Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, perkembagan
teknologi dan informasi serta kominukasi pun ikut melaju dengan cepat. Saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangatlah pesat. Perkembangan media yang masif terus mengalami revolusi, semua terkoneksi atau terhubung dengan internet, sebagai contoh pengiriman surat, saat ini tidaklah hanya menggunakan jasa pengiriman kantor pos, tetapi sudah dapat menggunakan fasilitas surel dalam jaringan internet. Semua orang dapat menikmatinya dan lebih efisien dalam penggunaan waktu. Perkembangan internet tidak hanya sampai di sana, tetapi juga telah merambah kepada dunia pendidikan. Kini dunia pendidikan virtual tengah digalakan. Mengirim tugas ataupun berdiskusi sesama teman bisa melalui jaringan internet. Selain itu, perkembangan daripada internet telah menghadirkan sebuah buku elektronik yang dapat diunduh oleh pelajar dan atau mahasiswa yang memudahkannya untuk meningkatkan minat baca yang “kekinian” dalam digitalisasi. Pemanfaatan teknologi, khususnya internet saat ini merupakan sebuah hal yang positif maupun negatif, dapat dilihat dari apa yang kita cari maupun apa yang kita peroleh dalam pemanfaatan teknologi internet. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia mengharuskan sumber daya manusianya untuk “melek teknologi” khususnya bagi para generasi milenial. Dimana, generasi milennial adalah salah satu kelompok usia dari beberapa kelompok pembagian subkultur berdasarkan usia lahir di antara tahun 1980 hingga 2000. Berdasarkan pengertian diatas tentunya Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat produktivitas generasi milenial yang cukup banyak, lebih lagi Indonesia akan diproyeksikan akan mengahadapi bonus demograsi, di mana populasi usia produktif lebih mendominasi dibanding usia non produktif. Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat sudah sewajarnya sebagai generasi milenial harus menunjang kreativitas demi bersaing dengan orang lain. Sebab Indonesia kini sudah masuk dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dari hal tersebut membuat persaingan makin ketat dan berat. Hal itu cukup mengancam eksistensi generasi milenial yang dalam pepatah lama mengatakan “Setelah keluar mau jadi apa”, kata keluar tersebut menggambarkan pendidikan. Dalam digitalisasi, tak lepas pula dari media pendidikan, khususnya literasi. Literasi tak lepas kaitannya dengan sebuah teks atau pun wacana. Literasi merupakan keterampilan dalam menulis dan membaca dalam aktivitas mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Di era saat ini, literasi tidak hanya dilakukan dengan cara membaca buku fisik, namun telah merambah kepada digitalisasi. Dewasa ini pun, banyak penulis muda berkarya melalui media virtual yang dapat menjangkau segala penjuru (jangkauan) khususnya generasi milenial yang aktif di dalamnya. Indonesia memang berhasil menurunkan angka tuna aksara. Namun tantangan berikutnya adalah menumbuhkan budaya baca di kalangan masyarakat Indonesia. Penumbuhan budaya baca penting mengingat kemampuan dan keterampilan membaca merupakan dasar bagi seseorang memeroleh pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap. Menjadi generasi literat berarti menuju masyarakat kritis dan peduli. Artinya, kritis terhadap segala informasi yang diterima, sehingga tidak bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Berpikir kritis sangat penting bagi generasi milenial untuk menghadapi banyak tantangan yang akan muncul dalam kehidupan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menelaah atau menganalisis suatu sumber, mengidentifikasi sumber yang relevan dan yang tidak relevan, mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, menerapkan berbagai strategi untuk membuat keputusan yang sesuai dengan standar penilaian. Kemampuan berpikir kritis tersebut dapat dikembangkan dengan proses literasi. Dimana, proses literasi merupakan sebuah aktivitas intelektual seperti membaca, menulis, serta berdiskusi, dengan kata lain literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Sehingga, setiap individu khususnya generasi milenial memiliki kebebasan dengan caranya tersendiri untuk menyelesaikan masalah. Apalagi dalam membangun pendidikan yang sehat. Generasi milennial saat ini memiliki beberapa kebaikan dibalik keburukannya. Hal ini mengingat generasi milennial sekarang memiliki berbagai perasaan dan aspirasi yang belum pernah ada sebelumnya. Itu harus diterima dan diakui. Tetapi pada saat yang sama, mereka juga terganggu oleh berbagai penyimpangan dalam pikiran dan perilakunya yang harus dihilangkan. Selain memiliki kekuatan tubuh yang bugar dan sehat, fikiran pun masih sangat jernih untuk memikirkan masa depan bangsa Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Perkembangan teknologi akan memberikan manfaat untuk setiap generasi, tetapi hanya generasi yang mampu beradaptasi yang akan dapat mengontrol teknologi termasuk generasi milenial. Generasi milenial yang lahir dalam keadaan semua teknologi sudah tersedia, secara logis akan cepat beradaptasi. Sehingga teknologi dapat membantu generasi milenial dalam menjalankan kehidupannya, tetapi seiring waktu ada kesalahan persepsi terhadap penggunaan teknologi. Melihat berbagai permasalahan diatas, generasi muda millenial didorong untuk berfikir kritis serta bisa berkolaborasi guna menyelesaikan persoalan. Era revolusi 4.0 ditandai dengan beberapa perubahan besar dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dari sendi kehidupan manusia. Perkembangan kehidupan saat ini yang semakin pesat membuat kebutuhan akan orang-orang yang mempunyai karakter kritis dan kreatif sangat dibutuhkan. Untuk mencegah permasalahan tersebut, dibutuhkan upaya baik itu orang tua, pendidik maupun masyarakat dalam membentuk keperibadian generasi muda terutama berfikir kritis dalam memecahkan persoalan yaitu dengan cara memberi pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah upaya yang sadar untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dalam konteks memanusiakan manusia, untuk meningkatkan karakter dan mempraktikkan intelektual siswa, untuk menciptakan generasi berkarakter yang bermanfaat, dan dapat memberikan manfaat bagi lingkungannya. Hal tersebut sejalan dengan Lickona bahwa, “character education is the deliberate effort to cultivate virtue that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society”. Upaya untuk menghidupkan kembali pendidikan karakter ini adalah amanah yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 3, yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter dan peradaban negara yang bermartabat di Indonesia dalam rangka mendidik kehidupan bangsa. Pembentukan karakter adalah salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 menyatakan bahwa salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan berakhlak yang baik. Amanah dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 bermaksud bahwa pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga kepribadian yang berkarakter, sehingga nantinya akan melahrikan generasi bangsa yang tumbuh dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Ada tiga hal penting yang diinginkan untuk dicapai melalui pendidikan karakter, yaitu pendidikan karakter yang dapat menumbuhkan kesadaran siswa sebagai makhluk dan hamba Allah SWT, pendidikan karakter yang berkaitan dengan bidang pendidikan ilmiah, dan karakter yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai bangsa Indonesia. Generasi milennial adalah penerus bangsa yang dituntut untuk memiliki pemikiran yang lebih tajam, lebih kritis, lebih kreatif, tidak mudah terprovokasi, lebih terbuka terhadap permasalahan yang ada. Dibekali dengan pendidikan karakter generasi bukan hanya baik dalam hal intelektual namun juga dalam moral. Generasi milennial diharapkan mau belajar lebih aktif dalam menyuarakan pendaat, tentunya dengan cara yang benar. Tidak anarkis, namun kritis. Lebih menuju kepada kepentingan bersama, bukan pribadi maupun golongan. Generasi milennial harus lebih peduli, bukan justru bersifat apatis terhadap kejadiaan yang ada, sehingga peran generasi muda di Indonesia semakin nyata dan dapat membawa perubahan, tentu kearah yang lebih baik. Untuk memperkuat implementasi pendidikan karakter telah diidentifikasi nilai yang berasal dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja keras; (6) Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis; (9) Keingintahuan, (10) Semangat nasionalisme, (11) Cinta tanah air; (12) Menghargai prestasi, (13) Komunikatif; (14) Cinta kedamaian; (15) Suka membaca; 16) Peduli lingkungan; (17) Peduli sosial; dan (18) Tanggung jawab. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut terutama membentuk kemampuan berpikir kritis dibutuhkan adanya pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus dilibatkan oleh semua pihak diantaranya keluarga, sekolah dan masyarakat. Setiap lingkungan sekolah baik SD, SMP, SMA maupun perguruan tinggi diupayakan memberikan pendidikan karakter untuk membentuk kepribadian peserta didik. Mengingat bahwa masih banyak nilai karakter, keterampilan berpikir kritis, dan psikomotor hingga saat ini masih belum optimal. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kompetensi guru dengan menerapkan model pembelajaran yang efektif, salah satunya menggunakan pendekatan kontekstual sehingga dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa atau pun generasi milennial.