Anda di halaman 1dari 4

Nama : Yhulia Sari Kaunar

NIM : 2017-29-011
UAS : Bahasa Indonesia

Topik : Generasi Milenial dalam Gerakan Literasi

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, perkembagan


teknologi dan informasi serta kominukasi pun ikut melaju dengan cepat. Saat ini,
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangatlah pesat. Perkembangan
media yang masif terus mengalami revolusi, semua terkoneksi atau terhubung dengan
internet, sebagai contoh pengiriman surat, saat ini tidaklah hanya menggunakan jasa
pengiriman kantor pos, tetapi sudah dapat menggunakan fasilitas surel dalam jaringan
internet. Semua orang dapat menikmatinya dan lebih efisien dalam penggunaan
waktu. Perkembangan internet tidak hanya sampai di sana, tetapi juga telah
merambah kepada dunia pendidikan. Kini dunia pendidikan virtual tengah digalakan.
Mengirim tugas ataupun berdiskusi sesama teman bisa melalui jaringan internet.
Selain itu, perkembangan daripada internet telah menghadirkan sebuah buku
elektronik yang dapat diunduh oleh pelajar dan atau mahasiswa yang
memudahkannya untuk meningkatkan minat baca yang “kekinian” dalam digitalisasi.
Pemanfaatan teknologi, khususnya internet saat ini merupakan sebuah hal
yang positif maupun negatif, dapat dilihat dari apa yang kita cari maupun apa yang
kita peroleh dalam pemanfaatan teknologi internet. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dunia mengharuskan sumber daya manusianya untuk “melek teknologi”
khususnya bagi para generasi milenial. Dimana, generasi milennial adalah salah satu
kelompok usia dari beberapa kelompok pembagian subkultur berdasarkan usia lahir
di antara tahun 1980 hingga 2000. Berdasarkan pengertian diatas tentunya Indonesia
merupakan salah satu negara dengan tingkat produktivitas generasi milenial yang
cukup banyak, lebih lagi Indonesia akan diproyeksikan akan mengahadapi bonus
demograsi, di mana populasi usia produktif lebih mendominasi dibanding usia non
produktif. Melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian pesat
sudah sewajarnya sebagai generasi milenial harus menunjang kreativitas demi
bersaing dengan orang lain. Sebab Indonesia kini sudah masuk dalam Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA), dari hal tersebut membuat persaingan makin ketat dan berat.
Hal itu cukup mengancam eksistensi generasi milenial yang dalam pepatah lama
mengatakan “Setelah keluar mau jadi apa”, kata keluar tersebut menggambarkan
pendidikan.
Dalam digitalisasi, tak lepas pula dari media pendidikan, khususnya literasi.
Literasi tak lepas kaitannya dengan sebuah teks atau pun wacana. Literasi merupakan
keterampilan dalam menulis dan membaca dalam aktivitas mengolah informasi dan
pengetahuan untuk kecakapan hidup. Di era saat ini, literasi tidak hanya dilakukan
dengan cara membaca buku fisik, namun telah merambah kepada digitalisasi. Dewasa
ini pun, banyak penulis muda berkarya melalui media virtual yang dapat menjangkau
segala penjuru (jangkauan) khususnya generasi milenial yang aktif di dalamnya.
Indonesia memang berhasil menurunkan angka tuna aksara. Namun tantangan
berikutnya adalah menumbuhkan budaya baca di kalangan masyarakat Indonesia.
Penumbuhan budaya baca penting mengingat kemampuan dan keterampilan
membaca merupakan dasar bagi seseorang memeroleh pengetahuan, keterampilan,
dan pembentukan sikap. Menjadi generasi literat berarti menuju masyarakat kritis dan
peduli. Artinya, kritis terhadap segala informasi yang diterima, sehingga tidak
bereaksi secara emosional dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Berpikir kritis
sangat penting bagi generasi milenial untuk menghadapi banyak tantangan yang akan
muncul dalam kehidupan. Berpikir kritis merupakan kemampuan menelaah atau
menganalisis suatu sumber, mengidentifikasi sumber yang relevan dan yang tidak
relevan, mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi, menerapkan berbagai strategi
untuk membuat keputusan yang sesuai dengan standar penilaian. Kemampuan
berpikir kritis tersebut dapat dikembangkan dengan proses literasi. Dimana, proses
literasi merupakan sebuah aktivitas intelektual seperti membaca, menulis, serta
berdiskusi, dengan kata lain literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah
dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Sehingga,
setiap individu khususnya generasi milenial memiliki kebebasan dengan caranya
tersendiri untuk menyelesaikan masalah. Apalagi dalam membangun pendidikan yang
sehat.
Generasi milennial saat ini memiliki beberapa kebaikan dibalik keburukannya.
Hal ini mengingat generasi milennial sekarang memiliki berbagai perasaan dan
aspirasi yang belum pernah ada sebelumnya. Itu harus diterima dan diakui. Tetapi
pada saat yang sama, mereka juga terganggu oleh berbagai penyimpangan dalam
pikiran dan perilakunya yang harus dihilangkan. Selain memiliki kekuatan tubuh
yang bugar dan sehat, fikiran pun masih sangat jernih untuk memikirkan masa depan
bangsa Indonesia yang lebih maju dan bermartabat. Perkembangan teknologi akan
memberikan manfaat untuk setiap generasi, tetapi hanya generasi yang mampu
beradaptasi yang akan dapat mengontrol teknologi termasuk generasi milenial.
Generasi milenial yang lahir dalam keadaan semua teknologi sudah tersedia, secara
logis akan cepat beradaptasi. Sehingga teknologi dapat membantu generasi milenial
dalam menjalankan kehidupannya, tetapi seiring waktu ada kesalahan persepsi
terhadap penggunaan teknologi. Melihat berbagai permasalahan diatas, generasi
muda millenial didorong untuk berfikir kritis serta bisa berkolaborasi guna
menyelesaikan persoalan. Era revolusi 4.0 ditandai dengan beberapa perubahan besar
dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dari sendi kehidupan manusia. Perkembangan
kehidupan saat ini yang semakin pesat membuat kebutuhan akan orang-orang yang
mempunyai karakter kritis dan kreatif sangat dibutuhkan. Untuk mencegah
permasalahan tersebut, dibutuhkan upaya baik itu orang tua, pendidik maupun
masyarakat dalam membentuk keperibadian generasi muda terutama berfikir kritis
dalam memecahkan persoalan yaitu dengan cara memberi pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah upaya yang sadar untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dalam konteks memanusiakan manusia, untuk
meningkatkan karakter dan mempraktikkan intelektual siswa, untuk menciptakan
generasi berkarakter yang bermanfaat, dan dapat memberikan manfaat bagi
lingkungannya. Hal tersebut sejalan dengan Lickona bahwa, “character education is
the deliberate effort to cultivate virtue that is objectively good human qualities that
are good for the individual person and good for the whole society”. Upaya untuk
menghidupkan kembali pendidikan karakter ini adalah amanah yang telah dijelaskan
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dalam Pasal 3, yang menyatakan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter dan peradaban negara yang
bermartabat di Indonesia dalam rangka mendidik kehidupan bangsa. Pembentukan
karakter adalah salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 menyatakan bahwa salah satu tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian, dan berakhlak yang baik. Amanah dari Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 bermaksud bahwa pendidikan tidak hanya
membentuk insan Indonesia yang cerdas, tetapi juga kepribadian yang berkarakter,
sehingga nantinya akan melahrikan generasi bangsa yang tumbuh dengan karakter
yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Ada tiga hal penting yang
diinginkan untuk dicapai melalui pendidikan karakter, yaitu pendidikan karakter yang
dapat menumbuhkan kesadaran siswa sebagai makhluk dan hamba Allah SWT,
pendidikan karakter yang berkaitan dengan bidang pendidikan ilmiah, dan karakter
yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai bangsa Indonesia.
Generasi milennial adalah penerus bangsa yang dituntut untuk memiliki
pemikiran yang lebih tajam, lebih kritis, lebih kreatif, tidak mudah terprovokasi, lebih
terbuka terhadap permasalahan yang ada. Dibekali dengan pendidikan karakter
generasi bukan hanya baik dalam hal intelektual namun juga dalam moral. Generasi
milennial diharapkan mau belajar lebih aktif dalam menyuarakan pendaat, tentunya
dengan cara yang benar. Tidak anarkis, namun kritis. Lebih menuju kepada
kepentingan bersama, bukan pribadi maupun golongan. Generasi milennial harus
lebih peduli, bukan justru bersifat apatis terhadap kejadiaan yang ada, sehingga peran
generasi muda di Indonesia semakin nyata dan dapat membawa perubahan, tentu
kearah yang lebih baik. Untuk memperkuat implementasi pendidikan karakter telah
diidentifikasi nilai yang berasal dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan
nasional, yaitu: (1) Religius; (2) Jujur; (3) Toleransi; (4) Disiplin; (5) Kerja keras; (6)
Kreatif; (7) Mandiri; (8) Demokratis; (9) Keingintahuan, (10) Semangat
nasionalisme, (11) Cinta tanah air; (12) Menghargai prestasi, (13) Komunikatif; (14)
Cinta kedamaian; (15) Suka membaca; 16) Peduli lingkungan; (17) Peduli sosial; dan
(18) Tanggung jawab. Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut terutama membentuk
kemampuan berpikir kritis dibutuhkan adanya pendidikan karakter. Pendidikan
karakter harus dilibatkan oleh semua pihak diantaranya keluarga, sekolah dan
masyarakat. Setiap lingkungan sekolah baik SD, SMP, SMA maupun perguruan
tinggi diupayakan memberikan pendidikan karakter untuk membentuk kepribadian
peserta didik. Mengingat bahwa masih banyak nilai karakter, keterampilan berpikir
kritis, dan psikomotor hingga saat ini masih belum optimal. Hal-hal yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan kompetensi guru dengan menerapkan model
pembelajaran yang efektif, salah satunya menggunakan pendekatan kontekstual
sehingga dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa atau pun generasi
milennial.

Anda mungkin juga menyukai