Nim : 180103020219
Mata Kuliah : Studi Naskah Tafsir
Dosen Pengampu : M. Adriani Yulizar, S.Ag., MA
Lokal : IAT 18 C
Kitab Al-Muwafaqat
al-Gharnathi. Ia dilahirkan di Granada pada tahun 730H dan meninggal pada hari Selasa
tanggal 8 Sya’ban tahun 790H atau 1388 M. Nama Syathibi adalah nisbat kepada tempat
kelahiran ayahnya di Sativa (Syathibah=Arab), sebuah daerah di sebelah timur Andalusia. Pada
tahun 1247M, keluarga Imam Syathibi mengungsi ke Granada setelah Sativa, tempat asalnya,
jatuh ke tangan raja Spanyol Uraqun setelah keduanya berperang kurang lebih 9 tahun sejak
tahun 1239M.
Ketika Imam Syathibi hidup, Granada diperintah oleh Bani Ahmar. Ketika Bani Ahmar
berkuasa, kehidupan masyarakat jauh dari kehidupan yang islami bahkan mereka dipenuhi
dengan berbagai khurafat dan bid’ah. Hampir semua ulama yang hidup pada masa itu adalah
orang-orang yang tidak memiliki latar belakang ilmu agama yang cukup dan bahkan tidak
jarang meraka yang tidak tahu menahu persoalan agama diangkat oleh raja sebagai dewan
fatwa. Oleh karena itu, tidaklah heran apabila fatwa-fatwa yang dihasilkan sangat jauh dari
kebenaran.
Imam Syathibi bangkit menentang dan melawan para ulama Granada saat itu. Ia mencoba
meluruskan dan mengembalikan bid’ah ke sunnah serta membawa masyarakat dari kesesatan
kepada kebenaran. Perseteruan sengit antara Imam Syathibi dan para ulama Granada saat itu
tidak dapat dielakkan. Setiap kali Imam Syathibi berfatwa halal, mereka sebaliknya, berfatwa
haram tanpa melihat terlebih dahulu kepada nash. Karena itulah, Imam Syathibi kemudian
dilecehkan, dicerca, dikucilkan dan dianggap telah keluar dari agama yang sebenarnya.
Hal lain yang disoroti Imam Syathibi adalah praktek tasawwuf para ulama saat itu yang telah
menyimpang. Mereka berkumpul malam hari, lalu berdzikir bersama dengan suara sangat keras
kemudian diakhiri dengan tari dan nyanyi sampai akhir malam. Sebagian dari mereka ada yang
praktek tersebut karena dinilai telah menyimpang dari ajaran yang sesungguhnya. Menurut
Imam Syathibi, setiap cara mendekatkan diri yang ditempuh bukan seperti yang dipraktekkan
Imam Syathibi juga menyoroti ta’ashub berlebihan yang dipraktekan para ulama Granada dan
masyarakat Andalusia saat itu terhadap madzhab Maliki yang merupakan mazhab resmi
negara. Mereka memandang setiap orang yang bukan madzhab Maliki adalah sesat. Para ulama
yang tidak bermadzhab Maliki saat itu tidak pernah lepas dari cercaan bahkan penyiksaan
seperti yang dialami oleh al-Alammah Baqa bin Mukhlid, seorang ulama besar bermadzhab
Hanafi. Sekalipun Imam Syathibi seorang ulama Maliki namun ia tetap menghargai ulama-
ulama madzhab lainnya termasuk madzhab Hanafi yang saat itu selalu menjadi sasaran tembak
nomor satu. Bahkan, dalam berbagai kesempatan ia sering menyanjung Abu Hanifah dan ulama
lainnya. Kitab al-Muwafaqat sendiri sengaja disusun oleh Imam Syathibi dalam rangka
menjembatani ketegangan yang terjadi saat itu antara Madzhab Maliki dan Hanafi. Sedangkan
sebagai respon terhadap bid’ah dan khurafat yang berkembang saat itu, Imam Syathibi
Komprehensif dijelaskan landasan bagi al-Syatibi untuk melakukan ijtihad. Mengikutnya al-
Qur’an adalah pedoman syariat dan sebagai dasar agama, hadis pun memiliki kedudukan yang
sama dengan fungsi menjelaskan kandungan al-Qur’an yang bersifat global, hal-hal yang pelik,
menjadikan alQur’an dan al-Hadis sebagai acuan utama. Bagi al-Syatibi al-Qur’an terpelihara
keorisinalnya, berdasarkan pernyataan Tuhan dalam al-Qur’an surah al-Hijr (15) : 9 dan
ٓ ََ ُ َ َ ُۡۡ َ َ ُ َ َۡ ُۡ َُ َ ُۡ ََ َُ َ د ََُٓ د َۡ د ۡ ُ َۡ َ ُ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ۡ َ ُ َ د
ۡي ٱَّللِّ بِّهِّۦ وٱلمنخن ِّقة وٱلموقوذة وٱلمَتدِّية وٱنل ِّطيحة وما
ِّ ير وما أهِّل ل ِّغ
ِّ ِّزن
ِّ ٱۡل ح ِّرمت عليكم ٱلميتة وٱلم وَلم
ْ ُ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ْ ۡ َ ۡ َ َٰ َ َٰ ُ ۡ ۡ ۡ َ ۡ َ َ َ د ََ َ ُ ََ َُۡۡ َ َ د ُ ُ د َ َ د
ُ ُّلَع ٱنل
ب وأن تستقسِّموا بِّٱۡلزل ِّ ِۚم ذل ِّكم ف ِّسق ٌۗٱۡلوم يئِّس ٱَّلِّين كفروا
ِّ ص أكل ٱلسبع إَِّّل ما ذكيتم وما ذبِّح
ُ َ ُ ُ َ ُ ۡ َ ََۡ ۡ ُ َ ۡ ُ َ ُ ۡ َ ۡ َ َ َۡۡ ۡ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َۡ ََ ۡ ُ
ت لك ُم ت َعل ۡيك ۡم ن ِّۡع َم ِِّت َو َرضِّ يمِّن دِّين ِّكم فَل َتشوهم وٱخشو ِّ ِۚن ٱۡلوم أكملت لكم دِّينكم وأتمم
3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang
kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
Dalam hal pada keduanya tidak terdapat nash yang qath’i, maka upaya yang dilakukan adalah
merujuk pada al-Ijma’ dan al-Qiyas. Sekilas terlihat adanya upaya al-Syathibi untuk menyusun
secara structural sumber-sumber utama dalam ijtihad, yaitu : al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’,
dan al-Qiyas. Menyangkut Ijma’ al-Syatibi berpendapat seseorang wajib berpegang padanya,
karena kedudukan ijma’ adalah qath’i sehingga hasil ijma’ adalah hujjah. Demikian pula qiyas,