bisa bergerak? Manusia bisa bergerak karena
ada rangka dan otot. Rangka tersebut tidak dapat bergerak sendiri, melainkan dibantu
oleh otot. Dengan adanya kerja sama antara rangka dan otot, manusia dapat melompat,
berjalan, bergoyang, berlari, dan sebagainya. Berikut dijelaskan mengenai rangka tubuh
manusia.

Klasifikasi Tulang berdasarkan penyusunnya

1. Tulang Kompak
a. Padat, halus dan homogen
b. Pada bagian tengah terdapat medullary cavity yang mengandung ’yellow bone
marrow”.
c. Tersusun atas unit : Osteon yaitu Haversian System
d. Pada pusat osteon mengandung saluran (Haversian Kanal) tempat pembuluh
darah dan saraf yang dikelilingi oleh lapisan konsentrik (lamellae).
e. Tulang kompak dan spongiosa dikelilingi oleh membran tipis yang disebut
periosteur, membran ini mengandung:
f. Bagian luar percabangan pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang Osteoblas
2. Tulang Spongiosa
a. Tersusun atas ”honeycomb” network yang disebut trabekula.
b. Struktur tersebut menyebabkan tulang dapat menahan tekanan.
c. Rongga antara trebakula terisi ”red bone marrow” yang mengandung pembuluh
darah yang memberi nutrisi pada tulang.
d. Contoh, tulang pelvis, rusuk,tulang belakang, tengkorak dan pada ujung tulang
lengan dan paha.

Gambar 10. Klasifikasi tulang berdasarkan penyusunnya

Persendian

Persendian adalah hubungan antar dua tulang sedemikian rupa, sehingga dimaksudkan
untuk memudahkan terjadinya gerakan.

1. Synarthrosis (suture)
Hubungan antara dua tulang yang tidak dapat digerakkan, strukturnya terdiri atas
fibrosa. Contoh: Hubungan antara tulang di tengkorak.

2. Amphiarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang sedikit dapat digerakkan, strukturnya adalah
kartilago. Contoh: Tulang belakang

3. Diarthrosis
Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan, yang terdiri dari
struktur sinovial. Contoh: sendi peluru (tangan dengan bahu), sendi engsel (siku),
sendi putar (kepala dan leher), dan sendi pelana (jempol/ibu jari).

4. Sistem Endokrin (Hormonal)

Di dalam tubuh manusia terdapat dua system organ utama yang berfungsi untuk
mengkoordinasikan dan mengendalikan semua fungsi system tubuh manusia, yaitu
system saraf dan system endokrin. Kedua system organ tersebut bertanggungjawab untuk
mempertahankan homeostasis tubuh. Sistem endokrin bekerja melalui hormone yang
disekresi kelenjar endokrin masuk ke cairan extraseluler dan diedarkan oleh darah dan
limfe menuju ke sel target, sedangkan sistem saraf bekerja melalui serabut-serabut
neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.

Sistem endokrin terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang mengeluarkan hormon sebagai
fungsi primer atau sekunder. Hormon tersebut dioproduksi oleh Kelenjar endokrin yang
langsung disekresi ke cairan di sekitarnya. Cairan interstisial dan pembuluh darah
kemudian mengangkut hormon ke seluruh tubuh. Sistem endokrin meliputi kelenjar
pituitari, tiroid, paratiroid, adrenal, dan kelenjar pineal. Beberapa kelenjar ini memiliki
fungsi endokrin dan non-endokrin. Misalnya, pankreas mengandung sel yang berfungsi
dalam pencernaan serta sel yang mengeluarkan hormon insulin dan glukagon, yang
mengatur kadar glukosa darah. Hipotalamus, timus, jantung, ginjal, lambung, usus kecil,
hati, kulit, ovarium wanita, dan testis pria merupakan organ lain yang mengandung sel
dengan fungsi endokrin. Selain itu, jaringan adiposa telah lama dikenal sebagai penghasil
hormon, dan penelitian
terbaru mengungkapkan bahwa jaringan tulang pun memiliki fungsi endokrin. Berikut
gambar kelenjar endokrin:

Gambar 11. Letak kelenjar dan sel endokrin berada dalam tubuh yang berperan penting dalam
homeostasis

Sumber: Anatomy & physiology, Textbook Equity Edition Vol 2 (2013)

a. Hipotalamus

Merupakan pusat tertinggi sistem kelenjar endokrin yang menjalankan fungsinya


melalui hormonal dan saraf. Hormon yang dihasilkan adalah faktor R (releasing) dan
I (inhibiting) yang mengontrol sintesa dan sekresi hormon hipofise anterior
sedangkan kontrol terhadap hipofise posterior melalui kerja saraf. Hipotalamus
sebagai bagian sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon
hipofise.

b. Gland Hypophyse (Kelenjar Pituitary)

Hipofisis atau disebut juga glandula pituitaria terletak di sella Tursika, lekukan os
spenoidalis basis cranii, berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm. Kelenjar ini
terbagi menjadi dua lobus yaitu lobus anterior dan lobus posterior. Lobus bagian
anterior terdiri dari jaringan epitel karenanya disebut adenohipofisis dan hipofisis
bagian posterior disebut juga neurohipofisis karena terdiri dari jaringan syaraf.
Kelenjar hipofisis dikenal sebagai Master
Gland karena dialah berfungsi mengendalikan sekresi hormon oleh kelenjar endokrin
lainnya.

Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior merupakan perpanjangan dari


hipotalamus. Hipofisis posterior tidak mengahsilkan hormon apapun. Bagian ini
hanya menyimpan dan setelah mendapat rangsangan yang sesuai mengeluarkan dua
hormon peptida kecil, vasopresin (ADH) dan oksitosin. ADH dibentuk terutama di
dalam nukleus supraoptika, sedangkan oksitosin dibentuk terutama di dalam nukleus
paraventrikular. Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH) memiliki 2 efek: (1)
meningkatkan retensi H2O oleh ginjal (efek antidiuretik) dan (2) menyebabkan
kontraksi otot polos arteriol (efek presor pembuluh). Oksitosin merangsang kontraksi
otot polos uterus untuk membantu mengeluarkan janin selama persalinan dan hormon
ini juga merangsang penyemprotan (ejeksi) susu dari kelenjar mamalia (payudara)
selama menyusui, selain itu oksitosin juga terbukti meningkatkan ikatan batin antara
ibu dan bayinya.

c. Kelenjar Tiroid

Pada orang dewasa berat tiroid kira-kira 18 gram. Terdapat dua lobus kanan dan kiri
yang dibatasi oleh isthmus. Masing-masing lobus memiliki ketebalan 2 cm lebar 2,5
cm dan panjang 4 cm. Terdapat folikel dan para folikuler. Mendapat sirkulasi dari
arteri tiroidea superior dan inferior dan dipersarafi oleh saraf adrenergik dan
kolinergik.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) atau Tetra
Iodotironin. Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh
kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan
baku hormon tiroid. Yodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik
dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai
monoyodotirosin (MIT).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar
hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh
kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif
terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin
(Thytotropine Releasing Hormon (TRH) dari hipotalamus.

d. Kelenjar Paratiroid

Kelenjar paratiroid mensintesa dan mengeluarkan hormon paratiroid (Parathyroid


Hormon, PTH). Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium dalam plasma.
Sintesis PTH dihambat apabila kadar kalsium rendah.PTH bekerja pada tiga sasaran
utama dalam pengendalian homeostasis kalsium,yaitu di ginjal, tulang dan usus. Di
dalam ginjal PTH meningkatkan reabsorbsi kalsium. Di tulang PTH merangsang
aktifitas osteoplastik sedangkan di usus PTH meningkatkan absorbsi kalsium.

e. Kelenjar Pankreas

Kelenjar pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen atas dan terbentang


horizontal dari cincin duodenal ke lien. Panjangnya sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5
cm. Mendapat asupan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus. Kelenjar
pankreas berfungsi sebagai endokrin dan eksokrin. Sebagai organ endokrin karena di
pankreas terdapat pulau-pulau Langerhans yang terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel beta
(B) 75 %,sel alfa (A) 20
%,dan sel delta (D) 5 %.Sekresi hormon pankreas dihasilkan oleh pulau Langerhans.
Setiap pulau Langerhans berdiameter 75-150 mikron.

Dalam meningkatkan kadar gula dalam darah, glukagon merangsang glikogenolisis


(pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino
dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari yang bukan
karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon meningkatkan lipopisis
(pemecahan lemak).
f. Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar suprarenal atau kelenjar
anak ginjal menempel pada ginjal. Terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan
medula.

Korteks adrenal mensintesa 3 hormon,yaitu :


1. Mineralokortikoid (aldosteron)
2. Glukokortikoid
3. Androgen
Mineralokortikoid (aldosteron) berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit dengan
meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Membantu dalam mempertahankan
tekanan darah normal dan curah jantung. Glukokortikoid (kortisol) berfungsi dalam
metabolisme glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah,
metabolisme cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas terhadap stressor. Hormon
seks (androgen dan estrogen). Kelebihan pelepasan androgen mengakibatkan
virilisme (penampilan sifat laki-laki secara fisik dan mental pada wanita) dan
kelebihan pelepasan estrogen mengakibatkan ginekomastia dan retensi natrium dan
air.

g. Kelenjar Gonad

Kelenjar gonad terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi. Keaktifan kelenjar


gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin
(FSH dan LH). Testis terdiri dari dua buah dalam skrotum. Testis mempunyai dua
fungsi yaitu sebagai organ endokrin dan reproduksi. Menghasilkan hormon testoteron
dan estradiol di bawah pengaruh LH. Efek testoteron pada fetus merangsang
diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria. Pada masa pubertas akan
merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk
tubuh,distribusi rambut tubuh, pembesaran laring, penebalan pita suara, pertumbuhan
dan perkembangan alat genetalia.

Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan reproduksi. Sebagai organ endokrin
ovarium menghasilkan sel telur (ovum) yang setiap bulannya pada masa ovulasi siap
dibuahi sperma. Estrogen dan progesteron akan
mempengaruhi perkembangan seks sekunder, menyiapkan endometrium untuk
menerima hasil konsepsi serta mempertahankan laktasi.

h. Sistem Pencernaan (Gastrointestinal)

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan
(faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu
pankreas, hati dan kandung empedu.Berikut urutan system pencernaan manusia yang
dijelaskan mulai dari sistem pencernaan dan fungsinya, penjelasannya serta sistem
pencernaan manusia beserta gambarnya secara berurutan mulai dari mulut hingga
anus

Gambar 12. Organ Saluran pencernaan

Sumber: Fundamentals of Medical-Surgical Nursing: A System Approach (Brady et al., 2014)


1) Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam mulut dilapisi
oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan
dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
ludah membungkus makanan tersebut dengan enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis (VanPutte et al., 2016).

2) Tenggorokan (Faring)

Faring merupakan penghubung antara rongga mulut dan esofagus. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, terletak dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior
yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama
tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas
ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring (VanPutte et al., 2016).

3) Kerongkongan (Esofagus)

Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui makanan mengalir
dari mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui Esofagus
dengan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior
(sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus),
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus) (VanPutte et al., 2016).

4) Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim
yang memecah protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan \membunuh
berbagai bakteri yang masuk dalam makanan.

5) Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-
zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum) (VanPutte et al., 2016).

a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar
pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal
kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan (VanPutte et al., 2016).

b. Jejenum

Jejunum atau disebut juga Usus kosong adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara duodenum dan ileum. Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2 - 8 meter, 1-2 meter adalah bagian jejenum. Jejenum dan ileum
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam jejenum
berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.

c. Usus Penyerapan (Illeum)

Ileum atau usus penyerapan adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam empedu (VanPutte et al., 2016).

6) Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama
organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan),
kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

7) Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung kolon sigmoid dan berakhir di
anus. Rectum berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sementara. Biasanya rektum
ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desenden.
Jika kolon desenden penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB).

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (BAB) yang merupakan fungsi utama anus.

Fisiologi Sistem Pencernaan

Proses pencernaan meliputi enam aktivitas: menelan makanan, mendorong makanan,


pencernaan mekanis atau fisik, pencernaan kimiawi, absorbsi, dan defekasi.

Gambar 13. Proses pencernaan meliputi menelan makanan, mendorong, pencernaan mekanis,
pencernaan kimiawi, absorbsi, dan defekasi

Sumber: Anatomy & Physiology (openstax, 2016)


Lapar Dan Ingesti Makanan

Rasa lapar dikontrol oleh suatu daerah otak di hipotalamus sebelah lateral. Perangsangan
daerah ini menyebabkan timbulnya dorongan kuat untuk mencari makanan dan
memakannya. Hipotalamus lateral menerima banyak input yang dapat merangsang rasa
lapar. Sebagai contoh, rasa lapar dapat dirangsang oleh adanya kontraksi lapar di
lambung. Semakin lama lambung kosong, maka kontraksi ini meningkat frekuensi dan
intensitasnya.

Rasa lapar juga dirangsang oleh turunnya kadar zat-zat gizi dalam darah, misalnya asam
amino, lemak, dan glukosa, serta oleh peningkatan atau penurunan hormon- hormon yang
mengatur metabolisme. Input ke pusat lapar hipotalamus dapat mencakup input dari
bagian-bagian otak yang lain. Misalnya, pusat-pusat otak yang lebih tinggi dapat
merangsang rasa lapar sebagai respons terhadap situasi atau pengalaman tertentu.
Demikian juga, input dari pusat emosi di otak, sistem limbik, juga dapat merangsang rasa
lapar.

Sebaliknya, nukleus ventromedialis hipotalamus tampaknya merupakan tempat


munculnya rasa kenyang, kebalikan dari rasa lapar. Pusat ini juga dipengaruhi oleh penuh
tidaknya lambung serta kadar zat-zat gizi dan hormon dalam darah, tetapi dalam arch
yang berlawanan. Emosi dan kebiasaan juga mempengaruhi pusat kenyang.

Hati
Hepar atau hati adalah organ terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga
abdomen. Pada kondisi hidup hati berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah
(Sloane, 2004). Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat
kurang lebih 1,5 kg (Junqueira & Carneiro., 2007).

Hepar terbagi menjadi empat lobus, yakni lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra,
dan lobus qaudatus. Terdapat lapisan jaringan ikat yang tipis, disebut dengan kapsula
Glisson, dan pada bagian luar ditutupi oleh peritoneum. Darah arteria dan vena berjalan
di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis. Vena centralis
pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara
lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang
berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus
choledochus (trias 12 hepatis). (Sloane, 2004).

Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi bagian perifer
lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu yang
dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati (Amirudin, 2009).

Fisiologi Hati

Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem venous usus dengan membawa
nutrien yang diserap di dalam saluran cerna ke hati. Hati melaksanakan berbagai fungsi
metabolik. Sebagai contoh, pada saat puasa hati akan menghasilkan sebagian besar
glukosa melalui glukoneogenesis serta glikogenolisis, melakukan detoksifikasi,
menyimpan glikogen dan memproduksi getah empedu disamping berbagai protein serta
lipid (Berkowitz, 2013).

Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:

a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glikogen dalam
jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa,
glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil
perantara metabolisme karbohidrat.

b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi
asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membentuk
sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari
protein dan karbohidrat.

c. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deaminasi asam amino,
pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan
protein plasma, dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa
lain dari asam amino.
d. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin,
hati sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-
zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati
mengeluarkan atau mengekskresikan obat- obatan, hormon dan zat lain.

Pencernaan Makanan

Pencernaan makanan berawal di mulut dengan pelepasan air liur (saliva), berlanjut di
lambung, dan sebagian besar diselesaikan di usus halus. Prows pencernaan melibatkan
enzim-enzim sekretorik yang spesifik untuk berbagai makanan dan bekerja untuk
menguraikan karbohidrat menjadi gula sederhana, lemak menjadi asam lemak bebas dan
monogliserida, serta protein menjadi asam amino. Hanya dalam bentuk-bentuk sederhana
inilah zat-zat gizi dapat diserap menembus usus dan digunakan oleh tubuh.

Enzim Sekretorik

Kelenjar-kelenjar sekretorik dijumpai di seluruh lapisan submukosa dan mukosa saluran


GI dari mulut sampai anus. Sekresi enzim-enzim pencernaan dapat ditingkatkan dengan
peregangan, perangsangan saraf oleh pleksus submukosa, dan perangsangan kelenjar
submukosa oleh sistem parasimpatis. Perangsangan simpatis mengurangi sekresi. Enzim-
enzim dari pankreas juga penting untuk pencernaan.

Hormon Pencernaan

Gastrin, sekretin, dan CCK berperan penting untuk merangsang pencernaan. Gastrin
dikeluarkan oleh lambung sebagai respons terhadap perangsangan parasimpatis,
peregangan, dan adanya protein. Gastrin merangsang sekresi getah lambung untuk
memulai pencernaan protein dan sekresi asam hidroklorida (HCl). HCl dalam lambung
bertanggung jawab untuk mengaktifkan enzim pencernaan terpenting di lambung, pepsin.

Sekretin dikeluarkan dari usus halus terutama sebagai respons terhadap HCl dalam
makanan (kimus) yang masuk ke dalam usus halus dari lambung. Sekretin merangsang
sekresi usus serta pengeluaran bikarbonat oleh pankreas, untuk
menetralkan asam. Hal ini penting karena enzimenzim yang diperlukan untuk pencernaan
di usus halus tidak dapat bekerja dalam lingkungan asam.

CCK dilepaskan dari usus halus terutama sebagai respons terhadap lemak. CCK
menyebabkan sekresi usus, kontraksi kandung empedu, dan pengeluaran empedu.
Empedu penting untuk pencernaan lemak.

Penyerapan Makanan

Penyerapan makanan yang telah dicerna terjadi di lapisan mukosa usus halus. Mukosa
dilapisi oleh banyak vilus yaitu tonjolan-tonjolan (jonjot) halus sel epitel. Vilus sangat
meningkatkan luas permukaan penyerapan. Di dalam lumen dari masing-masing vilus
terdapat jaringan kapiler dan sebuah pembuluh limfe, yang disebut lakteal. Di setiap vilus
terdapat serat-serat saraf pleksus intrinsik dan sel- sel otot polos.

Asam-asam amino dipindahkan secara aktif menembus sel-sel epitel untuk masuk ke
dalam kapiler. Asam-asam amino tersebut kemudian disalurkan melalui aliran darah ke
semua sel tubuh, terutama sel-sel otot, tempat mereka digunakan untuk sintesis protein.
Asam amino yang tidak digunakan dengan cara ini disalurkan ke hati tempat asam
tersebut diubah menjadi karbohidrat atau lemak dan digunakan untuk energi atau
disimpan di seluruh tubuh.

Gula sederhana juga secara aktif dipindahkan ke dalam aliran darah dan dikirim ke semua
sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi. Gula yang tidak digunakan dengan
cara ini dapat disimpan sebagai lemak atau glikogen di semua sel, terutama di sel-sel hati.

Asam-asam lemak bebas dan monogliserida, merupakan hasil metabolisme lemak,


bersifat larut lemak dan berpindah melalui prows difusi pasif ke dalam sel- sel usus. Di
dalam sel tersebut, mereka diubah kembali menjadi trigliserida, suatu proses yang
memerlukan energi. Trigliserida ini masuk ke lakteal di bagian tengah vilus dan berjalan
ke duktus torasikus lalu ke sirkulasi umum. Trigliserida dapat diubah menjadi glukosa di
hati dan digunakan sebagai cumber energi, atau dapat digunakan secara langsung sebagai
cumber energi oleh sebagian besar sel tubuh. Kelebihan trigliserida dapat disimpan di
jaringan adiposa.
Eliminasi Produk Sisa

Penyerapan terus berlanjut di usus besar, terutama air dan elektrolit. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di separuh alas kolon. Darisekitar 1000 ml kimus yang masuk ke
usus besar setiap hari, hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang
diekskresikan. Selain air, yang membentuk sekitar 75 % dari feses, feses mengandung
bakteri yang mati, sebagian lemak dan bahan makanan kasar yang tidak dicerna, dan
sejumlah kecil protein. Produk sampingan bilirubin menentukan warm tinja.

Proses eliminasi, atau defekasi, terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini
dihasilkan sebagai respons terhadap perangsangan otot polos longitudinal dan sirkular
oleh pleksus mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh saraf parasimpatis yang
berjalan di segmen sakrum korda spinalis. Peregangan mekanis terhadap rektum oleh
tinja juga merupakan perangsang peristalsis yang kuat. Sewaktu gelombang peristaltik
dimulai, sfingter anus internus, suatu otot polos, melemas. Apabila sfingter anus
eksternus juga melemas maka akan terjadi defekasi. Sfingter anus eksternus adalah suatu
otot rangka sehingga di bawah kontrol kesadaran. Pada kenyataannya, relaksasi sfingter
internus menyebabkan kontraksi refleks sfingter eksternus pada semua individu kecuali
bayi dan sebagian orang yang mengalami transeksi korda spinalis. Hal ini secara efektif
menghentikan defekasi. Apabila refleks defekasi terjadi pada waktu yang tepat setelah
sfingter internus melemas, maka kontraksi refleks sfingter eksternus dapat secara sadar
dilawan dan defekasi akan berlangsung.

5. Sistem Saraf (Neurologi)


Pengertian Sistem Saraf

Sistem saraf adalah suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling
berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan
mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan lainnya. Sistem tubuh yang
pentng ini juga mengatur kebanyakan aktivitas system-system tubuh lainnya, karena
pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai system tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam system inilah berasal
segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi
kemampuan untuk dapat memahami, belajar
dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku individu.

Jaringan saraf terdiri Neuroglia dan Sel schwan (sel-sel penyokong) serta Neuron (sel-sel
saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lainnya
sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit.

Fungsi Sistem Saraf

Sebagai alat pengatur dan pengendali alat-alat tubuh, maka sistem saraf mempunyai 3
fungsi utama yaitu :

1. Sebagai Alat Komunikasi


Sebagai alat komunikasi antara tubuh dengan dunia luar, hal ini dilakukan oleh alat
indera, yang meliputi : mata, hidung, telinga, kulit dan lidah. Dengan adanya alat-
alat ini, maka kita akan dengan mudah mengetahui adanya perubahan yang terjadi
disekitar tubuh kita.

2. Sebagai Alat Pengendali


Sebagai pengendali atau pengatur kerja alat-alat tubuh, sehingga dapat bekerja
serasi sesuai dengan fungsinya. Dengan pengaturan oleh saraf, semua organ tubuh
akan bekerja dengan kecepatan dan ritme kerja yang akurat.

3. Sebagai Pusat Pengendali Tanggapan


Saraf merupakan pusat pengendali atau reaksi tubuh terhadap perubahan atau reaksi
tubuh terhadap perubahan keadaan sekitar. Karena saraf sebagai pengendali atau
pengatur kerja seluruh alat tubuh, maka jaringan saraf terdapat pada seluruh pada
seluruh alat-alat tubuh kita.

Pembagian Sistem Saraf

Saraf Pusat Manusia

Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik
gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem
saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang.
Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak.
Sementara itu, sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak
dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi
keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam
keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan durameter. Cairan ini
berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari goncangan dan benturan.

Gambar 14. Pembagian Sistem Saraf

Otak

Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat total otak
dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan
mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada
bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak
tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya.
Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang
berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan)
dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial.
Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi
menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli
mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga
bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah
laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam
penciuman (Campbell, et al, 2006: 578)

Gambar 15. Otak

a) Otak depan

Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus.
● Otak besar
Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume seluruh
bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan
informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya.
Bagian otak besar terdiri atas dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak
kanan. Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar
terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan
sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja lebih aktif
untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak
kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda
berpikir logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di antara
bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung
yang disebut dengan corpus callosum.

Gambar 16. Belahan pada Otak Besar

● Talamus
Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar.
Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal sentuhan
dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal
lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang
sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.

● Hipotalamus
Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam hormon.
Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus,
dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena
dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti
amphetamin dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron
yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian,
seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian
yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak
sumber kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar
pituitari
(hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar yang mudah kita amati dari
model torso

Gambar 17. Pembagian Fungsi pada Otak Besar

Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi yang
masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut.

a. Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.


b. Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan.
c. Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan dengan
pengenalan posisi tubuh.
d. Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan perencanaan
kegiatan manusia.

b) Otak tengah

Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam sinkronisasi
pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada
mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada otak tengah
terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak
tengah, banyak diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika
terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai
pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin.

c) Otak belakang

Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons varoli.
Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil
akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem
gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat
beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem keseimbangan lainnya, seperti
proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang menjaga keseimbangan posisi
tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di bagian otak
besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di
bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan antara otak dengan sumsum
tulang belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula
dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh
darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang
belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum
lanjutan.

Gambar 18. Otak kecil, pons varoli, dan medula oblongata

Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi,
kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan.
Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak
jantung dan pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula
oblongata yang masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami
koma yang berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata
membentuk unit fungsional yang disebut batang otak (brainstem).

Medulla Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)

Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari sistem saraf
pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh tengkorak kepala
yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-
ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher, hingga ke
selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu,
maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan
kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).

Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf yang
dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau biasa disebut
medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara rinci,
ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini adalah sebagai
berikut:

Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 7 pasang
dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen lumbalis, 5
pasang dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus

Gambar 19. Medula Spinalis (Sumsum Tulang Belakang)

Saraf Tepi Manusia

Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang
belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut
saraf sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang
serabut saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga,
dan sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf
sensorik dan motorik yang membawa impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf pusat.
Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut.

1) Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda makan,
menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-ruskan
impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem saraf pusat
ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf kranial,
yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang
belakang 31 pasang saraf spinal terlihat pada Gambar 8.8. Saraf-saraf spinal tersebut
terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas pasang saraf kranial tersebut,
antara lain sebagai berikut.

a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf sensori.
b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut
merupakan saraf motorik.
c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut merupakan
saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih memahami tentang jenis-jenis
saraf kranial.

2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)

Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah kehendak
saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan pupil mata,
gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain- lain. Kerja saraf otonom
ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda ingat
kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan. Apabila hipotalamus
dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah
diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan
menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi
dua.
● Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama untuk
memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat
kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat
ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.

● Sistem Saraf Parasimpatik


Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak
jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.

Gambar 20. Saraf Parasimpatik dan Simpatik


6. Anatomi Sistem perkemihan

System urinarius dan ginjal mempunyai fungsi yang sangat berhubungan tetapi juga
sangat berbeda dalam tujuan. Ginjal berfungsi sebagai system regulasi cairan dan
keseimbangan elektrolit, keseimbangan asam basa, dan pembuangan hasil- hasil
metabolisme. Ginjal juga berfungsi sebagai regulasi tekanan darah arteri, eritropoesis,
metabolisme vitamin D. Ginjal mempunyai vaskuler yang banyak dan menerima sirkulasi
+ 20 x/jam dalam meregulasi komposisi cairan tubuh. Factor- faktor yang mempengaruhi
klirens ginjal termasuk usia, membrane glomerulus, tekanan darah dan curah jantung.

System urinarius (ureter, kandung kemih, uretra) bertindak sebagai reservoir dan penyalur
urine dari ginjal untuk eliminasi melalui perkemihan. Factor –factor yang dapat
mempengaruhi fungsi – fungsi ini antara lain infeksi, pembesaran prostate, persyarafan
pada kandung kemih dan tumor.

Gambar 21. Saluran perkemihan: ginjal, ureter, vesika urinaria (bladder), uretra

Sumber: Introductory Medical-Surgical Nursing (Timby & Smith, 2010)

Ginjal

Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di
samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis.
Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun,
memperlakukan suasana keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa
cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
darah.

Bentuk ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Ontogenitis, berasal dari mesoderm,
terletak dalam rongga perut pada daerah retroperitoneal, di sebelah kanan dan kiri dari
kolumna vertebralis dan melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Ginjal kanan
terletak lebih rendah dari ginjal kiri, hal ini karena adanya hati di sebelah kanan dan
menekan ke bawah. Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal (memanjang), dapat
terlihat. bagian luar yang bercak-bercak disebut korteks, serta bagian dalam yang
bergarisgaris disebut medula. Medula terdiri dari bangunan- bangunan berbentuk kerucut
yang disebut renah piramid. Puncak kerucut tadi menghadap kekaliks yang terdiri dari
iubang-lubang kecil (papila renalis). tiara pyramid dipisahkan sate dengan lainnya oleh
kolumna renalis. Garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus.

Pada pemeriksaan secara mikroskopis, terlihat ginjal berbentuk seperti corong dengan
batang yang panjang dan berkelok-kelok. Bagian corong tersebut dinamakan kapsula
Bowman yang terdiri atas dua lapis sel-sel gepeng. Ruangan kapsula Bowman dan
glomerolus disebut karpusguli renalis (korpuskulam malfigi).

Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah melalui vas aferen ke dalam
glomerolus clan keluar melalui vas eferent. Bagian yang mer,yerupai bentuk batang yang
terdiri dari tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal. tubulus
koligentes. Pada Bagian-Bagian batang ini terjadi proses: filtrasi, reabsopsi, dan sekresi.

Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen lebih began daripada
permukaan eferen. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penyaringan darah. Pada
proses ini yang tersaring adalah Bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya, cairan
tersebut, yaitu air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Ditampung oleh
simpai Bowman yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal.

Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus-tubulus ginjal. Di sini terjadi penyerapan kembali
dari sebagian air, glokosa, atrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan beberapa
ion bikarbonat. Pada tubulus ginjal bagian atas, terjadi proses pasif (reabsorpsi
obligatori). Sedangkan pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif
reabsorpsi) yang menyerap kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Sisa hasil
reabsorpsi akan dialirkan ke papilla renalis.

Pelvis renalis (piala ginjal) merupakan bagian dari ginjal dengan duktus papillaris Bellini
bermuara pada renalis yang menyebabkan terbentuknya area kribiformis pada papilla
ginjal. Papilla renalis terlihat, menonjol ke dalam satu kaliks minor, bersatu menjadi
kaliks mayor, inipun menjadi pelvis renalis. Pelvis renalis ini berlanjut menjadi ureter.

Ureter

Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih) melalui
ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung) yang
menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. ,

Panjang ureter kurang lebih 30 cm dan berdiameter 0,5 cm. Uretra sebagian terletak
dalam rongga perut (pars abdominalis) dan selanjutnya berjalan di dalam rongga panggul
(pars pelvira). Otogenitis ureter termasuk berasal dari mesoderm, karena itu, ureter juga
terletak pada retroperitonialis. Dinding utera terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan
mukosa, otot polos, dan jaringan fibrosa.

Vesika urinaria

Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh, kandung
kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul. Bagian-bagiannya ialah
verteks, fundus, dan korpus. Bagian verteks adalah bagian yang meruncing ke arah depan
dan berhubungan dengan ligamentum vesiko umbilikale medius. Bagian fundus
merupakan bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian korpus berada
di antara verteks dan fundus. Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan otot polos
dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. pada diding belakang lapisan mukosa, terlihat
bagian yang tidak berlipat, daerah ini disebut trigonum liestaudi.
Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra
berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis, selanjutnya
menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu
pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar
disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan
miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada perempuan
terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi
sebagai saluran ekskretori.

7. Sistem Integumen

Integumen mencakup struktur yang menutupi permukaan luar tubuh. Struktur utamanya
adalah kulit, yang mengandung kelenjar sebaceous dan keringat serta ujung saraf
sensorik. Integumen juga mencakup struktur aksesori seperti rambut dan kuku. Struktur
yang menyusun integumen melindungi tubuh dari cedera lingkungan, membantu
mengatur suhu tubuh, berfungsi sebagai organ sensorik, dan memfasilitasi sintesis
vitamin D.

Fungsi Integumen

Adapun fungsi dari sistem integumen adalah sebagai berikut:

1. Melindungi, kulit melindungi tubuh dari ancaman mikroorganisme, kehilangan


cairan, dan dari zat-zat kimia penyebab iritasi maupun mekanik. Kulit juga
mengandung pigmen melanin yang mampu melindungi dari radiasi sinar ultraviolet.
2. Mengatur suhu tubuh, pembuluh darah serta kelenjar keringat pada kulit berfungsi
untuk mempertahankan serta mengatur suhu tubuh.
3. Pengekskresi zat berlemak, air, serta ion-ion Na+.
4. Metabolisme, proses sintesis vitamin D yang penting untuk tulang dilakukan di kulit
dengan bantuan sinar matahari.
5. Komunikasi, kulit menerima stimulus dari lingkungan dengan reseptor khusus yang
dapat mendeteksi suhu, sentuhan, tekanan, dan nyeri. Kulit juga
merupakan media ekspresi wajah dan refleks vaskuler yang penting dalam
komunikasi.

Struktur Kulit

Kulit dapat dibedakan menjadi dua lapisan yaitu lapisan Epidermis dan Dermis. Tepat
dibawah dermis terdapat lapisan hipodermis yang banyak disusun oleh jaringan adiposa
(jaringan lemak).

Gambar 22. Struktur kulit

Epidermis

Epidermis merupakan lapisan yang mengandung sel pigmen berfungsi memberi warna
pada kulit. Epidermis berfungsi melindungi kulit dari kerusakan oleh sinar matahari.
Epidermis tersusun atas 5 lapisan utama yaitu:

a. Stratum Germinativum
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, berbatasan langsung
dengan dermis. Melekat pada jaringan ikat. Pada lapisan ini terjadi pembelahan sel
yang sangat cepat dimana sel yang baru dibentuk akan didorong masuk ke lapisan
berikutnya. Sel-sel yang dihasilkan dari pembelahan tersebut dapat mencapai berjuta-
juta sel setiap harinya.
b. Stratum Spinosum
Lapisan ini disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina. Spina ini merupakan
bagian penghubung intraseluler yang disebut desmosom.
c. Stratum Granulosum
Lapisan ini merupakan daerah sel-sel mulai mati karena akumulasi molekul bakal
keratin yang memisahkan sel-sel ini dari daerah dermal. Stratum ini merupakan
prekursor pembentukan keratin. Keratin adalah protein keras dan resilien, bersifat anti
air dan melindungi permukaan kulit yang terbuka. Namun keratin yang terdapat pada
epidermis merupakan keratin yang lunak yang berkadar sulfur rendah. Berbeda
dengan keratin yang ada pada kuku dan rambut.
d. Stratum Lusidum
Lapisan ini terdiri dari sel-sel berbentuk perisai yang jernih dan tembus cahaya.
e. Stratum Korneum
Lapisan ini merupakan lapisan terluar dari epidermis yang melindungi tubuh terhadap
lingkungan. Lapisan ini disebut lapisan bertanduk karena tersusun dari sel-sel
berkeratin yang merupakan sel mati. Keratin yang bersifat tahan air akan melindungi
jaringan lebih dalam terhadap kekurangan air. Lapisan ini terus-menerus mengalami
gesekan dan mengelupas, namun akan terus diganti oleh sel-sel yang lebih dalam
yaitu stratum germinativum.

Gambar 23. Penampang epidermis


Dermis

Dermis merupakan lapisan kulit yang lebih sensitif. Mengandung pembuluh darah, limfa,
saraf, kelenjar, dan folikel rambut yang muncul ke permukaan dalam bentuk papillae.
Lapisan ini dipisahkan dari epidermis dengan adanya membran dasar atau lamina.
Membran ini terdiri dari dua jaringan ikat.

Gambar 24. Penampang dermis

Kulit sebagai Pengatur Suhu Tubuh

Mekanisme pengaturan suhu tubuh oleh pusat pengatur suhu dalam hipotalamus

Gambar 25. Skema pengturan suhu oleh kulit


Bila suhu pusat tubuh meningkat, maka perubahan suhu ini akan diterima oleh
termoreseptor pusat. Sinyal ini di teruskan ke pusat integrasi termoregulatori hipotalamik
yang kemudian mengurangi pengiriman sinyalnya lewat saraf simpatetik ke pembuluh
darah bawah kulit. Akibatnya, darah panas mengalir ke bawah kulit. Disamping itu,
sinyal juga di sampaikan ke kelenjar keringat untuk mengekskresikan keringat ke
permukaan kulit. Berikutnya adalah menguapkan keringat dengan mengambil panas dari
darah yang mengakibatkan suhu pusat tubuh kembali normal.

2.2 Promosi Kesehatan

Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan


peningkatan atau perubahan perilakunya. Belajar dari pengalaman pelaksanaan
pendidikan kesehatan dari berbagai tempat, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kesehatan tersebut belum “memampukan” (ability) masyarakat untuk berperilaku hidup
sehat, tetapi baru dapat “memaukan” (willingness) masyarakat untuk berperilaku hidup
sehat. WHO menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak mencapai tujuannya,

Jika sebelumnya pendidikan kesehatan diartikan sebagai upaya yang terencana untuk
perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan norma kesehatan, maka promosi kesehatan
tidak hanya mengupayakan perubahan perilaku, tetapi juga perubahan lingkungan yang
memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa
Charter,1986) sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di
Ottawa, Canada, mengatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu proses untuk
memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.
Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yakni “kemauan” dan “kemampuan”,
atau tidak sekedar meningkatnya kemauan masyarakat seperti dikonotasikan oleh
pendidikan kesehatan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa dalam mencapai derajat kesehatan
yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal
dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya. Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosio budaya,
dan lingkungan ekonominya.
Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau langkah yang ditempuh
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya pengetahuan, sikap dan praktek
untuk berperilaku sehat melalui proses pembelajaran dari-oleh- untuk dan bersama
masyarakat. Selain itu tujuan promosi kesehatan dimaksudkan supaya masyarakat dapat
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan
publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri tersebut artinya bahwa
masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan
kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku
mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah
kehidupan masyarakat.

Tujuan Promosi Kesehatan

Tujuan promosi kesehatan agar individu atau masyarakata dapat:


1) Memelihara dan meningkatkan kesehatannya
2) Menggali dan mengembangkan potensi perilaku sehat yang ada dalam sosial
budaya masyarakat setempat
3) Mendorong penggunaan dan pengembangan sarana - prasarana
pelayanan kesehatan secara tepat
4) Mewujudkan masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat

Strategi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna


(komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional
Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan, yaitu (1)
gerakan pemberdayaan, (2) bina suasana, dan (3) advokasi, yang diperkuat oleh kemitraan
serta metode dan sarana komunikasi yang tepat (Depkes RI, 2006).

Media Promosi Kesehatan

Media promosi kesehatan (Lunandi, 2003) dapat dibagi berdasarkan jenis perlakuan yang
diberikan:
1) Ceramah.
2) Diskusi

Media promosi kesehatan merupakan sarana atau upaya yang disampaikan oleh
komunikator untuk menampilkan informasi baik melalui media cetak, elektronika dan
media luar ruang sehingga pengetahuan dari sasaran dapat meningkat dan akhirnya terjadi
perubahan perilaku kesehatan ke arah positif. Promosi kesehatan tidak lepas dari media
karena melalui media, maka pesan-pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan
mudah dipahami sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan
untuk mengadopsi perilaku yang positif.

Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi:

1) Media Cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Pada
umumnya media cetak terdiri dari gambar atau foto dalam tata warna. Adapun
macamnya adalah : Poster, Leaflet, Brosur
2) Media Elektronika, yaitu suatu media yang bergerak dinamis, dapat dilihat dan
didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Adapun
macamnya adalah : TV, Radio, Film
3) Media luar ruang, yaitu media yang cara menyampaikan pesannya di luar ruang
secara umum melalui media cetak dan elektronik secara gratis, misalnya :
a) Papan reklame atau poster dalam ukuran besar yang dapat dilihat secara
umum
b) Spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai gambar yang
dibuat di atas secarik kain dengan ukuran tergantung kebutuhan.
c) Pameran
d) Banner
e) TV layar lebar

Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1)
sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.
Contoh Media Pendidikan Kesehatan

Gambar 26. Poster Rokok dan Bahayanya, Poster TBC

Gambar 27. Lembar Balik (flip chart), Poster

Gambar 28. Leaflet (docplayer.info)


2.3 Asuhan keperawatan

Keperawatan berkaitan dengan merawat individu, keluarga, atau kelompok. Perawat tidak
hanya merawat klien ketika mereka sakit, tetapi juga memainkan peran penting dalam
pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit, dan promosi. Perawat memperhatikan
kebutuhan klien terkait kebersihan, aktivitas, pola makan, lingkungan, perawatan medis,
dan kenyamanan fisik, emosional, dan spiritual.

1. Pengertian Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan praktik keperawatan


langsung pada klien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan yang pelaksanaannya
berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan merupakan inti praktik keperawatan.
Menurut Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan menyatakan bahwa
definisi Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien dan
Iingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien
dalam merawat dirinya.

Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah
satu wujud tanggung jawab dan tanggung gugat perawat terhadap klien. Pada akhirnya,
penerapan proses keperawatan ini akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan pada
klien. Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang
digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau
mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal, melalui
tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan,
serta evaluasi tindakan keperawatan.

Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut


Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu: Kebutuhan fisiologis meliputi
oksigen,cairan, nutrisi, Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, Kebutuhan rasa cinta dan
saling memiliki, Kebutuhan akan harga diri, Kebutuhan aktualisasi diri

2. Proses Keperawatan

Proses asuhan keperawatan adalah suatu metode yang sistematis, dinamis, ilmiah, dan
terus-menerus serta berkesinambungan yang digunakan perawat
dalam rangka memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan
biologis, psikologis, social dan spiritual yang optimal, dan untuk pemecahan masalah
kesehatan pasien/klien, melalui tahap pengkajian (pengumpulan data, analisis data dan
penentuan masalah), identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan,
pelaksanaan dan penilaian tindakan keperawatan serta evaluasi tindakan keperawatan.

Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yang membedakannya dengan metode lain,
yaitu:

(a) Dinamis, memiliki arti setiap langkah dalam proses keperawatan dapat kita perbaiki
jika situasi yang kita hadapi berubah. hal ini memungkinkan sebab proses
keperawatan diterapkan dengan memerhatikan kebutuhan keperawatan yang unik
yaitu tidak semua klien mempunyai perkembangan yang sama.
(b) Siklus. Proses keperawatan berjalan menurut alur (siklus) tertentu. Alur yakni
pengkajian, penetapan diagnosa,perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Jadi,
sebelum penetapan diagnosa maka dilakukan pengkajian terlebih dahulu, jika hasil
evaluasi menunjukkan bahwa tujuan belum dicapai, tentu kita harus kembali ke tahap
awal proses, yaitu pengkajian, begitu seterusnya.
(c) Saling ketergantungan, artinya masing-masing tahapan pada proses keperawatan
saling bergantung satu sama lain.pengkajian merupakan tahap pertama dalam
proses,diagnosa merupakan kelanjutan dari pengkajian begitupun seterusnya.jika
pengkajian tidak lengkap, maka proses selanjutnya diagnosa akan terhambat.
(d) Fleksibel, artinya urutan pelaksanaan proses keperawatan akan berubah- ubah
sewaktu-waktusesuai dengan situasi dan kondisi klien. Misal, saat klien datang
kerumah sakit dalam keadaan gawat, hal pertama yang kita lakuakan adalah
intervensi keperawatan untuk menolong jiwa pasien. Setelah hasil evaluasi
menunjukkan pengkajian guna mmelengkapi data keperawatan.

3. Komponen Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah sebuah metode ilmiah, maka dari itu proses keperawatan
harus mencakup langkah-langkah tertentu. Metode pemecahan masalah secara ilmiah
diawali dengan penemuan masalah. Masalah tersebut
kemudian dianalisis untuk diketahui penyebabnya. Setelah permasalahan yang
sebenarnya terungkap, disusunlah langkah-langkah atau strategi pemecahan masalah
untuk mengatasinya. Dengan demikian upaya intervensi dapat dilanjutkan dengan
evaluasi. Evaluasi sendiri memiliki tujuan untuk menilai keberhasilan intervensi dalam
mengatasi masalah tersebut. Jika berhasil maka proses itu dianggap selesai. Jika
sebaliknya, perlu dilakukan pengkajian ulang untuk mengetahui penyebab kegagalan
tersebut.

Proses keperawatan memiliki lima proses, yaitu;

Pengkajian

Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji
dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baiki
fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan. Data dikumpulkan dari klien,
keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik. Metode pengumpulan
data yang utama adalah observasi, wawancara, konsultasi, dan pemeriksaan. Pengkajian
meliputi pengumpulan data, analisis data untuk menentukan masalah keperawatan
sehingga terumuskan diagnosis keperawatan.

1) Pengumpulan data

Tujuannya setelah diperoleh data dan informasi mengenai masalah pada klien
sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah
tersebut baik menyangkut aspek fisik, mental, sosial maupun spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya.

Jenis data antara lain: a) Data Objektif, yaitu data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya; Tanda-tanda vital,
pemeriksaan mata, pemeriksaan status neurologi, pemeriksaan laboratorium dan
radiologi; b) Data subjekif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan
klien secara langsung dengan autoanamnesa, atau dari keluarga pasien/saksi lain
dengan alloanamnesa. Contoh data subjektif misalnya; kepala pusing, nyeri dan mual.
2) Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu, keluarga,


atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosis
keperawatan memberikan untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang merupakan tanggung jawab perawat. Diagnosis keperawatan berisi tentang
perubahan status kesehatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan dasar untuk
membuat kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi-intervensi
yang diperlukan untuk mencapai kriteria hasil. Perumusan diagnosis keperawatan

a) Diagnosis Aktual: menggambarkan respon klien terhadap kondisi Kesehatan atau


proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah
kesehatannya. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi
pada klien
b) Diagnosis Risiko: menggambarkan respon klien terhadap kondisi Kesehatan atau
proses kehidupannya yang menyebabkan klien berisiko mengalami masalah
kesehatannya. Tidak ditemukan Tanda/gejala mayor dan minor pada klien,
namun klien memiliki factor resiko mengalami masalah kesehatan
c) Diagnosis Promosi Kesehatan. Diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan
dan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang
lebih baik atau optimal

Perencanaan

Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status
kesehatan saait ini ke status kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang diharapkan.
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari
kloen atau tindankan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengkualifikasian
seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas
yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri yaitu
dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yaitu yang dilakukan oleh pemberi perawatan
lainnya.

Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi adalah tahap melakukan rencana yang
telah di buat pada klien. Adapun kegiatan yang ada dalam tahap Implementasi meliputi:
Pengkajian ulang, memperbaharui data dasar, meninjau dan merevisi rencana asuhan
yang telah dibuat dan melaksanakan Intervensi Keperawatan yang telah direncanakan.

Evaluasi

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal.

Evaluasi adalah menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diharapkan
dan respon pasien terhadap keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian mengganti
rencana perawatan yang diperlukan. Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok
dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam
menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan mengenai standar
asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan
pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.

Untuk memudahkan perawat dalam mengevaluasi atau memantau perkembangan klien,


digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER. Pengertian SOAPIER yaitu: S artinya
data subjektif. Perawat dapat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan. O artinya data objektif. Data objektif yeitu data
berdasarkan hasil pengukuran atau hasil observasi perawat secara langsung pada klien
dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. A artinya analisis.
Interpensi dari data subjektif dan data
objektif. Analisis merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih
terjadi atau juga dpat dituliskan masalah diagnostic baru yang terjadi akibat perubahan
status kesehatan klien yang telah terdentifikasi datanta dalam data subjektif dan objektif.
P artinya planning. Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi atau perencanaan yang ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentuka sebelumnya. I artinya implementasi. Implementasi adalah tindakan
keperawatan yang dilakuakn sesuatu dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam
komponen P (perencanaan). E artinya evaluasi. Evaluasi adalah respond klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan. R artinya reassessment. Reassessment adalah
pengkajian ulang yang dilaukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi.

2.4 Pelayanan Prima (Service Excellent)

Pengertian

Pelayanan Prima di Rumah Sakit adalah pelayanan terbaik yang diberikan oleh karyawan
RS untuk memenuhi/bahkan melampaui harapan pengguna jasa rumah sakit. Dimana
harapan ini ditentukan oleh pengalaman masa lalu terhadap jasa atau produk yang pernah
digunakan, Informasi layanan yang diterima dari berbagai sumber atau janji-janji dan
faktor internal dari pengguna jasa yaitu dari pengguna jasa rumah sakit sendiri.

Unsur unsur melayani prima yaitu (1). Kesederhanaan, (2). Kejelasan dan Kepastian, (3).
Keamanan, (4). Keterbukaan, (5) Efisien, (6). Ekonomis, (7). Keadilan yang merata, (8).
Ketepatan waktu.

Tujuan Pelayanan Prima


1) Untuk menimbulkan kepercayaan dan kepuasan kepada pelanggan
2) Untuk menjaga agar pelanggan merasa dipentingkan dan diperhatikan
3) Untuk mempertahankan pelanggan agar tetap setia menggunakan barang dan jasa
yang ditawarkan.
4) Untuk memberikan pelayanan yang bermutu tinggi kepada pelanggan.
5) Untuk menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera membeli
barang/jasa yang
6) Untuk menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap pelanggan
terhadap barang/jasa yang ditawarkan.
7) Untuk menghindari terjadinya tuntutan-tuntutan yang tidak perlu
dikemudian hari terhadap produsen.

Unsur Pokok Pelayanan Prima


Pelayanan prima terdiri dari 6 unsur pokok, antara lain :

1. Kemampuan (Ability)

Meliputi kemampuan dalam bidang kerja yang di tekuni, melaksanakan komunikasi


yang efektif, mengembangkan motivasi dan menggunakan puplic relations sebagai
instrument dalam membina hubungan ke dalam dan keluar organisasi atau
perusahaan.

2. Sikap (Attitude)

Meliputi melayani pelanggan dengan berfikir positip sehat dan logis dan melayani
pelanggan dengan sikap selalu menghargai

3. Penampilan (Appearance)

Penampilan (appearance) adalah penampilan seseorang, baik yang bersifat fisik saja
maupun non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitas dari
pihak lain.

4. Perhatian (Attention)

Pehatian (attention) adalah kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan
dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelanggan maupun pemahaman atas
saran dan kritiknya. Meliputi mengamati dan menghargai kepada para pelanggannya
an mencurahkan perhatian penuh kepada para pelanggan.

5. Tindakan (Action)

Tindakan (action) adalah berbagai kegiatan nyata yang harus di lakukan dalam
memberikan layanan kepada pelanggan. Meliputi mencatat kebutuhan pelayanan,
menegaskan kembali kebutuhan pelayanan, mewujudkan kebutuhan pelanggan,
menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan masih mau kembali setia untuk
memanfaatkan pelayanan.
6. Tanggung jawab (Accounttability)

Tanggung jawab (accountability) adalah suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan


sebagai wujud kepedulian untuk menghindarkan atau menimbulkan kerugian atau
ketidak puasan pelanggan. Unsur-unsur melayani prima, sesuai keputusan Menpan
No. 81/1993, yaitu: kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan,
efisien, ekonomis, dan keadilan yang merata.

Dimensi Kualitas Pelayanan Prima di Rumah Sakit.

1. Jumlah Petugas

Jumlah petugas merupakan salah satu aspek yang menunjang pelayanan kepada
pasien di rumah sakit. Keadaan petugas yang kurang menyebabkan penyelenggaraan
pelayanan dilaksanakan tidak maksimal dan kurang memenuhi kepuasan pasien atas
pelayanan yang diberikan. Selain itu, petugas sendiri akan mengalami kewalahan
dalam menjalankan tugasnya yang pada nantinya akan menurunkan tingkat
kemampuan kerja yang diberikan petugas kepada pasien di rumah sakit.

2. Ketanggapan petugas (Responsiveness)

Ketanggapan petugas berhubungan dengan aspek kesigapan dari petugas dalam


memenuhi kebutuhan pasien akan pelayanan yang dinginkan. Tingkat kesigapan dari
petugass kesehatan dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu aspek yang
mempengaruhi penilaian pasien atas mutu pelayanan yang diselenggarakan.

3. Kehandalan petugas (Reliability)

Kehandalan berhubungan dengan tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki


petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien di rumah
sakit. Tingkat kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga kesehatan
tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien
sebagai standar penilaian terhadap mutu pelayanan.
4. Ketersediaan dan kelengkapan fasilitas

Fasilitas merupakan sarana bantu bagi instansi dan tenaga kesehatan dalam
menyelenggarakan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Keadaan fasilitas yang
memadai akan membantu terhadap penyelenggaraan pelayanan kepada pasien.

Prinsip Pelayanan Prima di Rumah Sakit


Bentuk bentuk pelayanan prima yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yang
berjumlah puluhan/bahkan ratusan orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis
berbeda satu sama lain. Dari sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung
sebagai pelayanan prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

Mengutamakan Pelanggan (Pasien)

Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah pemilik dari pelayanan yang diberikan di


Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah ada, dan pelanggan memiliki
kekuatan untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan itu.

Mengutamakan Pelanggan diartikan sebagai berikut:

● Prosedur pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan kenyamanan


pelanggan (pasien), bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah Sakit.
Jika pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada
prosedur yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan external
harus diutamakan dari pada pelanggan internal.
● Jika pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain langsung, maka
dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan bagi
pelayan tak langsung perlu lebih diutamakan.
Sistem yang Efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan yg
memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika
perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design pengembangan,
setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan perpaduan hasil
kerja dapat mencapai batas maximum.

Pelayanan juga perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah
tatanan yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu
tentu melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga diri,
nilai, sikap dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses pelayanan
sebagai “soft system” harus berjalan efektif, artinya mampu mengungkit munculnya
kebanggaan pada diri petugas dan membentuk citra positif di mata pelanggan.

Nilai semangat melayani dengan hati


Ketika kita melayani orang lain sebenarnya kita sedang melayani para utusan Tuhan
yang dikirimkan secara khusus ke rumah sakit kita. Kita akan melayani mereka
dengan penuh cinta kasih bila kita merasa sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa
merasa kita sebagai hamba yang dikasihi Allah maka mustahil kita mampu mengasihi
orang lain

Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus. Jangan melayani karena ada
motif-motif tertentu. Memperoleh keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau
keinginan menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan
sesuatu, kita berusaha melayani orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita,
bukan semau kita.
Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa memandang tingkat
ekonomi, jabatan, suku, agama atau jenis kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-
pilih terhadap pelayanan yang kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai
tetapi kita tetap mengerjakannya dengan senang hati. Melayani berarti memberikan
sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah berpikir, kita akan mendapat apa
dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap keuntungan. Sebab jika
demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang, yang selalu menghitung untung dan
rugi.

Perbaikan Berkelanjutan

Konsumen juga pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses
pelayanan petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin
baik mutu pelayanan yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen
yang semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan
meluas.

Memberdayakan Pelanggan
Memberdayakan pelanggan berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat
digunakan sebagai sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari. Ketiga jenis pelayanan diatas
memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh
rangkaian proses pelayanan.

Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan

Para petugas Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan pelanggan
memang tidak mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan
pengembangan dengan menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik.
Hanya saja pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang
optimum. Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sebagai
berikut:
Perilaku Pelayanan Prima di Rumah Sakit

1. Self Esteem Penghargaan terhadap diri sendiri. Dengan pandai menghargai


dirinya sendiri, akan berpikiran dan bertindak positif terhadap orang lain,
sehingga pandai menghargai pelanggan (pasien) dengan baik.
2. Exceed Expectations (melampaui harapan): Memberikan pelayanan dengan
melebihi apa yang diharapkan pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara
konsisten.
3. Recovery (pembenahan): Adanya keluhan pelanggan jangan dianggap sebagai
suatu beban masalah namun suatu peluang untuk memperbaiki atau
meningkatkan diri. Apa masalahnya, dengarkan pelanggan, kumpulkan data,
bagaimana pemenuhan standarnya.
4. Vision (visi): Pelayanan yang prime berkaitan erat dengan visi organisasi.
Dengan budaya kerja atau budaya organisasi (Corporate Culture) atau Budaya
mutu (Quality Culture) dalam pelayanan prima, visi, impian akan dapat
diwujudkan sepenuhnya seperti yang diharapkan.
5. Improve (Perbaikan atau peningkatan): Peningkatan mutu pelayanan secara terus
menerus (Continuous Improvement) dalam memberikan kepuasan kepada
pelanggan agar tidak ditinggalkan. Karena para pesaing ingin berusaha
meningkatkan diri untuk menarik hati pelanggan. Meningkatkan diri dapat
dengan pendidikan dan latihan sebagai modal, membuat standar pelayanan lebih
tinggi, menyesuaikan tuntutan lingkungan dan pelanggan, dan merencanakan
pelayanan yang baik bersama karyawan sejak awal.
6. Care (perhatian): Perhatian atau perlakuan terhadap pelanggan dengan baik dan
tulus. Memenuhi kebutuhannya, memperlakukannya dengan baik, menjaga dan
memenuhi standar mutu sesuai dengan standar ukuran yang diharapkan.
7. Empower (Pemberdayaan): Memberdayakan agar karyawan mampu
bertanggung jawab dan tanggap terhadap persoalan dan tugasnya dalam upaya
peningkatan pelayanan yang bermutu.
D. Latihan Soal/Kasus

1. Seorang perawat sedang melatih ROM pasif pasien dengan melakukan Gerakan
memiringkan telapak kaki ke arah dalam tubuh pasien. Dalam istilah arah Gerakan
anatomi gerakan tersebut adalah
a. Rotasi
b. Eversi
c. Inversi
d. Supinasi
e. Pronasi
2. Dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam tubuh, jantung melakukan
pemompaan darah. Adapaun Urutan perjalanan peredaran darah besar atau sirkulasi
sistemik yaitu...
a. Ventrikel kanan – arteri pulmonalis –paru – vena pulmonalis – Atrium kiri.
b. Atrium kiri – vena pulmonalis – paru – vena cava superior – ventrikel kiri.
c. Ventrikel kiri – aorta – arteri – pembuluh kapiler – vena cava superior
dan vena cava inferior – atrium kanan.
d. Atrium kanan – arteri pulmonalis – paru – vena cava superior – ventrikel kiri
e. Ventrikel kiri – aorta – arteri coroner – kapiler – vena coroner – atrium kanan
3. Organ/kelenjar yang berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,
terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol adalah…
a. Parotis
b. Kandung empedu
c. Kelenjar esofagus
d. Pankreas
e. Ginjal
4. kemampuan atau perubahan perilaku dari subjek belajar. Merupakan tahapan dari
a. Input
b. Output
c. Proses
d. Input & proses
e. Input & output
5. Seorang laki-laki berusia 54 tahun dating ke IRD RS X dengan keluhan nyeri dada.
Untuk melengkapi rekam medik pasien tersebut melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Apakah jenis data yang diperoleh perawat dari hasil anamnesa
kepada pasien tersebut?
a. Data subjektif
b. Data objektif
c. Data focus
d. Data penunjang
e. Data aktual
6. Seorang Laki – laki berusia 50 tahun mengeluh muntah, sesak, dan sulit tidur.
Apakah jenis jenis diagnosis keperawatan pada pasien tersebut?
a. Diagnosis actual
b. Diagnosis risiko
c. Diagnosis potensial
d. Diagnosis kemungkinan
e. Diagnosis promosi kesehatan
7. Masalah belum teratasi, teratasi sebagian, muncul masalah baru, teratasi. Dari
pernyataan di atas termasuk pada evaluasi di
a. Subjektif
b. Objektif
c. Planning
d. Assessment
e. Intervensi
8. Pedoman Penulisan Outcomes menggunakan metode SMART
a. Spesifik, means, akurat, terencana, time
b. Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time
c. Subjective, Measurable, assessment, Reasonable, Time
d. Subjective, Measurable, Achievable, Reasonable, Time
e. Specific, Measurable, Assessment, Reassessment, Time
E. Rangkuman

1 Anatomi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai struktur tubuh dengan


mempelajari potongan struktur tubuh manusia tertentu dengan cara terpisah. Fisiologi
adalah ilmu yang mempelajari fungsi dari badan manusia.
2 Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
3 Proses keperawatan merupakan suatu kegiatan yang terorganisir dengan
menggunakan metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada individu,kelompok,keluarga dan masyarakat terhadap masalah kesehatan
yang dialaminya. Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan
keperawatan, oleh karena itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan.
4 Fungsi dari asuhan keperawatan salah satunya ialah menumbuhkan kemandirian
pasien menghadapi penyakitnya supaya tercapainya derajat kesehatan yang optimal.
Proses Asuhan Keperawatan memiliki beberapa sifat yang membedakan dengan
metode lain yaitu: dinamis, siklus, ketergantungan, dan fleksibel, dimana keempat
sifat tersebut saling berkaitan. Ada pula Jenis- jenis asuhan keperawatan
Pembelajaran 3. Kebutuhan Dasar Manusia

Sumber:

● Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 3 Kebutuhan Dasar Manusia. Penulis: Zahid
Fikri, S,Kep., Ns., M. Kep. (2019)

● Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Kebutuhan Dasar Manusia I. Penulis: Kasiati
dan Ni Wayan Dwi Rosmalawati. (2016)

● Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan. Kebutuhan Dasar Manusia II. Penulis: Addi
Mardi Harnanto, MN dan Sunarsih Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kep. (2016)

A. Kompetensi
Modul belajar mandiri Pembelajaran 3 tentang kebutuhan dasar manusia (KDM) ini
mempelajari tentang konsep KDM, gangguan pemenuhan KDM, pemenuhan kebutuhan
nutrisi dan eliminasi, serta pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan istirahat tidur.
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan Kesehatan. Keadaan seimbang fisiologis dan psikologis
itulah yang akan kita capai dalam membantu memenuhi kebutuhan klien yang kita asuh.
Untuk itu teman-teman kami ajak untuk bersama-sama belajar tentang konsep kebutuhan
dasar manusia

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda diharapkan dapat
Menganalisis prinsip Kebutuhan Dasar Manusia dan aplikasinya dalam keperawatan.

Keperawatan | 107
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Untuk mencapai kompetensi mampu menganalisis konsep dan prinsip Komunikasi
Keperawatan dan aplikasinya dalam keperawatan, maka indikator pencapaian
kompetensinya adalah:

1. Menjelaskan teori kebutuhan dasar manusia

2. Menganalisis Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia

3. Mengimplementasikan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan Eliminasi

4. Mengimplementasikan Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Istirahat-Tidur

C. Uraian Materi

3.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia adalah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia untuk
mempertahankan keseimbangan kondisi fisiologis dan psikologis, yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Kasiati & Rosmalawati, 2016). Ada juga
yang menyebutkan bahwa kebutuhan dasar manusia adalah keadaan dimana manusia
membutuhkan makanan dan minuman panas atau dingin, memiliki pendapatan yang
cukup untuk kebutuhan sehari – hari, dan tempat tinggal (perumahan) yang memadai
(McLeod, 2012). Jadi secara definisi, maka kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi
untuk mempertahankan proses kehidupan manusia. Kebutuhan dasar manusia tentu
mempunyai urutan atau prioritas yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Pemenuhan
kebutuhan dasar manusia mengandung beberapa unsur atau komponen.
Gambar 29. Piramida Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow (Cherry, 2019)

a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan dasar fisiologis merujuk pada kebutuhan fisik dasar, seperti minum saat haus
atau makan ketika lapar. Menurut Maslow, beberapa kebutuhan ini melibatkan upaya
manusia untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan homeostasis; yaitu, mempertahankan
level yang konsisten dalam sistem tubuh yang berbeda (misalnya, mempertahankan suhu
tubuh 36,5 – 37,5 derajat). Maslow menganggap kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan
manusia yang paling esensial.

b. Kebutuhan rasa aman


Setelah kebutuhan dasar fisiologis manusia terpenuhi, kebutuhan berikutnya yang muncul
adalah kebutuhan akan lingkungan yang aman. Kebutuhan keselamatan mencakup
kebutuhan yang menyediakan rasa aman dan nyaman bagi seseorang. Beberapa
kebutuhan keamanan dan keselamatan dasar meliputi: Keamanan keuangan, Kesehatan
dan kesehatan, Keamanan dari kecelakaan dan cedera.

c. Kebutuhan rasa cinta


Begitu kita memenuhi kebutuhan fisiologis dan keamanan kita, motivasi kita berfokus
pada bagian sosial kehidupan kita. Manusia menginginkan hubungan berkelompok dan
berteman dengan manusia lain beserta aspek afektifnya. Dalam level ini diperlukan
kebutuhan seperti berkomunikasi dengan orang lain, menjalin pertemanan,
mengekspresikan dan menerima kasih sayang, hidup dalam komunitas, dan menjadi
bagian dari dan diterima oleh suatu kelompok. Menurut

Keperawatan | 109
Maslow, kebutuhan berikutnya dalam hierarki melibatkan perasaan dicintai dan diterima.
Kebutuhan ini mencakup hubungan romantis serta ikatan dengan teman dan anggota
keluarga.

d. Kebutuhan untuk dihargai


Pada tingkat keempat dalam hierarki Maslow adalah kebutuhan untuk penghargaan dan
rasa hormat. Ketika kebutuhan di tiga tingkat terbawah telah terpenuhi, kebutuhan
penghargaan mulai memainkan peran yang lebih menonjol dalam memotivasi perilaku.
Pada titik ini, menjadi semakin penting untuk mendapatkan rasa hormat dan penghargaan
dari orang lain. Orang-orang memiliki kebutuhan untuk mencapai hal-hal dan kemudian
upaya mereka diakui.

e. Kebutuhan aktualisasi diri


Ini termasuk dorongan untuk menjadi apa yang manusia mampu menjadi/ apa yang
berpotensi menjadi sesuatu. Ini termasuk kebutuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan
diri. Ini juga mencakup keinginan untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan, layanan
sosial, kreativitas dan kebutuhan estetika. Kebutuhan aktualisasi diri tidak pernah
sepenuhnya memuaskan. Ketika seorang individu tumbuh secara psikologis, peluang
terus muncul untuk terus tumbuh Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia

3.2 Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi dan Eliminasi

Kebutuhan Nutrisi

Nutrisi adalah proses di mana tubuh memetabolisme dan memanfaatkan nutrisi. Nutrisi
diklasifikasikan sebagai nutrisi energi, nutrisi organik, dan nutrisi anorganik; lihat
tampilan terlampir pada kelas nutrisi. Energi nutrisi melepaskan energi untuk
pemeliharaan homeostasis. Nutrisi organik membangun dan memelihara jaringan tubuh
dan mengatur proses tubuh. Nutrisi anorganik menyediakan media untuk reaksi kimia,
bahan transportasi, mempertahankan suhu tubuh, meningkatkan pembentukan tulang, dan
melakukan impuls saraf.

Di dalam tubuh, pada dasarnya semua karbohidrat diubah menjadi glukosa sebelum
mereka mencapai sel, protein diubah menjadi asam amino, dan lemak diubah menjadi
asam lemak. Nutrisi ini dicerna, diserap oleh darah atau sistem
limfatik, dan diangkut ke sel-sel tubuh. Di dalam mitokondria sel, nutrisi bereaksi secara
kimia dengan oksigen dan berbagai enzim untuk menghasilkan energi.

Rekomendasi Diet

Diet yang direkomendasikan berdasarkan recommended dietary allowances RDA antara


lain, protein, vitamin larut air dan larut dalam air, dan mineral berdasarkan kategori usia,
termasuk berat dan tinggi badan. RDA dibentuk oleh Dewan Gizi Nasional dari National
Academy of Sciences – National Research Council. RDA mewakili kebutuhan gizi
normal 97% hingga 98% dari orang-orang di masing- masing kategori tertentu; RDA
tidak mempertimbangkan kebutuhan spesifik individu atau gangguan fisiologis.

Gambar 30. Piramida makanan

Pengkajian Nutrisi
Sasaran dari penilaian keperawatan adalah untuk mengumpulkan data subjektif dan
objektif mengenai status gizi klien dan untuk menentukan jenis dukungan nutrisi yang
diperlukan.
Pengukuran Antropometri
Pengukuran antropometri (pengukuran ukuran, berat, dan proporsi tubuh) mengevaluasi
keseimbangan pengeluaran energi kalori, massa otot, lemak tubuh, dan cadangan protein
klien berdasarkan tinggi, berat badan, lipatan kulit, dan lingkar batang dan lingkar
pinggang. Indeks massa tubuh (IMT) menentukan apakah berat badan seseorang sesuai
untuk tinggi badan dan dihitung menggunakan rumus sederhana

Misalnya, seseorang yang memiliki berat 65 kg dan tinggi 1,6 m akan memiliki BMI= 65/
(1,6)2 hasilnya adalah 25,4. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, BMI
sehat untuk orang dewasa adalah antara 18,5 dan 24,9. Rentang spesifik telah ditetapkan
sebagai berikut: kurus berat badan — BMI kurang dari 18,5; kelebihan berat badan —
BMI 25 hingga 29; obesitas — BMI 30 atau lebih. Tabel tinggi dan berat badan tersedia
di sebagian besar pengaturan perawatan kesehatan.

Pengukuran Skinfold (Pengukuran lipatan kulit)


Menunjukkan jumlah lemak tubuh. Informasi ini bermanfaat dalam mempromosikan
kesehatan dan menentukan risiko dan modalitas pengobatan yang terkait dengan penyakit
kronis dan pembedahan. Penilaian ini biasanya dilakukan dalam pengaturan rawat jalan
ketika perawat mengembangkan profil klien. Kaliper khusus digunakan untuk mengukur
lipatan kulit. Caliper harus memahami hanya jaringan subkutan, bukan otot yang
mendasarinya. Pengukuran dapat diambil dari trisep, subscapular, biceps, dan lipatan
kulit suprailiaka.

1) Untuk mengukur lipatan trisep, cari titik tengah lengan atas. Pegang kulit di bagian
belakang lengan atas, tempatkan kaliper 1 cm di bawah jari dan ukur ketebalan ke
milimeter terdekat.
Gambar 31. skinfold pada lengan

2) Untuk pengukuran skinfold subscapular, pegang kulit di bawah skapula dengan tiga
jari, sudut lipatan sekitar 450 lateral ke scapula, tempatkan caliper 1 cm di atas jari,
dan baca pengukuran.

Gambar 32. Skinfold pada punggung

Lingkar lengan
Pengukuran lingkar lengan berfungsi sebagai indeks untuk massa otot skelet dan
cadangan protein. Instruksikan klien untuk rileks dan lentur lengan bawah; dengan pita
pengukur mengukur keliling pada titik tengah lengan.

Gambar 33. Pengukuran Lingkar Lengan


Pengukuran lemak perut (abdomen)
Ketika dibuat berulang kali selama rentang waktu, pengukuran lingkar perut berfungsi
sebagai indeks apakah distensi abdomen meningkat, menurun, atau tetap sama. Dengan
pena yang tak terhapuskan, letakkan X pada perut klien pada titik distensi terbesar.
Dengan menggunakan pita pengukur, ukur lingkar perut. Pengukuran ini harus dilakukan
pada waktu yang sama setiap hari dan secara konsisten dicatat dalam inci atau centimeter.
Data Diagnostik Dan Laboratorium
Penilaian data biokimia merupakan sumber penting lain dari data obyektif. Tren yang
terungkap dalam hasil laboratorium dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan dalam
nutrisi dan metabolisme sebelum gejala klinis dinilai dalam pemeriksaan. Tidak ada tes
laboratorium tunggal yang mendiagnosis malnutrisi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Indeks Protein
2. Serum albumin
3. Serum Transferrin atau Transferrin (nonheme iron)
4. Level hemoglobin
5. Jumlah limfosit total
6. Nitrogen balance
7. Ekskresi Kreatinin Urin

Kebutuhan Eliminasi
Pengertian eliminasi
Eliminasi berarti proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Sistem saluran kemih menyaring dan mengeluarkan urin dari tubuh, untuk
menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Proses pengeluaran atau
pembuangan urin dinamakan berkemih atau miksi atau buang air kecil/BAK, sedangkan
proses pengeluaran sisa pencernaan makanan disebut defekasi (buang air besar/BAB).

Pola eliminasi sangat penting untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan sistem dalam
tubuh. Sistem saluran kemih dan gastrointestinal (GI= pencernaan) bersama-sama
mengeksresi atau mengeluarkan untuk membuang limbah tubuh sebagai sisa proses
metabolisme.
Eliminasi Urin
Definisi
Eliminasi atau pembuangan urine adalah suatu proses pengeluaran atau pembuangan sisa-
sisa metabolisme yang berupa cairan dan zat-zat terlarut lainnya melalui saluran
perkemihan. Atau juga definisi lain dari Eliminasi atau pembuangan urine adalah proses
pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Eliminasi urine merupakan
kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi namun sering dianggap tidak penting oleh
kebanyakan orang.

Apabila sistem perkemihan tidak berfungsi dengan baik, maka dapat menyebabkan
gangguan terhadap sistem organ lainnya. Seseorang yang mengalami perubahan eliminasi
dapat menderita secara fisik dan psikologis. Oleh karenanya Anda sebagai seorang
perawat harus memahami dan menunjukkan sikap peka terhadap kebutuhan klien akan
eliminari urine, serta memahami penyebab terjadinya masalah dan berusaha memberikan
bantuan untuk penyelesaian masalah yang bisa diterima dan sesuai dengan konsep teori
yang benar.

Pola eliminasi Urin


Seseorang berkemih sangat tergantung pada kondisi kesehatan individu dan jumlah cairan
yang masuk (intake), Normalnya dalam sehari sekitar 5 kali. Frekuensi untuk berkemih
tergantung kebiasaan dan kesempatan atau pola. Kebanyakan orang berkemih kira-kira
70% dari urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan waktu untuk
berkemih pada malam hari. Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada: a) usia, Pada
orang dewasa jumlah urine yang dikeluarkan sekitar 1.200 – 1.500 atau 150 sampai 600
ml / sekali miksi. Berat jenis plasma (tanpa protein) berkisar 1,015 -1,020. Berat jenis
plasma (tanpa protein) berkisar 1,015-1,020, b) intake cairan, semakin banyak intake
cairan baik melalui minum maupun makanan yang banyak mengandung air maka akan
meningkatkan jumlah urine, dan c) status kesehatan, seperti misalnya seseorang yang
mengalami gangguan pada ginjalnya maka akan mempengaruhi produksi urin, pada gagal
ginjal kronis akan terjadi oliguria bahkan anuria, dan sebaliknya orang dengan diabetes
akan mengalami poliuri.
Normalnya urine berwarna kuning terang yang merupakan pigmen urochrome, namun
warna dapat juga dipengaruhi pada: a) intake cairan. Jika seseorang dalam keadaan
dehidrasi maka konsentrasi urine menjadi lebih pekat dan kecoklatan, b) penggunaan
obat-obatan tertentu seperti multivitamin dan preparat besi menyebabkan warna urine
menjadi kemerahan sampai kehitaman. Urine berbau khas amoniak yang merupakan hasil
pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan mempengaruhi bau urine.
Untuk selanjutnya saudara akan mempelajari tentang eliminasi fekal dan defekasi,

Eliminasi Fekal
Proses eliminasi fekal normal sebenarnya tidak bisa dipahami secara lengkap, dimana
proses ini tergantung pada konsistensi feses (bahan feses), motilitas usus, kepatuhan dan
kontraktilitas rektum, serta fungsi sfingter anal.

Faktor – faktor yang mempengaruhi eliminasi


Selanjutnya Sekarang saudara mempelajari faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
eliminasi (baik elimanasi urin maupun eliminasi fekal), yaitu:

1) Usia atau tingkat perkembangan klien akan memengaruhi kontrol pola saluran kemih
dan usus.
2) Diet, Asupan cairan dan serat yang cukup merupakan faktor penting untuk kesehatan
kencing dan usus klien. Asupan cairan yang tidak memadai adalah penyebab utama
konstipasi, seperti menelan makanan sembelit seperti produk susu tertentu.
3) Aktivitas, aktivitas meningkatkan tonus otot, yang memperkuat otot kandung kemih
dan sfingter yang lebih baik. Peristaltik juga dibantu oleh aktivitas, sehingga
mendukung pola eliminasi usus yang sehat.
4) Obat-obatan, Obat-obatan dapat berdampak pada kesehatan dan pola eliminasi klien
dan harus dinilai selama wawancara riwayat kesehatan.
Masalah-Masalah Eliminasi

Masalah atau keluhan yang terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eliminasi secara umum masalah yang terjadi adalah:
1) Tidak bisa berkemih, karena terjadinya penumpukan urine dalam bladder dan
ketidakmampuan untuk mengosongkannya, misalnya adalah retensi urine. Retensi
urin adalah terjadinya penumpukan urine di kandung kemih, sehingga menyebabkan
terjadinya distensi disebabkan karena jumlah urine yang terdapat dalam kandung
kemih melebihi 400 ml, dimana jumlah normalnya adalah 250 - 400 ml. Retensi urin
bisa disebabkan oleh dua kondisi: obstruksi saluran kemih dan kelemahan otot
detrusor. Untuk penatalaksanaan retensi urine ini dengan kateterisasi.
2) Tidak bisa defekasi, yaitu ketidakmampuan seseorang dalam mengosongkan kolon.
Yaitu konstipasi dan Fecal Impaction.
a) Konstipasi adalah BAB jarang dan sulit karena feses keras atau kering saat
melewati usus besar dan disertai upaya mengedan saat BAB.
b) Fecal impaction atau impaksi fekal adalah massa yang keras di rektum akibat
retensi dan akumulasi feses yang berkepanjangan.

Gambar 34. a) Konstipasi b) fecal impaction

Sumber: (www.epainassist.com; www.rchsd.org)


c) Tidak bisa menahan kemih yaitu ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol pengeluaran urine ketidaksanggupan
menahan kemih (mengompol) yang tidak disadari yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada
anak-anak atau orang jompo. Contohnya adalah: inkontinensia urine, enuresis.
(1) Inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal
untuk mengontrol atau menahan pengeluaran urine.
(a) stres inkontinensia yaitu tekanan intra-abdomen meningkat dan
menyebabkan kompresi atau penekanan pada kandung kemih.
Misalnya batuk atau tertawa
(b) urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi pada saat seseorang
terdesak ingin berkemih atau tiba-tiba berkemih, bisa terjadi
diakibatkan karena infeksi saluran kemih (ISK) bagian bawah atau
spasme kandung kemih, overdistensi, dan sering terjadi pada seseorang
yang konsumsi kafein atau alkohol.
(2) Enuresis merupakan keadaan ketidaksanggupan menahan kemih
(mengompol) yang tidak disadari sebagai akibat ketidakmampuan untuk
mengendalikan spinter eksterna. Lazim terjadi pada anak-anak atau lanjut
usia.
d) Tidak bisa menahan defekasi, yaitu ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol pengeluaran feses, inkontinensia
fekal, dan diare.
(1) Inkontinensia fekal adalah hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
atau menahan pengeluaran feses dan gas dari anus. Kerusakan sfingter anus
akibat kerusakan fungsi sfingter atau persarafan di daerah anus yang
menyebabkan inkontinensia.
(2) Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar dan pengeluaran feses
yang cair dan tidak terbentuk. Diare merupakan gejala karena adanya
gangguan proses pencernaan, absorpsi dan sekresi dalam usus besar, terjadi
peningkatan peristaltik usus akibatnya chyme melewati usus besar terlalu
cepat, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu untuk menyerap air.

e) Sakit atau nyeri ketika berkemih, disebut dysuria. Adalah rasa sakit atau tidak
nyaman saat BAK. Bisa disebabkan karena antara lain: infeksi saluran kemih,
trauma, dan striktur uretra.

Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi


Pada Klien yang stabil dan dapat melakukan ambulasi atau pergerakan secara mandiri
maka perawat membantu ke kamar mandi untuk menggunakan toilet dalam memenuhi
eliminasi urine atau fekalnya. Sedangkan klien yang lemah atau tidak bisa berjalan ke
kamar mandi mungkin memerlukan commode. Adapun klien
dengan mobilitas terbatas dan tingkat ketergantungan penuh terhadap perawatan di tempat
tidur maka dibantu menggunakan urinal atau pispot.

Untuk membantu pemenuhan kebutuhan eliminasi, maka beberapa prosedur tindakan


keperawatan yang dapat dilakukan, di antaranya adalah:

1) Manajemen Inkontinensia

Untuk mengatasi terjadinya inkontinensia urin adalah tergantung pada tipenya,


mungkin permanen atau sementara. Enam tipe inkontinensia adalah stress, urge,
reflex, functional, total, dan overflow. Penatalaksanaan pada inkontinensia adalah
kompleks karena ada banyak variasi. Penatalaksanaannya lebih rumit ketika klien
memiliki lebih dari satu jenis inkontinensia. Salah satu cara adalah dengan
mengembalikan kekuatan otot otot perkemihan diantaranya dengan cara bladder
training.

Pelatihan berkelanjutan untuk mengembalikan kontrol buang air kecil dengan:

a) Mengajarkan klien untuk menahan buang air kecil sampai waktu dan
tempat yang tepat.
b) Selain itu beberapa latihan penguatan otot-otot panggul dan otot abdominal juga
dianjurkan seperti senam kegel, latihan pernafasan perut, dan lainnya.

2) Katerisasi

Kateterisasi adalah tindakan memasukkan kateter ke kandung kemih melalui lubang


uretra atau secara eksternal alat yang dilingkarkan pada sekitar meatus uretra.
Terdapat 3 tipe pemasangan kateter: a) kateter eksternal, alat pengumpul urin yang
tidak dimasukkan ke dalam kandung kemih; sebaliknya, ia mengelilingi meatus
uretra. Contoh kateter eksternal adalah kondom kateter (seperti gambar 35.a), b)
kateter lurus (foley catheter= gambar 35.b), Kateter lurus adalah tabung drainase
urin dimasukkan ke dalam uretra sampai ke kandung kemih.
Gambar 35. A) Kateter kondom, B) kateter foley

3) Pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi di atas tempat tidur

Pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi di atas tempat tidur dengan penggunaan pispot
diatas tempat tidur pada pasien yang tidak mampu melakukannya secara mandiri.

Gambar 36. Penggunaan pispot

4) Melakukan huknah rendah, huknah tinggi, pemberian gliserin per rektal, evakuasi
feses manual untuk mengatasi atau membantu eliminasi pada konstipasi dan fekal
impaction.

5) Farmakologi, dengan memberikan obat kepada klien yang mempunyai masalah


eliminasi.

a) Pada klien konstipasi diberikan obat pencahar gologan laksatif untuk membantu
mengatasi masalah konstipasi dan melancarkan buang air besar. Obat pencahar
laksatif memiliki mekanisme kerja sesuai dengan jenisnya.
b) Pada klien diare. Pemberian obat yang bertujuan untuk menghentikan diare.
3.3 Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi dan Istirahat-Tidur

Definisi Mobilisasi, Istirahat dan Tidur

Mobilitas mengacu pada kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas dan gerakan bebas
yang meliputi berjalan, berlari, duduk, berdiri, mengangkat, mendorong, menarik, dan
melakukan aktivitas sehari-hari (Activities of Daily Living= ADL) Mobilitas sering
dipertimbangkan indikator status kesehatan karena mempengaruhi fungsi yang tepat dari
banyak sistem tubuh, khususnya sistem pernapasan, gastrointestinal, dan saluran kencing.
Mobilitas meningkatkan tonus otot, meningkatkan tingkat energi, dan berhubungan
dengan manfaat psikologis seperti kebebasan dan kebebasan.

Sedangkan pengertian tidur adalah mengacu pada keadaan kesadaran yang berubah
dimana seorang individu mengalami aktivitas fisik minimal dan memperlambat proses
fisiologis tubuh secara umum Tidur umumnya terjadi dalam siklus periodik dan biasanya
berlangsung selama beberapa jam setiap kali; gangguan dalam rutinitas tidur yang biasa
dapat mengganggu klien dan kemungkinan besar akan mengganggu tidur lebih lanjut.
Sebagai fungsi restoratif (perbaikan), tidur diperlukan untuk penyembuhan fisiologis dan
psikologis (Yogisutanti, 2015). Penting bagi klien, orang-orang yang dekat dengan
mereka, dan penyedia layanan kesehatan untuk memahami siklus tidur-bangun yang
normal dan bagaimana tidur memengaruhi suasana hati dan penyembuhan .

Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Mobilisasi, Istirahat dan Tidur

Mobilisasi

1) Body Alignment
Keselarasan tubuh yang kita rasakan, mengacu pada posisi bagian tubuh yang
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Keselarasan tubuh yang tepat (juga disebut
postur) dapat menghasilkan keseimbangan. Ketika tubuh berada dalam postur yang baik,
maka pusat gravitasi (titik pusat massa suatu benda) didistribusikan secara merata di atas
titik-titik pondasi. Postur yang baik meningkatkan keseimbangan, mengurangi
ketegangan dan cedera pada bagian tubuh lainnya, dapat memfasilitasi upaya bernapas,
meningkatkan proses
pencernaan, dan membuat rasa percaya diri meningkat Posisi berdiri yang tepat ditandai
dengan hal-hal berikut:

a) Kepala tegak (Head upright)


b) Menghadap ke depan (Face forward)
c) Bahu disejajarkan (Shoulders squared)
d) Punggung tegak (Back straight)
e) Otot perut dikempiskan (Abdominal muscles tucked in)
f) Lengan lurus di samping (Arms straight at side)
g) Telapak tangan menghadap ke depan (Hands palm forward)
h) Kaki lurus (Legs straight)
i) Kaki ke arah depan (Feet forward)
Manfaat dari postur yang tepat diantaranya adalah (1) klien merasa nyaman; (2)
mencegah kekakuan sendi; (3) meningkatkan sirkulasi darah; (4) mengurangi stres pada
otot, tendon, saraf, dan sendi.

Mobilisasi juga tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan sebuah proses terjadinya
mobilisasi. Mobilitas diatur oleh upaya terkoordinasi dari sistem muskuloskeletal dan
neurologis. Fungsi utama dari sistem muskuloskeletal adalah untuk menjaga kesejajaran
tubuh dan untuk memfasilitasi mobilitas. Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka
tulang, otot, sendi, tendon, ligamen, bursae, dan tulang rawan (Lewandowski et al., 2015).
Organ penting dalam mendukung mobilisasi adalah sebagai berikut:

(a) Sistem muskuloskeletal


melakukan mobilisasi salah satu organ yang berperan adalah sistem musculoskeletal.
Sistem muskuloskeletal (terdiri dari tulang, tulang rawan, sendi, tendon, ligamen, bursa,
dan otot) melayani beberapa fungsi. Tulang adalah dasar dari sistem muskuloskeletal.
Mobilitas dan kapasitas menahan beban secara langsung berkaitan dengan ukuran dan
bentuk tulang. Sendi bekerja dengan otot untuk memberikan gerakan dan fleksibilitas/
kelenturan. Otot skeletal yang melapisi sendi mengerahkan kekuatan yang berlawanan
dan, oleh karena itu, menyebabkan gerakan (Guyton & Hall, 2014).

Otot bertindak berpasangan untuk melakukan pekerjaan. Satu otot dari pasangan
menghasilkan gerakan dalam satu arah. Otot lain dari pasangan menghasilkan
gerakan ke arah yang berlawanan. Ketika satu otot dari pasangan berkontraksi, maka
yang lainya rileks. Tindakan kontraksi dan relaksasi yang berlawanan memungkinkan
gerak. Posisi tendon pada tulang dan artikulasi tulang memungkinkan jenis gerakan
seperti fleksi, ekstensi, circumduction, dan rotasi. Otot-otot yang menjaga keselarasan
tubuh bekerja sama untuk menstabilkan bagian-bagian tubuh di sekitarnya dan untuk
mendukung berat badan. Postur dipertahankan terutama oleh otot-otot di belakang, leher,
tulang belakang, dan ekstremitas bawah (Snell, 2012).

(b) Sistem saraf


Kontraksi otot dikendalikan oleh sistem saraf pusat (SSP) dan dipengaruhi oleh
transportasi nutrisi dan oksigen. SSP yang utuh sangat penting untuk terjadinya gerakan
yang terkoordinasi. Dorongan saraf merangsang otot untuk berkontraksi. Simpul
mioneuronal adalah titik di mana ujung saraf bersentuhan dengan sel otot. Jalur aferen
(naik) menyampaikan informasi dari reseptor sensoris ke SSP; neuron-neuron ini
melakukan impuls di seluruh tubuh. SSP memproses masukan sensorik dan menentukan
sebuah tanggapan. Jalur eferen (turun) mentransmisikan respon yang diinginkan ke otot
skelet melalui sistem saraf somatik. Jika impuls saraf terganggu, otot lumpuh dan tidak
bisa berkontraksi (Nugroho, 2015). Bagian penting untuk koordinasi pergerakan adalah:

(c) Propriosepsi
Propriosepsi adalah kesadaran postur, gerakan, dan perubahan keseimbangan dan
pengetahuan tentang posisi, berat, dan resistensi benda dalam kaitannya dengan tubuh.
Ujung saraf pada otot, tendon, dan sendi (proprioceptors) secara terus menerus
memberikan input ke otak, untuk selanjutnya akan mengatur kelancaran koordinasi
gerakan yang sifatnya tak terkendali.

(d) Refleks Postural


Refleks postural adalah tonus postural yang dipertahankan oleh postural atau meluruskan
refleks.
2) Latihan (Exercises)
Latihan adalah aktivitas fisik yang melibatkan otot yang dapat meningkatkan denyut
jantung melebihi ketika waktu istirahat. Latihan mengurangi nyeri dan kekakuan sendi,
dan meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, dan daya tahan. Ini juga membantu
mengurangi berat badan. Beberapa hal yang terkait

a) Dengan latihan, maka akan menstimulus seseorang untuk menjadi lebih aktif bila
dibandingkan sebelumnya.
b) Aktivitas fisik tidak perlu berat untuk mencapai manfaat kesehatan.
c) Manfaat kesehatan yang lebih besar dapat dicapai dengan meningkatkan jumlah
(durasi, frekuensi, atau intensitas) dari aktivitas fisik.

3) Latihan Range-of-Motion
Aktivitas range-of-motion (ROM) aktif yang dilakukan secara mandiri, disebut latihan
ROM aktif, dimana klien menggerakkan berbagai kelompok otot. Sedangkan latihan
ROM pasif dilakukan oleh oleh orang lain dan bertujuan untuk membantu
mempertahankan atau mengembalikan mobilitas klien dengan mencapai beberapa hasil
(Mohr et al., 2014).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas

Mobilitas dan tingkat aktivitas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk status
kesehatan secara keseluruhan, tahap perkembangan, lingkungan, sikap, keyakinan, dan
gaya hidup.

a. Status kesehatan

Status kesehatan umum seseorang akan mempengaruhi keinginan untuk latihan dan
aktivitas. Kondisi yang ditunjukkan dari salah satu sistem tubuh dapat mempengaruhi
mobilitas individu yang dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas. Aktivitas fisik juga akan
mempengaruhi mobilitas dan stamina. Faktor fisik yang mengganggu mobilitas atau
olahraga termasuk kelelahan, kram otot, sesak napas, defisit neuromuskular atau
perseptual, dan nyeri dada.

Status mental sering dimanifestasikan sebagai perubahan dalam mobilitas atau


penampilan. Misalnya, seorang klien yang mengaduk-aduk ruangan, merosot
turun ke kursi, dan menghindari kontak mata mungkin mengirimkan pesan depresi
melalui tingkat aktivitas rendah, postur yang buruk, dan pengaruh yang diratakan.

b. Tahap perkembangan

Tahap perkembangan individu akan memengaruhi ukuran tingkat mobilitas yang


diinginkan.

c. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi tingkat aktivitas dalam beberapa cara. Lingkungan


rumah, misalnya, dapat dianggap menyenangkan jika mereka bebas dari bahaya yang
dapat mengganggu atau membahayakan pergerakannya. Lingkungan kerja bisa juga
mempengaruhi mobilitas; pekerjaan yang monoton dapat merusak mobilitas dan
memperburuk radang sendi.

d. Sikap dan Keyakinan

Faktor-faktor yang berpengaruh terkait dengan latihan adalah sikap dan keyakinan
seseorang, yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan keluarga. Kegiatan rekreasi
memberikan petunjuk kepada sistem nilai orang tersebut. Individu yang melakukan
hiking, bersepeda, atau berenang untuk rekreasi adalah gaya hidup aktif. Di sisi lain,
individu yang menganggap bekerja sebagai bidang kehidupan yang dominan dapat
memandang olahraga sebagai “buang-buang waktu.” Apakah orang itu pergi ke mana saja
di dalam mobil, atau sedang berjalan sebagai bagian dari transportasi normal?

e. Gaya hidup

Gaya hidup yang berubah akan mempengaruhi aktivitas fisik dan kesehatan. Gaya hidup
mengakibatkan hilangnya kekuatan otot, penurunan daya tahan tubuh, tidak memadainya
fungsi jantung-paru, dan obesitas. Gaya hidup yang tidak aktif dapat menyebabkan atrofi
otot, tulang yang lemah, dan kurangnya motivasi dan energi untuk terlibat dalam aktivitas
fisik. Individu dengan latihan berikan dampak pada penggunaan energy dan berdampak
pada kesehatan nya lebih baik..
Istirahat dan tidur

Ada sebuah siklus dimana antara siklus terjaga dan tidur dikendalikan oleh pusat di otak
dan dipengaruhi oleh rutinitas dan faktor lingkungan. Jam biologis individu juga
membantu menentukan siklus spesifik yang akan diikuti oleh kondisi terjaga dan tidur.

Tahapan tidur

Diklasifikasikan dalam dua kategori: non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye
movement (REM) sleep.

1) Tidur NREM
Dengan terjadinya tidur, denyut jantung dan laju pernapasan sedikit lambat dan tetap
teratur. Fase tidur pertama ini disebut sebagai gerakan mata non-cepat, atau NREM,
tidur. Tidur NREM terdiri dari empat tahap yang berbeda. Saat klien memasuki tahap
1 tidur, ada perlambatan umum frekuensi EEG tetapi penampakan gelombang yang
tidak teratur dan rapat; mata cenderung bergeser perlahan dari sisi ke sisi, dan
ketegangan otot tetap tidak ada kecuali di wajah dan otot leher. Pada klien dewasa
dengan pola tidur normal, tidur tahap 1 biasanya berlangsung hanya 10 menit atau
lebih.

Tahap 1 tidur NREM adalah kualitas yang sangat rendah, yang berarti bahwa selama
tahap ini tidur dapat dengan mudah dibangunkan. Tidur tahap 2 masih cukup terang,
dengan semakin melambatnya pola EEG dan hilangnya gerakan mata yang lambat.
Lima puluh persen dari tidur orang dewasa normal mungkin dihabiskan di tahap 2.
Setelah 20 menit awal atau lebih dari tidur tahap 2, bentuk tidur yang mendalam yang
disebut tahap 3 sampai 4 dimasukkan. Tahap tidur 3 dan tahap 4 sering dibahas
bersama karena kesulitan mengidentifikasi dan memisahkan keduanya. Tahap 3
mengacu pada tidur menengah-mendalam, dan tahap 4 menandakan tidur terdalam.
Selama tahap-tahap ini, semua sel-sel otak kortikal tampak tertuju pada saat yang
bersamaan, menghasilkan gelombang besar yang lambat pada EEG. Ketika terbangun
dari tahap 3 sampai 4 tidur, orang dewasa dapat membutuhkan waktu 15 detik atau
lebih untuk menjadi terjaga sepenuhnya.
Kesulitan dalam kondisi terjaga ini bahkan lebih terasa pada anak-anak. Stadium
tidur 3 hingga 4 adalah tempat tidur nyenyak, sleep talking (ngelindur/ mengigau),
enuresis, dan teror malam terjadi. Tahap tidur 3 hingga 4 dirasakan memiliki nilai
restoratif (pemulihan), diperlukan untuk pemulihan fisik. Setelah studi tentang
kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur, tahap tidur 3-4 adalah yang pertama untuk
kembali. Mayoritas hormon pertumbuhan disekresikan di malam hari, memuncak
selama tahap 3 sampai 4 tidur dekat awal periode tidur. Hormon pertumbuhan
diperlukan tidak hanya untuk pertumbuhan tetapi juga untuk perbaikan jaringan
normal pada klien dari segala usia. Tahap tidur 3 hingga 4 terhitung membutuhkan
waktu sekitar 25% dari tidur anak-anak, sedikit menurun di usia dewasa muda,
kemudian secara bertahap menurun di usia menengah dan mungkin tidak ada pada
klien lansia.

2) Tidur REM
Setelah 90 menit pertama tidur NREM pada orang dewasa, klien memasuki gerakan
mata cepat, atau tidur REM. Pola EEG menyerupai kondisi terjaga; ada gerakan mata
yang relatif cepat; denyut jantung dan laju pernapasan tidak teratur dan seringkali
lebih tinggi daripada saat bangun, dan otot-otot, termasuk wajah dan leher, lembek,
meninggalkan tubuh yang tidak bisa bergerak. Mimpi terjadi 80% waktu klien dalam
tidur REM. Tidak seperti tidur tahap 3 sampai 4, yang paling banyak terjadi selama
periode awal periode tidur, periode tidur REM menjadi lebih lama ketika malam
berlangsung dan individu menjadi lebih beristirahat. Orang dewasa biasanya memiliki
4-6 jam waktu tidur REM sepanjang malam, terhitung 20% hingga 25% dari tidur.
Tidur REM mencapai 50% dari tidur pada bayi baru lahir, kemudian secara bertahap
menurun menjadi 20% hingga 25% dari tidur pada anak usia dini dan tetap cukup
konstan sepanjang sisa masa hidup.

Siklus Tidur

Siklus tidur mengacu pada urutan tidur yang dimulai dengan empat tahap tidur NREM
secara berurutan, dengan kembali ke tahap 3, kemudian 2, lalu beralih ke tahap REM
pertama. Durasi siklus tidur umumnya antara 70 dan 90 menit, dan tipikal tidur akan
melewati empat hingga enam siklus tidur selama periode tidur rata-rata 7 hingga 8 jam.
Panjang periode tidur NREM dan REM akan berubah
seiring dengan berlangsungnya periode tidur secara keseluruhan dan orang menjadi lebih
santai dan kembali bersemangat. Kebutuhan tidur untuk 3 sampai 4 lebih sedikit dan lebih
banyak kebutuhan untuk tidur REM saat periode tidur berlangsung, dan mimpi selama
fase REM tidur nanti mungkin menjadi lebih jelas dan intens. Jika siklus tidur rusak pada
titik mana pun, siklus tidur baru akan mulai, dimulai lagi di tahap 1 tidur NREM dan
maju melalui semua tahapan untuk tidur REM.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Istirahat dan Tidur


a) Tingkat Kenyamanan
Kenyamanan adalah pengalaman yang sangat subjektif.. Kapan pun kebutuhan dasar
tidak terpenuhi, orang mengalami ketidaknyamanan yang mengarah ke ketegangan
fisiologis, kecemasan yang dihasilkan, dan gangguan potensial dalam tidur / istirahat.

b) Lingkungan Hidup
Faktor lingkungan dapat meningkatkan atau mengganggu tidur. Pencahayaan, suhu,
bau, ventilasi, dan tingkat kebisingan semua dapat mengganggu proses tidur ketika
mereka berbeda dari norma lingkungan tidur klien yang normal.

c) Diet
Jenis makanan yang dikonsumsi berdampak pada kuantitas tidur yang berkualitas.
Makanan tinggi kafein, seperti kopi, cola, dan coklat, berfungsi sebagai stimulan dan
sering mengganggu siklus tidur normal. Selain itu, mengonsumsi makanan besar,
berat, atau pedas sebelum tidur dapat menyebabkan gangguan pencernaan, yang
kemungkinan akan mengganggu tidur. Sebaliknya, pergi tidur ketika lapar juga dapat
menyebabkan masalah tidur karena individu mungkin sibuk dengan makanan dan rasa
lapar bukannya berkonsentrasi saat tidur.

d) Obat-obatan dan Zat-zat Lain


Penggunaan alkohol dan nikotin dapat mengganggu tidur. Secara umum alkohol
dapat mengganggu tidur REM, menyebabkan tidur yang sangat gelisah dan tidak
berulang. Nikotin, adalah stimulan, juga dapat mengganggu siklus tidur dengan
merangsang tubuh, sehingga sulit terbangun dan tetap tertidur. Banyak obat-obatan
(baik yang diresepkan maupun yang berlebihan)
menyebabkan kelelahan, mengantuk, gelisah, gelisah, atau insomnia, sehingga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas istirahat dan tidur.

e) Norma Budaya
Ekspektasi budaya dan masyarakat juga mempengaruhi tidur. Sebagian orang
menganggap tidur sebagai kemewahan untuk dinikmati ketika mereka tidak terlalu
sibuk dengan kegiatan "penting". Orang lain memandang tidur sebagai kebutuhan
mutlak. Jumlah tidur yang dianggap perlu oleh seseorang sebagian ditentukan oleh
sikap keluarga dan budaya.

f) Pengalaman sepanjang hidup


Kebutuhan seseorang akan tidur berubah seiring usia dalam pola yang cukup dapat
diprediksi Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi, Istirahat dan Tidur

Pengaruh Immobilitas

Bila tidak melakukan mobilisasi, aktivitas maka akan mempengaruhi berbagai sistem
tubuh. Beberapa masalah pada bagian tubuh yang dapat muncul adalah seperti berikut:

a. Efek Neurologis /Status Mental

Status mental, mobilitas, dan aktivitas dapat meningkatkan tingkat energi dan rasa
nyaman seseorang. Aktivitas dan latihan adalah sarana yang sangat baik untuk meredakan
ketegangan dan mengurangi stres, yang berdampak pola tidur yang lebih baik dan
meningkatkan rasa nyaman.

b. Efek Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular menuai banyak manfaat dari mobilitas dan olahraga. Jantung
menjadi lebih efisien karena menyesuaikan dengan kebutuhan oksigen yang meningkat,
dan output jantung meningkat. Otot jantung yang sehat menyebabkan penurunan denyut
jantung dan penurunan istirahat tekanan darah, yang berarti bahwa jantung tidak harus
bekerja keras pada individu yang berolahraga secara teratur seperti halnya pada individu
yang menjalani gaya hidup yang tidak aktif. Aktivitas meningkatkan suplai oksigen ke
jantung dan otot dan dengan demikian bermanfaat bagi kesehatan secara keseluruhan.
c. Efek pernapasan

Respons sistem pernapasan terhadap aktivitas dan mobilitas adalah peningkatan asupan
oksigen, yang menghasilkan peningkatan kapasitas pernafasan keseluruhan dan
berkurangnya kerja pernapasan. Efek oksigenasi pada jaringan ditingkatkan dan
pengumpulan sekresi pada bronkiolus kurang mungkin.

d. Efek muskuloskeletal

Respon muskuloskeletal terhadap aktivitas sangat banyak, termasuk otot yang lebih kuat
dan lebih baik, lebih kuat tulang, dan peningkatan mobilitas dan berbagai gerakan sendi.
Latihan dapat meningkatkan daya tahan dan toleransi dari kelompok otot. Latihan
menahan beban seperti berjalan (bukan berenang) adalah hal yang khusus bermanfaat
dalam mencegah osteoporosis, atau kehilangan kekuatan dan mineral di tulang.

e. Efek Pencernaan

Efek pencernaan terhadap aktivitas termasuk peningkatan nafsu makan dan kehausan,
yang menunjukkan bahwa laju tubuh pengolahan asupan gizi meningkat. Kehilangan
nafsu makan umumnya terkait dengan kurangnya aktivitas, keseimbangan nitrogen
negatif, dan eliminasi yang diubah pola. Keseimbangan nitrogen negatif terjadi ketika
output nitrogen melebihi asupan nitrogen. Penyebab keseimbangan nitrogen negatif
termasuk peningkatan kebutuhan protein dalam situasi kerusakan jaringan yang luas,
seperti setelah operasi, dan memperpanjang imobilitas. Periode imobilitas yang
diperpanjang menyebabkan atrofi otot atau pengecilan otot; dengan demikian ada
kebutuhan untuk protein ekstra asupan untuk menyediakan perbaikan otot.

f. Efek Eliminasi

Pola eliminasi difasilitasi oleh mobilitas dalam retensi limbah yang biasanya dicegah dan
risiko sembelit dikurangi atau dihindari. Otot menjadi lebih kuat dan lebih efisien,
sehingga meningkatkan efisiensi eliminasi keseluruhan. Konstipasi dan impaksi tinja
adalah komplikasi yang sering terjadi akibat imobilitas. Variabel yang berkontribusi
untuk masalah eliminasi adalah: 1) Kurangnya aktivitas, yang
menurunkan gerak peristaltik; 2) Kurangnya privasi; 3) Ketidakmampuan untuk duduk
tegak; 4) Diet yang tidak benar; 5) Asupan cairan yang tidak memadai; dan
6) Penggunaan beberapa obat, terutama narkotika.

Urin stasis dan infeksi saluran kencing berhubungan dengan posisi berbaring dari orang
yang tidak bergerak. Penurunan peristaltik ureter menyebabkan stasis urin, yang
merupakan etiologi batu saluran kemih (batu) dan infeksi. Distensi kandung kemih terjadi
karena sulitnya relaksasi sfingter eksternal dan menurun tekanan intraabdominal,
sehingga menyebabkan overflow inkontinensia (kehilangan kontrol kandung kemih) dan
infeksi. Kombinasi peningkatan kalsium kemih, stasis urin, dan infeksi saluran kencing
menyebabkan pembentukan batu.

g. Efek Integumen

Sistem yg menutupi manfaat dari aktivitas dan latihan dalam peningkatan sirkulasi dan
aliran darah meningkatkan oksigenasi jaringan, menjaga turgor dan kilau kulit dan
rambut. Ulkus tekanan adalah masalah serius yang terkait dengan imobilitas. Tekanan
berkepanjangan, gaya geser, gesekan (menggosok), dan uap air menyebabkan iskemia
jaringan (gangguan sirkulasi darah), menyebabkan kerusakan kulit dan dekubitus.
Kelembaban dalam bentuk urin, feses, keringat, dan drainase luka juga bisa menyebabkan
pelembutan kulit, yang meningkatkan risiko dekubitus. Faktor sekunder yang
berkontribusi terhadap pengembangan tekanan sakit adalah penurunan nutrisi,
menurunnya tekanan arteri, bertambahnya usia, dan edema.

Gangguan Istirahat-Tidur

Gangguan pola tidur didefinisikan sebagai keadaan di mana seorang individu mengalami
atau berisiko mengalami perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang
terkait dengan biologis orang tersebut. dan kebutuhan emosional. Perubahan dalam pola
tidur umumnya dipandang sebagai gangguan tidur primer (gangguan tidur yang
merupakan masalah mendasar) atau gangguan tidur sekunder (mereka yang perubahannya
memiliki penyebab medis atau klinis yang menyebabkan atau berkontribusi pada
perubahan tidur).
Perubahan tidur yang paling umum termasuk insomnia, hipersomnia atau narkolepsi,
sleep apnea, kurang tidur, dan parasomnia. gangguan pola tidur adalah sebagai berikut:

a) Insomnia kronis
Insomnia mengacu pada ketidakmampuan kronis untuk tidur atau kualitas tidur yang
tidak memadai karena tidur sebelum waktunya berakhir atau terganggu oleh periode
terjaga. Insomnia bukan penyakit, tetapi mungkin merupakan manifestasi dari
banyak penyakit.

Gangguan tidur umum terjadi pada individu yang mengalami nyeri kronis. Gangguan
tidur dapat memperburuk rasa sakit, dan, dengan demikian, lingkaran setan
didirikan. “Tidur malam yang buruk berkontribusi pada depresi, nyeri otot, kesulitan
berpikir, dan penurunan motivasi” (McCaffery & Pasero, 1999, hal. 500). Perawatan
untuk insomnia paling baik diarahkan untuk memodifikasi faktor-faktor atau
perilaku yang ada menyebabkan itu. beberapa masalah yang muncul akibat insomnia
adalah sebagai berikut: 1) Produktivitas kerja yang menurun (lebih banyak hari kerja
yang terlewatkan);
2) Peningkatan pemanfaatan layanan perawatan kesehatan; 3) Risiko kecelakaan
yang lebih besar; 4) Masalah memori jangka pendek; dan 5) Gangguan kinerja
kognitif dan motorik.

b) Hypersomnia atau Narcolepsy


Hipersomnia adalah perubahan dalam pola tidur yang ditandai oleh tidur berlebihan,
terutama di siang hari. Orang yang menderita hipersomnia sering merasa bahwa
mereka tidak bisa cukup tidur dimalam hari, dan karena itu mereka tidur sangat larut
pagi dan tidur siang beberapa kali sepanjang hari. Penyebab hipersomnia dapat
berupa fisik atau psikologis; pengobatan tergantung pada penanganan penyebab
yang mendasarinya.

Narkolepsi, perubahan tidur lainnya, bermanifestasi sebagai dorongan tak terkendali


tiba-tiba untuk tertidur di siang hari. Individu yang menderita narkolepsi sering
mencapai tidur yang cukup di malam hari tetapi kewalahan oleh kantuk pada periode
tak terduga dan tak terduga sepanjang hari. Perawatan yang efektif untuk narkolepsi
termasuk menghindari zat atau
kegiatan yang menyebabkan kantuk, tidur siang pendek, atau minum obat stimulan
yang diresepkan.

c) Sleep Apnea
Sleep apnea mengacu pada periode tidur selama aliran udara berhenti selama 10
detik atau lebih. Sleep apnea menimbulkan komplikasi sebagai akibat dari desaturasi
oksigen dan retensi karbon dioksida. Konsekuensi jangka pendek mungkin termasuk
gangguan kognitif (termasuk memori perubahan), perubahan kepribadian, dan
impotensi. Masalah utama adalah kantuk di siang hari, yang dapat mengganggu
kemampuan fungsional seperti mengemudi dan bekerja. Jika tidak diobati, sleep
apnea dapat menyebabkan hal-hal berikut:
1) Hipertensi; 2) Aritmia jantung; 3) Gagal jantung kongestif sisi kanan; 4)
Kecelakaan pembuluh darah otak (stroke); 5) Disfungsi kognitif; dan 6) Kematian.

Garis pertahanan pertama melawan apnea adalah mengobati penyebabnya


(perubahan emosional, jantung, atau pernapasan). Menggunakan alat tekanan udara
positif kontinu nasal (CPAP) dapat juga membantu. Dengan beberapa individu,
bedah diperlukan intervensi untuk memperbaiki penyebab apnea.

d) Kurang tidur
Kurang tidur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kualitas dan
kuantitas tidur yang tidak cukup panjang, baik dari REM atau tipe NREM. Kurang
tidur dapat disebabkan oleh usia, rawat inap yang lama, penggunaan narkoba dan zat,
penyakit, dan seringnya perubahan dalam pola gaya hidup. Kurang tidur dapat
menyebabkan gejala mulai dari iritabilitas, hipersensitivitas, dan kebingungan
terhadap apati, kantuk, dan refleks berkurang. Mengobati atau meminimalkan faktor-
faktor yang menyebabkan kurang tidur adalah resolusi yang paling efektif.
e) Parasomnia
Parasomnia adalah sekumpulan gangguan tidur yang menyebabkan suatu kejadian
atau pengalaman yang tidak diinginkan, yang terjadi saat kita baru tertidur, sudah
terlelap, atau saat terbangun dari tidur. Parasomnia juga bisa berupa beberapa
kejadian sebagai berikut:

(1) Tidur sambil berjalan


Tidur berjalan ditandai dengan gerakan badan penderita seperti berjalan sambil
tertidur, dan sesaat setelah terbangun penderita akan mengalami disorientasi atau
kebingungan.
(2) Confusional Arousals
Confusional arousals berupa kebingungan saat terbangun yang ditandai
dengan mengalami proses berpikir yang sangat lama untuk mengenali keadaan
sekitar, dan bereaksi lambat terhadap perintah atau pertanyaan yang diajukan
sesaat baru terbangun dari tidur.
(3) Mimpi buruk
Suatu mimpi yang mengganggu waktu tidur seseorang dan membuat seseorang
terbangun dari tidur. Hal dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan
seseorang mengalami kecemasan dan kesulitan tertidur (insomnia) atau kembali
tertidur setelah terbangun dari mimpi buruk.
(4) Night Terrors
Night terrors adalah gangguan yang ditandai dengan rasa ketakutan yang
membuat seseorang berperilaku abnormal seperti berteriak, memukul, bahkan
menendang. Saat terbangun, penderita tidak dapat mengingat dengan benar apa
yang sebenarnya terjadi.
(5) Mengigau
Mengigau merupakan gejala yang terjadi saat kondisi seseorang setengah sadar.
Meskipun tidak ada efek buruk secara langsung, namun ini dapat mengganggu
orang disekitar yang mendengarnya. Mengigau juga dapat disebabkan stress,
demam, atau gangguan tidur lainnya.
(6) Sleep paralysis
Sleep paralysis atau sering dikenal di Indonesia dengan sebutan “ketindihan”,
ditandai dengan kesulitan menggerakkan badan saat baru mulai tertidur atau saat
terbangun, dan dapat terjadi dalam beberapa kali
dalam waktu satu kali tidur. Gejala ini tidak terlalu berbahaya namun dapat
menimbulkan ketakutan bagi seseorang yang sudah pernah mengalaminya. Sleep
paralysis juga dapat disebabkan oleh faktor keturunan dalam satu keluarga,
namun penyebab pastinya belum diketahui.
(7) Aritmia
Aritmia biasanya dialami oleh penderita jantung koroner saat tertidur dan dipicu
oleh penurunan kadar oksigen dalam darah akibat gangguan tidur. Penggunaan
alat continuous positive airway pressure (CPAP) dapat membantu
mengurangi risiko aritmia saat tertidur.
(8) Bruksisme
Bruksisme merupakan gejala yang ditandai dengan gerakan menggesekan gigi
pada rahang atas dan bawah secara berlebihan dalam keadaan tidak sadar.
Akibatnya dapat menyebabkan kelelahan dan rasa tidak nyaman pada otot gigi
dan rahang, bahkan dapat menyebabkan luka pada bagian gusi. Penggunaan alat
mouthguard dapat mengurangi frekuensi dan dampak dari bruksisme.
(9) REM sleep behavior disorder
Rapid Eye movement (REM) atau fase bermimpi saat tertidur dapat
menyebabkan seseorang berperilaku abnormal dengan menggerakan anggota
badan seperti tangan dan kaki. Berbeda dengan kejadian berjalan atau mengalami
terror saat tertidur, penderita gangguan ini dapat mengingat detail dari mimpi
yang telah dialami. Hal ini bisa jadi suatu pertanda gangguan saraf yang harus
ditangani.
D. Latihan Soal/Kasus
1. Seorang Laki – laki berusia 50 tahun mengeluh muntah, sesak, dan sulit tidur.
Apakah jenis masalah kebutuhan dasar manusia pada pasien tersebut?
a. Fisiologis
b. Psikologis
c. Seksualitas
d. Spiritual
e. Harga diri
2. Perempuan usia 30 tahun terlihat sering murung, kurang bersosialisasi dengan
tetangga, dia merasa tetangga sering membicarakan kejelekan dan
membicarakannya. Apa jenis masalah pada kebutuhan dasar manusia tersebut?
a. Kebutuhan harga diri
b. Kebutuhan fisiologis
c. Kebutuhan rasa aman psikologis
d. Kebutuhan rasa cinta
e. Kebutuhan rasa aman fisiologis
3. Laki – laki usia 30 tahun dibawa ke rumah sakit karena mengalami muntah, demam,
dan lemas selama 3 hari dan tidak membaik. Saat dibawa ke rumah sakit, klien
diharuskan rawat inap minimal 3 hari. klien terlihat cemas dan lebih sering
merenung. Apa kejadian psikologis yang dialami oleh klien?
a. Trauma
b. Stress hospitalisasi
c. Infeksi saluran pencernaan
d. Gangguan jiwa
e. Ketidakmampuan beraktifitas
4. Sumber intake nutrisi yang dimakan dapat berupa nutrisi organik dan anorganik.
Apakah fungsi nutrisi organic terhadap tubuh?
a. mempertahankan suhu tubuh,
b. meningkatkan pembentukan tulang
c. melakukan impuls saraf.
d. membangun dan memelihara jaringan tubuh
e. menyediakan media untuk reaksi biokimia
5. Klien mengeluh susah berkemih sehingga mengeluh sakit di area epigastriumnya.
Apakah kemungkinan penyebab sakitnya pada pasien tersebut?
a. Terjadi distensi bladder
b. Pembesaran prostat
c. Distensi pada ureter
d. Inflamasi pada uretra
e. Apendiksitis
6. Seseorang anak perempuan berusia 4 tahun, ibunya mengeluh bahwa tiap malam
putrinya masih mengompol. Apakah penyebab ketidakmampuan mengendalikan
pengeluaran urine pada pasien tersebut?
a. Kerusakan pusat berkemih di otak
b. Produksi urine yang berlebihan
c. Daya tampung blader sedikit
d. Tidak mampu mengendalikan spinkter
e. Infeksi kandung kemih
7. Seorang perembpuan berusia 62 tahun mengatakan mengompol pada malam hari
dan sering keluar air kemih saat tertawa. Perawat memberikan intervensi melakukan
bladder training. Apakah tujuan intervensi kepada klien dengan inkontinensia
urine tersebut?
a. meningkatkan pengeluaran urine
b. menguatkan otot dasar pelvis
c. menurunkan otot dasar pelvis
d. menurunkan kekuatan otot bladder
e. mengurangi nyeri berkemih
8. Iritasi kolon menyebabkan peningkatan gerakan peristaltik usus yang melebihi
proses absorbsi, keadaan ini mengakibatkan .…
a. Feses tidak terbentuk
b. Feses mengering
c. Kesulitan mengeluarkan BAB
d. Frekuensi Pengeluaran feses meningkat dari biasanya dengan
konsistensi encer
e. Defekasi normal
9. Perawat melakukan berbagai latihan gerakan kepada klien yang mengalami gangguan
gerak yang diakibatkan karena kelumpuhan pada ekstremitas. Latihan yang
dilakukan adalah untuk menghindari komplikasi yang terkait dengan imobilitas,
yaitu…
a. Stasis urin
b. Sembelit
c. Edema dependen
d. Kontraktur
e. Inkontinensia
10. Perempuan usia 58 tahun melaporkan sering terbangun di malam hari dan
mengalami kesulitan dalam tidur kembali. Apa saran yang akan diberikan perawat
kepada pasien?
a. Mengkonsumsi buah anggur sebelum tidur.
b. Menganjurkan Sering tidur siang di siang hari.
c. Menganjurkan baca buku sampai mengantuk.
d. Menganjurkan Keluar kamar mencari minuman hangat
e. Menganjurkan berbicara dengan tetangga kamar
E. Rangkuman
1. Keselarasan tubuh yang tepat (juga disebut postur) menghasilkan keseimbangan,
yang merupakan kemampuan individu untuk menjaga keseimbangan. Ketika tubuh
itu dalam postur yang baik, pusat gravitasi (titik pusat massa suatu benda)
didistribusikan secara merata di atas titik-titik pondasi. Tonus otot dan kekuatan
tulang memungkinkan seseorang untuk mempertahankan postur yang tegak. Kontur
otot dipengaruhi oleh pola latihan dan aktivitas individu.
2. Mobilitas fungsional diatur oleh Body mechanics, tujuan penggunaan dan koordinasi
bagian-bagian tubuh dan posisi selama aktivitas.
3. Latihan adalah aktivitas fisik yang melibatkan otot yang meningkatkan denyut
jantung di atas tingkat istirahat. Latihan mengurangi nyeri dan kekakuan sendi, dan
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, dan daya tahan.
4. Kekuatan otot adalah jumlah kekuatan yang diberikan oleh otot terhadap resistensi.
Kekuatan otot yang baik memungkinkan seseorang untuk mengangkat lebih aman.
5. Mobilitas dan tingkat aktivitas dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk status
kesehatan secara keseluruhan, perkembangan panggung, lingkungan, sikap,
keyakinan, dan gaya hidup.
6. Mempertahankan mobilitas fungsional dan tingkat aktivitas yang diinginkan penting
baik untuk psikologis maupun fisiologis sebagai alasan.
Pembelajaran 4. Keperawatan Gawat Darurat

Sumber:

 Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 4 : Keperawatan Medikal Bedah Dan


Kegawatdaruratan. Penulis: Indah Dwi Partiwi, MNg (2019)

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami konsep dan menganalisis asuhan keperawatan pada kasus
kegawatdaruratan trauma
2. Memahami konsep dan menganalisis asuhan keperawatan pada kasus
kegawatdaruratan trauma non-trauma

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, peserta mampu:

1. Merencanakan asuhan keperawatan pada fraktur


2. Merencanakan asuhan keperawatan pada hemothoraks
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada trauma kepala
4. Merencanakan asuhan keperawatan pada luka bakar
5. Merencanakan asuhan keperawatan pada hipoglikemia
6. Merencanakan asuhan keperawatan pada kejang
7. Merencanakan asuhan keperawatan pada keracunan

C. Uraian Materi

4.1 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur


Definisi Fraktur

Fraktur dapat terjadi terbuka, yaitu pada saat ujung tulang yang patah keluar menembus
kulit atau mungkin tertutup. Ujung tulang yang retak sangat tajam dan sangat berbahaya
bagi semua jaringan yang mengelilingi tulang. Hal ini dikarenakan oleh saraf dan arteri
berada diarea tulang, disisi fleksor sendi, atau sangat dekat dengan kulit (tangan dan kaki)
(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2015).

Keperawatan | 139
Cedera neurovaskular mungkin karena adanya laserasi dari fragmen tulang atau dari
tekanan karena pembengkakan atau hematoma. Fraktur tertutup bisa sama bahayanya
dengan fraktur terbuka karena jaringan lunak yang terluka sering mengeluarkan banyak
darah. Fraktur itu sendiri mempunyai banyak jenis, tergantung dari arah tumbukan dan
karakteristik patahan (Gambar 37) (Bishop, Palanca, Bellino, & Lowenberg, 2012;
Smeltzer et al., 2015)

Gambar 37. Jenis fraktur (Smeltzer et al., 2015)

Tanda dan Gejala

Pasien mengeluh nyeri tekan di atas tempat cedera atau nyeri yang lebih parah ketika
menggerakkan bagian tubuh yang terkena. Pasien dengan patah tulang pinggul biasanya
mengeluh sakit, baik di daerah selangkangan (pinggul adalah sendi yang dalam) atau di
belakang lutut (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Selain rasa nyeri, pasien dengan fraktur yang lebih kompleks mengalami rotasi anggota
gerak atau deformitas (perubahan bentuk) dan pemendekan anggota gerak (jika tulang
tungkai yang rusak), dan rentang gerak menjadi menurun. Jika bagian yang terkena
digerakkan, suara gemeretak (crepitation) dapat didengar dimana hal ini disebabkan oleh
fragmen tulang yang saling bergesekan. Anggota gerak tidak boleh digerakkan (untuk
mencoba dan reposisi tulang) jika terdengar suara krepitasi. Periksa integritas dari kulit.
Seorang pasien dengan fraktur tertutup
mungkin memiliki ecchymosis (memar) diatas tulang yang retak dari pendarahan ke
dalam jaringan lunak di bawahnya. Ecchymosis mungkin tidak muncul selama beberapa
hari setelah cedera. Pembengkakan juga dapat terjadi dan dapat mengganggu aliran darah,
menyebabkan kompromi neurovaskular. Pada fraktur terbuka, satu atau lebih ujung
tulang menembus kulit, menyebabkan luka, sehingga meningkatkan kemungkinan
timbulnya infeksi (Haughton, Jordan, Malahias, Hindocha, & Khan, 2012; Smeltzer et al.,
2015).

Penatalaksanaan Kedaruratan

Berikutnya kita perlu mengetahui apa saja tindakan awal/kedaruratan yang harus diambil
apabila menemukan kasus patah tulang (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011;
Smeltzer et al., 2015). Tindakan-tindakan tersebut diantaranya:

1. Kaji terlebih dulu ABC (jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi)


2. Segera immobilisasi anggota tubuh yang terkena. Pasang bidai di atas dan di bawah
fraktur (lebih bagus lagi di samping area fraktur).
3. Jika ada perdarahan, pasang splint dan padding (di atas dan di bawah area fraktur)
langsung di atas pakaian. Jaga agar pasien tertutup untuk mempertahankan panas
tubuh.
4. Jika fraktur anggota gerak adalah tulang kaki, anggota gerak yang tidak terpengaruh
dapat digunakan sebagai penyangga dengan membalut kedua kaki secara bersamaan.
5. Kaji warna, kehangatan, sirkulasi, dan gerakan dari anggota gerak distal ke fraktur
sebelum dan sesudah pemasangan bidai.
6. Pada fraktur terbuka tutupi area tulang yang menonjol dengan kassa bersih (steril).
7. Jangan mencoba “meluruskan” atau meluruskan kembali anggota gerak yang retak.
8. Pindahkan anggota tubuh yang terkena seminimal yang diperlukan.
9. Transportasi ke rumah sakit sesegera mungkin

Keperawatan | 141
Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:

1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, kerusakan
musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan kekuatan
/ tahanan.
3) Resiko disfungsi neurovascular perifer berhubungan dengan peningkatan volume
jaringan

4.2 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Hemothoraks


Definisi Hemothoraks

Hemothoraks adalah kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan paru-paru
(rongga pleura). Penyebab paling umum dari homothoraks adalah trauma dada (Smeltzer
et al., 2015). Trauma misalnya:

a) Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
b) Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh
pembuluh internal
c) Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura
Henoch-Schonlein dapat menyebabkan spontan hemothoraks.

Gambar 38. Hemothorax (Campbell, Alson, & Alabama, 2018)


Penanganan hemothoraks

Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan perdarahan,


dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura (Calder & Boyd, 2014;
Smeltzer et al., 2015). Penanganan pada hemothoraks adalah:

1) Resusitasi Cairan. Terapi awal hemothoraks adalah dengan penggantin volume


darah yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan pemberian
darah dengan golongan spesifik secepatnya.
2) Pemasangan chest tube/selang dada (water seal drainage/WSD) ukuran besar
agar darah pada thoraks tersebut dapat cepat keluar sehingga tidak membeku
didalam pleura.

Komplikasi

Apabila penanganan pada kasus hemothoraks tidak dilakukan dengan segera, maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga
thoraks yang nantinya dapat menyebabkan paru menjadi kolaps dan mendorong
mediastinum serta trakhea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal nafas dan meninggal,
fibrosis atau jaringan parut pada membrane pleura, atelektasis, shock, pneumothoraks,
pneumonia dan septisemia (Smeltzer et al., 2015).

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak


maksimal karena trauma, hipoventilasi.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan.
3) Resiko terjadinya syok hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
4.3 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma Kepala

Definisi

Trauma kepala adalah kerusakan pada kulit kepala, tengkorak atau otak yang disebabkan
oleh cedera. Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara yang berbeda
sesuai dengan jenis cedera, struktur di kepala yang rusak atau seberapa parah trauma.
Cedera kepala diklasifikasikan menjadi cedera kepala terbuka atau cedera kepala tertutup.
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Cedera kepala dapat disebabkan baik oleh trauma dengan kecepatan yang relatif kecil
maupun tinggi. Cedera otak primer terjadi pada saat terjadi benturan dan termasuk cedera
seperti hematomata subdural dan ekstradural, memar otak, dan cedera aksonal. Gangguan
pada otak ini berlanjut sehingga dapat berkembang dan mengakibatkan cedera otak
sekunder yang ditandai dengan gangguan regulasi aliran darah otak dan metabolisme.
Cedera ini bahkan diperburuk oleh faktor-faktor eksogen yang mengurangi suplai oksigen
otak dan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). TIK ini akan naik dengan peningkatan
volume salah satu isi kranial (darah, otak, cairan serebrospinal) sebagai kranium adalah
‘kotak yang kaku’ (hukum Monro-Kelly) (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011;
Smeltzer et al., 2015).

Tanda dan Gejala

Cedera kepala dapat menyebabkan pendarahan di jaringan otak dan lapisan yang
mengelilingi otak (subarachnoid hemorrhage, subdural hematoma, hematoma
epidural). Gejala cedera kepala dapat langsung terjadi atau dapat berkembang perlahan
selama beberapa jam atau beberapa hari. Bahkan jika tengkoraknya tidak retak, otak bisa
terkena dan mengalami memar. Kepala mungkin terlihat baik- baik saja, tetapi masalah
bisa terjadi akibat pendarahan atau pembengkakan di dalam tengkorak. Sumsum tulang
belakang juga mungkin juga akan terkena pada kasus trauma yang serius. Beberapa
cedera kepala dapat menyebabkan perubahan fungsi otak, dimana kondisi inilah yang
disebut cedera otak traumatis. Gegar otak adalah cedera otak traumatis ringan. Gejala
gegar otak dapat berkisar dari ringan hingga berat (Basavanthappa & Basavanthappa,
2011; Smeltzer et al., 2015).
Gambar 39. Karakteristik cedera kepala (Smeltzer, et al, 2015)

Manajemen jalan nafas dan ventilasi

Obstruksi jalan napas dan hipoventilasi sering terjadi pada pasien yang mengalami cedera
kepala. Hal ini dapat dengan cepat menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia, kedua hal
tersebut dapat berkontribusi pada pengembangan sekunder kerusakan otak. Manajemen
jalan nafas dasar (jaw thrust dan pemasangan orofaringeal tube) harus dilakukan
bersamaan dengan pemberian oksigen aliran tinggi pada pasien yang tidak stabil atau
memiliki SpO2 94%. Laryngeal mask airway (LMA) dapat dipasang pada pasien yang
tidak sadar. Petugas medis harus selalu mendokumentasikan GCS dan ukuran pupil
sebelum pemberian obat-obatan sedative. Kondisi hiperventilasi post intubasi harus
dicegah, karena kondisi tersebut akan menyebabkan vasokontriksi serebral dan iskemia.
Pasien dengan trauma kepala yang mengalami hiperventilasi kadang menunjukkan hasil
yang memburuk dibanding pasien yang mendapatkan ventilasi pada PaCO2 4.5 kPa
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Manajemen sirkulasi

Mempertahankan tekanan perfusi serebral yang adekuat merupakan tujuan utama


manajemen trauma kepala. Mempertahankan tekanan perfusi serebral pada angka 60-70
mmHg adalah target akhir pada pasien dengan cedera kepala berat. Pada tekanan intra
kranial/TIK > 20 mmHg, biasanya dibutuhkan MAP 80 mmHg atau lebih. Pasien dengan
cedera kepala yang parah dan mengalami hipotensi
memiliki risiko kematian dua kali lipat dibandingkan dengan pasien normotensif (bahkan
setelah satu pun episode hipotensi). Hipotensi dapat menyebabkan berkurangnya perfusi
otak dan iskemia neuronal dan sering juga terjadi multifaktorial pada pasien trauma. Kita
harus selalu berasumsi bahwa hipotensi terjadi untuk hipovolemia sampai terbukti
sebaliknya dan perlu mencari area/sumber kehilangan darah (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Tekanan darah sistolik (systolic blood pressure/SBP) minimal 90 mmHg sangat


direkomendasikan pada orang dewasa. Nilai SBP yang lebih tinggi (> 100 mmHg)
mungkin bisa dicapai pada pasien dengan cedera otak traumatis berat. Pada pasien dengan
banyak luka dan terjadi hipovolemia terdapat konflik antara resusitasi hipotensi permisif
untuk meminimalkan kehilangan darah dan kebutuhan untuk mempertahankan otak pada
tekanan perfusi yang memadai untuk mencegah cedera otak sekunder. Target SBP 90
mmHg harus dicapai. Cairan resusitasi yang ideal tidak dapat diketahui untuk pasien
dengan cedera otak traumatis yang parah. Saat ini, bolus kecil (250-500 mL) cairan
kristaloid, misalnya 0, 9% natrium klorida, digunakan untuk menjaga tekanan darah yang
memadai di lapangan, karena penggunaan vasopresor sering tidak praktis digunakan
selama transportasi. Cairan kristaloid hipertonik mungkin memiliki potensi yang baik di
masa depan sebagai cairan resusitasi yang utama pada kelompok pasien ini karena
efeknya pada mengurangi tekanan intracranial (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011;
Smeltzer et al., 2015).

Penanganan pertama

1. Periksa saluran napas, pernapasan, dan sirkulasi orang itu. Jika perlu, mulailah
melakukan RJP.
2. Jika pernapasan dan detak jantung pasien normal, tetapi dalam kondisi tidak sadar,
maka perlakukan pasien seolah-olah mengalami cedera tulang belakang. Stabilkan
kepala dan leher dengan meletakkan tangan di kedua sisi kepala orang tersebut. Jaga
kepala agar sejajar dengan tulang belakang dan mencegah gerakan.
3. Hentikan pendarahan dengan menekan kuat pada area yang mengalami perdarahan
dengan menggunakan kain bersih. Jika cedera serius, berhati- hatilah untuk tidak
menggerakkan kepala orang tersebut.
4. Jika pasien dicurigai mengalami patah tulang tengkorak, jangan berikan tekanan
langsung ke tempat perdarahan. Tutupi luka dengan kasa steril.
5. Jika orang tersebut muntah, untuk mencegah tersedak, miringkan kepala, leher, dan
tubuh seseorang menggunakan metode log roll. Tindakan ini digunakan untuk
melindungi tulang belakang. Pada pasien anak-anak, mungkin akan mengalami sering
muntah satu kali setelah terjadi cedera kepala (Basavanthappa & Basavanthappa,
2011; Smeltzer et al., 2015).

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:

1) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2) Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3) Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan edema otak

4.4 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Luka bakar


Definisi

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dari sumber panas ke tubuh
menyebabkan kerusakan pada jaringan. Secara lokal, panas mengubah sifat protein
seluler dan mengganggu suplai darah. Jumlah kerusakan kulit terkait dengan (1) suhu
agen yang terbakar, (2) bahan yang terbakar, (3) durasi paparan,
(4) konduktivitas jaringan, dan (5) ketebalan yang terlibat struktur dermal (Martin &
Silvain, 2018).
Gambar 40. Derajat luka bakar (Campbell, Alson, & Alabama, 2018)

Gambar 41. Rule of Nine (Williams & Hopper, 2015)

Ukuran luka bakar diperkirakan berdasarkan bagian tubuh yang terkena. Metode yang
umum digunakan adalah Rule of Nines. Metode ini dilakukan dengan cara membagi
tubuh menjadi segmen-segmen yang areanya baik 9% atau kelipatan
9% dari total permukaan tubuh, dengan area perineum dihitung sebagai 1%
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Penatalaksanaan

Fase Krisis

Pada saat cedera, proses pembakaran harus dihentikan. Pakaian dilepaskan, dan lukanya
didinginkan dengan air bersuhu ruangan mengalir dan ditutup dengan kain bersih untuk
mengurangi menggigil dan kontaminasi. Pasien harus distabilkan dalam hal patah tulang,
perdarahan, imobilisasi tulang belakang, dan cedera lainnya. Cedera inhalasi dicurigai jika
pasien menderita luka bakar dari api di ruang tertutup atau terkena bahan membara, jika
wajah dan leher terkena, jika ada perubahan vokal, dan jika pasien batuk partikel karbon
(Martin & Silvain, 2018; Shank et al., 2018).

Cairan intravena dapat diberikan untuk mencegah dan mengatasi masalah syok
hipovolemik. Pasien dapat diberikan analgesik opioid untuk mengurangi nyerinya.
Riwayat cedera yang akurat diperoleh untuk menentukan tingkat keparahan,
kemungkinan komplikasi, dan trauma terkait (Smeltzer et al., 2015).

Fase akut

Jika pasien berada di rumah sakit yang mempunyai unit luka bakar khusus, perawatan
multidisipliner dari tim perawatan luka bakar diberikan selama fase akut. Tujuan
manajemen fase akut adalah termasuk menutup luka tanpa adanya infeksi, bekas luka
yang minimal, fungsi maksimal, pemeliharaan kenyamanan sebanyak mungkin, dukungan
nutrisi yang memadai, dan pemeliharaan cairan, elektrolit, dan mempertahankan
keseimbangan asam-basa (Martin & Silvain, 2018; Shank et al., 2018).

Pasien dapat terus diberi obat untuk nyeri yang diperlukan, terutama sebelum perawatan
yang biasanya menyakitkan. Luka dibersihkan dan disterilkan setiap hari untuk
mempercepat proses penyembuhan, dan mencegah infeksi (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul diantaranya adalah:

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema jalan nafas bagian atas,
edema di membrane kapiler alveoli
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan injuri thermal
3) Deficit volume cairan berhubungan dengan area luka bakar yang luas, cairan kapiler
yang merembes keluar, dan penurunan intake cairan
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kehilangan darah dan
penurunan cardiac output

4.5 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Hipoglikemia


Definisi

Hipoglikemia (kadar glukosa darah rendah) terjadi ketika glukosa darah turun menjadi
kurang dari 50 hingga 60 mg / dL. Keadaan ini disebabkan oleh terlalu banyak insulin
atau agen hipoglikemik oral, terlalu sedikit makanan, atau aktivitas fisik yang berlebihan.
Hipoglikemia dapat terjadi kapan saja baik di siang atau malam hari, meskipun biasanya
sering terjadi pada saat sebelum makan, terutama saat pasien makan terlambat atau tidak
makan snack (Ortiz, 2017; Seaquist et al., 2013; Shafiee, Mohajeri-Tehrani, Pajouhi, &
Larijani, 2012).

Tanda dan Gejala

Setelah Saudara mengetahui definisi hipoglikemia, bagaimanakah dengan tanda klinis


seseorang terkena hipoglikemia? Pada hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah
menurun, akan menyebabkan gejala seperti berkeringat, tremor, takikardia, palpitasi,
kegelisahan, dan rasa lapar. Tanda-tanda gangguan fungsi system saraf pusat/SSP
mungkin termasuk didalamnya adalah adanya ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
sakit kepala, pusing, kebingungan, gangguan memori, mati rasa pada bibir dan lidah,
bicara cadel, gangguan koordinasi, perubahan emosional, perilaku irasional atau agresif,
penglihatan ganda, dan mengantuk. Pada hipoglikemia berat, timbul gejala perilaku yaitu
tidak fokus, kejang, sulit bangun dari tidur, atau kehilangan kesadaran (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Hao et al., 2018).
Pengkajian dan temuan diagnostik

Gejala hipoglikemik dapat terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga. Kombinasi gejala
bervariasi dari orang ke orang. Sebagai contoh, pasien yang biasanya memiliki tingkat
glukosa darah dalam kisaran hiperglikemik (misalnya, dalam 200 mg/dL atau lebih besar)
mungkin merasakan gejala hipoglikemik (adrenergik) ketika glukosa darah mereka
dengan cepat turun menjadi 120 mg / dL atau kurang (Cryer, 2013; Shafiee et al., 2012).

Sebaliknya, pasien yang sering memiliki kadar glukosa dalam kisaran rendah normal
mungkin asimtomatik ketika glukosa darah secara perlahan turun menjadi kurang dari 50
mg / dL. Faktor lain yang berkontribusi terhadap perubahan gejala hipoglikemik adalah
menurunnya respon hormonal (adrenergik) terhadap hipoglikemia. Ini terjadi pada
beberapa pasien yang telah menderita diabetes selama bertahun-tahun. Ini mungkin
terkait dengan salah satu komplikasi diabetes kronis, neuropati otonom (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Ortiz, 2017; Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2015).

Gambar 42. Gejala klinis hipoglikemia (Williams & Hopper, 2015)

Penatalaksanaan

Perawatan segera harus diberikan ketika hipoglikemia terjadi. Pada kasus hipoglikemia
dimana penderita tidak sadar, maka harus segera dibawa ke rumah sakit. Sementara pada
penderita yang masih sadar, maka penderita bisa diminta
untuk minum air gula hangat (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Cryer, 2013;
Smeltzer et al., 2015).

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan disfungsi sistem saraf pusat
akibat hipoglikemia
3) Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis : hipoglikemia

4.6 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Kejang

Definisi

Kejang adalah episode fungsi neurologis abnormal yang disebabkan oleh pelepasan
neuron otak yang tidak tepat. Beberapa pasien dengan "epileptic"
electroencephalographic (EEG) mungkin tidak mengalami gejala klinis yang jelas.
Beberapa episode klinis seperti kejang mungkin disebabkan oleh penyebab selain
aktivitas listrik otak yang abnormal, tetapi serangan seperti itu, bukanlah kejang yang
sebenarnya (Kwan & Brodie, 2000; Ulate-Campos et al., 2016).

Klasifikasi kejang

Kejang umum (kesadaran Kejang tonik-klonik (grand mal)


selalu hilang) Absence seizures (petit mal)
Lainnya (myoclonic, tonic, clonic, atau atonic)
Kejang parsial (fokal) Parsial sederhana (tidak ada perubahan
kesadaran)
Parsial kompleks (kesadaran terganggu) Kejang
parsial (sederhana atau kompleks)
dengan generalisasi sekunder
Tidak diklasifikasikan (karena
informasi yang tidak memadai)
Pemeriksaan fisik

Anda perlu memeriksa kemungkinan adanya cedera, terutama pada kepala atau tulang
belakang. Kejang mungkin dapat menyebabkan patah tulang, keseleo, dan memar, aserasi
lidah dan mulut, fraktur gigi, dan aspirasi paru juga sering terjadi. Anda ukur juga tanda-
tanda vital, termasuk suhu dan saturasi oksigen, dan periksa glukosa serum. Anda juga
bisa melakukan pemeriksaan neurologis terarah dan pemeriksaan serial berikutnya.
Tingkat kesadaran harus diawasi dengan seksama. Penurunan kondisi secara progresif
membutuhkan intervensi cepat (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al.,
2015).

Pengobatan kejang tanpa komplikasi

Fokus penatalaksanaan adalah untuk melindungi pasien dari cedera. Jika memungkinkan,
posisikan pasien ke samping untuk mengurangi risiko aspirasi. Pastikan bahwa lidah
pasien tidak tergigit oleh giginya sendiri saat terjadi serangan kejang. Amati aktivitas
kejang untuk menentukan apakah ada aktivitas fokal. Tidak ada indikasi untuk obat
antikonvulsan IV selama kejang tanpa komplikasi. Pemberian sedasi yang tidak perlu
pada titik ini akan mempersulit evaluasi dan menghasilkan penurunan tingkat kesadaran
yang berkepanjangan (Smeltzer et al., 2015; Ulate-Campos et al., 2016; Zaccara et al.,
2017).

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol


(gangguan keseimbangan).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Isolasi sosial berhubungan dengan rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
4.7 Asuhan keperawatan pada pasien dengan Keracunan

Racun adalah zat apa pun yang, jika dicerna, dihirup, diserap, menempel pada kulit, atau
diproduksi di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil, namun melukai tubuh dengan
aksi kimianya. Keracunan dari inhalasi dan menelan bahan beracun, baik yang disengaja
maupun tidak disengaja, merupakan bahaya kesehatan utama dan situasi yang darurat
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015; Young, 2014). Perawatan
kegawatdaruratan dimulai dengan tujuan sebagai berikut:

a) Untuk menghilangkan atau menonaktifkan racun sebelum diserap


b) Untuk memberikan perawatan suportif dalam mempertahankan sistem organ yang
vital
c) Untuk memberikan obat penawar khusus untuk menetralisir racun tertentu
d) Untuk memberikan pengobatan yang mengurangi konsentrasi racun yang diserap.

Gambar 43. Macam-macam keracunan (Williams & Hopper, 2015)


Racun yang tertelan/Ingested poison

Racun yang ditelan dapat bersifat korosif. Racun korosif termasuk agen alkali dan asam
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan setelah bersentuhan dengan membran
mukosa. Produk alkalin termasuk alkali, pembersih saluran, pembersih toilet, pemutih,
deterjen, pembersih oven, dan baterai (baterai yang digunakan untuk menyalakan jam
tangan, kalkulator, atau kamera). Produk asam termasuk pembersih toilet, pembersih
kolam, pembersih logam, penghilang karat, asam baterai (Smeltzer et al., 2015; Young,
2014).

Penatalaksanaan

Pengendalian jalan napas, ventilasi, dan oksigenasi sangat penting. Dengan tidak adanya
kerusakan otak atau ginjal, prognosis pasien sangat bergantung pada manajemen
pernapasan dan sirkulasi yang berhasil. Pengukuran dilakukan untuk menstabilkan fungsi
kardiovaskular dan fungsi tubuh lainnya. Rekaman jantung, tanda-tanda vital, dan status
neurologis dimonitor secara ketat untuk perubahan. Syok mungkin disebabkan oleh
tindakan cardiodepressant dari zat yang dicerna, atau dari berkurangnya volume darah
yang bersirkulasi akibat peningkatan permeabilitas kapiler (Kwan & Brodie, 2000; Ulate-
Campos et al., 2016; Zaccara et al., 2017).

Pemasangan kateter urin dilakukan untuk memantau fungsi ginjal. Spesimen darah
diambil untuk menguji konsentrasi obat atau racun. Upaya ini ditujukan untuk
menentukan substansi apa yang diambil; jumlah; waktu sejak konsumsi. Tanda dan gejala
seperti rasa sakit atau sensasi terbakar, kemerahan atau luka bakar di mulut atau
tenggorokan, nyeri saat menelan atau ketidakmampuan untuk menelan, muntah, atau
meneteskan air liur; usia dan berat pasien; dan riwayat kesehatan yang berkaitan (Kwan
& Brodie, 2000; Ulate-Campos et al., 2016; Zaccara et al., 2017).
Pasien yang telah menelan racun korosif diberikan antagonis kimiawi atau fisiologis
tertentu (penangkal) diberikan sedini mungkin, untuk menetralisir atau mengurangi efek
toksin. Jika langkah-langkah ini tidak efektif, prosedur dimulai untuk menghilangkan
substansi yang dicerna. Prosedur ini termasuk pemberian beberapa dosis arang aktif,
diuresis (untuk zat yang diekskresikan oleh ginjal), dialisis, dan hemoperfusi. Jika pasien
mengeluh sakit, analgesik diberikan dengan hati-hati. Nyeri yang parah akan
menghambat fungsi fisiologis normal. Jika keracunan ini dilatarbelakangi oleh suatu
upaya bunuh diri, konsultasi kejiwaan harus dilakukan sebelum pasien keluar dari rumah
sakit. Dalam kasus-kasus konsumsi racun yang tidak disengaja, pencegahan keracunan
beserta cara penanganan pertama dirumah harus diberikan kepada pasien dan keluarga
(Kwan & Brodie, 2000; Ulate-Campos et al., 2016; Zaccara et al., 2017).

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:


1) Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2) Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi system saraf pusat

D. Latihan Soal

1. Seorang laki laki usia 32 tahun datang ke IGD dengan kaki kanan yang masih
terpasang gips. Korban mengatakan, lima hari yang lalu mengalami KLL dan
mengalami patah tulang tertutup di tungkai kanan bawahnya. Keluhan korban
manakah yang harus diwaspadai oleh perawat dan harus dilaporkan kepada dokter?
a. Nadi perifer cepat
b. Kebas pada jari kaki
c. Jari kaki teraba hangat
d. Jari kaki berwarna kemerahan
e. Nyeri pada bagian yang mengalami patah tulang
2. Seorang laki-laki berusia 55 tahun dibawa ke IGD karena mengalami sesak nafas.
Pada pemeriksaan didapatkan orthopnea, tachypnea, crackles pada semua lapang
paru. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Dari tanda gejala tersebut pasien tersebut
menunjukkan pasien mengalami:
a. Status asmatikus
b. Gagal jantung kiri
c. Gagal jantung kanan
d. Biventricular heart failure
e. Acute respiratory distress syndrome
3. Seorang laki-laki usia 54 tahun baru saja mengalami KLL. Saat dibawa masuk ke
IGD, Anda melihat adanya perbedaan kondisi pada kedua tungkai korban. Hasil
inspeksi didapati bahwa pada tungkai kanan korban tampak memendek,
membengkak, dan berwarna kemerahan. Saat dilakukan palpasi, korban mengeluh
nyeri hebat dan teraba krepitasi. Dari hasil pemeriksaan tersebut,
Anda menduga korban mengalami…
a. Strain
b. Sprain
c. Dislokasi
d. Open fracture
e. Closed fracture
4. Seorang perempuan berusia 20 tahun dibawa ke IGD setelah dipukul dengan sebilah
kayu. Kondisi saat ini tidak sadar, dan ketika dipalpasi didapatkan fraktur depresi
pada tulang tengkoraknya, wajahnya bengkak, echimosis, terdapat gurgling dan bekas
muntahan pada wajah dan pakaiannya. Dalam menangani pasien trauma kepala,
langkah pertama yang penting untuk dilakukan pada fase pre hospital adalah ….
a. Memasang infus
b. Patensi jalan nafas
c. Memasang cervical collar
d. Menentukan skor GCS pasien
e. Mengontrol perdarahan pada kulit kepala
5. Seorang laki laki usia 50 tahun datang ke IGD dengan luka bakar derajat tiga di area
kepala dan lehernya. Menurut saksi mata, korban adalah penjual nasi goreng yang
saat menyalakan kompor untuk memasak terkena ledakan tabung gas. Akibat apakah
yang bisa dihasilkan dari adanya luka bakar?
a. Hilangnya fungsi pelindung
b. Gangguan kemampuan untuk mengatur suhu
c. Peningkatan risiko infeksi
d. Perubahan fungsi sensorik
e. Benar Semua
6. Seorang perempuan berusia 67 tahun dibawa ke IGD karena mengalami sesak nafas.
Pada pemeriksaan didapatkan pasien sadar dalam posisi tripod, gurgling saat
ekshalasi, nampak cemas, pucat dan diaforesis, TD: 176/90 mmHg, nadi 117 x/menit
dan RR: 28 x/menit. Penanganan prioritas pada pasien tersebut yaitu:
a. Pemberian atorvastatin
b. Pemberian nitrogliserin
c. Pemasangan nasopharyngeal airway
d. Melakukan suction untuk patensi jalan nafas
e. Pemberian oksigen dengan menggunakan venturi mask
7. Seorang laki-laki berusia 60 tahun dirujuk ke IGD karena pasien mengalami
hipoventilasi. Pasien tersebut memiliki riwayat COPD. Saat pemeriksaan di IGD
didapatkan pasien tidak sadar, telah terpasang oropharyngeal airway, terpasang
oksigen dan infus, RR: 7x/menit, TD: 80/50 mmHg, nadi teraba lemah. Manajemen
prioritas pada pasien tersebut yaitu :
a. Melakukan pemeriksaan foto thorax
b. Melakukan pemeriksaan elektrokardiografi
c. Kolaborasi pemberian terapi antikolinergik
d. Memberikan bantuan ventilasi dengan BVM
e. Kolaborasi dalam koreksi kondisi ketidakseimbangan asam basa
8. Seorang laki-laki berusia 48 tahun dibawa ke IGD karena mengalami nyeri dada.
Nyeri dada dialami sejak 1 jam yang lalu (ketika sarapan pagi), seperti ditindih beban
berat, nyeri terasa di bagian substernal, menyebar ke kedua bahu, disertai dyspnea
dengan skala nyeri 8. Pasien mempunyai riwayat hipertensi, TD: 170/100 mmHg,
nadi 95 x/menit, RR 20 x/menit, Sat.O2 89%. Pasien nampak diaphoresis dan cemas.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan ST elevasi di V3-V6, Lead I, AVL. Manajemen
pasien tersebut di IGD meliputi:
a. Kolaborasi pemberian nitrogliserin IV
b. Mulai memberikan oksigen aliran tinggi (>10 L/menit)
c. Kolaborasi pemberian aspirin dengan dosis 160-325 mg
d. Melakukan pemeriksaan cardiac marker dalam 1 jam pertama
e. Injeksi intravena morfin sesegera mungkin untuk menurunkan nyeri
9. Seorang laki laki usia 65 th dibawa ke RS karena mengalami lemah di anggota gerak
kanan, susah berbicara, dan mulut perot. Kurang lebih 4 jam sebelum masuk rumah
sakit, klien ditemukan oleh istri terjatuh dalam posisi terlentang di sawah. Klien
ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kurang lebih 1 jam SMRS dalam
perjalanan ke RS UMM, pasien sadarkan diri dan diakui mengalami muntah secara
tiba-tiba sebanyak satu kali. Apa gangguan yang dialami oleh klien?
a. Stroke
b. Trauma kepala
c. Epilepsy
d. Heart attack
e. Shock
10. Pasien mengalami cedera kepala tertutup akibat jatuh dari pohon sekitar 2 jam yang
lalu. Hasil CT scan menunjukan terdapat akumulasi perdarahan diantara tulang
tengkorak dan duramater. Dari pemeriksaan tersebut dapat dikategorikan mengalami:
a. Epidural hematoma
b. Subdural hematoma
c. Subgaleal hemorrhage
d. Perdarahan intrakranial
e. Subarachnoid hemorrhage
E. Rangkuman

1. Fraktur dapat terjadi terbuka, yaitu pada saat ujung tulang yang patah keluar
menembus kulit atau mungkin tertutup. Ujung tulang yang retak sangat tajam dan
sangat berbahaya bagi semua jaringan yang mengelilingi tulang. Hal ini dikarenakan
oleh saraf dan arteri berada diarea tulang, disisi fleksor sendi, atau sangat dekat
dengan kulit (tangan dan kaki).
2. Cedera thoraks ini mungkin melibatkan paru-paru, jantung, pembuluh darah besar
atau struktur tulang, dimana dapat disebabkan oleh trauma tumpul dan tembus.
Beberapa cedera thoraks akan menyebabkan kematian dengan segera, seperti diseksi
aorta traumatik. Cedera thoraks yang mengancam jiwa lainnya termasuk obstruksi
saluran napas, pneumothoraks, perdarahan mayor dan tamponade jantung
memerlukan penilaian dan intervensi yang tepat. Cedera thoraks difokuskan pada
penilaian yang cermat, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan diagnostik.
3. Cedera kepala diklasifikasikan menjadi cedera kepala terbuka atau cedera kepala
tertutup. Pada cedera tertutup, terjadi kerusakan yang tidak merusak tengkorak kepala
ataupun menembus jaringan otak. Sementara itu, cedera terbuka mengacu pada
kerusakan yang menembus tulang tengkorak yang menyebabkan masalah seperti
pendarahan di otak, patah tulang tengkorak atau menekan tulang terhadap struktur di
otak.
4. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dari sumber panas ke
tubuh menyebabkan kerusakan pada jaringan. Secara lokal, panas mengubah sifat
protein seluler dan mengganggu suplai darah.
5. Penderita diabetes dapat mengalami keadaan darurat yang mengancam jiwa dari
terlalu banyak atau terlalu sedikit insulin dalam tubuh mereka. Terlalu banyak insulin
dapat menyebabkan tingkat gula rendah (hipoglikemia), yang dapat menyebabkan
syok insulin. Tidak cukup insulin dapat menyebabkan kadar gula yang tinggi
(hiperglikemia), yang dapat menyebabkan koma diabetik.
6. Kejang adalah episode fungsi neurologis abnormal yang disebabkan oleh pelepasan
neuron otak yang tidak tepat. Beberapa pasien dengan "epileptic"
electroencephalographic (EEG) mungkin tidak mengalami gejala klinis yang jelas.
Beberapa episode klinis seperti kejang mungkin disebabkan oleh penyebab selain
aktivitas listrik otak yang abnormal, tetapi serangan seperti itu, bukanlah kejang yang
sebenarnya.
7. Perlu dipahami bahwa prinsip penatalaksanaan keracunan adalah untuk
menghilangkan atau menonaktifkan racun sebelum diserap, untuk memberikan
perawatan suportif dalam mempertahankan sistem organ vital, untuk mengelola obat
penawar khusus untuk menetralisir racun tertentu, dan untuk menerapkan pengobatan
yang mempercepat penghapusan racun yang diserap.
Pembelajaran 5. Keperawatan Medikal Bedah

Sumber:

 Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 5 : Kesehatan Masyarakat, Keluarga, Jiwa


Ibu Dan Anak. Penulis: Anggraini Dwi K, MNS (2019)

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1. Memahami konsep dan menganalisis asuhan keperawatan pada kasus keperawatan
medikal
2. Memahami konsep dan menganalisis asuhan keperawatan pada kasus keperawatan
bedah

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, peserta mampu:

1. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien human immunodeficiency virus-


acquired immune deficiency syndrome (HIV-AIDS)
2. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis
3. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien infark miokard akut (IMA) dan
syok kardiogenik
4. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus
5. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien apendisitis
6. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus hernia
7. Merencanakan asuhan keperawatan pada pasien benign prostatic hiperplasia (BPH)

C. Uraian Materi

5.1 Asuhan keperawatan pada pasien Human


Immunodeficiency Virus-Acquired Immune Deficiency
Syndrome (HIV-AIDS)

Definisi

HIV-AIDS merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan melemahnya kekebalan sel
secara progresif, AIDS meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan
kanker yang tidak biasa. Diagnosis yang ditegakkan berasal dari

Keperawatan | 161
korelasi yang cermat dari riwayat pasien dan fitur klinis dengan jumlah jenis sel T tertentu
(Maartens, Celum, & Lewin, 2014).
Penyebab:
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV, dimana retrovirus ini berada di cairan tubuh, seperti
darah dan sperma. Cara penularan HIV termasuk diantaranya adalah:
b. Kontak seksual, terutama yang berhubungan dengan trauma pada dubur atau
mukosa vagina
c. Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi
d. Penggunaan jarum yang terkontaminasi
e. Penularan melalui plasenta dari ibu yang terinfeksi ke janin melalui kontak
serviks atau darah saat melahirkan
f. ASI dari wanita yang terinfeksi (Dheda et al., 2017; Maartens et al., 2014)
Faktor risiko untuk AIDS
a. Kontak seksual dengan seseorang yang menderita AIDS atau yang berisiko
menderita
b. Penyalahgunaan I.V. baik saat ini maupun sebelumnya.
c. Transfusi darah atau produk darah.
d. Ibu hamil dan menyusui
Tanda dan Gejala
gejala atau dapat berkembang sindrom retroviral akut dengan gejala kelelahan ekstreme,
sakit kepala, demam, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening di dua tempat
selain nodul inguinalis), diare, atau sakit tenggorokan. Gejala biasanya berkembang 6
sampai 12 minggu setelah penularan HIV dan dapat berlangsung beberapa hari hingga
minggu. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan tidak menyerang untuk infeksi HIV.
Setelah fase asimtomatik yang diperpanjang, infeksi HIV yang tidak diobati biasanya
berlanjut ke tahap gejala ketika itu virus telah sangat merusak sistem kekebalan tubuh.
Pasien dapat menunjukkan tanda gejala sesak napas, demam, penurunan berat badan,
kelelahan, malam keringat, diare yang persisten, ulkus kandidiasis oral atau vagina, kulit
kering, lesi kulit, neuropati perifer, herpes zoster (reaktifasi varisela virus zoster), kejang,
atau demensia. Pada tahap akhir infeksi HIV, AIDS didiagnosis ketika jumlah CD4 + T-
limfosit di bawah 200 atau infeksi dan penyakit oportunistik, dimana terjadi tanda dan
gejala spesifik (Maartens et al., 2014; Riza et al., 2014).
Fase-fase HIV
Fase-fase HIV dibagi menjadi beberapa tahap (Maartens et al., 2014; Wang et al., 2016),
diantaranya adalah:
a. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar /pembulu limfe) menetap dan
menyeluruh.
b. Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis,
tonsilitis, otitis media, pharyngitis) herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang.
c. Fase klinik 3
Penurunan BB (10%) tanpa sebab. kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam
menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral menetap, TB pulmonal
(baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya: pneunomia, emphyema
(nanah di rongga tubuh terutama pleura, abses pada otot sklet, infeksi sendi atau
tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute
nekrotizin ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang
penyebabnya tidak diketahui.
d. Fase klinik 4
Penderita menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneunomia
(pneunomia karena pneumokitis karinil), pneunomia bakteri berulang, infeksi harpes
simplex kronik (orolabial, genetalia anorektal >1 bulan), oesophageal kandidiasis,
TBC ekstrapulmonal, citomegalovirus, toksoplasma di system saraf pusat, HIV
encephalopati, meningitis, infeksi progesif multi fokal, limpoma, cervical carsinoma,
leukoncephalopathy.
a. Diagnosa Keperawatan :
1) Ketidakefektifan proteksi diri berhubungan dengan gangguan imunitas,
ketidakadekuatan status nutrisi, terapi IV dan prosedur invasive.
2) Risiko cedera terkait dengan gangguan mobilitas, kelemahan, kelelahan,
kemungkinan ketidakseimbangan elektrolit, gangguan neurologis, dan obat
penenang efek rasa sakit obat-obatan.
3) Koping tidak efektif terkait dengan penyakit terminal berpotensi dan
kelemahan progresif

Keperawatan | 163
5.2 Asuhan keperawatan pada pasien Tuberculosis

Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB utamanya mempengaruhi paru-paru, meskipun daerah
lain, seperti ginjal, hati, otak, dan tulang, mungkin terpengaruh juga. M. tuberculosis
adalah basil tahan asam, yang berarti kapan itu diwarnai di laboratorium dan kemudian
dicuci dengan asam, noda tetap, atau tetap "cepat."
M. tuberculosis dapat hidup tempat-tempat gelap di dahak kering selama berbulan-
bulan, tetapi beberapa jam di sinar matahari dapat langsung membunuhnya. Penyakit ini
dapat disebarkan melalui udara dari orang yang terinfeksi (Dheda et al., 2017; Sia &
Wieland, 2011).
Etiologi Tuberculosis
Kondisi tempat tinggal yang padat atau berventilasi buruk membuat pasien mudah
berisiko terinfeksi TB. Meskipun TBC dapat menginfeksi kelompok umur apa saja,
namun pada lansia mempunyai resiko lebih tinggi. Lansia mungkin telah tertular penyakit
cukup banyak pada tahun sebelumnya, tetapi dapat aktif kembali karena proses penuaan
mengurangi fungsi kekebalan tubuh. Pasien dengan AIDS dan penyalahgunaan alcohol
kronis punya risiko sangat tinggi karena mereka fungsi kekebalan tubuh mereka
terganggu (Dheda et al., 2017).
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala TBC aktif ditandai dengan batuk produktif kronis, dahak bercampur
darah, dan keluar keringat di malamhari tanpa aktivitas. Pasien mungkin akan mengalami
demam ringan. Jika pengobatan yang efektif tidak dimulai, maka akan terjadi fibrosis
paru, hemoptisis, dan penurunan berat badan progresif (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2015).
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi atau perfusi
2. Bersihan jalan napas yang tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
berlebihan
3. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan kecemasan atau nyeri
5.3 Asuhan keperawatan pada pasien Infark Miokard Akut (IMA)

Definisi

Penyakit aterosklerotik pada arteri koroner epikardial - disebut penyakit arteri koroner,
atau PAK - menyumbang sebagian besar pasien dengan penyakit jantung iskemik. Gejala
utama dari PAK adalah nyeri dada, dan perhatian terhadap potensi PAK dan iskemia
miokard berkontribusi pada > 8 juta kunjungan setiap tahun ke
U.S. Pada populasi dewasa dengan nyeri dada akut, sekitar 15% pasien akan mengalami
sindrom koroner akut (ACS). Pasien dengan ACS, sekitar sepertiga memiliki AMI, dan
sisanya memiliki angina yang tidak stabil (Smeltzer et al., 2015).

Gejala Klinis

Gejala utama penyakit jantung iskemik adalah nyeri dada, dan riwayat harus mencirikan
keparahannya, lokasi, radiasi, durasi, dan kualitas. Selain itu, adanya gejala yang terkait,
seperti mual, muntah, diaphoresis, dyspnea, pusing ringan, sinkop, dan palpitasi. Riwayat
mengenai onset dan durasi gejala, aktivitas yang memicu gejala, dan evaluasi sebelumnya
untuk gejala serupa harus dipastikan. Gejala iskemia miokard akut sering akan
digambarkan sebagai ketidaknyamanan daripada sebagai rasa sakit. Gejala anginal
termasuk tekanan dada, berat, sesak, kepenuhan, atau meremas. Kurang umum tetapi
tidak jarang, pasien akan menggambarkan gejala mereka seperti pisau, tajam, atau
menusuk. Lokasi klasik adalah substernal atau di dada kiri. Penjalaran ke lengan, leher,
atau rahang dapat terjadi. Nyeri di dinding dada yang dapat direproduksi tidak jarang,
mungkin karena perikardium bisa menjadi meradang, dan duduk di bawah dinding dada
(Smeltzer et al., 2015).

Latihan, stres, atau lingkungan dingin secara klasik mencetuskan angina pektoris. Angina
biasanya memiliki durasi gejala <10 menit, kadang-kadang berlangsung hingga 10 hingga
20 menit, dan biasanya membaik dalam waktu 2 hingga 5 menit setelah istirahat atau
nitrogliserin. Namun, deskripsi klasik awal angina menggambarkan episode sesingkat 2
menit. Sebaliknya, AMI biasanya disertai dengan ketidaknyamanan dada yang lebih lama
dan berat, gejala terkait yang lebih menonjol (mual, diaphoresis, sesak napas, dll), dan
sedikit, jika ada, respon awal terhadap nitrogliserin sublingual. Mudah lelah mungkin
menjadi gejala utama ACS, terutama pada wanita.
Penatalaksanaan

Perawatan acute coronaria syndrome/ACS bersifat individual, berdasarkan durasi dan


persistensi gejala, riwayat jantung, dan temuan pada pemeriksaan fisik dan EKG awal.
Secara umum, pasien dengan gejala persisten dan STEMI harus menerima reperfusi
dengan intervensi koroner perkutan (percutaneous coronary intervention/PCI) atau
terapi fibrinolitik. Sasaran sistem untuk reperfusi adalah PCI dalam 90 menit sejak
kedatangan UGD, atau fibrinolisis dalam 30 menit setelah kedatangan UGD jika PCI
tidak dapat dicapai dalam 90 menit. Namun, data dari Global Registry of Acute Coronary
Events menunjukkan bahwa pada tahun 2006, tujuan ini terlewatkan pada 52% pasien
yang menerima fibrinolisis dan 42% dari mereka yang menjalani PCI. Setiap institusi
yang merawat pasien ACS harus mengembangkan protokol dengan definisi yang jelas
tentang pasien mana yang harus diobati dengan metode reperfusi mana, pada akhirnya
menentukan strategi dominan yang akan digunakan tergantung pada kemampuannya.

Gambar 44. Tanda gejala umum IMA (AHA, 2015)


Pengobatan dengan agen antiplatelet, antitrombin, antagonis, dan nitrat direkomendasikan
untuk kebanyakan pasien STEMI. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
harus dipertimbangkan, berdasarkan gejala, tanda-tanda vital, dan ada atau tidak adanya
gagal jantung; Namun, obat-obatan ini jarang dimulai pada masa pengobatan awal.
Identifikasi NSTEMI sebagai pemicu untuk terapi yang direkomendasikan biasanya
disertai dengan biomarker positif, yang sering terjadi pada pasien di UGD. Pasien dengan
angina tidak stabil atau NSTEMI harus diobati dengan agen antiplatelet dan antitrombin
serta antagonis, dan, mungkin, nitrat. Pasien yang refrakter terhadap terapi ini atau
dengan penanda jantung positif dan mereka yang dijadwalkan untuk menjalani PCI juga
mendapat manfaat dari penggunaan Antagonis GP IIb / IIIa (Smeltzer et al., 2015).

Tindakan Umum

Akses IV dan pemantauan elektrokardiografi lanjutan harus dilakukan pada semua pasien
dengan ACS (STEMI, NSTEMI, dan angina tidak stabil). Oksigen tambahan harus
diberikan kepada pasien dengan hipoksia (pulse oximetry <90%), dan pedoman
menyatakan bahwa adalah wajar untuk memberikan 2 L oksigen melalui kanula hidung
untuk pasien dengan saturasi oksigen normal (Smeltzer et al., 2015).

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Nyeri (akut) berhubungan dengan iskhemia otot jantung sekunder terhadap


sumbatan arteri coroner.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik (iskemia
miokard transien/memanjang, efek obat)

5.4 Asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus

Definisi

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akibat cacat pada sekresi insulin,
aksi insulin, atau kedua.
Ada beberapa jenis diabetes mellitus; mereka mungkin berbeda dalam penyebab,
perjalanan klinis, dan perawatan. Klasifikasi utama diabetes adalah:

a. Diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai ketergantungan insulin diabetes


mellitus)
b. Diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes yang tidak tergantung
mellitus)
c. Diabetes mellitus gestasional

Etiologi

Beberapa etiologi penyebab diabetes mellitus adalah (Basavanthappa & Basavanthappa,


2011; Smeltzer et al., 2015):

a. Kegemukan, obesitas, dan aktivitas fisik


b. Resistensi insulin
c. Gen dan riwayat keluarga

Tanda dan Gejala

Gejala klasik diabetes mellitus termasuk polydipsia (haus berlebihan), poliuria (buang air
kecil berlebihan), dan polifagia (kelaparan berlebihan). Glukosa tidak mampu untuk
memasuki sel, sehingga menyebabkan sel-sel menjadi kelaparan. Jumlah glukosa dalam
darah yang meningkat ini menyebabkan peningkatan serum konsentrasi, atau osmolalitas.
Tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali semua kelebihan glukosa yang disaring
oleh glomeruli, dan hasil glikosuria. Jumlah tubuh yang besar air diperlukan untuk
mengeluarkan glukosa ini, menyebabkan poliuria, nokturia, dan dehidrasi. Meningkatnya
osmolalitas dan dehidrasi menyebabkan polidipsia. Glukosa darah tinggi juga bisa
menyebabkan kelelahan, penglihatan kabur, sakit perut, dan sakit kepala. Keton dapat
menumpuk dalam darah dan urin penderita diabetes tipe 1 (ketoasidosis) (Basavanthappa
& Basavanthappa, 2011; Simons et al., 2018).
Penatalaksanaan

Manajemen keperawatan pasien dengan diabetes dapat melibatkan pengobatan berbagai


gangguan fisiologis, tergantung pada status kesehatan pasien dan apakah pasien baru
didiagnosis atau mencari perawatan untuk masalah kesehatan yang tidak terkait. Karena
semua pasien diabetes harus menguasai itu konsep dan keterampilan yang diperlukan
untuk manajemen jangka Panjang diabetes dan potensi komplikasinya, pendidikan dasar
yang solid diperlukan untuk perawatan diri yang kompeten dan merupakan sedang
berlangsung fokus pada keperawatan (Smeltzer et al., 2015; “Updates to the Standards of
Medical Care in Diabetes-2018,” 2018).

Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan seumur hidup perilaku
manajemen diri khusus. Karena diet, fisik aktivitas, dan stres fisik dan emosional
mempengaruhi kontrol diabetes, pasien harus belajar menyeimbangkan banyak faktor.
Mereka harus belajar keterampilan perawatan diri harian untuk mencegah fluktuasi akut
dalam darah glukosa, dan mereka juga harus memasukkan banyak gaya hidup mereka
perilaku preventif untuk menghindari diabetes jangka panjang komplikasi. Pasien
diabetes harus memiliki pengetahuan tentang nutrisi, efek obat dan efek samping,
olahraga, perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik pemantauan glukosa
darah, dan penyesuaian obat. Selain itu, mereka harus mempelajari keterampilan terkait
dengan pemantauan dan pengelolaan diabetes dan harus memasukkan banyak kegiatan
baru ke dalam rutinitas harian mereka (“Updates to the Standards of Medical Care in
Diabetes-2018,” 2018).

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrisi
2) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan asupan
makanan, ketidakadekuatan monitor glukosa darah, kurangan ketaatan dalam
manajemen diabetes
3) Risiko untuk pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif terkait dengan defisit
pengetahuan pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis.

Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Neoplasma

Definisi Neoplasma
Kanker adalah penyakit genetik — yaitu, itu disebabkan oleh perubahan gen yang
mengendalikan cara sel kita berfungsi, terutama bagaimana mereka tumbuh dan
membelah. Perubahan genetik yang menyebabkan kanker dapat diwarisi dari orang tua
kita. Mereka juga dapat muncul selama masa hidup seseorang sebagai akibat dari
kesalahan yang terjadi ketika sel membelah atau karena kerusakan DNA yang disebabkan
oleh paparan lingkungan tertentu. Paparan lingkungan yang menyebabkan kanker
termasuk zat-zat, seperti bahan kimia dalam asap tembakau, dan radiasi, seperti sinar
ultraviolet dari matahari (Shang et al., 2013).

Tipe neoplasma
Ada lebih dari 100 jenis kanker, dimana jenis kanker biasanya dinamai organ atau
jaringan tempat kanker terbentuk. Sebagai contoh, kanker paru-paru dimulai pada sel-sel
paru-paru, dan kanker otak dimulai pada sel-sel otak. Kanker juga dapat digambarkan
oleh jenis sel yang membentuknya, seperti sel epitel atau sel skuamosa (American Cancer
Society, 2016; Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015). Berikut
adalah beberapa kategori kanker yang dimulai pada jenis sel tertentu:

a. Karsinoma
b. Sarkoma
c. Leukemia
d. Limfoma
Ada dua jenis utama limfoma:

a. Limfoma Hodgkin -
b. Limfoma non-Hodgkin (American Cancer Society, 2017; Smeltzer et al., 2015)
1. Tanda dan Gejala
Kanker dapat menyebabkan banyak gejala, tetapi gejala-gejala ini paling sering
disebabkan oleh penyakit, cedera, tumor jinak, atau masalah lainnya. Jika Anda memiliki
gejala yang tidak membaik setelah beberapa minggu, kunjungi dokter Anda sehingga
masalah dapat didiagnosis dan diobati sedini mungkin. Seringkali, kanker tidak
menyebabkan rasa sakit, jadi jangan menunggu untuk merasakan sakit sebelum pergi ke
dokter (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).

Beberapa gejala yang dapat ditimbulkan kanker meliputi:

a. Perubahan payudara
b. Perubahan kandung kemih
c. Pendarahan atau memar, tanpa alasan yang diketahui
d. Perubahan usus
e. Batuk atau suara serak yang tidak kunjung hilang
f. Masalah nutrisi
g. Kelelahan yang parah dan berlangsung lama
h. Demam atau malam berkeringat tanpa alasan yang diketahui
i. Perubahan pada mulut
j. Masalah neurologis
k. Perubahan kulit
l. Pembengkakan atau benjolan di mana saja seperti di leher, ketiak, perut, dan
selangkangan
m. Pertambahan berat atau penurunan berat badan tanpa alasan yang diketahui

2. Stadium
Pada system TNM dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. T mengacu pada ukuran dan luas tumor utama. Tumor utama biasanya disebut
tumor primer.
b. N mengacu pada jumlah kelenjar getah bening di sekitarnya yang memiliki
kanker.
c. M mengacu pada apakah kanker telah menyebar. Ini berarti bahwa kanker telah
menyebar dari tumor primer ke bagian lain dari tubuh.
Ketika kanker dijelaskan oleh sistem TNM, akan ada angka setelah setiap huruf yang
memberikan rincian lebih lanjut tentang kanker — misalnya, T1N0MX atau T3N1M0.
Berikut ini menjelaskan apa arti huruf dan angka:
a. Tumor primer (T)
TX : Tumor utama tidak dapat diukur.
T0 : Tumor utama tidak dapat ditemukan.
T1, T2, T3, T4 : Mengacu pada ukuran dan / atau luas tumor utama. Semakin
tinggi angkanya setelah T, semakin besar tumor atau semakin banyak yang
tumbuh di jaringan terdekat. T's dapat dibagi lebih lanjut untuk memberikan lebih
banyak detail, seperti T3a dan T3b.
b. Kelenjar getah bening regional (N)
NX: Kanker di kelenjar getah bening di dekatnya tidak dapat diukur. N0:
Tidak ada kanker di kelenjar getah bening di dekatnya.
N1, N2, N3: Mengacu pada jumlah dan lokasi kelenjar getah bening yang
mengandung kanker. Semakin tinggi angkanya setelah N, semakin banyak
kelenjar getah bening yang mengandung kanker.
c. Metastasis jauh (M)
MX: Metastasis tidak dapat diukur.
M0: Kanker belum menyebar ke bagian lain dari tubuh. M1:
Kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.

Tabel 2. Deskripsi stadium kanker

Stadium Deskripsi

0 Sel-sel abnormal ada, tetapi belum menyebar ke jaringan terdekat.


Kondisi ini disebut juga karsinoma in situ, dimana ini bukan kanker,
tetapi bisa menjadi kanker.

I, II, III Kanker positif. Semakin tinggi angkanya, semakin besar tumor
kanker dan semakin menyebar ke jaringan terdekat.

IV Kanker telah menyebar ke bagian tubuh yang jauh.


3. Pengobatan
Ada banyak jenis perawatan kanker. Jenis-jenis perawatan akan tergantung pada jenis
kanker yang Anda miliki dan seberapa lanjutnya. Beberapa orang dengan kanker
mungkin hanya akan membutuhkan satu jenis pengobatan. Tetapi kebanyakan orang
memiliki kombinasi perawatan, seperti operasi dengan kemoterapi dan / atau terapi
radiasi (American Cancer Society, 2016; Shang et al., 2013).
a. Pembedahan
b. Radiasi
c. Kemoterapi

4. Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

1) Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor


2) Resiko ketidakefektifan koping berhubungan dengan diagnosis dan
perawatan kanker
3) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya status imunitas akibat
efek samping radiasi dan kemoterapi
5.5 Asuhan keperawatan pada pasien Apendisitis
Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi di apendiks. Karena ukuran
apendiks yang kecil, obstruksi mungkin terjadi terjadi, membuatnya rentan terhadap
infeksi. Itu mengakibatkan proses inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal (Dabadie & Petit, 2017; Wray, Kao, Millas, Tsao, & Ko, 2013).

Tanda dan gejala


Tanda dan gejala apendisitis termasuk demam, meningkat sel darah putih, dan nyeri
menyeluruh di bagian atas perut. Dalam beberapa jam setelah onset, nyeri biasanya
menjadi terlokalisir pada kuadran kanan bawah pada titik McBurney, bagian tengah
antara umbilikus dan krista iliaka kanan. Nyeri ini merupakan gejala klasik dari
apendisitis. Kadangkala muncul juga mual, muntah dan anoreksia (Dabadie & Petit,
2017; Livingston & Vons, 2015).
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan kekakuan otot abdomen/rigiditas yang ringan,
peristaltik usus terdengar normal, dan nyeri tekan local (rasa nyeri muncul saat tekanan
palpasi dilepaskan) pada kuadran kanan bawah abdomen. Kadangkala nyeri muncul pada
bagian kuadran kanan bawah abdomen ketika kuadran kiri bawah abdomen dipalpasi
(tanda Rovsing’s). Pasien cenderung lebih suka memfleksikan tungkai kanannya untuk
kenyamanan dan akan merasa nyeri saat meluruskan tungkai kanannya (Smeltzer et al.,
2015; Wray et al., 2013).

Gambar 45. Titik McBurney (Williams & Hopper, 2015)

Penanganan Apendisitis
Pasien akan dipuasakan dan pembedahan harus dilakukan secepatnya kecuali ada tanda-
tanda perforasi atau peritonitis. Kompres dingin pada area yang nyeri dan
mempertahankan posisi semi-Fowler mungkin dapat mengurangi nyeri sementara
menunggu diagnosis ditegakkan. Bila apendiks pecah, maka pemberian terapi cairan
intravena dan antibiotik dimulai dan prosedur pembedahan mungkin akan ditunda
sementara waktu paling tidak 8 jam atau lebih. Pemberian agen laksatif dan enema tidak
disarankan karena akan memicu atau memperparah rupturnya. Penggunaan kompres
hangat pada bagian abdomen tidak disarankan karena suhu yang hangat mungkin akan
meningkatkan proses inflamasi dan resiko rupture atau pecah (Petroianu, 2012; Smeltzer
et al., 2015; Wray et al., 2013).

Setelah pembedahan/prosedur operasi, pasien biasanya dipuasakan sampai fungsi


gastrointestinalnya kembali, dan apabila apendiks pecah/rupture, maka pasien mungkin
akan dipasang selang orogastric atau nasogastric untuk
mendekompresi gaster. Pada saat fungsi bowel kembali normal, diet pasien diawali
dengan memberikan cairan dan untuk selanjutnya akan ditingkatkan sesuai dengan
toleransi dari pasien (Petroianu, 2012; Smeltzer et al., 2015).
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2) Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis, penekanan sistem imun,
pertahanan primer tidak adekuat
5.6 Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Hernia
1. Definisi
Hernia merupakan tonjolan organ atau struktur yang abnormal melalui kelemahan
atau robekan pada dinding rongga abdomen. Hernia dapat disebabkan oleh kelemahan
pada dinding perut yang terjadi seiring dengan peningkatan tekanan intra abdomen,
seperti tekanan akibat dari batuk, mengejan, dan mengangkat benda berat. Obesitas,
kehamilan, dan penyembuhan luka yang buruk juga merupakan faktor resiko yang bisa
menyebabkan hernia. Kantung hernial dibentuk oleh peritoneum yang menonjol melalui
dinding otot yang melemah. Isi dari itu hernia dapat berupa usus kecil atau besar, atau
omentum. Hernia tidak langsung (indirect inguinal hernia) disebabkan oleh cacat
penutupan struktural. Hernia langsung (direct hernias) diperoleh dan timbul dari
kelemahan di dinding perut, biasanya di area insisional lama.

2. Gejala
Bila komplikasi belum muncul, kemungkinan hanya ada sedikit gejala yang muncul
terkait dengan hernia. Adanya tonjolan yang abnormal dapat dilihat di daerah perut yang
terkena, terutama saat mengejan atau batuk. Tonjolan ini mungkin hilang ketika pasien
berbaring (Smeltzer et al., 2015).
3. Intervensi terapeutik
Hernia dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan fisik. Pengobatan yang bisa
dilakukan meliputi: observasi hernia, dan menggunakan alat pendukung jangka pendek
atau pembedahan untuk menyembuhkan hernia. Sebuah penyangga atau celana dalam
khusus yang berfungsi untuk memberikan tekanan dapat dikenakan oleh pasien untuk
menjaga supaya hernia tetap di tempatnya. Operasi disarankan untuk pasien hernia
inguinalis dan apabila diindikasikan adanya trangulasi atau ancaman sumbatan usus.
Untuk hernia simptomatis, prosedur bedah termasuk pembedahan hernia (herniorrhaphy)
atau hernioplasty (bedah terbuka atau laparoskopi). Pada herniorrhaphy, biasanya
dilakukan dengan membuat sayatan di perut dinding, mengganti isi kantung hernia,
menjahit jaringan melemah, dan menutup lubangnya. Sementara itu pada hernioplasti,
dilakukan dengan mengembalikan hernia ke perut dan memperkuat dinding otot yang
melemah dengan menggunakan kawat, fasia, atau mesh (Simons et al., 2018).

Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme bladder, obstruksi atau proses
pembedahan.
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan
ketidaknyamanan

5.7 Asuhan keperawatan pada pasien Benign Prostatic Hiperplasia


(BPH)
Definisi

Pembesaran kelenjar prostat merupakan proses yang normal terjadi pada pria lanjut usia.
Pembesaran kelenjar prostat ini dimulai pada sekitar usia 50 dan terjadi pada 75% dari
pria diatas 70 tahun. Benign prostatic hyperplasia (BPH) dapat dikatakan sebagai
pertumbuhan prostat yang tidak ganas yang secara bertahap menyebabkan obstruksi
kemih. Menurut penelitian, BPH tidak meningkatkan resiko seseorang mengalami kanker
prostat (Vuichoud & Loughlin, 2015).
Patofisiologi

Terjadi peningkatan yang lambat dalam jumlah sel di kelenjar prostat, dimana ini
umumnya merupakan hasil penuaan. Ketika ukuran kelenjar prostat meningkat, maka
akan mulai menekan atau mendesak lubang uretra. Penyempitan uretra ini berarti
kandung kemih harus bekerja lebih keras untuk mengeluarkan urin. Sehingga lebih
banyak usaha dan waktu yang lebih lama diperlukan untuk mengosongkan kandung
kemih. Akhirnya penyempitan ini menyebabkan obstruksi dan dapat menyebabkan retensi
urine atau pada akhirnya akan menyebabkan distensi pada ginjal (hidronefrosis).
Sebenarnya yang menjadi masalah adalah pada lokasi pembesaran, bukan jumlahnya,
yang menyebabkan masalah. Pertumbuhan pada kelenjar prostat yang paling dekat
dengan uretra dapat menyebabkan lebih banyak masalah pada kemampuan buang air kecil
dianding bila pertumbuhannya berada di luar bagian dari kelenjar prostat (Langan, 2019;
Smeltzer et al., 2015).

Tanda dan gejala

Gejala BPH biasanya dapat diketahui melalui dua cara yaitu diantaranya; masalah yang
berkaitan dengan obstruksi atau masalah yang berkaitan dengan iritasi. Gejala yang
terkait dengan obstruksi meliputi penurunan ukuran atau aliran urine, kesulitan memulai
BAK, menetes setelah urinasi, retensi urine dan adanya perasaan bahwa kandung kemih
masih terisi. Gejala yang berkaitan dengan iritasi meliputi nokturia, dysuria, dan urgensi
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Langan, 2019; Smeltzer et al., 2015).

Penatalaksanaan

Reseksi transurethral dari prostat (Transurethral Resection of the Prostate/ TURP)


telah menjadi pilihan perawatan bedah yang paling banyak digunakan dan sering dipilih
untuk meringankan obstruksi yang disebabkan oleh pembesaran prostat. Untuk TURP,
pasien awalnya akan dianestesi dan dioperasi dilakukan dengan menggunakan instrumen
yang disebut resectoscope. Resectoscope dimasukkan ke dalam uretra dan kelenjar
prostat “terkikis” sedikit demi sedikit. Ketika jaringan prostate diambil selama proses
TURP, maka perdarahan akan terjadi. Kateter Foley akan tetap dipasang dengan posisi
balon dikunci menggunakan sekitar 30
hingga 60 mL. Balon pengunci ini diikat erat pada bagian paha untuk mengkompresi area
prostat dan menghentikan perdarahan. Cairan irigasi secara umum akan mengalir terus
menerus; irigasi manual bisa dilakukan pada 24 jam pertama untuk menjaga patensi
kateter dengan tujuan untuk menghilangkan bekuan darah. Perawat dapat melepas kateter
setelah perdarahan sudah nerkurang/berhenti (Smeltzer et al., 2015).

Gambar 46. Irigasi kandung kemih (Smeltzer, et al, 2015)

Diagnosa keperawatan
1) Resiko injuri (perdarahan) berhubungan dengan intervensi pembedahan
2) Nyeri akut berhubungan dengan spasme bladder, obstruksi atau proses
pembedahan
D. Latihan Soal

1. Seorang laki laki usia 54 tahun dirawat di Ruang Rawat Inap setelah didiagnosa
infeksi HIV. Pasien menanyakan kepada perawat tentang kondisi penyakit yang
dideritanya. Respon perawat yang paling sesuai untuk menjawab pertanyaan pasien
adalah HIV-AIDS merupakan …
a. Penyakit akut
b. Penyakit terminal
c. Penyakit yang menular melalui udara
d. Penyakit kronis yang dapat disembuhkan
e. Penyakit yang mempunyai masa remisi dan eksaserbasi
2. Seorang laki-laki dirawat dengan keluhan sesak nafas disertai batuk. Hasil auskultasi
paru didapatkan sekret pada paru bagian kanan dan perawat akan melakukan
fisioterapi dada. Apakah posisi yang tepat untuk tindakan tersebut?
a. Posisi miring kanan
b. Posisi semi fowler
c. Posisi miring kiri
d. Posisi supinasi
e. Posisi fowler
3. Seorang wanita berusia 45 tahun dirawat di ruang penyakit dalam. Pasien mengeluh
batuk berdahak selama kurang lebih 4 minggu tidak sembuh, dalam 1 bulan nafsu
makan menurun dan BB turun 3 kg. Program hari ini pasien akan dilakukan Test
Mantoux oleh perawat untuk menegakkan diagnosa medis. Bagaimana rute injeksi
yang dilakukan untuk test tersebut?
a. Intrakutan
b. Subkutan
c. Intravena
d. Intramuscular
e. Supositoria
4. Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang interna dengan keluhan sesak
nafas, batuk berdahak, dahak tidak bisa keluar. Pada pengkajian ditemukan pasien
merasa nyaman dengan posisi duduk, tidak ada nafsu makan dan cepat lelah. Dari
pemeriksaan fisik terdengar ronchi paru lobus kanan atas, pernafasan 28 kali
permenit, nadi 90 kali permenit, tekanan darah 130/80mm Hg. Hasil pemeriksaan
AGD : pH 7,40, pO2 80 mmHg, pCO2 35 mmHg, HCO3 26 mmol. Apakah masalah
keperawatan utama pada pasien?
a. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Gangguan pertukaran gas
d. Pola nafas tidak efektif
e. Intoleransi aktivitas
5. Seorang ibu hamil usia 32 tahun datang ke IGD dengan keluhan badan lemas dan
pusing. Pasien berada di usia kehamilan 34 minggu. Saat dilakukan pemeriksaan
laboratorium, pasien mengalami peningkatan kadar glukosa dalam darahnya.
Sesuai dengan ilustrasi diatas, maka pasien termasuk dalam klasifikasi…
a. Diabetes tipe 1
b. Diabetes tipe 2
c. Diabetes gestasional
d. Diabetes insipidus
e. Diabetes lainnya
6. Seorang laki laki usia 32 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut
kuadran kanan bawah. Sejak kemarin, pasien juga mengatakan muntah,
penurunan nafsu makan dan demam ringan. Nyeri yang dirasakan pasien
memiliki skala 7. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri tekan pada titik
McBurney dan tanda Rovsing (+). Dokter mendiagnosa dengan apendisitis akut
dan harus dilakukan pembedahan. Apakah masalah keperawatan utama yang
paling tepat ditegakkan pada kasus diatas?
a. Hipertermi
b. Nyeri akut
c. Gangguan rasa nyaman
d. Resiko kekurangan volume cairan
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
7. Seorang laki laki usia 3 tahun dirawat di ruang rawat inap setelah dilakukan
appendiktomi. Pagi ini pasien mengeluh nyeri di area bekas operasi. Nyeri yang
datang hilang timbul dengan skala nyeri 5. Apakah masalah utama yang dialami oleh
pasien?
a. Nyeri akut
b. Defisit pengetahuan
c. Resiko defisit volume cairan
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan
e. Resiko kelebihan volume cairan
8. Seorang laki laki usia 65 tahun dirawat di ruang rawat bedah setelah operasi
apendiktomi hari kedua. Perawat bermaksud untuk melakukan rawat luka. Saat
balutan dibuka, luka tampak bersih, kering dan jahitan ututh, tidak ada tanda
pembengkakan dan tidak ada pus/nanah. Apakah cairan yang sebaiknya digunakan
untuk luka tersebut?
a. NaCL 09%
b. Cairan savlon
c. Larutan klorine
d. Mercurochrome
e. Providone iodine
9. Seorang wanita usia 65 tahun mengeluh nyeri perut dan susah buang air besar selama
3 minggu terakhir. Hasil pemeriksaan dengan USG, didapatkan adanya massa
abnormal pada colon dan ada indikasi keganasan. Saat
perawat sedang berada di ruang, pasien bertanya tentang hasil pemeriksaan kepada
perawat. Bagaimanakah perawat sebaiknya merespon pertanyaan dari pasien?
a. “Maaf, saya tidak tahu hasilnya”
b. “Tampaknya perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan”
c. “Maaf, saya rasa sekarang bukan saat yang baik untuk
membicarakannya”
d. “Maaf, saya tidak berwenang menjelaskannya, silahkan
bertanya kepada dokter”
e. “Hasil USG ada pembesaran pada usus halus, dan perlu pemeriksaan lain
untuk memastikan”
10. Seorang wanita usia 32 tahun dirawat di ruang bedah post apendiktomi. Pasien
mendapatkan terapi NaCl 0,9%. Perawat memeriksa daerah pemasangan dan
terlihat berwarna merah, bengkak, hangat dan nyeri saat dipalpasi. Manakah
intervensi keperawatan yang harus dilakukan pertama kali?
a. Menghentikan infus
b. Mengganti posisi infus
c. Mengubah posisi tangan
d. Memperlambat tetesan infus
e. Memberikan kompres dingin

E. Rangkuman

1. HIV-AIDS merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan melemahnya


kekebalan sel secara progresif, AIDS meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
oportunistik dan kanker yang tidak biasa.
2. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis.
3. Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada
dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
4. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang
dikarakteristikan oleh hiperglikemia akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin,
atau keduanya.

5. Kanker adalah penyakit genetik — yaitu, itu disebabkan oleh perubahan gen yang
mengendalikan cara sel kita berfungsi, terutama bagaimana mereka
tumbuh dan membelah. Perubahan genetik yang menyebabkan kanker dapat diwarisi
dari orang tua kita. Mereka juga dapat muncul selama masa hidup seseorang sebagai
akibat dari kesalahan yang terjadi ketika sel membelah atau karena kerusakan DNA
yang disebabkan oleh paparan lingkungan tertentu.
6. Apendisitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi di apendiks. Karena ukuran
apendiks yang kecil, obstruksi mungkin terjadi terjadi, membuatnya rentan terhadap
infeksi. Itu mengakibatkan proses inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal.
7. Hernia merupakan tonjolan organ atau struktur yang abnormal melalui kelemahan
atau robekan pada dinding rongga abdomen. Hernia dapat disebabkan oleh
kelemahan pada dinding perut yang terjadi seiring dengan peningkatan tekanan intra
abdomen, seperti tekanan akibat dari batuk, mengejan, dan mengangkat benda berat.
Obesitas, kehamilan, dan penyembuhan luka yang buruk juga merupakan faktor
resiko yang bisa menyebabkan hernia.
8. Pembesaran kelenjar prostat merupakan proses yang normal terjadi pada pria lanjut
usia. Pembesaran kelenjar prostat ini dimulai pada sekitar usia 50 dan terjadi pada
75% dari pria diatas 70 tahun. Benign prostatic hyperplasia (BPH) dapat dikatakan
sebagai pertumbuhan prostat yang tidak ganas yang secara bertahap menyebabkan
obstruksi kemih.
Pembelajaran 6. Kesehatan Masyarakat, Keluarga,
Jiwa Ibu Dan Anak

Sumber:

 Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 1 Konsep dan Prinsip dasar Komunikasi.
Penulis: Faqih Ruhyanudin, M. Kep., Sp.Kep.MB (2019)

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda diharapkan dapat
menganalisis prinsip ilmu kesehatan masyarakat (Keperawatan Jiwa, Keperawatan
Keluarga, Keperawatan Geriatrik dan Komunitas, Keperawatan Maternitas) dan
aplikasinya dalam keperawatan.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, Anda dapat:

1. Menganalisis Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Lingkungan, Keperawatan


Geriatrik, Pelayanan kesehatan secara umum pada lansia, Mencegah resiko
kesehatan pada lansia
2. Mendeskripsikan konsep Kesehatan Keluarga
3. Mengimplementasikan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga
4. Mengidentifikasi Masalah-masalah Kesehatan Jiwa
5. Mengimplementasikan Fokus Asuhan Keperawatan Jiwa
6. Melakukan pemeriksaan kehamilan
7. Mendeteksi resiko gangguan kehamilan
8. Mendeteksi fase pertumbuhan dan perkembangan pada anak

Keperawatan | 183
C. Uraian Materi

6.1 Kesehatan Masyarakat

Pengertian Kesehatan Masyarakat

Kesehatan menurut WHO (1947) adalah suatu keadaan yang sempurna baik
secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Sehat menurut UU 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang mungkin hidup produktif secara sosial
dan ekonomis.

Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni memelihara, melindungi dan


meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat
(Ikatan Dokter Amerika, AMA, 1948). Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi
dan kegiatan terpadu antara sanitasi dan pengobatan dalam mencegah penyakit yang
melanda penduduk atau masyarakat.

Tujuan Kesehatan Masyarakat

Tujuan Kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif adalah tiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tinggi baik fisik, mental, sosial serta diharapkan berumur panjang. Adapun tujuan
umum dan tujuan khusus kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut:

Umum

Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara menyeluruh dalam


memelihara kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan secara mandiri

Khusus

1) Meningkatkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam


pemahaman tentang pengertian sehat sakit.
2) Meningkatkan kemampuan individu, keluarga kelompok dan masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2011)
Ruang Lingkup Kesehatan Masyarakat

Ruang lingkup kesehatan masyarakat mencakup 2 disiplin pokok keilmuan, yakni


ilmu bio medis (medical biologi) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), sejalan dan
perkembangan ilmu kesehatan masyarakat mencakup: Ilmu Biologi, kedokteran, kimia,
fisika, lingkungan, sosial, antropologi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar
disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat sebagai berikut:

a. Epidemiologi
b. Biostatistik/statistik kesehatan
c. Kesehatan lingkungan
d. Pendidikan kesehatan/ilmu Prilaku
e. Administrasi Kesehatan masyarakat
f. Gizi masyarakat
g. Kesehatan kerja

Sasaran Kesehatan Masyarakat

Sasaran Kesehatan masyarakat adalah individu, keluarga, kelompok khusus baik


yang sehat maupun yang sakit yang mempunyai masalah kesehatan.

a. Individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga, apabila individu tersebut
mempunyai masalah kesehatan karena ketidak mampuan merawat dirinya sendiri oleh
sesuatu hal dan sebab maka akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik
secara fisik, mental, spiritual dan sosial

b. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala keluarga,
anggota keluarga lainnya, yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga karena
pertalian darah dan ikatan perkawinan atau adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung
dan interaksi, bila salah satu atau beberapa keluarga mempunyai masalah kesehatan maka
akan berpengaruh terhadap anggota dan keluarga yang lain.

Keperawatan | 185
c. Kelompok khusus
Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai kesamaan jenis
kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang terorganisasai yang sangat rawan terhadap
masalah kesehatan, dan termasuk di antaranya adalah:

a) Kelompok khusus dengan kebutuhan kesehatan khusus sebagai akibat


pertumbuhan dan perkembangan seperti; ibu hamil, bayi baru lahir, anak balita,
anak usia sekolah, dan usia lanjut.
b) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan dan
bimbingan serta asuhan, di antaranya penderita penyakit menular dan tidak
menular.
c) Kelompok yang mempunyai risiko terserang penyakit, di antaranya; wanita tuna
susila, kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba, kelompok- kelompok
pekerja tertentu, dan lain-lain.
d) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, di antaranya; panti werda, panti
asuhan, pusat-pusat rehabilitasi dan penitipan anak.

Prinsip-Prinsip Kesehatan Masyarakat

Agar usaha kesehatan masyarakat dapat terlaksana dengan baik ada beberapa
prinsip pokok yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Sasaran pelayanan meliputi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat


2. Dasar utama dalam pelaksanaan perawatan kesehatan masyarakat adalah
menggunakan metode pemecahan masalah yang dituangkan dalam pelayanan
kesehatan.
3. Kegiatan utama pelayanan kesehatan adalah di masyarakat bukan di rumah sakit.
Tenaga kesehatan adalah tenaga yang generalis.
4. Peran tenaga kesehatan terpenting adalah sebagai pendidik (health education) dan
pembantu (change egent).
5. Praktik kesehatan masyarakat timbul dari kebutuhan aspirasi, masalah dan sumber
yang terdapat di masyarakat.
6. Praktik kesehatan masyarakat di pengaruhi perubahan dalam masyarakat pada
umumnya dan perkembangan masyarakat pada khususnya.
7. Praktik kesehatan masyarakat adalah bagian dari sistem kesehatan masyarakat.
8. Praktik kesehatan masyarakat merupakan gambaran dari seluruh program
kesehatan di masyarakat.

Pokok-Pokok Kegiatan Kesehatan Masyarakat

Sesuai dengan kemampuan tenaga maupun fasilitas, maka Pokok-pokok kegiatan


kesehatan masyarakat yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut:

1. Asuhan langsung kepada individu, kelompok dan masyarakat


2. Promosi kesehatan
3. Konseling dan pemecahan masalah
4. Rujukan
5. Asuhan komunity
6. Penemuan kasus
7. Penghubung
8. Koordinasi.
9. Kerja sama.
10. Advokasi.
11. Bimbingan dan pembinaan.
12. Pelimpahan wewenang/pengembangan peranan.
13. Rencana lepas asuhan
14. Panutan/role model.
15. Penelitian; membantu mengidentifikasi mengembangkan teori-teori yang
merupakan ciri praktik kesehatan masyarakat. (Eliana dan Sumiati, S. 2016)
6.2 Kesehatan Lingkungan

Definisi Kesehatan lingkungan

Ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari


dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan
berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat
menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat dan mempelajari upaya untuk
penanggulangan dan pencegahannya

Paradigma Kesehatan Lingkungan

Konsep dasar paradigma kesehatan lingkungan adalah, bahwa terjadinya derajat status
kesehatan karena interaksi antara agen, pejamu dan lingkungan
1) Interaksi agen dan lingkungan: Ketahanan bakteri terhadap sinar matahari
Stabilitas vitamin di dalam lemari pendingin
2) Interaksi agen dan pejamu: Timbulnya gejala dan tanda penyakit
3) Interaksi pejamu dan lingkungan: Ketersediaan fasilitas kesehatan Kebiasaan
penyiapan makanan Keadaan ruangan (panas, dingin)
Pemerintah mencanangkan 5 pilar dalamprogram Sanitasi Total Berbasis
Lingkungan (STBM) untuk mengurangi penyakit tersebut.5 pilaritu, yakni berhenti
buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun,pengelolaan air minum dan
makanan rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga,dan pengelolaan limbah
cair rumah tangga. (Astorina, 2011)
6.3 Keperawatan Geriatrik

Definisi Lansia

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usia lebih dari
60 tahun, baik pria maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan
seseorang dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun. Depkes RI
(2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:

a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,


b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.

Berdasarkan konsep lansia dan proses penuaan yang telah dijabarkan, maka lansia
rentan sekali menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik maupun psikologis.
Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan permasalahan yang sering dihadapi
lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering disebut 14i Sindrom Geriatri (Geriatric
Syndrome). Keempat belas masalah tersebut adalah: 1) Immobility
(penurunan/ketidakmampuan mobilisasi); 2) Instability (ketidakseimbangan, risiko
jatuh); 3) Incontinence (inkontinensia urin/alvi, tidak mampu menahan buang air
kecil/besar); 4) Intelectual Impairment (penurunan fungsi kognitif, demensia); 5)
Infection (rentan mengalami infeksi); 6) Impairment of Sensory/Vision (penurunan
penglihatan, pendengaran); 7) Impaction (sulit buang air besar); 8) Isolation (rentan
depresi/stres sehingga lebih sering menyendiri); 9) Inanition (kurang gizi); 10)
Impecunity (penurunan penghasilan);
11) Iatrogenesis (efek samping obat-obatan); 12) Insomnia (sulit tidur); 13)
Immunedeficiency (penurunan daya tahan tubu); 14) Impotence (impotensi).
Pelayanan kesehatan secara umum pada lansia

Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia di


wilayah tertentu yang telah disepakati dan digerakkan oleh masyarakat sehingga
pelayanan kesehatan dapat diterima oleh masyarakat.

Tujuan Posyandu lansia, antara lain:

1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat sehingga


terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai
2. Mendekatkan keterpaduan pelayanan lintas program dan lintas sektor serta
meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan.
3. Mendorong dan memfasilitasi lansia untuk tetap aktif, produktif, dan mandiri
serta meningkatkan komunikasi di antara masyarakat lansia.
Pelayanan kesehatan yang memadai bisa meningkatkan status kesehatan lansia.
Jenis pelayanan kesehatan di posyandu lansia (DEPKES RI, 2005), antara lain:.
1. Pemeriksaan kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari
2. Pemeriksaan status mental
3. Pemeriksaan status gizi
4. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
5. Pemeriksaan Hb sahli
6. Pemeriksaan gula darah
7. Pemeriksaan protein urine
8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas, apabila ditemukan kelainan pada pemeriksaan
butir 1-7
9. Penyuluhan kesehatan baik di dalammaupun di luar kelompok melalui kunjungan
rumah lansia dengan resiko tinggi terhadap penyakit dan konseling lansia.
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas kesehatan dalam rangka kegiatan
11. Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) untuk lansia dengan resiko tinggi
terhadap penyakit.
12. Pemberian PMT (pemberian makanan tambahan)
13. Kegiatan olah raga untuk lansia
Mekanisme pelaksanaan posyandu lansia menggunakan sistem lima meja, meliputi:
a) Meja 1: Pendaftaran
b) Meja 2: Pelayanan Kesehatan oleh Kader, meliputi pengukuran tinggi
badan, berat badan, pengukuran tekanan darah
c) Meja 3: Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat).
d) Meja 4: Penyuluhan kesehatan oleh Petugas Kesehatan.
e) Meja 5: Pelayanan medis Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas dari
Puskesmas/kesehatan meliputi kegiatan: pemeriksaan dan pengobatan ringan
untuk preventif, rehabilitatif dan kuratif.

6.4 Keperawatan Keluarga

1. Definisi Kesehatan Keluarga

Menurut Undang-undang Nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan
anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu, menurut teori secara tradisional pengertian
keluarga adalah kelompok beberapa orang yang berkumpul dalam ikatan pernikahan,
darah atau adopsi yang hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi dan berkomunikasi
satu dengan lainnya di dalam peran sosial sebagai suami dan istri, kakak dan adik, serta
membentuk dan mempertahankan budaya yang umum (Kaakinen, Coelho, Steele,
Tabcco, & Hanson, 2015).

2. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Peranan ayah
Ayah sebagai suami dari istri, berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari
kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya
b. Peranan ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus
rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan
sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya, serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peranan anak
Anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
3. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
2) Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi
3) Fungsi Reproduksi
4) Fungsi Ekonomi
5) Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan
4. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga
1) Pasangan baru (keluarga baru)
2) Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
3) Keluarga dengan anak pra-sekolah
4) Keluarga dengan anak sekolah
5) Keluarga dengan anak remaja
6) Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
7) Keluarga usia pertengahan
8) Keluarga usia lanjut
5. Tugas-tugas keluarga
Ada 8 (delapan) tugas pokok keluarga, yaitu:
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan anggota-anggotanya.
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannnya masing-masing.
4) Sosialisasi antar anggota keluarga
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga
6) Pemeliharaan ketertiban anggota-anggota keluarga
7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarganya.

6.5 Kesehatan Jiwa

1. Kesehatan Jiwa
Kesehatan jiwa menurut UU No 3 tahun 1966 tentang kesehatan jiwa
didefinisikan sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.
2. Masalah-masalah Kesehatan Jiwa
Secara umum gangguan fungsi jiwa yang dialami seorang individu dapat terlihat
dari penampilan, komunikasi, proses berfikir, interaksi dan aktivitas sehari- hari
(Budi, Keliat, dkk, 2012).
1. Psikotik
a) Gangguan Psikotik Akut.
b) Gangguan Psikotik Kronik.
2. Depresi
3. Panik
6.6 Community Mental Health Nursing (CMHN)

Pengertian Community Mental Health Nursing (CMHN)

Comunity Mental Health Nursing (CMHN) merupakan upaya untuk mewujudkan


pelayanan kesehatan jiwa dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan
mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Pelayanan kesehatan jiwa tersebut berupa
pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik, dan paripurna, berfokus pada
masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap pemulihan serta
pencegahan kekambuhan.

Konsep Community Mental Health Nursing (CMHN)

Konsep utama Community Mental Health Nursing (CMHN) adalah


memberikan perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan
kesehatan jiwa perawatan dengan metode yang efektif dalam merespon kebutuhan
kesehatan jiwa individu, keluarga atau kelompok. Komunitas menjadi dasar pelayanan
keperawatan jiwa dengan cara memberikan perawatan dalam bentuk hubungan
terapeutik bersama pasien di rumah, tempat kerja, rumah singgah, klinik kesehatan jiwa,
pusat perawatan primer, pusat krisis, rumah perawatan atau setting komunitas lainnya.

Fokus utama dalam CMHN adalah pentingnya menjalin kerjasama dengan keluarga,
orang yang bearti bagi pasien dan kerjasama dalam berbagai setting di komunitas.
Tujuan dari CMHN yaitu memberikan pelayanan, konsultasi dan edukasi, atau
memberikan informasi mengenai prinsip-prinsip kesehatan jiwa kepada para agen
komunitas lainnya. Tujuan lainnya adalah menurunkan angka resiko terjadinya gangguan
jiwa dan meningkatkan penerimaan komunitas terhadap praktek kesehatan jiwa melalui
edukasi. Konsep CMHN yang paling penting adalah pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehta mental, beresiko
gangguan jiwa dan mengalami gangguan jiwa tanpa melibatkan rumah sakit (Yosep,
Iyus, dkk, 2014).
Model Community Mental Health Nursing (CMHN)

Secara umum model konsep CMHN adalah memberikan asuhan kepada pasien
sepanjang hayat termasuk semua aspek kehidupan manusia, termasuk kebutuhan dasar,
kebutuhan kesehatan fisik dan pasien yang membutuhkan treatment psikiatri dan
rehabilitasi. Model lain dalam CMHN adalah Case Management. Model ini adalah
cara memberikan pelayanan kepada pasien secara multidisiplin. Pada model ini selain
mengkaji support system dari komunitas, juga melakukan identifikasi dari pasien,
treatment yang dilakukan, resopon krisis, dental care, kondisi perumahan, pendapatan
dan perlindungan hak serta advokasi. Semua kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama
terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa maupun yang beresiko terkena
gangguan jiwa (Yosep, Iyus, dkk, 2014).

Peran dan Fungsi Perawat Kesehatan Jiwa

Perawat kesehatan jiwa komunitas dan perawat komunitas merupakan tenaga


perawatan dari puskesmas yang bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan
di wilayah kerja puskesmas. Fokus pelayanan pada tahap awal adalah anggota
masyarakat yang mengalami gangguan jiwa. Peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa
komunitas meliputi (Keliat, 2012):

a. Pemberi asuhan keperawatan secara langsung (practitioner).


b. Pendidik (educator).
c. Koordinator (coordinator). Melakukan koordinasi dalam kegiatan:
 Penemuan kasus.
 Rujukan.
D. Latihan Soal

1. Pada pelaksaan posyandu lansia, petugas kesehatan memberikan penyuluhan


berdasarkan masalah kesehatan yang dialami lansia. Pada posisi meja berapakah
aktivitas posyandu lansia tersebut?
a. Meja 1
b. Meja 2
c. Meja 3
d. Meja 4
e. Meja 5
2. Seorang Perempuan (34 tahun) dibawa ke RSJ karena merasa dirinya jelek dan
penampilannya tidak menarik, klien mengatakan tidak ada orang yang suka padanya.
Klien memiliki riwayat menggunakan NAPZA 5 tahun yang lalu. Klien mengatakan
tidak memiliki rencana apapun. Apakah tindakan keperawatan yang tepat dilakukan
pertama pada pasien?
a. Melatih kegiatan yang klien sukai
b. Melatih klien untuk bercakap-cakap
c. Menilai kemampuan yang dapat klien lakukan
d. Melatih klien cara menghardik perasaan negatif
e. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat
dari harga diri rendah
3. Seorang perempuan (40 tahun) datang ke RS Jiwa dengan keluhan sering mendengar
suara-suara yang mengancam. Pasien juga sering marah-marah tanpa sebab. Perawat
telah mengajarkan klien untuk melakukan aktivitas terjadwal. Apakah tujuan dari
tindakan keperawatan tersebut?
a. Melatih klien mengontrol halusinasi
b. Membantu klien mengenali halusinasi
c. Melatih klien adaptasi dengan halusinasi
d. Melatih klien untuk hidup tenang tanpa gangguan
e. Melatih klien untuk terhindar dari suara-suara aneh
4. Seorang laki-laki berusia 40 tahun mengeluh takut dan gelisah setelah terdiagnosa
kanker getah bening. Keluarga mengatakan klien mulai jarang berkomunikasi dengan
orang lain dan lebih suka menyendiri. Apakah masalah keperawatan pada kasus
tersebut?
a. Isolasi Sosial
b. Resiko bunuh diri
c. Gangguan isi pikir
d. Halusinasi Pendengaran
e. Resiko perilaku kekerasan
5. Manakah berikut yang termasuk dalam karakteristik Family as Context:
a. Individu ditempatkan pada fokus pertama
b. Keluarga ditempatkan pada fokus pertama
c. Keluarga ditempatkan pada fokus kedua
d. A dan B benar
e. A dan C Benar
6. Perawat keluarga berusaha membantu keluarga untuk mengeksplore sumber- sumber
yang dibutuhkan seperti misalnya program nutrisi dan prenatal klinik, yang sesuai
dengan kemampuan finansial keluarga, merupakan intervensi keperawatn keluarga
pada tugas keluarga childbearing.....
a. Tugas Penyesuaian terhadap perubahan pola komunikasi
b. Tugas Pembiayaan Childbearing dan Pengasuhan anak
c. Tugas Penyediaan/ Pengaturan tempat atau ruang untuk anak
d. Tugas Memfasilitasi Peran belajar bagi seluruh anggota keluarga
e. Tugas Bertanggung jawab dalam perawatan dan pemeliharaan anak
7. Seorang laki-laki berusia 67 tahun mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan
air liur setiap harinya. Perubahan fisik pada sistem manakah lansia tersebut?
a. Sistem persyarafan
b. Sistem kardiovaskuler
c. Sistem gastrointestinal
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem Integumen
8. Seorang laki-laki berusia 45 tahun mengeluh pusing. Hasil pemeriksaan tekanan
darah 170/80 mmHg. Riwayat orang tersebut merokok sejak muda. Berdasarkan
informasi terbut, manakah indikator kesehatan yang sesuai?
a. Perilaku
b. Lingkungan
c. Pelayanan kesehatan
d. Genetik
e. Masyarakat
9. Seoarang perempuan berusia 78 tahun menderita diabetes mellitus dengan keluhan
mata kabur. Hal-hal apakah yang perlu diperhatikan untuk mencegah jatuh pada
lansia tersebut?
a. Mencegah lantai licin
b. Penerangan memadai
c. Pakaian yang tidak mengganggu pergerakan
d. A dan B benar
e. A dan C benar
10. Pelayanan kesehatan untuk lansia yang ada di masyarakat dengan dibantu pergerakan
dari masyarakat dinamakan?
a. Posyandu lansia
b. Prolanis
c. Posbindu
d. Panti Werdha
e. Puskesmas
E. Rangkuman

1. Kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan Praktek (seni) yang
bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan
kesehatan penduduk (masyarakat). Kesehatan masyarakat adalah sebagai aplikasi
keterpaduan antara ilmu kedokteran, sanitasi, dan ilmu sosial dalam mencegah
penyakit yang terjadi di masyarakat.
2. Ruang lingkup kesehatan masyarakat: Epidemiologi, Biostatistik/statistik kesehatan,
Kesehatan lingkungan, Pendidikan kesehatan/ilmu Prilaku, Administrasi Kesehatan
masyarakat, Gizi masyarakat, Kesehatan kerja
3. Indikator derajat kesehatan meliputi: Lingkungan, Perilaku, Pelayanan Kesehatan.
4. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan di dalam peranannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan.
5. Fungsi keluarga meliputi fungsi afektif, Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi,
Fungsi Reproduksi, Fungsi Ekonomi dan Fungsi Perawatan / Pemeliharaan Kesehatan
6. Tugas Pelaksanaan Perawatan Kesehatan Keluarga meliputi: Mengenal masalah
kesehatan keluarga, Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat,
Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, Modifikasi
lingkungan fisik dan psikologis, Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar
keluarga.
7. Pendekatan keperatana keluarga ada 4, meliputi: Keluarga sebagai kontek (Family as
Context), Keluarga sebagai klien (Family as Client), Keluarga sebagai sistem (Family
as System), Keluarga sebagai komponen sosial (Family as Component of Society).
8. Kriteria sehat jiwa meliputi Sikap positif terhadap diri sendiri, Tumbuh kembang dan
beraktualisasi diri, Integrasi, Persepsi sesuai dengan kenyataan, Otonomi, dan
Kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
9. Masalah-Masalah Gangguan Jiwa terdiri dari gangguan psikotik akut, psikotik kronis
depresi, panik maupun gangguan penyesuaian
Pembelajaran 7. Infeksi Nosokomial dan Patient
Safety

Sumber:

 Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 6: Keterampilan Dasar Tindakan


Keperawatan. Penulis: Edi Purwanto (2019)

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda diharapkan dapat
mengalisis Konsep Infeksi dan Keamanan Pasien (Patient Safety)

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, Anda dapat :

1. Memahami konsep, penyebaran, tahap infeksi dan etiologi


2. Mengidentifikasi tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal
3. Menerapkan pengendalian dan pencegahan agen infeksi
4. Memahami konsep keselamatan pasien (patient safety)
5. Menyebutkan jenis jenis alat pelindung diri (APD)

C. Uraian Materi

7.1 Infeksi

Pengertian Infeksi dan etiologi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh
yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi merupakan akibat dari invasi
mikroorganisme pathogen kedalam tubuh dan jaringan yang terjadi pada penjamu
terhadap organisme dan toksinya.
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs)
merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada

Keperawatan | 199
infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit
dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Ada beberapa mikroorganisme yang menyebabkan infeksi nosocomial antara lain:
a) Conventional pathogens
b) Conditional pathogens
c) Opportunistic pathogens

Penyebaran Penyakit Infeksi


Dalam garis besarnya mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan
melalui dua cara:
1. Transmisi Langsung
2. Transmisi Tidak Langsung
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infections (HAIs)”
apabila memenuhi batasan kriteria sebagai berikut:
a) Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak sedang
dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b) Merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, setelah dirawat 3 x 24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki
gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan
merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya (Depkes, 2003)
c) Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang paling berisiko terjadinya HAIs, karena infeksi ini dapat menular
dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga
ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008)
d) HAIs adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk
ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah
sakit (Vincent, 2003).
e) HAIs adalah suatu infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan yang
berasal dari alat- alat medis, prosedur medis atau pemberian terapi (Breathnach
(2005)
Tahap/Proses Infeksi
1. Periode Inkubasi
2. Periode Prodorma
3. Periode Sakit
4. Periode Penyembuhan (Kovalensi)
Tanda-Tanda Inflamasi/Infeksi lokal
Tanda tanda peradagan/inflamasi dibagi menjadi peradangan local dan
peradangan sistemik. Respon peradangan local sebagai berikut:
1) Calor (panas)
2) Dolor (rasa sakit)
3) Rubor (Kemerahan)
4) Tumor (pembengkakan)
5) Functiolaesa
Respon peradangan sistemik sebagai berikut:
1) Demam
2) Leukositosis

7.2 Keselamatan Pasien (Patient Safety)

Menurut Supari, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan. Vincent juga mengemukakan bahwa keselamatan pasien didefinisikan
sebagai penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk
atau injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan. Begitupun Emanuel
menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin ilmu di sektor perawatan
kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan menuju tujuan mencapai
sistem penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya. Keselamatan pasien
juga merupakan atribut sistem perawatan kesehatan; Ini meminimalkan kejadian dan
dampak, dan memaksimalkan pemulihan dari efek samping.

Keperawatan | 201
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit menjelaskan beberapa istilah
sebagai berikut:
a) Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
b) Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian
Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian
Potensial Cedera.
c) Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
d) Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden
yang belum sampai terpapar ke pasien.
e) Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah
terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
f) Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
g) Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius.
h) Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan insiden
adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan
pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
Tujuan keselamatan pasien
Tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar (Identify patients correctly)
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif (Improve effective communication)
3. Meminalkan kesalahan penempatan, kesalahan pasien, kesalahan prosedur
(Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery)
4. Meningkatkan keamanan dari resiko pengobatan (Improve the safety of
high-alert medications)
5. Menurunkan resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayan kesehatan
(Reduce the risk of health care-associated infections)
6. Menurunkan resiko pasien terjatuh (Reduce the risk of patient harm from
falls).

7.3 Alat Pelindung Diri (APD)

a) Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri adalah peralatan yang di gunakan untuk meminimalisir dan
mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja serta penyakit akibat tidak
menggunakannya. Kontak yang salah dengan bahan dan mesin ditempat kerja
dapat mengakibatkan suatu cidera dan penyakit yang cukup serius
(Kuswana,2015).
Berasarkan peraturan menteri tenagakerja dan transmigrasi Republik
Indonesi nomor PER.08/MEN/V11 2010 tentang alat pelindung diri, APD adalah
suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat
kerja.
Menurut Occupatioonal Safety and Health Addministration (OSHA)
alat pelinudng diri, didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari penyakit akibat kerja baik bersifat biologis, radiasi, kimia, elektrik,
fisik, mekanik, dan lainnya. APD digunakan sebagai upaya terakhir untuk
melindungi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan agar tidak terjadi kecelakaan
kerja serta penyakit berahaya (Sholihah,2014).
b) Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)

Menurut Buntarto, 2015 macam-macam APD sebagai berikut.


1. Pakaian pelindung tubuh
 Apron adalah pakaian pelindung yang menutupi sebagian tubuh mulai
dari dada sampai lutut, apron terbuat dari kain drill, kulit, plastic,
karet, asbes, atau kain yang dilapisi alumunium.
 Overalls adalah Pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh
bagian tubuh. Pakaian ini biasanya yang digunakan oleh pekerja
sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2. Pelindung Kepala (Safety Helmet)
Alat pelindung kepala berfungsi sebagai pelindung dari benturan, terantuk,
kejatuhan atau terpukul benda keras maupun tajam yang melayang maupun
meluncur dari udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan bahan
kimia dan suhu yang ekstrim (Sholihah, 2014). Alat pelindung kepala adalah
alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan,
terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras yang
melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan
bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang ekstrim
(Soekirman, 2014).
3. Pelindung Mata
Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan korosif,
radiasi gelombang elektro magnetic, dan mencegah masuknya debu- debu
kedalam mata yang menyebabkan iritasi pada mata (Buntarto,2015). Alat
pelindung mata adalah yang digunkan untuk menvegah debu-debu, partikel-
partikel kecil dan mengurangi sinar yang menyilaukan (Listiyarini,2018).
4. Alat Pelindung Telinga
Melindungi telinga dari gemuruh mesin yang sangat bising juga penahan
bising dari letupan-letupan (Irzal,2016). Menurut Buntarto 2015 pelindung
telinga memiliki dua jenis yaitu ear plug, ear muff. Ear plug adalah sumbat
telinga yang dapat menahan frekuensi tertentu sehingga frekuensi
pembicaraan tidak terganggu. Dapat di buat dari
apas, plastic, karet alami, dan malam. Ear Muff adalah alat pelindung telinga
yang terdiri dari dua buah tutup telinga dan sebuah head band. Isi dari tutup
telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyersap suara
dengan frekuensi tinggi.
Pelindung pernafasan berfungsi untuk melindungi organ pernafasan dengan
cara menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring cemaran bahan
kimia,mikro-organisme, pertikel yang ebrupa debu, kabur, uap, gas. Untuk
mencegah masuknya kotoran yang dapat meggangu system pernafasan
dengan menggunakan masker (Anizar,2009). Menurut Buntaro 2015 ada
beberapa jenis masker pelindung pernafasan yaitu.
1) Respirator pemurni udara (Air Purifying Reapirator)
2) Respirator penyedia udara (Breathing Aparatus)

c) Pelindung Tangan

Alat pelindung tangan adalah berfungsi sebgai pelindung tangan saat bekerja di
tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cidera tangan (Kuswana,2015).
Sarung tangan adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi tangan
dari kontak bahan kimia, tergores, atau luka akibat sentuhan dengan benda
runcing dan tajam (Listiyarini, 2016). Alat pelindung tangan terbuat dari berbagai
macam bahan sesuai kebutuhan perkerja (Irzal,2016).

Menurut bentuknya sarung tangan dibedakan menjadi tiga, yaitu :


Tabel 3. Jenis Alat Pelindung Pernafasan berdasarkan Breathing Aparatus

Jenis alat pelindung sarung tangan Deskripsi

Gloves

Sarung tangan biasa.


Gounlets

Sarung tangan yang di lapisi logam

Mitts Mittens

Sarung tangan yang keempat


jarinya dibungkus jadi satu kecuali
ibu jari

5. Pelindung Kaki
Menurut peraturan menteri tenanga kerja dan transmigrasi Republik
Indonesia PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, alat pelindung kaki
berfungsi melinungi kaki dari tertimpa atau berbenturan dengan benda-benda
berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas,
terpajang suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia berbahaya serta tergelincir
(Sholihah, 2014). Alat pelindung kaki perlengkapan untuk melindungi kaki dari
benda-benda seperti kaca, atau potongan baja, dan aliran listrik (Listiyarini,
2018).

Gambar 47. Contoh Pelindung Kaki


6. Tali Sabuk Pengaman
Sabuk pengaman merupakan suatu alat yang di rancang untuk menahan
seseorang agar tetap di tempat apabila terjadi benturan. Sabuk pengaman di
rancang untuk mengurangi cidera dengan menahan si pemakai dari benturan
dengan bagian dalam kendaraan atau terlempar dari dalam kendaraan (Kuswana,
2015).
d) Ketentuan Pemilihan Alat Pelindung Diri

Menurut Buntarto (2015), hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemilihan APD,
antara lain :
1. Dapat memberikan pelindung yang cukup terhadap bahaya yang
dihadapi oleh pekerja.
2. Harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Tidak mudah rusak.
4. Suku cadang mudah di peroleh.
5. Harus memnuhi ketentuan standart yang telah ada.
6. Dapat dioakai secara fleksibel.
7. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi penggunanya
misalnya karena bentuk dan bahan dari alat pelindung diri yang
digunakan tidak tepat.
8. Tidsak membatasi gerakan dan persepsi sesori pemakainya.

Menurut Sholihah (2014) aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan dalam


pemilihan APD adalah :
1. Bentuknya menarik, dapat dipakai secara fleksibel dan tahan untuk
pemakaian yang cukup lama.
2. Seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan
berlebhan.
3. Dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya
spesifik yang diadapi oleh pekerja.
4. Suku cadang mudah diperoleh untuk mempermudah pemeliharaan.
e) Standar Alat Pelindung Diri Lengkap

Gambar 48. Standar Operasional Prosedur (SOP) penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Sumber : PATH. 2006. Personal Protective Equipment for Incinerator Operators.


https://path.azureedge.net/media/documents/TS_ppe_handouts.pdf

7.4 Pengendalian dan Pencegahan Agen Infeksi

Fokus utama pencegahan infeksi (PI) pada masa lalu adalah mencegah infeksi serius
pasca bedah saat melakukan tindakan operasi. Meskipun infeksi serius pasca-bedah
masih merupakan masalah di beberapa negara, munculnya AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) dan Hepatitis B yang belum tertanggulangi, telah
merubah fokus Pencegahan Infeksi secara dramatis. Saat ini, perhatian harus
ditujukan untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit tidak hanya terhadap klien,
tetapi juga kepada pemberi pelayanan dan karyawan, termasuk pekarya, mereka yang
bertugas untuk membersihkan dan merawat ruang operasi. Sehingga sejak tahun
1990-an dan selanjutnya, pencegahan infeksi mempunyai dua tujuan: mencegah
terjadinya infeksi dan memberikan perlindungan baik terhadap klien maupun
terhadap tenaga pelayan kesehatan.
a) Cuci Tangan

Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung, baik di
saat melakukan operasi maupun di saat memegang alat atau bahan yang
terkontaminasi, merupakan faktor kunci untuk mengurangi penyebaran penyakit
dan menjaga lingkungan bebas dari infeksi. Secara praktis, cuci tangan
merupakan salah satu tindakan paling penting. Meskipun indikasi mutlak cuci
tangan tidak diketahui karena kurangnya penelitian kasus-kontrol, pedoman
berikut ini dapat membantu untuk menentukan bilamana cuci tangan dianggap
diperlukan (Lynn, n.d.).

Gambar 49. Moment Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)

5 momen cuci tangan sekarang coba kita bahas tentang bagaimana cuci tangan
dengan antiseptik (handrub) yang benar menurut WHO (World Health
Organization, 2010). Higiene tangan baik dilakukan dalam 5 momen/saat:
1. Sebelum kontak dengan pasien,
2. Sebelum tindakan aseptik,
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien,
4. Setelah kontak dengan pasien,
5. Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien
Gambar 50. Langkah Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)

Hand wash bisa dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan


antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik (handwash).
Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60 detik. 5 kali
melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash. 6 langkah cuci tangan
yang benar menurut WHO yaitu:
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua
telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
b) Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit.

Kebersihan lingkungan rumah sakit dilakukan dengan cara membersihkan


lingkungan rumah sakit dengan menggunakan cairan pembersih atau disinfektan
dengan frekuensi 2-3 kali per hari untuk lantai dan 2 minggu sekali untuk
dinding. Pada pasien yang bedrest di indikasikan untuk di pasang kateter urine
karena bisa menyebabkan terjadinya infeksi saluran kemih.
c) Penggunaan alat dan prosedur.

Menggunakan alat atau selang yang menempel pada tubuh seperti alat bantu
napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis lainnya sesuai dengan
indikasi (tepat guna). Indikasi pemasangan kateter urin menetap antara lain:
1) Retensi urin akut atau obstruksi
2) Tindakan operasi tertentu
3) Membantu penyembuhan perinium dan luka sakral pada pasien
inkontinensia
4) Pasien bedrest dengan perawatan paliatif
5) Pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi
6) Pengukuran urine out put pada pasien kritis
d) Penempatan pasien di ruang isolasi.
Pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang berpotensi untuk
menularkan penyakit diharuskan untuk ditempatkan di ruang isolasi. Ruang
isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan penyakit infeksi
yang menular agar tidak menular kepada pasien lain, petugas, dan pengunjung.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Rumah Sakit harus
menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang terdiri dari Kewaspadaan Standar dan
Kewaspadaan berbasis transmisi. Rumah Sakit harus mampu memisahkan pasien
yang mengidap penyakit infeksi dan menular, dengan pasien yang mengidap
penyakit tidak menular. Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka
penularan penyakit dapat dibedakan menjadi penularan kontak, dan penularan
droplet (H5N1, H1N1, MERS CoV) atau udara (tuberculosis).

7.5 Isolasi

a) Definisi

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman pathogen


dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain. Sesuai dengan
rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan
penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu
dilakukan meliputi:
b) Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelumdan sesudah
kontak dengan pasien maupun alat-alat yangterkontaminasi sekret pernapasan
c) Kewaspadaan kontak
1) Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien
2) Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, sepertistetoskop,
termometer, tensimeter, dan lain-lain
d) Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabilaberada pada jarak 1
(satu) meter dari pasien.
e) Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila
memasuki ruang isolasi.
f) Ruang lingkup
1) Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap
yang mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular
dan berbahaya;
2) Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien
dan keluarga.
g) Prinsip
1) Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap
berbahaya dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang
mengidap penyakit bukan infeksi.
2) Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan
petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3) Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan
penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat
di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.
4) Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.
5) Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang
rawat inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau
menurut petunjuk dokter penanggung jawap pasien.
h) Kewajiban dan Tanggung Jawab Perawat Instalasi Rawat Inap
1) Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolasi
2) Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan
3) Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau pasien
yang dirawat di kamar isolasi.
i) Syarat Kamar lsolasi
1) Lingkungan harus tenang
2) Sirkulasi udara harus baik
3) Penerangan harus cukup baik
4) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk
observasi pasien dan pembersihannya
5) Tersedianya WC dan kamar mandi
6) Kebersihan lingkungan harus dijaga
7) Tempat sampah harus tertutup
8) Bebas dari serangga
9) Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai
disinfektan.
j) Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :
1) Ruang ganti umum
2) Ruang bersih dalam
3) Stasi perawat
4) Ruang rawat pasien
5) Ruang dekontaminasi
6) Kamar mandi petugas
k) Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal
● Perawatan Isolasi (Isolation Room)
o Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi
o Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
o Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
o Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
o Modular minimal = 3 x 3 m2
● Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)
o Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
o Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
o Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
o Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
● Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
o Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
o Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
o Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang
ruangrawat isolasi
o Modular minimal = 3 x 2,50 m2
● Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
o Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
o Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
o Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
o Modular minimal lebar = 2,40 m
● Ruang Stase Perawat (Nurse Station)
o Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
o Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
o Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
o Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
l) Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi
1) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
2) Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
3) Berbicara seperlunya
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5) Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung
tangan, dan sandal khusus
6) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
7) Kuku harus pendek
8) Tidak memakai perhiasan
9) Pakaian rapi dan bersih
10) Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
11) Harus sehat
m) Alat-alat
1) Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2) Selalu dalam keadaan steril
3) Dari bahan yang mudah dibersihkan
4) Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5) Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali
6) Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup

n) Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara penularan /
penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak, isolasi saluran
pernafasan, tindakan pencegahan enterik dan tindakan pencegahan sekresi.Secara
umum, kategori isolasi membutuhkan kamar terpisah, sedangkan kategori
tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar terpisah.
1. Isolasi Ketat
2. Isolasi Kontak
3. Isolasi Saluran Pernafasan
4. Isolasi Protektif
Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas
laboratorium, yaitu :
a) Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
b) Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan
menular)
c) Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusadan b,
leptospirosis)
d) Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).
o) Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi
a) Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat
Perlindungan Diri (APD).
b) Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
c) Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum,
masukkan dalam kantung binatu berlabel infeksius.
d) Mandi dan cuci rambut (keramas)
e) Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
f) Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu
masuk.

p) Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP).


Bagi staf rumah sakit penting untuk mengikuti SOP setiap melakukan tindakan
seperti menggunakan pelindung standar seperti cuci tangan bedah, menggunakan
sarung tangan atau perlengkapan lain yang dianjurkan.
D. Latihan Soal

1. Seorang perempuan (52 tahun) dirawat di bangsal bedah RS. Perawat sedang
melakukan perawatan kolostomi pada pasien dan saat ini perawat membuka kantong
kolostomi dan menutup stoma dengan kassa. Apakah tindakan yang tepat dilakukan
oleh perawat untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi?
a. Menggunakan handscoon
b. Membersihkan area kulit di sekitar stoma
c. Mengkaji stoma
d. Mengoleskan salf
e. Membersihkan stoma
2. Seorang perempuan (54 tahun) dirawat di RS dengan Diabetes Mellitus. Perawat
ruangan berencana akan melakukan pemberian injeksi insulin. Sebelum dilakukan
injeksi insulin, apa yang seharusnya dilakukan oleh perawat?
a. Melakukan penusukan jarum dengan cepat dan tegas
b. Melakukan aspirasi
c. Perawat melakukan desinfeksi pada area injeksi.
d. Menginjeksikan insulin secara perlahan
e. Mengobservasi adanya darah dalam spuit
3. Risiko medis karena pembedahan di negara-negara berkembang lebih tinggi
dibandingan dengan negara-negara maju dengan kisaran persentase19%
dibandingakn dengan 31% pada rumah sakit di negara yang berbeda. Penyebab utama
timbulnya penyebaran infeksi di Rumah Sakit adalah karena kegagalan petugas
kesehatan dalam
a. Hand Hygiene
b. Penggunaan APD
c. Desinfeksi alat
d. Sterilitas alat
e. Lemahnya regulasi di rumah sakit
4. Seorang perawat akan akan visite ke seorang perempuan (54 tahun) dirawat di RS
dengan Diabetes Mellitus. Perawat berencana akan melakukan rawat luka. Sebelum
dilakukan rawat luka, apa yang seharusnya dilakukan oleh perawat?
a. Cuci tangan hanya saat melakukan tindakan aseptic
b. Cuci tangan hanya setelah menyentuh cairan tubuh pasien
c. Cuci tangan cukup setelah kontak dengan pasien dan setelah kontak dengan
lingkungan pasien
d. Cuci tangan sebelum kontak dengan pasien
e. Cuci tangan setelah melakukan tindakan aseptic
5. Seorang laki-laki (40 tahun) dirawat di RS dengan combustio grade IIa dengan luas
36%. Hasil pengkajian : Pasien tampak lemah dan mengeluh nyeri pada luka, luka
warna merah dan terdapat puss. Nadi 100 x/mnt, Suhu 40 C. Apakah tindakan
keperawatan yang tepat dilakukan?
a) Mengajarkan pasien teknik relaksasi napas dalam
b) Memonitor asupan dan haluaran cairan tiap 4 jam
c) Memberikan terapi antibiotik sesuai indikasi
d) Mengkaji tanda-tanda infeksi
e) Membatasi jumlah pengunjung
6. Seorang perawat melakukan kunjungan ke rumah. Dalam keluarga yang didatangi,
ada salah satu anggota kelurga yang menderita TBC. Keluarga tersebut
mengatakan bingung dan takut tertular. Selama ini, yang menggunakan masker
hanya penderita saja. Apa intervensi yang tepat pada kasus di atas?
a. Memberikan penkes tentang cara menjaga lingkungan yang bersih.
b. Mernberikan penkes tentang perawatan klien dengan infeksi
menular.
c. Mernberikan penkes tentang pengobatan yang tepat.
d. Pencegahan keluarga terhadap penyakit infeksi.
e. Menganjurkan klien agar minum obat teratur.
7. Seorang perempuan usia 40 tahun dengan TBC. Keluarga tersebut mengatakan
bingung dan takut tertular. Bagaimanakan proses penyebaran infeksi pada kasus di
atas?
a. Vehicle Borne
b. Vektor Borne
c. Food Borne
d. Water Borne
e. Air Borne
8. Dilaporkan di suatu sekolah bahwa ada 60 kasus hepatitis B diwaktu yang hampir
bersamaan. Kepala sekolah melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Kesehatan. Para
siswa yang lain kwatir jika tertular oleh peyakit tersebut. Bagaimanakan proses
penyebaran infeksi pada kasus di atas?
a. Vehicle Borne
b. Vektor Borne
c. Food Borne
d. Water Borne
e. Air Borne
9. Seorang anak usia 15 tahun lagi terkena flu. Kemudian adiknya usia 10 tahun juga
terkena flu. 3 kemudian ayahnya juga terkena flu juga. Hampir semua anggota
keluarga terkena flu, kecuali ibunya yang tidak terkena flu. Kenapa semua anggota
keluarga tertular flu tetapi ada yang tidak terkena flu. Factor apakah yang
menyebabkan infeksi pada kasus tersebut?
a. Nyamuk
b. Jumlah dari vektor
c. Kotoran
d. Jenis vector
e. Kerentanan dari host/penjamu
10. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs)
merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan
tidak dalam masa inkubasi. Ada beberapa mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
nosocomial, yang termasuk opportunistic pathogen adalah…
a. Salmonella
b. Shigella
c. Pseudomonas
d. Proteus
e. Pneumocystis

E. Rangkuman
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Infeksi merupakan akibat dari invasi mikroorganisme pathogen kedalam tubuh dan
jaringan yang terjadi pada penjamu terhadap organisme dan toksinya. Infeksi
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan
/tanpa disertai gejala klinik.
2. Mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang rentan melalui dua cara yaitu
secara langsung dan tidak langsung.
3. Tanda tanda atau respon peradagan/inflamasi dibagi menjadi peradangan local dan
peradangan sistemik. Respon peradangan local diantaranya adalah Calor, Dolor,
Rubor, Tumor, Functiolaesa. Dan tanda peradangan sistemik yaitu demam dan
leukositosis.
4. Pencegahan infeksi mempunyai dua tujuan mencegah terjadinya infeksi dan
memberikan perlindungan baik terhadap klien maupun terhadap tenaga pelayan
kesehatan. Dengan mengetahui 5 moment dan 6 langkah dalam mencuci tangan dapat
mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
5. Keselamatan pasien (patient safety) adalah keselamatan pasien didefinisikan
sebagai penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil tindakan yang buruk
atau injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan.
Pembelajaran 8. Prosedur Tindakan Keperawatan

Sumber:
 Modul Pendidikan Profesi Guru. Modul 6: Keterampilan Dasar Tindakan
Keperawatan. Penulis: Edi Purwanto (2019)

A. Kompetensi

Setelah mempelajari keseluruhan materi pada pembelajaran ini, Anda diharapkan dapat
menganalisis prinsip ketrampilan tindakan keperawatan dan aplikasinya dalam
keperawatan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah mempelajari materi dalam pembelajaran ini, Anda dapat :


1. Mengurutkan tindakan prosedur pemeriksaan tanda-tanda vital
2. Mengimplementasikan injeksi insulin
3. Mengurutkan kateter urine
4. Mengimplemtasikan tindakan rawat luka

C. Uraian Materi

8.1 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital

Tanda – tanda vital adalah sebuah keadaan atau tanda objektif dari manusia yang
menggambarkan kondisi diri seseorang yang terdiri dari nadi per menit, tekanan
darah, frekuensi pernapasan per menit, dan suhu tubuh (Patricia, 2005).
Alat dan bahan yang dipakai dalam pengukuran tanda-tanda vital

Para peserta didik sekalian beberapa alat yang harus kita siapkan dalam
melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital adalah sebagai berikut:
a. Alat dan bahan untuk pemeriksaan tekanan darah:
1) Stetoskop
2) Spigmomanometer atau tensimeter.

Keperawatan | 221
b. Alat dan bahan untuk pemeriksaan denyut nadi. Alat yang digunakan untuk
pemeriksaan nadi adalah jam tangan atau stopwatch.
c. Alat dan bahan untuk pemeriksaan pernafasan. Jam tangan atau
stopwatch dan Stetoskop
d. Alat dan bahan untuk pemeriksaan suhu
1) Termometer
2) Tissue
3) kassa

Standard Prosedur Operasional Pemeriksaan Tanda – tanda Vital


Tujuan Praktikum
1. Tujuan umum.
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan dapat melakukan
keterampilan dalam melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
2. Tujuan khusus.
Setelah melakukan praktikum berikut mampu:
1. Melakukan pengukuran tekanan darah
2. Melakukan pengukuran nadi
3. Melakukan pengukuran temperatur/suhu tubuh
4. Melakukan pengukuran pernafasan (respiration rate)
No Tindakan
1 Persiapan alat
1. Stetoskop
2. Tensimeter/Sphygmomanometer
3. Alcohol swab
4. Sarung tangan/handscoen
5. Jam tangan
6. Thermometer (raksa, digital/elektrik)
7. Thermometer tympani/aural
8. Thermometer rectal
9. Tissue
10. Kassa
11. Jelly/Lubrikan
12. Bullpen
13. Bengkok
14. Lembar dokumentasi
2 Persiapan perawat :
1. Memperkenalkandiri
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
3. Memberikan posisi yang nyaman pada Klien
4. Informed concent
3 PersiapanKlien:
Atur posisi Klien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan pemeriksaan.
4 Persiapan lingkungan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman
2. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
Pelaksanaan Tindakan
A. Pemeriksaan Suhu
a) Pengukuran Temperatur Axila
4 MengucapkanBasmallah
5 Perawat mencuci tangan
6 Meletakkan alat di dekat klien
7 Memakaihandscoenbersih
8 Meminta klien untuk duduk atau berbaring, pastikan klien merasa nyaman
9 Gulung lengan baju klien atau buka baju atas sampai axila terlihat
10 Keringkan daerah axila menggunakan kassa
11 Pastikan thermometer siap (jika menggunakan thermometer raksa suhu
awal <35°C)
12 Pasang thermometer pada daerah tengah axila, minta klien untuk menurunkan
lengan atas dan meletakkan lengan bawah diatas dada

Keperawatan | 223
13 menelaskan pada klien bahwa pengukuran akan berlangsung selama 5
menit atau sampai alarm berbunyi pada thermometer elektrik
14 Ambil thermometer dan baca hasilnya
15 Bersihkan termometer dengan kapas alkohol atau dengan menggunakan
sabun-savlon-air bersih lalu keringkan dengan kasa
16 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
17 Perawat melepas handscoen dan mencuci tangan
18 MencatatHasilPemeriksaan di status KliendanmerapikanbajuKlien
19 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien
Hipotermia, Normal, Pireksia/febris atau Hipertermia.
b) Pengukuran Temperatur Oral
20 Mengucapkan Basmallah
21 Perawat mencuci tangan
22 Meletakkan alat di dekat klien
23 Memakai handscoen bersih
24 Meminta klien untuk duduk atau berbaring, pastikan klien merasa nyaman
25 Siapkan thermometer atau turn on pada thermometer elektrik
26 Tempatkan ujung thermometer dibawah lidah klien pada sublingual

27 Minta klien menutup mulut


28 menjelaskan pada klien bahwa pengukuran akan berlangsung selama 3-5
menit atau sampai alarm berbunyi pada thermometer elektrik
29 Ambil thermometer dan baca hasilnya
30 Bersihkan termometer dengan kapas alkohol atau dengan menggunakan
sabun-savlon-air bersih lalu keringkan dengan kasa
31 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
32 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
33 Mencatat Hasil Pemeriksaan di status Klien dan Rapikan baju Klien
34 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien Hipotermia,
Normal, Pireksia/febris atau Hipertermia.
c) Pengukuran Temperatur Rectal
35 Mengucapkan Basmallah
36 Perawat mencuci tangan
37 Meletakkan alat di dekat klien
38 Memakai handscoen bersih
39 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
40 Bantu klien berbaring kearah lateral sinistra atau dekstra dengan kaki fleksi Pada
bayi periksa keadaan anus klien

41 Olesi thermometer dengan jelly/lubricant


44 Minta klien untuk nafas dalam dan masukkan thermometer ke lubang anus
sedalam 3 cm (jangan paksakan bila ada tahanan/hambatan)
45 Jelaskan pada klien bahwa pengukuran akan berlangsung selama 5 menit
atau sampai alarm berbunyi pada thermometer elektrik
46 Ambil thermometer dan baca hasilnya
47 Bersihkan termometer dengan kapas alkohol atau dengan menggunakan
sabun-savlon-air bersih lalu keringkan dengan kasa
48 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan udah selesai.
49 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
50 Mencatat Hasil Pemeriksaan di status Klien dan Rapi kan baju Klien
51 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien Hipotermia,
Normal, Pireksia/febris atau Hipertermia.
d) Pengukuran Temperatur Aural
52 MengucapkanBasmallah
53 Perawat mencuci tangan
54 Meletakkan alat di dekat klien
55 Memakaihandscoenbersih
56 menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
57 Siapkan thermometer tympani, jika klien menggunakan alat bantu dengar,
keluarkan dengan hati-hati dan tunggu hingga 1-2 menit
58 Bersihkan telinga dengan kapas
59 Buka bagian luar telinga, dengan perlahan-lahan masukkan thermometer
sampai liang telinga.
60 Tekan tombol untuk mengaktifkan thermometer
61 Pertahankan posisi thermometer selama pengukuran sampai muncul suara atau
timbul tanda cahaya pada thermometer

62 mengambil thermometer dan membaca hasilnya


63 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
64 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
65 Mencatat Hasil Pemeriksaan di status Klien dan Rapikan baju Klien
67 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah KlienHipotermia,
Normal, Pireksia/febris atau Hipertermia.
e) Pengukuran Temperatur Temporal
68 MengucapkanBasmallah
69 Perawat mencuci tangan
70 Meletakkan alat di dekat klien
71 Memakai handscoen bersih
72 menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
73 melepaskan topi/penutup kepala klien, sibak dahi klien, bersihkan dengan
menggunakan kapas
74 Letakkan sisi lensa thermometer pada bagian tengah dahi klien antara alis
dan batas rambut
75 Tekan dan tahan tombol SCAN, geser perlahan menyamping dari dahi hingga
bagian atas telinga (terdengar bunyi ‘BIP’ dan lampu merah akan menyala)

76 Lepaskan tombol SCAN, angkat thermometer dari dahi klien (Termometer akan
secara otomatis mati dalam 30 detik, untuk mematikannya segera,
tekan dan lepaskan tombolSCAN dengan cepat)
77 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
78 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
79 Mencatat Hasil Pemeriksaan di status Klien. Rapikan baju Klien
80 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien
Hipotermia, Normal, Pireksia/febris atau Hipertermia.
B. Pemeriksaan frekuensi nafas
81 Mengucapkan Basmallah
82 Perawat mencuci tangan
83 Memakai handscoen bersih
84 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
85 Bantu klien membuka baju, jaga privasi klien
86 Memposisikan Klien untuk berbaring/duduk, pastikan klien merasa nyaman
87 Lakukan inspeksi atau palpasi dengan kedua tangan pada punggung /
dada untuk menghitung gerakan pernapasan selama minimal 1 menit
88 Dokumentasikan hasil pemeriksaan (frekuensi nafas, irama nafas
reguler/ireguler, dan tarikan otot bantu pernafasan)
89 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
90 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
91 MenDokumentasikan hasil pemeriksaan (frekuensi nafas, irama nafas
reguler/ireguler, dan tarikan otot bantu pernafasan)di status Klien. Rapikan
baju Klien
92 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
3) Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien
Takipnea atau Bradipnea
C. Pemeriksaan nadi
93 Mengucapkan Basmallah
94 Perawat mencuci tangan
95 Memakai handscoen bersih
96 menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
97 Bantu Klien untuk duduk atau berbaring, pastikan Klien merasa nyaman.
98 Gunakan ujung dua atau tiga jari (jari telunjuk, jari tengah dan jari manis )
untuk meraba salah satu dari 9 arteri.
99 Tekan arteri radialis untuk merasakan denyutan

100 Kaji jumlah, kualitas, dan ritme nadi


101 Gunakan jam tangan, untuk menghitung frekuensi nadi selama minimal 30
detik
102 Hitung frekuensi nadi selama 1 menit penuh apabila ditemukan kondisi
abnormal
103 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi hasil
pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan
tindakan sudah selesai.
104 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
105 Mendokumentasikan hasil pemeriksaan di status Klien. Rapikan baju Klien
106 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
3) Perawat mampu menyimpulkan hasil dari pemeriksaan apakah Klien
Lokasi pemeriksaan denyut nadi dan Skala ukuran
kekuatan/kualitas nadi
D. Pemeriksaan Tekanan Darah
107 Mengucapkan Basmallah*
108 Perawat mencuci tangan*
109 Meletakkan alat di dekat klien
110 Memakai handscoen bersih*
111 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien
112 Pilih manset tensimeter/sphygmomanometer sesuai dengan ukuran lengan
Klien
113 Tempatkan Klien dalam posisi nyaman (duduk/berbaring) dengan lengan
rileks, sedikit menekuk pada siku dan bebas dari tekanan oleh pakaian
114 Palpasi arteri brachialis.
115 Pasang manset melingkari lengan atas dimana arteri brachialis teraba,
secara rapi dan tidak terlalu ketat (2,5 cm di atas siku) dan sejajar jantung
116 Raba nadi radialis atau brachialis dengan satu tangan.
117 Tutup bulb screw tensimeter
118 Pasang bagian diafragma stetoskop pada perabaan pulsasi arteri
brachialis
119 Pompa tensimeter/sphygmomanometer dengan cepat sampai 30mmHg di
atas hilangnya pulsasi
120 Turunkan tekanan manset perlahan-lahan sampai pulsasi arteri teraba
121 Dengarkan melalui stetoskop, sambil menurunkan perlahan-lahan 3mmHg/detik
dan melaporkan saat mendengar bising ‘dug’ pertama
(tekanan sistolik)
122 Turunan tekanan manset sampai suara bising ‘dug’ yang terakhir (tekanan
diastolik)
123 Rapikan alat-alat yang telah digunakan
124 Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada Klien
125 Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian Menyampaikan informasi
hasil pemeriksaan kepada Klien/keluarga dan mengkomunikasikan tindakan
sudah selesai.
126 Perawat melepaskan handscoen dan mencuci tangan
127 Mendokumentasikan hasil pemeriksaan di status klien. Rapikan baju klien
128 Evaluasi :
1) Klien Bersih, rapi dan nyaman
2) Tempat tidur rapi
3) Perawat mampu menentukan sistolik dan diastolik
4) Perawat mampu mengkategori tekanan darah Klien

8.2 Pemberian Injeksi Insulin

Pengertian
● Injeksi insulin adalah penyuntikan hormon insulin ke dalam jaringan subkutan.
Injeksi hormon insulin ini sebagai pengganti insulin endogen yang secara normal
diproduksi oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin berfungsi untuk memobilisasi
glukosa dari darah menuju organ untuk dijadikan energi.
● Terdapat dua macam terapi insulin sebagai pilihan dan pertimbangan sebagai terapi
untuk pengelolaan kontrol glikemik yakni, terapi insulin basal dan bolus, pada
umumnya dikombinasi dengan koreksi insulin scale. Basal insulin terdiri dari insulin
kerja menengah (intermediate) dan kerja panjang (long-acting) yang diberikan
satu kali atau dua kali sehari, sedangkan insulin bolus atau prandial terdiri dari insulin
kerja singkat (short-acting) dan kerja cepat (rapid-acting) yang diberikan sesuai
dengan waktu makan. Insulin koreksi adalah pemberian dosis insulin kerja singkat
(short-acting) atau kerja
cepat (rapid-acting) tambahan bersamaan dengan dosis insulin bolus yang sudah
lazim diberikan jika kadar glukosa darah klien masih di atas target glikemik
(Guillermo E. Umpierrez et al., 2012).

● Farmakokinetik insulin dapat di lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4. farmakokinetik

● Pemberian insulin dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut, dosis insulin dapat
dimulai dengan rumus 0.2 sampai 0.3 U/kg berat badan pasien jika usia klien ≥70
tahun dan atau laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/min. Dosis insulin dapat
dimulai dengan rumus 0.4 U/kg berat badan klien per-hari jika kadar glukosa darah
pasien di atas rentang target glikemik yakni, 7.8–11.1 mmol/liter (140–200 mg/dl).
Dosis insulin dapat dimulai dengan rumus 0.5 U/kg berat badan klien per-hari jika
kadar glukosa darah pasien di atas rentang target glikemik 11.2–22.2 mmol/liter
(201–400 mg/dl). Kemudian, jumlah total dosis insulin tersebut dibagi menjadi 50%
dosis insulin basal dan 50% dosis insulin prandial. Selanjutnya, total dosis insulin
prandial dibagi menjadi tiga di sesuaikan dengan jadwal makan. Pemberian insulin
basal diberikan sekali sehari, sedangkan insulin prandial diberikan sebelum makan,
akan tetapi jika pasien belum makan maka jangan diberikan dahulu (Clement et al.,
2004; G.
E. Umpierrez et al., 2009; G. E. Umpierrez et al., 2011).
● Tempat injeksi insulin dapat dilakukan di area seperti gambar di bawah ini

Gambar 51. Tempat Injeksi insulin

Sumber: http://www.diabetesforecast.org/2016/sep-oct/injection-site-rotation.html

Tujuan Praktikum
1. Menguasai teknik, prinsip, dan prosedur pelaksanaan asuhan/praktik keperawatan
yang dilakukan secara mandiri atau per kelompok (CP.P-7)
2. Mampu memberikan askep kepada individu, keluarga dan kelompok baik sehat, sakit,
dan kegawatdaruratan dengan memperhatikan aspek bio, psiko, sosial tandard dan
spiritual yang menjamin keselamatan pasien (Patient safety), sesuai standar askep dan
berdasarkan perencanaan keperawatan yang telah tersedia (CP.KK-1)
3. Mampu memilih dan menggunakan peralatan dalam memberikan askep sesuai dengan
standar askep (CP.KK-4)
4. Mampu mengumpulkan data, menganalisa dan merumuskan masalah, merencanakan,
mendokumentasikan dan menyajikan informasi asuhan keperawatan (CP.KK-5)
5. Mampu memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pola hidup sehat dan
menurunkan angka kesakitan (CP.KK-7)
Prosedur
Persiapan alat :
1. Bak instrumen
2. Kapas alkohol
3. Insulin pen
4. Jarum pen insulin
Persiapan Perawat:
1. Ucapkan salam (Assalamu’alaikum wrwb/ selamat pagi/ selamat siang)
2. Perkenalkan diri
3. Jelaskan pada pasien tentang maksud dan tujuan tindakan, berikan informed consent/
kesediaan pelaksanaan tindakan
Persiapan Pasien:
Atur posisi pasien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan tindakan
Persiapan Lingkungan:
1. Jaga privasi pasien, tutup sketsel, ciptakan lingkungan yang tenang
2. Bawa alat ke dekat pasien
Pelaksanaan Tindakan
Awali tindakan dengan mengucapkan Basmallah (bismillahirrahmnirrahim)
A. Tahap prainteraksi:
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada;
2. Mencuci tangan;
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar.
B. Tahap orientasi:
1. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik;
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien;
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
C. Tahap kerja:
1. Menjaga privasi pasien;
2. Lepaskan tutup pena.
3. Masukkan kartrid insulin ke dalam pena, mengikuti petunjuk pabriknya.
4. Bersihkan ujung pen insulin dengan alkohol.
5. Balikkan pena 20 kali untuk mencampur jika menggunakan suspensi insulin.
6. Lepaskan tab pelindung dari jarum.
7. Pasang jarum ke reservoir dari pen insulin
8. Lepaskan tutup jarum luar dan dalam.
9. Tahan pena tegak lurus dan tekan untuk mendorong gelembung udara ke atas.
10. Putar pengatur dosis ke 2 unit untuk melakukan "tembakan udara" untuk
menghilangkan gelembung.
11. Tahan pena tegak lurus dan tekan plunger dengan kuat. Perhatikan setetes insulin
di ujung jarum.
12. Periksa reservoir obat untuk memastikan cukup insulin yang tersedia untuk dosis.
13. Periksa apakah pengaturan dosis berada di "0," lalu putar dosis unit insulin sesuai
dengan dosis yang ditentukan
14. Pakai sarung tangan.
15. Bersihkan tempat suntikan dan lakukan injeksi subkutan, tahan pena seperti anak
panah. Tekan tombol pen insulin
16. Jaga agar tombol tertekan dan berhitung sampai 6 sebelum mengeluarkan dari
kulit.
17. Lepaskan jarum dari pen insulin dan buang dalam wadah benda tajam.
18. Lepaskan sarung tangan dan tambahan APD, jika digunakan
Evaluasi Tindakan
1. Mengevaluasi hasil tindakan; apakah ada tanda-tanda alergi
2. Berpamitan dengan pasien;
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula;
4. Mencuci tangan;
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan (Jenis cairan,
jumlah/tetesan, tanggal dan waktu pemasangan infus serta catat ukuran jarum).

Dokumentasi Tindakan
1. Pada hari ini ... (tgl/jam) telah dilakukan tindakan spooling kateter/ irigasi
bladder pada pasien (Tn/Ny), usia.....No. RM..............oleh perawat (nama terang
& tanda tangan)
2. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama tindakan dan
kondisi setelah tindakan
3. Catat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
8.3 Pemasangan Kateter Urin

Pengertian
Pemasangan kateter urine adalah melakukan insersi kateter
Folley/Nelaton melalui uretra ke muara kandung kemih untuk mengeluarkan urine.

Gambar 52. Pemasangan kateter urine

Indikasi
1. Pasien tidak sadar
2. Pasien dengan tindakan operasi besar
3. Pasien dengan retensio urine
4. Pasien dengan inkontenesia urine
5. Pasien dengan cidera medula spinalis

Tujuan Praktikum
1. Menyebutkan tujuan dari pemasangan kateter urine dengan tepat
2. Menyebutkan indikasi pemasangan keteter urine dengan tepat
3. Menyebutkan alat-alat yang diperlukan dalam pemasangan kateter urine
4. Mendemonstrasikan pemasangan kateter urine dengan benar
5. Prosedur ini bertujuan untuk memulihkan/ mengatasi retensi urine akut atau kronis,
pengaliran urine untuk persiapan operasi atau pasca operasi, dan menentukan jumlah
urine sisa sesudah miksi.

Persiapan alat :
a. Alat Steril :
1. Kateter steril, ukuran disesuaikan dengan pasien
2. Kakapas savlon steril dalam tempatnya
3. Kasa steril (bila perlu)
4. Korentang steril
5. Duk steril
6. Sarung tangan steril (2 pasang)

b. Alat Tidak Steril


1. Lumbrikant/ jelly
2. Betadhine yang sudah diencerkan
3. Perlak dan alasnya
4. Bengkok 2 buah (untuk kapas kotor dan penampung urin). Botol steril bila perlu
5. Spuit dan aquadest
6. Sketsel
7. Plaster
8. Gunting

Persiapan Perawat:
a. Ucapkan salam (Assalamu’alaikum wrwb/ selamat pagi/ selamat siang)
b. Perkenalkan diri
c. Jelaskan pada pasien tentang maksud dan tujuan tindakan, berikan
informed consent/ kesediaan pelaksanaan tindakan

Persiapan Pasien:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan tindakan

Persiapan Lingkungan:
a. Jaga privasi pasien, tutup sketsel, ciptakan lingkungan yang tenang
b. Bawa alat ke dekat pasien

Pelaksanaan Tindakan
Awali tindakan dengan mengucapkan Basmallah (bismillahirrahmnirrahim)
Pada Klien Laki-laki
1. Bantu / meminta pasien untuk membuka area sekitar genitalia eksterna yang akan
dilakukan pemeriksaan. Gunakan selimut untuk menutupi area di atas simpisis pubis
2. Mengatur posisi klien supine dan kedua kaki dilebarkan Memasang perlak dan
alas
3. Siapkan Jelly pada kasa teril yang di letakkan di bak instrumen

4. Menyiapkan Spuit 10cc dengan di isi Aquadest sebagai pengunci kateter


5. Siapkan Kapas savlon dan kapas bethadine pada kom steril
6. Menyiapkan plester secukupnya
7. Cuci tangan dan memasang sarung tangan bersih
8. Mencuci gland penis di sekitar meatus dengan antiseptik menggunakan kapas savlon
kemudian di bersihkan lagi dengan kapas betadine dengan cara memutar.

9. Lepaskan handscon dan Mengganti sarung tangan steril


10. Ambil duk bolong steril di bak instrumen dan letakkan duk bolong steril di
sekitar perineal klien
11. Ambil kateter dengan tangan dan tetap menjaga kesterilan kateter
12. Mengolesi kateter dengan gell lubrikan yang sudah disiapkan (jaga
kesterilan)
13. Memegang penis (tangan non dominan) dan menegakkannya
14. Memasukkan kateter ke dalam uretra (15-25 cm) sampai urine mengalir keluar
15. Jika agak sulit memasukan kateter tarik penis sedikit kebawah kemudian
masukan kateter kembali
16. Menampung urine pada botol steril untuk pemeriksaan dan menampung
sisanya pada tempat yang telah disediakan (jika diperlukan)
17. Jika urine sudah keluar, masukkan kateter ke dalam kurang lebih 2,5 cm
18. Lakukan fiksasi kateter atau penggembungan balon kateter dengan mengisi balon
kateter menggunakan spuit berisi air steril/NaCI steril sebanyak yang ditentukan
oleh pabrik kateter.

19. Tarik kateter memastikan apakah sudah benar – benar terkunci

20. Kemudian ambil duk bolong


21. Menyambungkan kateter dengan urobag atau penampung urine
22. Memfiksasi kateter dengan plester pada paha
23. Rapikan alat-alat yang telah digunakan
24. Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada Pasien
25. Akhiri tindakan dengan membaca Hamdallah (Alhamdulillahirabbil’alamin)
26. Sampaikan informasi hasil tindakan kepada Pasien/keluarga dan
komunikasikan bahwa tindakan telah selesai.
27. Lepaskan sarung tangan kemudian cuci tangan
28. Dokumentasikan tindakan di status Pasien
Pada klien perempuan
1. Bantu / meminta pasien untuk membuka area sekitar genitalia eksterna yang akan
dilakukan pemeriksaan. Gunakan selimut untuk menutupi area di atas simpisis pubis
2. Mengatur posisi klien posisi dorsal recumbent

3. Pasang perlak dan alas dibawah bokong


4. Meletakkan bengkok diantara kedua tungkai
5. Siapkan Jelly pada kasa teril yang di letakkan di bak instrumen
6. Menyiapkan Spuit 10cc dengan di isi Aquadest sebagai pengunci kateter
7. Menyiapkan kapas savlon pada kom steril
8. Menyiapkan Plester secukupnya
9. Mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan bersih
10. MengucapkanBasmallah
11. Membuka labia minora dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri
12. Lakukan vulva higiene untuk membersihkan discharge yang mungkin keluar setelah
pemeriksaan. ambil 5 bola kapas, masukkan dalam kom berisi savlon. Peras kapas
savlon, kemudian bersihkan dengan kapas savlon mulai dari labia mayora kanan
(sekali usap dari arah klitoris ke rektum, buang), labia mayora kiri (sekali usap dari
arah klitoris ke rektum, buang), buka bagian dalam dengan ibu jari dan jadi tengah,
bersihkan labia minora kanan (sekali usap dari arah klitoris ke rektum, buang), labia
minora kiri (sekali usap dari arah klitoris ke rektum, buang), dan terakhir
13. Keringkan area genitalia eksterna dengan kassa steril perlahan-lahan hingga savlon
hilang
14. Mengganti sarung tangan steril
15. Ambil duk bolong di bak instrumen dan Meletakkan duk bolong steril di sekitar
perineal
16. Ambil kateter dengan tangan dan tetap menjaga kesterilan kateter
17. Mengolesi kateter dengan jeli pelumas yang sudah disiapkan
18. Perawat membuka labia minora dengan tangan kiri dan memasukkan kateter ke
dalam uretra perlahan-lahan dan menganjurkan pasien untuk menarik nafas panjang
19. Urine yang keluar ditampung dalam bengkok atau botol steril jika diperlukan untuk
pemeriksaan laboratorium

20. Lakukan fiksasi kateter atau penggembungan balon kateter dengan menggunakan
spuit berisi air steril/NaCI steril sebanyak yang ditentukan oleh pabrik kateter
21. Tarik kateter memastikan apakah sudah benar – benar terkunci
22. Kemudian ambil duk bolong
23. Menyambungkan kateter dengan urobag atau penampung urine
24. Memfiksasi kateter dengan plester pada paha
25. Rapikan alat-alat yang telah digunakan
26. Rapikan dan berikan posisi yang nyaman pada Pasien
27. Akhiri tindakan dengan membaca Hamdallah (Alhamdulillahirabbil’alamin)
28. Sampaikan informasi hasil tindakan kepada Pasien/keluarga dan
komunikasikan bahwa tindakan telah selesai.
29. Lepaskan sarung tangan kemudian cuci tangan
30. Dokumentasikan tindakan di status Pasien

Evaluasi Tindakan
1. Klien Bersih, rapi dan nyaman
2. Tempat tidur rapi
3. Pemasangan kateter urinenya tepat

Dokumentasi Tindakan
Pada hari ini ... (tgl/jam) telah dilakukan tindakan pemasangan kateter pada
pasien (Tn/Ny), usia.....no. RM...........oleh perawat (nama terang & tanda tangan)
1. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama tindakan dan
kondisi setelah tindakan
2. Catat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas
8.4 Perawatan Luka Gangren

Pengertian
● Perawatan luka gangren adalah membersihkan luka kronis, mengangkat jaringan
yang mati dan mengaplikasikan dressing yang tepat untuk mencegah atau mengatasi
infeksi dengan teknik aseptik.
● Berdasarkan proses penyembuhan, dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu
insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian
internal ke ekseternal.
2. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung
mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.
● Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis
adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari
4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal, tetapi bisa juga dikatakan
luka kronis jika penyembuhan terlambat (delayed healing) atau jika menunjukkan
tanda-tanda infeksi.
● Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi tumpang tindih. Fase
penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
A. Fase inlfamasi:
a. Hari ke-0 sampai 5.
b. Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah.
c. Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
d. Fase awal terjadi hemostasis.
e. Fase akhir terjadi fagositosis.
f. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.

B. Fase proliferasi atau epitelisasi


a. Hari ke-3 sampai 14.
b. Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
c. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inl amasi,
pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
d. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan
lapisan epidermis pada tepian luka.
e. Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
C. Fase maturasi atau remodelling
a. Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
b. Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength).
c. Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya.
d. Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.
● Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
a) Status imunologi atau kekebalan tubuh
b) Kadar gula darah
c) Rehidrasi dan pencucian luka
d) Nutrisi
e) Kadar albumin darah
f) Suplai oksigen dan vaskulerisasi:
g) Nyeri
h) Kortikosteroid

● Konsep Manajemen Luka Modern/Terkini

a) Mengoptimalkan kerja dari neutrofil,makrofag,fibrolast,protease (enzime


debinder),growth faktor.
b) Meminimalkan rasa sakit (mengurangi sakit pada ujung saraf karena kondisi
luka dalam keadaan lembab).
c) Meminimalkan infeksi (sel-sel meningkatkan daya tahan tubuh,lebih sedikit
jaringan kering yang mati sehingga mengurangi timbulnya mikroorganisme).
d) Mengurangi kemungkinan adanya luka baru pada saat penggantin balutan luka.
e) Mengurangi resiko perpindahan mikroorganisme.
f) Mengurangi pencemaran udara pada saat penggantian balutan.
g) Menjaga luka pada temperatur optimum agar penyembuhan luka lebih cepat.
h) Balutan dapat digunakan untuk beberapa hari.sehingga mengurangi frekuensi
penggantian balutan.

Manajemen dengan pendekatan T.I.M.E yakni, metode pengelolaan luka dengan


memperhatikan Tissue, non-viable or devicient (jaringan mati pada dasar luka),
Infection or inflammation (terdapat infeksi atau inflamasi), Moisture imbalance
(ketidakseimbangan kelembaban pada luka) dan Edge of wound non-advancing or
undermining (tepi luka yang tidak ada perkembangan atau adanya goa). Kemudian,
metode T.I.M.E disempurnakan oleh EWMA (European Wound
Management Association) pada tahun 2004 yakni, T (tissue management/pengelolaan
jaringan pada luka), I (inflammation and infection control/mengontrol inflamasi dan
infeksi pada luka), M (Moisture balance/mempertahankan kelembaban luka) dan E
(Epithelial or Edge advancement/ terdapat perkembangan dan penyatuan pada tepi luka
atau epitel).

Metode T.I.M.E memiliki berbagai tujuan yang dapat dirincikan satu persatu. Tissue
management bertujuan untuk (1) mengangkat jaringan mati antara lain dapat
menggunakan metode kimia/kimia debridemen (sodium hypochlorite atau enzimatik
seperti, enzim papain, bromelain), mekanik debridemen (kasa, pinset atau wet-dry
dressing), autolysis (mempertahankan kelembaban pada luka) dan surgical debridemen
(pembedahan di ruang operasi), (2) membersihkan dari benda asing, (3) mempersiapkan
luka dengan dasar luka kuning atau hitam menjadi merah. Inflammation and
infection control bertujuan untuk mengontrol inflamasi, mencegah dan mengurangi
pertumbuhan mikro-organisme pathogen, mencegah dan mengatasi infeksi pada luka.
Moisture balance bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan kelembaban,
melindungi luka dari injuri atau trauma pada saat penggantian dressing, melindungi area
sekitar luka dan mengabsorbsi cairan luka atau eksudat. Epithelial or Edge
advancement bertujuan untuk meningkatkan dan mempercepat proses epitelisasi dan
menjaga kelembaban luka.

● Pengkajian Luka
1) Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin
2) Status vaskuler: Hb, TcO2
3) Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang
lain
4) Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya
5) Kondisi luka:

a. Warna dasar luka. Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow),


necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink).
b. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
c. Eksudat dan bau
d. Tanda-tanda infeksi
e. Keadaan kulit sekitar luka: warna dan kelembapan
f. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung

● Penyembuhan Luka Dengan Modern Wound Dressing


Prinsip dan Kaidah
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembap antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh neutrofil dan sel endotel dalam suasana lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembap, invasi neutrofi l yang
diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berlangsung lebih
dini.
● Pemilihan Balutan
Luka Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia untuk
menangani luka kronis. Bahan modern wound dressing dapat berupa hidrogel, film
dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/ absorbant dressing, antimicrobial
dressing, antimicrobial hydrophobic.

Tujuan Praktikum
1. Menguasai teknik, prinsip, dan prosedur pelaksanaan asuhan/praktik keperawatan
yang dilakukan secara mandiri atau per kelompok (CP.P-7)
2. Mampu memberikan askep kepada individu, keluarga dan kelompok baik sehat, sakit,
dan kegawatdaruratan dengan memperhatikan aspek bio, psiko, sosial tandard dan
spiritual yang menjamin keselamatan pasien (Patient safety), sesuai standar askep dan
berdasarkan perencanaan keperawatan yang telah tersedia (CP.KK-1)
3. Mampu memilih dan menggunakan peralatan dalam memberikan askep sesuai dengan
standar askep (CP.KK-4)
4. Mampu mengumpulkan data, menganalisa dan merumuskan masalah, merencanakan,
mendokumentasikan dan menyajikan informasi asuhan keperawatan (CP.KK-5)
5. Mampu memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pola hidup sehat dan
menurunkan angka kesakitan (CP.KK-7)
6. Melindungi luka dari kotaminasi mikroorganisme
7. Merangsang granulasi dan penyembuhna luka
8. Menjaga kelembaban luka
9. Memberikan kenyamanan secara fisik, psikis dan aestetik
Persiapan alat :
1. Pinset anatomis 2 buah
2. Pinset cirurgis 1 buah
3. Sarung tangan steril & non steril
4. Cucing 2 buah
5. Korentang dan tempatnya
6. Gunting nekrotomi/jaringan
7. Kassa steril
8. Gown plastik/ anti air
9. Cap
10. Kapas
11. Cairan NaCl 0,9%
12. Bengkok 2 buah
13. Lidi watten
14. Gunting kassa dan perban

Persiapan Perawat:
a. Ucapkan salam (Assalamu’alaikum wrwb/ selamat pagi/ selamat siang)
b. Perkenalkan diri
c. Jelaskan pada pasien tentang maksud dan tujuan tindakan, berikan informed consent/
kesediaan pelaksanaan tindakan

Persiapan Pasien:
a. Atur posisi pasien senyaman mungkin dan sesuai kebutuhan tindakan

Persiapan Lingkungan:
a. Jaga privasi pasien, tutup sketsel, ciptakan lingkungan yang tenang
b. Bawa alat ke dekat pasien

Pelaksanaan Tindakan
Awali tindakan dengan mengucapkan Basmallah (bismillahirrahmnirrahim)
1. Cuci tangan 7 langkah

2. Dekatkan alat dan buka semua peralatan

3. Atur posisi pasien


4. Pakai sarung tangan bersih

5. Buka balutan, lakukan dengan hati-hati dan pastikan dressing tidak lengket

6. Letakkan balutan kotor di bengkok

7. Jika sudah sampai pada primary dressing, Lepas sarung tangan

8. Keluarkan 2 buah cucing dari bak instrument dengan menggunakan korentang dan
isi salah satu dengan NaCl

9. Ganti sarung tangan steril.

10. Bersihkan luka dari dalam keluar menggunakan kapas yang diberi NaCl

11. Kaji kondisi luka, periksa adakah tanda-tanda infeksi

12. Tekan daerah luka dengan lembut jika terdapat eksudat

13. Letakkan kasa di pinggir luka untuk menampung jaringan nekrotomi yang
digunting, Gunting jaringan nekrosis dengan gunting nekrotomi dan letakkan pada
kasa

14. Bersihkan kembali luka jika diperlukan

15. Ambillah spesimen dengan lidi waten jika dibutuhkan untuk pemeriksaan kultur
bakteri atau jamur

15. Keringkan luka dengan kasa pelan-pelan

16. Beri primary dressing (modern dressing) ±1cm di tepi luka disesuai dengan kondisi
luka.

17. Tutup luka 1-2 cm dari tepi luka dengan menggunakan sekunder dressing (kassa
steril) tanpa di plester.

18. Jika menggunakan modern dressing maka luka ditutup kassa kering, namun jika tidak
menggunakan modern dressing maka luka ditutup dengan kassa lembab kemudian
ditutup kassa kering tanpa diplester

19. Jika luka terdapat di bagian jari-jari, pisahkan balutan pada masing-masing jari- jari

20. Balut dengan kassa gulung, fiksasi di tempat yang tidak mengganggu pasien
21. Perawat Mengucapkan “Hamdallah” kemudian mengkomunikasikan tindakan sudah
selesai kepada Klien/keluarga

22. Rapikan Alat, lepaskan sarung tangan dan perawat cuci tangan 7 langkah
Evaluasi Tindakan
● Klien merasa nyaman
● Dokumentasi dan Evaluasi Obat diberikan sesuai prosedur dan dosis ( Benar 6 B)
● Dokumentasikan kondisi luka, luas luka, warna dasar luka dan tanda – tanda infeksi
● Komunikasi dengan pasien selama Tindakan
● Pasien besih dan merasanyaman (tidak ada keluhan)

Dokumentasi Tindakan
Pada hari ini ... (tgl/jam) telah dilakukan tindakan spooling kateter/ irigasi bladder pada
pasien (Tn/Ny), usia.....no. RM...... oleh perawat (nama terang & tanda tangan). Mencatat
semua tindakan yang dilakukan dan respon pasien selama tindakan dan kondisi setelah
tindakan. Catat dengan jelas, mudah dibaca, ditandatangani disertai nama jelas

D. Latihan Soal

1. Perempuan usia 50 tahun mengeluh mual muntah, badan lemas, dada berdebar –
debar, nyeri kepala bagian belakang, dan pandangan mata kabur. Apa pemeriksaan
yang harus dilakukan pada pasien?
a. Pemeriksaan abdomen
b. Pemeriksaan nadi
c. Pemeriksaan suhu
d. Pemeriksaan tekanan darah
e. Pemeriksaan pernapasan
2. Laki – laki usia 36 tahun sedang diperiksa suhunya oleh perawat. Perawat
melakukan cuci tangan, menggunakan handscoen, kemudian memasang
thermometer raksa ke ketiak (aksila) pasien. Apa tindakan yang harus dilakukan
sebelum perawat memasang ke ketiak pasien?
a. Membuka bungkus termometer
b. Menjelaskan kepada pasien
c. Menurunkan raksa sampai di bawah suhu 350 C
d. Memeriksa suhu pada dahi pasien
e. Membasuh tangan dengan menggunakan alkohol
3. Seorang perawat sedang mempersiapkan alat untuk tindakan injeksi insulin. Perawat
mempersiapkan bak instrument, pen insulin, dan jarum pen insulin. Apakah
persiapan alat yang perlu dilengkapi oleh perawat?
a. Plester
b. Torniquete
c. Kasa steril
d. Aquabidest
e. Kapas alkohol
4. Perempuan berusia 58 tahun baru saja selesai memberikan injeksi insulin 3
U. Perawat telah mendokumentasikan tindakan, dan melakukan evaluasi tindakan
beserta respon pasien. Apakah tindakan selanjutnya yang wajib dilakukan perawat
pada kasus di atas?
a. Menjaga privasi pasien
b. Memastikan pasien menjaga dietnya
c. Memastikan pasien makan 10 menit setelah injeksi
d. Memberitahu pasien bahwa tindakan sudah selesai
e. Menanyakan kepada pasien apakah ada yang bisa dibantu
5. Laki-laki berusia 45 tahun baru saja selesai diinjeksi insulin. Perawat melepaskan
jarum dari pen insulin. Kemana perawat harus membuangnya?
a. Kontainer tajam
b. Sampah medis
c. Kresek kuning
d. Kresek hitam
e. Kresek putih
6. Seorang perawat memasang kateter urin pada pasien laki-laki. Ketika memasukkan
selang kateter urin kurang lebih 8 cm pada saluran kemih pasien, kateter sulit masuk
dan urin belum terlihat keluar. Apakah yang selanjutnya dilakukan perawat?
a. Memasukkan NaCl untuk menggembungkan balon kateter
b. Melepas kateter dan mengganti ukuran dengan yang lebih besar
c. Melepaas kateter dan menambah gel untuk melumasi kateter urin
d. Menarik penis sedikit kebawah kemudian masukkan kateter Kembali
e. Melepas kateter dan menghentikan pemasangan kateter urin

7. Seorang perawat akan melakukan pemasangan kateter urin pada pasien perempuan.
Posisi pasien yang paling tepat adalah?
a. Dorsal recumbent
b. Supine kedua kaki dilebarkan
c. Lateral
d. Semi fowler
e. Trendelenburg
8. Seorang pasien usia 56 tahun dirawat di IPD karena luka diabetes di kaki sebelah
kana. Perawat akan melakukan perawatan luka, setelah membuka balutan, perawat
mengkakukan pengakajian, apa yang harus dikaji oleh perawat?
a. Jumlah eksudat
b. Warna eksudat
c. Terkhir glukosa darah
d. Terakhir suntik insulin
e. Terkahir makan
9. Seorang pasien usia 53 tahun dirawat diruang IPD karena DM dan luka di punggung.
Menurut keluarga luka pasien sudah 4 bulan tidak sembuh- sembuh pada glukosa
darah pasien sangat terkontrol namun pasien tidak mau makan daging-dagingan, telur
dan ikan karena takut lukanya basah terus. Eksudat luka putih jernih dan tidak ada
tanda2 infeksi. Kemungkinan penyebab luka pasien tidak sembuh-sembuh adalah?
a. Infeksi
b. Glukosa darah tinggi
c. DM
d. Nutrisi kurang
e. Banyak bergerak

10. Klien wanita usia 45 tahun dirawat ruang penyakit dengan diabetes melitus dan luka
di tungkai kaki kanan. Kondisi luka bau, cairan purulen, terdapat slough, lebar 5 cm
dan panjang 6 cm. Perawat melakukan Cuci tangan 7 langkah, kemudian,
mendekatkan alat dan buka semua peralatan
Serta mengatur posisi pasien. Apakah prosedur selanjutnya yang harus dilakukan
perawat?
a. Memakai sarung tangan steril
b. Menilai bau, sekret dan warna luka
c. Memakai sarung tangan bersih
d. Pasang kasa steril
e. Cuci tangan

E. Rangkuman

Pemeriksaan tanda – tanda vital merupakan tindakan yang penting dilakukan pada
pasien. Pemeriksaan tanda – tanda vital memberikan gambaran kondisi klinis pada pasien
terkait penyakit yang diderita pasien. Tindakan dalam pemeriksaan tanda – tanda vital
adalah pemeriksaan tekanan darah dan nadi per menit untuk mengetahui kondisi jantung,
pemeriksaan suhu tubuh untuk mengetahui kejadian infeksi, dan pemeriksaan pernapasan/
respiration rate (RR) untuk mengetahui kondisi paru – paru.
Penutup

Modul belajar mandiri yang telah dikembangkan diharapkan dapat menjadi referensi bagi
Anda dalam mengembangkan dan me-refresh pengetahuan dan keletarampilan.
Selanjutnya, Anda dapat menggunakan modul belajar mandiri sebagai salah satu bahan
belajar mandiri untuk menghadapi seleksi Guru P3K.

Anda perlu memahami substansi materi dalam modul dengan baik. Oleh karena itu,
modul perlu dipelajari dan dikaji lebih lanjut bersama rekan sejawat baik dalam
komunitas pembelajaran secara daring maupun komunitas praktisi (MGMP) masing-
masing. Kajian semua substansi materi yang disajikan perlu dilakukan, sehingga Anda
mendapatkan gambaran teknis mengenai rincian materi substansi. Selain itu, Anda juga
diharapkan dapat mengantisipasi kesulitan-kesulitan dalam materi substansi yang
mungkin akan dihadapi saat proses seleksi Guru P3K.

Pembelajaran-pembelajaran yang disajikan dalam setiap modul merupakan gambaran


substansi materi yang digunakan mencapai masing-masing kompetensi Guru sesuai
dengan indikator yang dikembangkan oleh tim penulis/kurator. Selanjutnya Anda perlu
mencari bahan belajar lainnya untuk memperkaya pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan bidang studinya masing-masing, sehingga memberikan tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang komprehensif. Selain itu, Anda masih perlu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan Anda dengan cara mencoba menjawab latihan-latihan soal
tes yang disajikan dalam setiap pembelajaran pada portal komunitas pembelajaran.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mandiri Anda dapat menyesuaikan waktu dan
tempat sesuai dengan lingkungan masing-masing (sesuai kondisi demografi). Harapan
dari penulis/kurator, Anda dapat mempelajari substansi materi bidang studi pada setiap
pembelajaran yang disajikan dalam modul untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan sehingga siap melaksanakan seleksi Guru P3K.

Selama mengimplementasikan modul ini perlu terus dilakukan refleksi, evaluasi,


keberhasilan serta permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang ditemukan dapat
langsung didiskusikan dengan rekan sejawat dalam komunitas pembelajarannya masing-
masing agar segera menemukan solusinya.
Capaian yang diharapkan dari penggunaan madul ini adalah terselenggaranya
pembelajaran bidang studi yang optimal sehingga berdampak langsung terhadap hasil
capaian seleksi Guru P3K.

Kami menyadari bahwa modul yang dikembangkan masih jauh dari kesempurnaan.
Saran, masukan, dan usulan penyempurnaan dapat disampaikan kepada tim
penulis/kurator melalui surat elektronik (e-mail) sangat kami harapkan dalam upaya
perbaikan dan pengembangan modul-modul lainnya.
Daftar Pustaka

ADA. (2015). Insulin routine. http://www.diabetes.org/living-with- diabetes/treatment-


and-care/medication/insulin/insulin-routines.html
American Cancer Society. (2016). Cancer Treatment & Survivorship Facts & Figures
2016-2017. American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). Cancer Facts and Figures 2017. Genes and
Development. https://doi.org/10.1101/gad.1593107
Basavanthappa, B., & Basavanthappa, B. (2011). Introduction to Medical Surgical
Nursing. In Essentials of Medical Surgical Nursing.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11404_1
Carville K. Wound Care Manual Sixth Edition. Australia: Silver Chain Foundation; 2012.
Cleveland clinik. (2018). Instructions for Medicines You Inject.
https://my.clevelandclinic.org/health/drugs/11727-instructions-for- medicines-
you-inject-
Dabadie, A., & Petit, P. (2017). Appendicitis. In Imaging Acute Abdomen in
Children. https://doi.org/10.1007/978-3-319-63700-6_10
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Eko Prabowo. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ernawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Trans Info Media.
Hopkins, J. N., Brown, W., & Lee, C. A. (2017). Sports hernia: Definition, evaluation,
and treatment. JBJS Reviews.
https://doi.org/10.2106/JBJS.RVW.17.00022
Jacob, Rekha & Tarachnand. (2014). Clinical nursing procedure. First edition. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers
Keliat, B.A, dkk. 2005. Keperaatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Keliat, B.A,
dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC.
Langan, R. C. (2019). Benign Prostatic Hyperplasia. Primary Care - Clinics in Office
Practice. https://doi.org/10.1016/j.pop.2019.02.003
Lim, K. Bin. (2017). Epidemiology of clinical benign prostatic hyperplasia. Asian Journal
of Urology. https://doi.org/10.1016/j.ajur.2017.06.004
Livingston, E., & Vons, C. (2015). Treating appendicitis without surgery. JAMA -
Journal of the American Medical Association.
https://doi.org/10.1001/jama.2015.6266
Lynn. (2018). Clinical Nursing Skills Checklist. Edition 5 revised. USA: Lippincott
Williams & Wilkins
Patel, N. D., & Parsons, J. K. (2014). Epidemiology and etiology of benign prostatic
hyperplasia and bladder outlet obstruction. Indian Journal of Urology.
https://doi.org/10.4103/0970-1591.126900
Petroianu, A. (2012). Diagnosis of acute appendicitis. International Journal of Surgery.
https://doi.org/10.1016/j.ijsu.2012.02.006
Putlisbang Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes.
Russell, S. (2017). Parastomal hernia and physical activity. Are patients getting the right
advice? British Journal of Nursing.
https://doi.org/10.12968/bjon.2017.26.17.S12
Shang, J., Friese, C. R., Wu, E., & Aiken, L. H. (2013). Nursing practice environment
and outcomes for oncology nursing. Cancer Nursing.
https://doi.org/10.1097/NCC.0b013e31825e4293
Simons, M. P., Smietanski, M., Bonjer, H. J., Bittner, R., Miserez, M., Aufenacker,
T. J., … Wijsmuller, A. R. (2018). International guidelines for groin hernia
management. Hernia. https://doi.org/10.1007/s10029-017-1668-x
Smeltzer, S. ., Bare, B. ., Hinkle, J. L., & Cheever, K. . (2015). Handbook for Brunner
and Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. In Lippincott Williams
& Wilkins.
Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. Stuart, GW
& Sunden, SJ. 2006. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC. Stuart &
Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC. Yosep
Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama/
The Global Cancer Observatory. (2019). Cancer fact sheet. World Health Organization.
https://doi.org/L11\n10.1051/0004-6361/201016331
Umpierrez, G. E., Hellman, R., Korytkowski, M. T., Kosiborod, M., Maynard, G. A.,
Montori, V. M., . . . Berghe, G. V. d. (2012). Management of Hyperglycemia in
Hospitalized Patients in Non-Critical Care Setting: An Endocrine Society Clinical
Practice Guideline. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 97(1), 16-38.
doi: doi:10.1210/jc.2011-2098 Umpierrez, G. E., Smiley, D., Jacobs, S., Peng, L.,
Temponi, A., Mulligan, P., . . . Rizzo, M. (2011). Randomized study of basal-bolus
insulin therapy in the inpatient management of patients with type 2 diabetes undergoing
general
surgery (RABBIT 2 surgery). Diabetes Care, 34(2), 256-261. doi:
10.2337/dc10-1407
Vuichoud, C., & Loughlin, K. R. (2015). Benign prostatic hyperplasia: Epidemiology,
economics and evaluation. Canadian Journal of Urology.
WHO. 2006. Improving Healat System and Services For Mental Healt (Mental Healt
Policy and Services Guadience Package). Ganeva 27, Switzerland: WHO Press.
World Cancer Research Fund/American Institute for Cancer Research. (2018). Diet,
nutrition, physical activity and breast cancer. Continuous Update Project Expert
Report 2018. https://doi.org/10.1007/s12082-007-0105-4
Wray, C. J., Kao, L. S., Millas, S. G., Tsao, K., & Ko, T. C. (2013). Acute Appendicitis:
Controversies in Diagnosis and Management. Current Problems in Surgery.
https://doi.org/10.1067/j.cpsurg.2012.10.001
Kunci Jawaban Modul Belajar Mandiri Keperawatan

Pembelajaran 1 - 4

No Pembelajaran 1 Pembelajaran 2 Pembelajaran 3 Pembelajaran 4


1. E C A B
2. B C C B
3. B B B E
4. C A D B
5. D A A E
6. C B D D
7. B D B D
8. A C D C
9. D A
10. C A

Pembelajaran 5 - 8

No Pembelajaran 5 Pembelajaran 6 Pembelajaran 7 Pembelajaran 8


1. E E A D
2. B D C B
3. A C A E
4. B B D C
5. C D D A
6. B B B D
7. A C E A
8. A A C B
9. D E E D
10. E A E C
262 | Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai